Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Moneter dalam Perspektif Islam

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi


makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah
uang yang beredar dalam perekonomian. Sasaran yang ingin dicapai adalah
memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal.
Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan
mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti
pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara
internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan
ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan
Al-Qur’an dalam QS. Al-An’am : 152,

ً ‫ش َّد ۚۥهُ َوأَ ۡوفُو ْا ۡٱل َك ۡي َل َو ۡٱل ِمي َزانَ بِ ۡٱلقِ ۡس ِۖط اَل نُ َكلِّفُ نَ ۡف‬
‫سا إِاَّل‬ ُ َ‫سنُ َحت َّٰى يَ ۡبلُ َغ أ‬ ِ ِ‫َواَل ت َۡق َربُو ْا َما َل ۡٱليَت‬
َ ‫يم إِاَّل بِٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح‬
ٰ ۚ
١٥٢ َ‫م تَ َذ َّكرُون‬Uۡ‫ص ٰى ُكم بِ ِهۦ لَ َعلَّ ُك‬ َّ ‫ٱع ِدلُو ْا َولَ ۡو َكانَ َذا قُ ۡربَ ٰ ۖى َوبِ َع ۡه ِد ٱهَّلل ِ أَ ۡوفُو ْا َذلِ ُكمۡ َو‬
ۡ َ‫ُو ۡس َع َه ۖا َوإِ َذا قُ ۡلتُمۡ ف‬

152. “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”.

Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran
Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam
perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa
pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya
dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa
bagi kesejahteraan Sosial Umum.Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter)
yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk
mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan
dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.1

Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul


Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan
kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting
dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu
al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai
berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem
keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak,
dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang
(emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak
dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain
seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat
money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbandingan yang sifatnya
tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak.

1 Nopirin, Ph.D. Ekonomi Moneter: edisi ke 1 (Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta , 1987).Hal 51


Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa
diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i beratnya 4,25 gram emas dan 1
dirham perak syar'i beratnya 2,975 gram perak.

Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika itu
kendati menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak
mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tetapi menggunakan dinar Romawi dan
dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak eksklusif
hanya dilakukan oleh umat Islam). Demikian seterusnya, sistem dua logam itu
diterapkan oleh para khalifah hingga masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H).
Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham khusus dengan corak Islam yang khas.
Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham
akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai
instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan
oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika
naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram
emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi
dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi
seperti sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau
dirham memang masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai
nominal dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya
akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali
kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan
usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi besar, juga
waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan segera
disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran.
Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran
bisa ditekan seminimal mungkin.Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik
umum harus dikuasai oleh negara.

Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan
sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab
zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta
(kanzu al-mal, bukan idzkar atau saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah
emas dan perak, sebagaimana disebut dalam Surah At-Taubah : 34,

ۡ
۞ِ ۗ ‫بِي ِل ٱهَّلل‬U‫س‬
َ ‫دُّونَ عَن‬U‫ص‬ ُ َ‫ ِل َوي‬U‫س بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬ ُّ ‫ا ِر َو‬UUَ‫يرا ِّمنَ ٱأۡل َ ۡحب‬U
ِ ‫ ٰ َو َل ٱلنَّا‬Uۡ‫أ ُكلُونَ أَم‬UUَ‫ا ِن لَي‬UUَ‫ٱلر ۡهب‬ ٓ Uُ‫ا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬UU‫ٰيَٓأَيُّ َه‬
ٗ Uِ‫و ْا إِنَّ َكث‬U
٣٤ ‫ب أَلِ ٖيم‬ ٍ ‫يل ٱهَّلل ِ فَبَش ِّۡرهُم بِ َع َذا‬ َ ‫ضةَ َواَل يُنفِقُونَ َها فِي‬
ِ ِ‫سب‬ َّ ِ‫َب َو ۡٱلف‬ َ ‫ٱلذه‬َّ َ‫َوٱلَّ ِذينَ يَ ۡكنِ ُزون‬

34. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara pembunuhan


(sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat dijatuhi
hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary
standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.

B. Instrumen Kebijakan Moneter


1. Instrumen Moneter Konvensional

Suatu otoritas moneter mempunyai pengaru yang penting, walaupun secara tak
langsung terhadap arah (trend) tingkat harga, output, dan nilai tukar uang suatu
negara. Otoritas moneter, atau bank sentral, melakukan hal tersebut melalui
kemampuannya dalam mengendalikan penawaran uang dan kredit bank, serta melalui
pengaruhnya terhadap tingkat suku bunga, arus kredit, dan perkembaangan sektor
finansial pada sebuah perekonomian. Pengaruh spesifik yang lain adalah kemampuan
Bank Sentral untuk mengendalikan jumlah maksimum suku bunga yang dapat
dibayarkan terhadap jumlah simpanan tertentu kepada bank-bank dan menentukan
proporsi saham yang dapat dibeli melalui kredit. Dalam hal-hal tertentu, Bank Sentral
dapat mempunyai kekuasaan temporer untuk mengendalikan kredit komersial, kredit
perumahan, dan kredit konstruksi lainnya.

Tindakan – tindakan Bank Sentral dalam mengimplementasikan kebijakan –


kebijakannya tersebut telah mengalami evolusi yang panjang sepanjang sejarah,
begitu juga dengan bentuk kebijakan dari Bank Sentral itu sendiri. Bank Sentral
tersebut dalam melakukan implementasi kebijakannya mempunyai empat macam
instrumen (alat) utama yaitu :

1. Operasi pasar terbuka (open market operation) atau OMO yang memengaruhi
jumlah uang beredar;
2. Tingkat diskonto (discount rate) atau fasilitas diskonto yang memengaruhi
biaya uang;
3. Ketentuan cadangan minimum (reserve requirement) atau RR yang
memengaruhi jumkah kewajiban minimum dana pihak ketiga yang harus
disimpan (tidak boleh disalurkan sebagai kredit) oleh Bank;
4. Himbauan moral (moral suasion) yang memengaruhi tindak-tanduk para bankir
dan manajer senior institusi-institusi finansial dalam kegiatan operasional
keseharian bisnisnya agar searah dengan kepentingan publik/pemerintah.

Dikarenakan, adanya jeda waktu (time lag) antara penerapan (implementasi)


kebijakan moneter dengan akibat pada tujuan akhir yang ingin dicapai di dalam
menerapkan kebijakan moneter yang tepat untuk ekonomi tertentu, maka harus
digunakan suatu sasaran antara (intermediate target) seta indikator antara. Oleh
karena itu,pemakaian sasaran – sasaran antara dan indikator – indikator yang tepat
adalah masalah yang mendasar dalam implementasi kebijakan moneter sebagaimana
hal tersebut juga adalah tuntunan bagi pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan
akhir.

1. Open Market Operation

Definisi Open Market Operation (OMO) atau pasar terbuka adalah pembelian
dan penjualan sekuritas pemerintah (government securities) yang dilakukan oleh
Bank Sentral. Sekuritas pemerintah tersebut biasanya berbentuk obligasi. Jika kita
mengambil contoh Amerika Serikat, maka kita akan melihat bentuk-bentuk sekuritas
yang dikeluarkan oleh pemerintah (dalam hal ini Departemen Keuangan atau
Treasury Department) seperti Treasury Bill atau T-Bill (jangka pendek, < 5 tahun),
Treasury Notes (jangka menengah, 5~10 tahun), dan Treasury Bonds (jangka
panjang,>10 tahun). Biasaya yang digunakan oleh Bank Sentral sebagai objek OMO
adalah sekuritas pemerintah jangka pendek saja.

Pada saat Bank Sentral melakukan kegiatan jual dan beli sekuritas pemerintah
tersebut, perekonomian akan terpengaruh dalam tiga haal yaitu :

a. Perubahan jumlah giro cadangan (reserve) institusi finansial. Jika Bank


Indonesia (BI) membeli Rp 10 triliun obligasi pemerintah dari institusi
penyimpanan finansial, maka BI dianggap telah membayar dengan
meningkatkan jumlah cadangan giro institusi tersebut. Artinya, institusi
penyimpanan finansial tersebut telah mengubah struktur aset dalam
portofolionya. Institusi tersebut sekarang mempunyai kurang Rp 10 triliun
dalam bentuk obligasi pemerintahan dan Rp 10 triliun lebih dalam bentuk giro
cadangan pada BI. BI sekarang mempunyai kenaikan Rp 10 triliun dalam
bentuk obligasi pemerintahan pada Aset dan Kewajibannya meningkat Rp 10
triliun dalam bentuk cadangan giro dari institusi penyimpanan finansial. Giro
cadangan institusi finansial juga meningkat apabila BI membeli obligasi
pemerintah dari sektor swasta. Jadi dapat dikatakan bahwa apabila BI membeli
obligasi pemerintah, maka giro cadangan institusi penyimpanan finansial akan
meningkat sejumlah obligasi pemerintah yaang beli oleh BI tersebut. Lebih jauh
dapat dikatakan bahwa jika hal-hal lainnya tetap, maka jumlah penawaran uang
akan meningkat (MD ) dalam jumlah tertentu dari pembelian yang dilakukan
oleh BI tersebut dimana tingkat kegiatan perekonomian akan meningkat pula.
Sebaliknya, jika BI menjual obligasi pemerintah, maka akan terjadi hal-hal
yang sebaliknya dimana akan terjadi kontraksi pada penawaran uang (MD )
yang akan berakibat pada turunnya tingkat kegiatan perekonomian.
b. Perubahan harga dan hasil (yield) dari sekuritas apabila terjadi perubahan harga
obligasi, maka akan terjadi perubahan dari hasil (yield) dari obligasi tersebut.
Peningkatan pembelian obligasi akan mengakibatkan peningkatan harga
obligasi yang akan mengakibatkan sejumlah penurunan sdari yield obligasi
tersebut, sebaliknya penurunan pembelian obligasi akan menyebabkan turunya
haarga obligasi yield dari obligasi tersebut. Karena Bank Sentral adalah
pembeli/penjual besar dari sekuritas pemerintah relatif dibandingkan
pembeli/penjual lainnya sehingga Bank Sentral dapat secara langsung
memengaruhi tingkat bunga jangka pendek lainnya. Pada prinsipnya, Bank
Sentral dapat mempengaruhi tingkat bunga jangka pendek, jangka menengah,
maupun jangka panjang dengan melakukan pembelian atau penjualan secara
agresif (sekaligus juga tingkat suku bunga tertentu) dari suatu obligasi,Bank
Sentral hanya perlu memiliki kesiapan untuk membeli ataupun menjual
sekuritas pemerintah dalam jumlah sebesar yang para pedagang (trader) lainnya
bersedia untuk menjual atau membelinya pada harga tersebut. Satu hal yang
perlu diingat adalah bahwa Bank Sentral tidak dapat memagu tingkat suku
bunga serta sekaligus memagu pertumbuhan penawaran uang pada tingkat yang
tidak konsisten dengan tingkat suku bunga yang tertentu tersebut.
c. Perubahan pikiran (expectation) dari keseluruhan perekonomian. Terdapat suatu
efek yang dinamakan ‘announcement effect’ dari kegiatan OMO yanng
dilakukan oleh Bank Sentral. Para ekonom dan analis moneter yang bekerja di
Bank Sentral akan mengamaati, menelaah,dan kemudian membuat suatu
prediksi tentang bagaimana efek dari OMO yang akan terjadi terhadap variabel-
variabel ekonomi seperti tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan juga pada
kehidupan keseharian mereka sendiri. Sayangnya, tidak ada suatu kesepakatan
umum di antara para ekonom tentang bagaimana perkiraan perubahan
khususnya jika terjadi perubahan akibaat OMO tertentu. Contohnya adalah jika
Bank Sentral melakukan pembelian sekuritas pemerintah yang satu pihak dapat
dianggap sebagai kebijakan moneter ekspansioner yanng mengakibatkan
turunnya tingkat suku bunga, meningkatnya produksi dan investasi bisnis, serta
meningkatnya tingkat pembelanjaan konsumen.

Biasanya kebijakan OMO ini dikeluarkan dan ditentukan melalui ssuatu komite
operasi pasar terbuka. Jika mengambil contoh Amerika Serikat, Federal Reserve
System (Bank Sentral Amerika Serikat) atau ‘The Fed’ mempunyai suatu komite
yang dikenal dengan nama FOMC (Federal open Market Committe). FOMC inilah
yang memberikan arahan (directive) kepada account managers tersebut terdiri dari
tiga bagian,yaitu :

a. Pernyataan kualitatif dari tujuan stabilisasi. Contohnya adalah, tingkat


penganngguran yang rendah,tingkat inflasi yanng rendah, pertumbuhan output
riil yang stabil, serta perbaikan neraca pembayaran;
b. Retang sasaran yang spesifik untuk tahun depan. Sasaran-sasaran ini dapat
berbeda-beda setiap tahunnyaa, tetapi biasanya dinyatakan sebagai kondisi
kredit, tinngkat suku bunga, dan agregat moneter seperti M1 dan M2;
c. Daftar tujuan jangka pendek (2 bulanan) yang terkait dengan hari-hari
besar/khusus tertentu, dimanaa kebocoran uang (currency leakages) besar
terjadi, yanng konsisten dengan tujuan di bagian B.

FOMC tidak menentukan tujuan untuk cadangan dalam sistem adalah


bergantung pada account managers untuk menentukan nilai nominal uang dari
sekuritas yang akan diperjualbelikan di pasar terbuka dalam rangka mecapai tujuan
yang dimandatkan dalam arahan. Arahan FOMC tersebut tidak secara langsung
dipublikasi secara umum, namun biasanya setelah 30 hari sejak tanggal dikeluarkan.
Alasan dari hal tersebut adalah sebagian orang dapat bertindak lebih cepat dari
sebagian orang yang lainnya dan mengambil keuntungan dari hal tersebut sehingga
terjadi kerugian pada pihak-pihak tertentu sehingga FOMC perlu melakukan tindakan
pencegahan.

Dalam operasional kesehariannya, setelah accoun managers tersebut menerima


arahan dari FOMC, maka mereka akan mengarahkan trading staffnya dan kemudian
terjadilah aksi-transaksi OMO. Dalam pelaksanaanya, OMO terdir dari dua jenis
transaksi yaitu :

a. Pembeli dan penjual lengkap dimana jika bank sentral untuk membelinya
kembali. Begitu juga sebaliknya bagi pembeli tidak ada kewajiban menjualnya
kembali kepada bank sentral;
b. Pembeli dibawah perjanjian kembali (REPO) dan penjualan yang sesuai
dibawah perjanjian penjual kembali (Reverse REPO atau matched transaction).
Dalam hal ini, bank sentral membeli sekuritas dari dealer sepakat untuk
membeli kembali sekuritas tersebut dengaan harga dan waktu tertentu. Dapat
dikaatakan bahwa transaksi tersebut adalah pinjaman kepada dealer dan tingkat
suku bunga ditentukan melalui pelelangan diantara dealer. Reverse REPO
adalah sebaliknya, The Fed menjual sekuritas kepada dealer dan dealer menjual
sekuritas tersebut kepada The Fed.

2. Discount Rate

Instrumen kebijakan moneter ini berkaitan dengan fasilitas yang dimiliki oleh
bank-bank untuk meminjam uang secara langsung kepada bank sentral. Pinjaman
tersebut biasanya berbentuk direct advance / cver-draft yang disekuritaskan dengan
aset-aset tertentu (biasanya sekuritas pemeerintah) pada saat sekarng. Biaya
peminjaman (bunga) dari pinjaman itulah yang disebut sebagai ‘discount rate’ atau
fasilitas diskonto. Fasilitas diskonto ini juga membuat bank-bank yang kesulitan
dapat memenuhi kekurangan cadangan musimannya (seasonal reserve deficiency)
tanpa harus mengurangi portofolio peminjaman atau melakukan penyesuaian-
penyesuaian lainnya. Ketersediaan kredit ini juga membebaskan bank-bank (terutama
bank-bank kecil dan bank-bank rural yang biasanya kurang akses dan informasi
terhadap pasar uang nasional) untuk harus memegang portofolio aset likuid (seperti
jangka pendek pemerintah) yang mudah dijual untuk memenuhi kebutuhan
peminjaman musiman. Akibatnya, bank-bank tersebut dapat menggunakan bagian
yang lebih besar dana yang dapat diserapnya (giro-tabungan-deposito) dari
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan dana kredit oleh masyarakat dalam
basis tahunan.

Kredit yang diberikan oleh bank sentral tersebut biasanya terdiri dari tiga
kategori yaitu :
a. Kredit penyesuaian (adjustment credit), kredit jenis ini mengizinkan institusi
penyimpanan untuk menghadapi aktivitas peminjaman dan kredit yang tidak
terantisipasi;
b. Kredit musiman ( seasonal credit), kredit jenis ini mengizinkan institusi
tertentu (seperti bank pertanian) untuk mepunyai akses khusus pada jendela
diskonto (discount window) untuk membiayai aktivitas musiman seperti
liburan,musim tanam,dan musim panen. Kredit musiman ini biasanya
disediakan untuk institusi-institusi peminjaman yang tidak mempunyai akses
dan informasi ke pasar uang nasional;
c. Kredit perpanjangan (extended credit), program ini dirancang untuk memenuhi
kebutuhan kredit jangka panjang dari institusi peminjaman yang sedang
menghadapi permasalahan yang diakibatkan oleh masalah arus kas yang
berlarut-larut.

3. Reserve Requirement

Industri Perbankan adalah salah satu industri yang paling banyak dibuat
peraaturan tentangnya. Salah satu bentuk pengaturan tersebut adalah ketentuan
cadangan minimum (Reserve Requirement) yang biasanya ditetapkan berdasarkan
suatu undang-undang perbankan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Peraturan ini dirancang untuk menjamin pemilik uanng atau nasabah penyimpan
(deposan) yang menyimpan uangnya di bank akan mendapatkan uangnya jika ia
menarik simpanan (deposit). Walaupun demikian, tidak semua dana simpanan
tersebut dicadangkan karena bagi bank sendiri ini merugikan karena idle cash yang
diatur oleh RR tersebut tidak menghasilkan pendapatan bagi bank.
4. Moral Suasion

Bank sentral menggunakan pengaruhnya untuk mendorong institusi finansial


agar cenderung beroihak kepada kepentingan publik. Bank sentral biasanya
menggunakan himbauan moral untuk meyakinkan para bankir dan manajer senior
institusi finansial agar lebih memerhatikan kepentingan jangka panjang daripada
kepentingan jangka pendek. Contohnya adalah pada saat terjadi inflasi, bank sentral
dapat menyarankan pada institusi finansial agar mengurangi pemberian pinjaman
(kredit) yang sekaligus juga bersifat mendinginkan perekonomian yang sedang panas
(overheated).

5. Aplikasi Instrumen Moneter Konvensional di Indonesia

Bank Indonesia(BI) sebagai bank sentral di indonesia, seperti juga bank sentral
lainnya di dunia, mempunyai beberapa instrumen moneter yang antara lain :

a. OMO melalui jual-beli sertifikat Bank Indonesia (SBI) dipasar uang (17.58%)
b. RR yang ditentukan oleh Bank Indonesia (5%)
c. Rasio kecukupan modal atau capital adequancy ratio (CAR) (8%)
d. Plafon kredit untuk sektor prioritas tertentu seperti usaha kecil dan menengah.
e. Sistem pengawasan perbankan yang memakai sistem forward looking risk-
based supervision
f. Fit and proper yang ditunukan untuk orang-orang yang akan menduduki posisi
penting di bank umum.
g. BPMK( Batas Maksimum Pemberian Kredit) yang ditunjukan untuk membatasi
pemberian kedit kepada kelompok usaha sendiri.

2. Instrumen Moneter Islam


1. Mazhab Pertama (Iqtishaduna)

Pada masa awal islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan
moneter dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya
penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-
perubahan terhadap penawaran uang (Ms) melalui kebijakan diskresioner. Selain itu,
kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan
diantara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman
(promissory notes) dan instrumen negosiasi (negotiable instrument) dirancang
sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan
uang.

Aturan tersebut memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar


uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam aturan transaksi islam lainnya, pada saat
komoditas dibeli saat ini sedangkan pembayaran dilakukan kemudian, uang yang
dibayarkan atau diterima untuk mendapatkan komoditas atau jasa. Dengan kata lain,
uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar memberikan nilai tambah bagi
perekonomian. Transaksi lain seperti judi,riba,jual-beli superficial promissory notes
dilarang dalam islam sehingga keseimbangan antara arus uang dan barang/jasa dapat
dipertahankan. Jika diperhatikan dengan seksama, maka tampak bahwa perputaran
uang dalam periode tertentu sama dengan nilai barang dan jasa yanng diproduksi
pada rentang waktu yang sama.

Sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan


konsumsi,tabungan, dan investasi, serta perdagangan telah menciptakan instrumen
otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Pada satu sisi sistem ini menjamin
keseimbaangaan uang dan barang/jasa dan pada sisi lainnya mencegah penggunaan
tabungan untuk tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di
masyarakat. Tambahan pula, adanya imbalan pahala dari Allah SWT. untuk usaha
dan bentuk kegiatan perekonomian lainnya menambahkan nilai dari kegiatan iini di
mata kaum Muslimin. Hal tersebut lebih memotivasi kaum muslimin untuk
berpartisipasi dalam kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki
untuk hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui qard
hasan,infaq, dan waqaf.

2. Mazhab Kedua (Mainstream)

Tujuan kebijakan moneter yang diberlakukan oleh pemerintah adalah


maksimisasi sumber daya yang ada agar dapat dialokasikan pada kegiatan
perekonomian yang produktif. Al-Qur’an sudah jelas bahwa kita dilarang untuk
menumpukan uang yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak
memberikan manfaat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Kekayaan yang iddle tersebut akan menjadikan sumber dana yang pada
awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif. Mazhab kedua ini merancang
sebuah instrumen kebijakan yang ditunjukan untuk memengaruhi besar kecilnya
permintaan uang agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas
perekonomian secara keseluruhan.

Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa permintaan dalam islam


dikelompokan dalam dua motif, yaitu motif transaksi ( transaction motive) dan motif
berjaga-jaga (precautionary motive). Semakin banyak uang yang idle, maka berarti
permintaan uang untuk berjaga-jaga (MDprec) semakin besar, sedangkan semakin tinggi
pajak yang dikenakan terhadap uang yang idle berbanding terbalik dengan
permintaan uang untuk berjaga-jaga. Dues of idle fund adalah instrumen kebijakan
yang dikenakan pada semua aset produktif yang idle.

3. Mazhab Ketiga (Alternatif)


Mazhab ketigaa ini sangat banyak dipemgaruhi oleh pemikiran ilmiah dari Dr
M.A. Choudhury. Sistem yang kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab iini
adalah syuratiq process yaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas
moneter adalah berdasarkan musyaawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil.
Jadi keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk
instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan di sektor riil.

Menurut pemikiran yang ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah
repeated games in game theory dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan
uang adalah seperti tambang yang melilit dan ber-slope positif sebagai akibat dari
know leadge induced process dan information sharing yang amat baik.

Jadi, pergeseran dan pergerakaan permintaan agregaatif (AD) dan penawaran


agregatif (AS) akan menghasilkan pergeseran dan pergerakan permintaan uang yang
kemudian akan ditindaklanjuti dengan kebijakan moneter yang diimplementasikan
dengan instrumen moneter sehingga terjadi pergeseran dan pergerakan penawaran
uanng. Hal ini jika melihat pada teori ekonomi konvensional adalah apa yang
dinamakan dengan dynamic equilibrium.

C. Posisi Bank Sentral dalam Islam

Pembahsan bank sentral dalam ekonomi Islam, tidak mungkin dilepaskan dari
konsep baitul Maal yang oleh Nabi Muhammad Saw diperkenalkan pada awal misi
kerasulannya. Secara umum baitul Maal merupakan perbendaharaan Negara berkaitan
erat dengan pembiayaan masyarakat, iuran, dan belanja masyarakat dan sebagai
perbendaharaan Negara. Baitul maal dapat dianggap sebagai model pertama lembaga
keuangan Negara dalam Islam. Semua hasil pendapatan Negara dikumpulkan terlebih
dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebuthan Negara.
Dalam perekonomian yang bebas bunga,, bank sentral Islam akan memiliki
fungsi yang hampir sama dengan bank sentral konvensional. Namun, dalam
melaksanakan tugasnya, bank sentral Islam harus menerapkan kebijakan-kebijakan
yang selaras dengan prinsip dan ajaran Islam serta menolak hal-hal yang bertentangan
dengan ajaran Islam. Dengan demikian bank sentral Islam akan mampu berfungsi
sebagai mediator untuk mewujudkan sebuah system ekonomi yangs sesuai dengan
syariah.2

Dalam ekonomi konvensional, bank sentral berfungsi sebagai lembaga yang


bertanggung jawab  mengatur kelancaraan proses intermediasi, penyaluran mata uang
dan yang tidak kalah pentingnya, bank sntral merupakan “ lender of the last
resort”. Bank sentral mulai berfungsi sebagai pengelola kebijakan moneter di mulai
ketika uang kertas mulai menggantikan uang emas dan uang yang di keluarkan oleh
bank sentral tidak lagi di dukung dengan cadangan emas.

Konsep bank sentral dengan segala tanggung jawab dan fungsinya ini,
sesungguhnya tidak di kenal dalam sejarah perekonomian Islam. Bahkan muhamad
anwar (dalam tamanni,2002) melihat keberadaan bank sentral sebagai sesuatu yang
tidak Islami, alasannya pengeluaran vi’at money telah secara langsung menciptakan
seignorage kepada pemerintah dan proses ini sekaligus mentransfer property rill dari
masyarakat kepada pihak berkuasa jelas ini sangat bertentangan dengan apa yang di
perintahkan oleh syariah, sebagaimana firman Allah SWT:

“dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.

2 Afzalur Rahman. Doktrin ekonomi Islam jilid Iv. H. 487


(Qa, Al-Baqoroh ayat 188)

Tidak islaminya bank sentral ini terkait dengan kegiatan pengedaran uang yang
di lakukannya di mana bank sentral sebagai tangan pemerinta, memperoleh
pendapatan yang tidak adil dari uang yang beredar, atau seignorage. Seignorage
adalah pendapatan yang di terima dari mencetak uang di mana nilai nominal uang
yang di cetak jauh lebih besar dari pada nilai kertas dan biaya pencetakannya.

Fungsi bank sentral dan meninjaunya dengan perspektif sejarah perekonomian


islam. Pertama fungsi mencetak uang atau currency . kedua, sebagai pengawas
lembaga-lembaga keuangan yang ada dan juga mengelola sistem keuangan Negara
agar senantiasa setabil dan terarah.

Dilihat dari kacamata pertama maka aspek pengawasan dan resulasi sector
keuangan perbankan ini akan jatuh ke dalam kewenangan para muhtasib, atau
pengawas pasar keuangan.Muhtasib dan lembaganya, hisbah mempunyai tugas yang
relative sempit dan terbatas. Di antaranya menurut Essid (1995, halaman 188) dalam
tamanni (2002) adalah mengawasi pasar, mengontrol timbangan dan sukatan,
menjaga dari tindakan penipuan, mengaturharga, arbitrasi konflik antara penjual dan
pembeli dan bahkan termasuk juga mengawasi jalan-jalan di perkotaan (urban roods).

D. Implementasi dari Instrumen Kebijakan Moneter Islam


1. Sudan
Pada masa sebelum diberlakukannya syariah Islam pada sistem perbankan di
Sudan, Bank Sentral Sudan (BOS) sangat tergantung pada instrument-instrumen
langsung seperti tingkat suku bunga, plafon kredit (credit ceiling), ketentuan rasio
likuiditas (statutory liquidity ratio), dan tingkat diskonto. Pada awalnya instrument-
instrumen tersebut sangat efektif karena perekonomian Sudan yang mempunyai
karakteristik yaitu sistem finansial yang non-kompetitif, pasar modal primer dan
sekunder yang belum bekembang, serta kelangkaan modal. Namun karena
instrument-instrumen langsung tersebut mengakibatkan distorsi dari alokasi sumber
daya bank, interferensi terhadap mekanisme harga, pembatasan kredit, serta
misalokasi dan distorsi dari kompetisi akibat penerapan batasan-batasan pada
manejemen asset bank. Pada akhirnya, BOS lebih memilih untuk memakai
instrument-instrumen tidak langsung seperti RR dan OMO.
2. Iran
iran adalah satu-satunya Negara Islam yang menerapkan sistem perekonomian
dengan mengacu pada pemikiran teori ekonomi Islam Mazhab I. Berikut adalah
instrument moneter yang dipakai oleh otoritas moneter di iran :
a. Reserve Requirement Ratio
b. Adjusted Open Market Operations
c. Discount Rates
d. Credit Ceiling
e. Minimum Expected Profit Ratio of Bank dan Bank’s Share of Profit in Various
Contracts
3. Indonesia
BI dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang
berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut :
a. Giro Wajib Minimum (GWM)
b. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA)
c. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

E. Manajemen moneter Islam


Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep islam adalah
terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut
kepada tujuan yang penting dan produktif. Sehingga, setiap instrument yang akan
mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif
akan ditinggalkan.
Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan
uang pada dasarnya di pengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the theory of liquidity
preference ). Pergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang
untuk spekulatif.semakin tinggi permintaan uang untuk spekulasi,maka semakin
rendah tingkat bunga yang berlaku di pasar. Begitu juga sebaliknya, apabila
permintaan uang spekulatif menurun, maka suku bunga akan relative meningkat.
Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya
produktif yang menganggur, menghilangkan insetif orang untuk memegang uang idle
sehingga mendorong orang untuk melakukan.

 Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)


 Penjualan muajjal
 Mudarabah
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang
memberikan keuntungan terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan
uang untuk investasi di sector rill atau kebutuhan akan persediaan dana untuk
investasi semakin besar maka, tingkat keuntungan harapan yang akan di berikan akan
relative menurun. Karena besarnya tingkat actual return ini tidak berfluktuatif seperti
halnya suku bunga maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil. Seperti
pada gambar di bawah ini kita dapat menggambarkan dua perbedaan antara
permintaan uang konvensional dan islam.
Gambar 1. Pengurangan Uang Beredar Dalam Ekonomi Konvensional.

Dalam strategi manajemen moneter islam, ketika ada penurunan actual return
dari investasi di sektor rill (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan di respon
oleh pemegang dana untuk mengurangi investasinya dan cenderung lebih senang
memegang uang kas rill ( permintaan terhadap uang kas rill meningkat ). Dalam
gambar kita lihat permintaan uang kas rill meningkat dari md 0 menjadi md1 .
kebijakan yang akan di tempuh oleh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas asset
atau dana yang di anggurkan.

Strategi dasar dalam manajemen moneter islam menurut mazhab kedua adalah :

a. Tidak adanya suku bungasebagai biaya dari capital (cost of capital) dan
dikenakannya pajak bagi aset produktif yang menganggur (dues on idle fund)
akan mendorong pemilik modal untuk menginvestasikan sejumlah kekayaannya
pada sektor rill yang produktif.
b. Adanya mekanisme sistem bagi hasil dalam transaksi syirkah akan memberikan
kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut serta
dalam roda perekonomian,yang pada akhirnya terjadi pemerataan kesempatan
kerja dapat tercapai. Pemerataan pendapatan akan terealisasikan ketika
kesempatan usaha dapat dimiliki oleh semua orang.
c. Terciptanya kepastian berusaha yang didukung dengan tidak adanya suku
bunga yang di tentukan di muka dalam transaksi pinjam-meminjam, sedangkan
satu-satunya perhitungan biaya dana pinjaman yang di tentukan di muka adalah
perhitungan risiko bagi hasil (profit sharing ratio), sedangkan besarnya bagi
keuntungan yang harus di tanggung oleh peminjam dana adalah besarnya
nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntungan aktual yang didapat.
Strategi dasar dalam manajemen moneter islam menurut mazhab ketiga adalah :
a. Bahwa Ms mengikuti besarnya Md, atau dengan kata lain keseimbangan
Ms=Md selalu terjaga. Sedangkan Md Merupakan fungsi dari permintaan
agregat (AD) Dengan kata lain, MS juga merupakan fungsi dari permintaan
agregat (AD).
b. Bahwa penentuan besarnya Ms Yang merupakan refleksi dari Md yang di
tentukan melalui shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para
pelaku ekonomi di sektor rill.
c. Shuratic process akan efektif bila masyarakat mempunyai pengatahuan yang
merata (induced knowledge)

Anda mungkin juga menyukai