Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu

kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik

dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi

perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.(1,2 )

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little

(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas

atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan

istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile

Cerebral Paralysis. (3,4 )

Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan

pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan

perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.(4)

Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam

penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah

tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar

biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
I. DEFINISI

Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan

tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi

perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan

menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa

kelumpuhan spastis. Gangguan ganglia basal dan serebellum dan kelainan mental.(5)

Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat nonprogresif,

berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa

perkembangan. (6)

Walaupun cerebral palsy pertama kali dilaporkan pada tahun 1827 oleh

Cazauvielh, dan kemudian digambarkan dan di perdebatkan oleh dokter seperti Little,

Freud, Osler, dan Phleps, patogenesis gangguan ini tetap tidak dimengerrti secara jelas.
(6)

II. EPIDEMIOLOGI

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi Cerebral palsy yaitu

populasi yang diambil cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insudensi serebral

palsi sebanyak 2 per 1000 kelahiran hidup (2,3) . 5 dari 1000 anak memperlihatkan defisit

motorik yang sesuai dengan Cerebral palsy. 50% kasus termasuk ringan dan 10%

termasuk kasus berat. (3) Yang dimaksud ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya

sendiri dan yang tergolong berat adalah penderita yang membutuhkan pelayanan

khusus. 25% memiliki intelegensia rata-rata (normal) sementara 30% kasus menunjukan

2
IQ dibawah 70. 35% disertai kejang dan 50% menunjukan gangguan bicara. Laki-laki

lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0). Rata-rata 70 % ada pada tipe spastik. 15% tipi

atetotic, 5% ataksia, dan sisanya campuran. (6)

Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan rendahnya

angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka

kejadian Cerebral palsy akan menurun. Narnun di negara-negara berkembang,

kemajuan tektiologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi,

juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan. Adanya variasi

angka kejadian di berbagai negara karena pasien cerebal palsy datang ke berbagai klinik

seperti klinik saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan sebagainya.

Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten menggunakan definisi dan

terminologi Cerebral palsy. (6)

III. ETIOLOGI

Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bgian yaitu prenatal, perinatal, dan

pascanatal. (5)

a) Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan

yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam

kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat

yang abnormal), terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan

“Cerebral palsy” (5)

3
b) Perinatal

1. Anoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”.

Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada kedaan

presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi

plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio

caesaria. (5)

2. Perdarahan otak

Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu

pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di

ruang subarachnoid akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan

hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga

timbul kelumuhan spaatis. (5)

3. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak yang

lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah enzim, faktor

pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. (5,6)

4. Ikterus

4
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang

permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan

inkompatibilitas golongan darah. (5)

5. Meningitis Purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa “Cerebral palsy”. (5)

c) Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat

menyebabkan “cerbral palsy”. (5)

1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.

2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,

ensefalomielitis.

3. Kern icterus

Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal atau

devisiensi enzim hati(7)

FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY

5
IV. MANIFESTASI KLINIS (8)

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis

neurologis. Spastik diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal

selanjutnya sebagai Cerebral palsy. Hingga saat ini, Cerebral palsy diklasifikasikan

berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :

1. Cerebral Palsy Spastik

Merupakan bentukan Cerebral Palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami

kekakuan dan secara permanan akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami

spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.

Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal

dengan galt gunting (scissors galt).

Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana

seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika

tremor memberat akan terjadi gangguan gerakan berat.

6
Cerebral Palsy Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena,

yaitu :

a. Monoplegi

Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia

Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari pada

kedua lengan

c. Triplegia

Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua

lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia

Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia

Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat

2. Cereberal Palsy Atetoid/diskinetik

Bentuk Cereberal Palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan menulis yang

tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau

tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak

menyeringan dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama

periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami

7
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). Cereberal Palsy atetoid terjadi pada

10-20% penderita Cereberal Palsy.

3. Cereberal Palsy Ataksid

Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang

terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya

berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan;

kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan

baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya

buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan

dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang

dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.

4. Cerebral Palsy Campuran

Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk

Cerebral Palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah

spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai. 6,7

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.

1) Ringan

Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga

sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.

2) Sedang

Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam

bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya

sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,

8
diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara

sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.

3) Berat

Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin

dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan

khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti

ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini

hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan

menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun

lingkungannya.

Cerebral Palsy juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya

penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (tabel 1). (8)

Tabel 1. Klasifikasi Cerebral Palsy Berdasarkan Derajat Penyakit (8)

Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit

Morik penyerta

Minimal Normal, hanya * kelainan tonus * Gangguan

terganggu secara sementara komunikasi

kualitatif * Gangguan
* Refleks primitif
belajar
menetap terlalu lama
spesifik
* Kelainan postur

ringan

9
* Gangguan gerak

motorik kasar dan

halus, misalnya

clumpsy
Ringan Berjalan umur 24 * Beberapa kalinan pada

bulan pemeriksaan

neurologis

* Perkembangan refleks

primitif abnormal

* respon postular

terganggu

* Gangguan motorik<

misalnya tremor

* Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 * Berbagai kelainan * Retardasi

tahun, kadang neurologis mental

memerlukan * Gangguan
* Refleks primmitif
bracing belajar dan
menetap dan kuat
Tidak perlu alat kominikasi
* respon postural
khusus * Kejang
terlambat
Berat Tidak bisa * Gejala neurologis

berjalan, atau dominan

berjalan dengan

10
alat bantu * Refleks primitif

Kadang perlu menetap

operasi
* Respon postural

tidak muncul

Gejala Awal Cerebral Palsy (9)

• Adanya faktor resiko

• Mikrosefali, sutura bertumpuk, penutupan UUB terlalu cepat

• Hipotonia berlebihan

• Gerakan ekstermitas terbatas

• Spastisitas dimulai dari tangan (tergenggam) dan kaki (fleksi plantar)

• Kesulitan makan, mengiler berlebihan

• Gagal tumbuh

• Refleks primitif menetap

• Refleks postural terlambat

• Ataksia, distonia, diskinetik sering baru muncul setelah gejala stabil, sulit dinilai

pada bayi kecil

V. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS (10,11)

Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi berikut:6, 10

11
• Primer neurulation - Minggu 3-4 kehamilan

• Perkembangan Prosencephalic - Bulan 2-3 kehamilan

• Neuronal proliferasi - Bulan 3-4 kehamilan

• Neuronal migrasi - Bulan 3-5 kehamilan

• Organisasi - Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pascakelahiran

• Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pascakelahiran

Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal

Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau

perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis cerebral

palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau infeksi, atau

insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu kehamilan dapat

mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat

mengakibatkan leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white

matter berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40

dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.(6)

Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor pada

saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak dan

regulasi aliran darah, dan respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi menurun.(6)

Prematuritas dan pembuluh darah serebral

Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan

otak mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang

signifikan untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil

12
otak pada kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat

mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular. Antara

minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white matter periventricular dekat ventrikel

lateral yang paling rentan terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa serat

bertanggung jawab atas kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam

diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa

keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).(6)

Periventricular leukomalacia

Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor

untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, baik ekstremitas bawah dan

atas mungkin terlibat. Leukomalacia periventricular umumnya simetris dan dianggap

karena cedera iskemik white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white

matter periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari

yang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi lebih baik dicirikan sebagai kejang

diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di daerah periventricular sangat rentan

terhadap cedera hipoksia-iskemik karena lokasi mereka di sebuah zona perbatasan

vaskular antara zona akhir arteri striate dan thalamic. Selain itu, karena mereka adalah

otak kapiler, mereka memiliki kebutuhan tinggi untuk metabolisme oksidatif.(6)

Perdarahan periventricular -perdarahan intraventricular

Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya perdarahan

periventricular -perdarahan intraventricular menggunakan sistem klasifikasi awalnya

dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut: (6)

1. Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal

13
2. Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel

lateral tanpa pembesaran ventrikel

3. Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel

lateral dengan pembesaran ventrikel

4. Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan

meluas ke parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak

adanya perdarahan intraventricular, juga disebut sebagai perdarahan

intraparenchymal saat ditemui di tempat lain di parenkim tersebut.

Perdarahan meluas ke white matter periventricular berkaitan dengan

perdarahan germinal ipsilateral perdarahan/intraventricular matriks yang

disebut infark vena periventricular hemo

Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi

Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral dewasa,

cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi

arteri serebral tengah, mengakibatkan cerebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak

matur juga rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran

dari korteks (misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan cerebral palsy

spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga cerebral palsy

ekstrapiramidal atau dyskinetic.(6)

Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron, dan

degenerasi laminar akan menimbulkan narrow gyrus, sulcus dan berat otak rendah.

Cerebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang

disebabkan oeh cacat nonprogresif atau trauma otak. Suatu presentasi serebral palsi

14
dapat diakibatkan oleh suatu kelainan dasar (Struktur otak : awal sebelum dilahirkan,

perinatal atau luka-luka/ kerugian setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak

cukupan vaskuler, toksin dan infeksi).

Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu

induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral,

berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa

mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali,

hidrosefalus dan lain sebagainya.

Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan

ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.

Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan

3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah

periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan

migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan

korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital

seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun

pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik,

gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa

tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan

selubung mialin.

Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya

kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang

15
bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis,

batang otak dan serebelum.

Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder.

Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat

trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis,

yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi (6)

VI. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Pasien dapat datang dengan keluhan(12) :

 Pola gerak abnormal

 Terlambat dalam perkembangan berdiri dan berjalan

 Sentral paresis (hemiparesis, paraparesis, atau tetraparesis)

 Spasticity (kekakuan)

 Ataxia

 Choreoathetosis

 Retardasi mental

 Epileptic seizures,

 Gelisah

 Sulit berkonsentrasi

 Gangguan dalam penglihatan, pendengaran dan berbicara.

 deformitas tulang dan sendi (talipes equinus, contracture, scoliosis, hip

dislocation)

16
b. Pemeriksaan Fisik (9)

1. Pemeriksaan Tonus

2. Pemeriksaan Muskuloskeletal

a. Panggul

 Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi, panjang

tidak simetris

 Thomas test : kontraktur fleksi

 Ely test : kontraksi kuadriseps

 Aduksi , rotasi

b. Lutut

 Sudut poplitea

c. Kaki dan Pergelangan

 Kontraktur, torsi tibia

d. Punggung

 Postur, skoliosis, asimetris

e. Exstermitas Atas

 Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi motor

halus

3. Pemeriksaan Refleks

a. Refleks tendon

b. Refleks Patologis/klonis

c. Refleks Primitif menetap

 Asymetric tonic neck refleks

17
 Neck righting refleks

 Graps refleks

d. Refleks Protektif terlambat

 Parachute, dll

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis

cerebral palsy

2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebabbya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy, CSS normal

3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan

hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak

4. Foto rongrnt kepala

5. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang

dibutuhkan

6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi

mental

Pemeriksaan Khusus Cerebral palsy(5)

1. Pemeriksaan Refleks, tonus otot, postur dan koordinasi

2. Pemeriksaan mata dan pendengaran setelah dilakukan diagnosis “Cerebral

palsy” ditegakan.

3. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada “Cerebral palsy” CSS normal.

18
4. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan

hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.

5. Foto Rontgen kepala, MRI, CT-Scan, cranial ultrasounds umtuk mendapatkan

gambaran otak.

6. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang

dibutuhkan.

7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi

mental.

VIII. DIAGNOSIS BANDING CEREBRAL PALSY(5)

a) Proses degeneratif

b) Higroma subdural

c) Arterio-venosus yang pecah

d) Kerusakan medula spinalis

e) Tumor intrakranial

IX. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik,

yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat

mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi

atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan ke- berhasilannya maka perlu

diperhatikan penggolongan Cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil

yaitu derajat ringan, sedang dan berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah

membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah

19
deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga pendenta sedikit

mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri

Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu team antara

dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi,

fisioterapi, “occupational therapist”, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang

tua penderita. (5)

a) Fisioterapi

Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan

psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak

yang lebih besar.

Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu

program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan

posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat

dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini

diakukan sepanjang penderita hidup. (5)

b) Pembedahan

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk melakukn

pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.

Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan gerakan koreo-

atetosis yang berlebihan. (5)

c) Pendidikan

Penderita “Cerebral palsy” dididik sesuai tingkat intelegensinya, di sekolah

luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang

normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama dengan anak yang normal, yaitu

20
pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-sama, sehingga mereka tidak

merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua juga janganlah

melindungi anak secara berlebihan dan untuk ini pekerja sosial dapat

membantu dirumah dengan nasehat seperlunya. (5)

d) Obat-obatan

Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai

dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya.

Pada keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat

menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid (librium), nitrazepam

(mogadon). Pada keadaan koreoatestosis diberikan artan. Imipramin (tofranil)

diberikan pada penderita dengan depresi. (5)

Penderita Cerebral Palsy memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner

mengingat masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu: (3)

a. Gangguan motorik

b. Retardasi mental

c. Kejang

d. Gangguan pendengaran

e. Gangguan rasa raba

f. Gangguan bahasa dan bicara

g. Makan/gizi

h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)

i. Gangguan konsentrasi

j. Gangguan emosi

k. Gangguan belajar

21
Tim diagnostik dan penatalaksanaan Cerebral Palsy ini meliputi: (5)

1. Tim Inti :

a. Neuropediatri

b. Dokter Gigi

c. Psikolog

d. Perawat

e. Fisioterapi (terapi kerja, terapi bicara)

f. Pekerja Sosial (pengunjung rumah)

2. Tim Konsultasi :

a. Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

b. Dokter Bedah (Ortopedi)

c. Dokter Mata

d. Dokter THT

e. Psikiater Anak

f. Guru SLB (cacat tubuh, tunanetra, tunarungu)

Penatalaksanaan Cerebral Palsy meliputi: (5)

A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :

1. Benzodiazepin :

• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi

• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih

10 mg/dosis)

22
2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80

mg/hari)

3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan

sampai 40 mg/hari

4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi

gerakan involusi)

5. Botulinum toksin A :

 Usia < 12 tahun belum direkomendasikan

 Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)

 Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml

perkali atau 200 ml perbulan

B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)

C. Lain-lain :

1. Pendidikan khusus

2. Penyuluhan psikologis

3. Rekreasi

X. PROGNOSIS

Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia, terdapat 20 -25%

penderita “Cerebral palsy” mampu bekerja sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di

“Institute Cerebral palsy” (5)

23
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin

banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan

dan pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya. (5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook

of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.

2. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap

Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu

Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2006

3. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi

Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo

Surabaya. Surabaya: FK UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006.

24
4. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia

Kedokteran 2000, No.104; 37-40. http://ebookbrowse.com/gds-138-slide.

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2.

Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2007

6. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's

Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2003

7. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victor’s Principeples of Neurology, 18th ed.

McGraw-Hill. USA. 2005

8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI. 2012 : 116

9. http://ebookbrowse.com/gds-138-slide-cerebral-palsy-pdf-d174047946 , di unduh

pada tanggal 17 Oktober 2019.

10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy among

term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.

11. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of

Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS & GYNECOLOGY

2003;102;628-636

12. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288

25

Anda mungkin juga menyukai