Disusun Oleh :
TANJUNGPINANG
2021
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengertian
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Nugroho, 2011).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system
pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan sederhana terdiri dari manis, 8 asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan
oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-
potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama
tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan
bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot
halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL),
dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Usus
Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens
(kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan
dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam
Departemen Bedah UGM, 2010).
C. Patofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing
struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2017).
A. Pengertian
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan (Abdul H, 2008).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan
(Tarwoto & Wartonah, 2004).
Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian
cairan pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan tubuh dilakukan
dengan mekanisme haus.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas
permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami
gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki
peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang
beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat
maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein
akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glikogen otot.
Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien dengan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan
karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan
berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi
angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan
penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus
walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses
absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output
cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal outputurine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau
sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine
akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-
400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari
anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
d. Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme
reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
1) Difusi
Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area berkonsentrasi rendah
dengan melintasi membrane semipermiabel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni
ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur larutan
2) Filtrasi
Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik tinggi ke area dengan
tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler.
Ini memungkinkan kekuatan yang memungkinkan ginjal untuk memfilter 180 liter/hari.
3) Transport Aktif
Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah melintasi membrane sel
melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa
memandang tingkatannya.
4) Osmosis
Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area berkonsentrasi menuju area
yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat melewati semua membran bila konsentrasi yang
terlarut keduanya berubah.
E. Regulasi Elektrolit
1. Kation, terdiri dari :
a. Sodium (Na+) :
1) Kation berlebih di ruang ekstraseluler.
2) Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler.
3) Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus.
4) Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion
hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan
a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES).
b. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).
c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES).
Etiologi
a. Penurunan masukkan.
b. Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal, dll.
c. Perdarahan.
Patofisiologi:
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti
dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan
cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan
cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupancairan , perdarahan dan pergerakan
cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya
ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi
intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi.
Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi
akibat obstruksi saluran pencernaan.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipovolemia antara
lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental,
konstipasi, oliguria. Tergantung jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak
seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hipolemia adalah dapat berupa
peningkatan rangsang sistem syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi
jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik (ADH), dan pelepasan
aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama menimbulkn gagal ginjal akut.
Komplikasi
Etiologi
Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam
proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih
normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam
serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatis
pada proses regulasi keseimbangan cairan.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia antara lain :
sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa
pelepasan Peptida Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi
natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada
homeostatisiselektrolit, keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia.
Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien
dengan disfungsi kardiovaskuler.
Komplikasi
a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan
kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
b. Infark miokard.
c. Gagal jantung kongestif.
d. Gagal jantung kiri.
e. Penyakit katup.
f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma
rendah, etensi natrium.
g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan kerusakan arus balik vena.
h. Varikose vena.
i. Penyakit vaskuler perifer.
j. Flebitis kronis
Sedangkan gangguan lainya meliputi :
1. Asidosis Respiratorik
Yaitu gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO 2 akibat kondisi
hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan H 2CO2
yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Tanda dan gejala klinisnya meliputi :
2. Asidosis Metabolik
Yaitu gangguan yang mencakup semua jenis asidosis yg bukan disebabkan oleh kelebihan CO 2
dalam cairan tubuh. Tanda dan gejala klinisnya :
a. Penglihatan kabur
b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c. Kemampuan konsentrasi terganggu
d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
e. pH >7,45
4. Alkalosis Metabolik
Yaitu penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh defesiensi relatif asam-asam nonkarbonat.
Tanda dan gejala klinisnya :
a. Apatis
b. Lemah
c. Gangguan mental
d. Kram
e. pusing
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan.
2. Pengukuran Klinik
a. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter
cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang berhubungan dengan berat badan :
1) Ringan : ± 2%
2) Sedang : ± 5%
3) Berat : ±10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan menggunakan
pakaian yang beratnya sama.
b. Keadaan Umum
Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat
kesadaran.
c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:
a. Integument : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi jantung.
c. Mata : cekung, air mata kering.
d. Neurology : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah dan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
Nilai normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3- : 25 – 29 mEq/l. Sedangkan
saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95 – 98 %) dan vena (60 – 85 %).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan
Definisi :
kondisi ketika individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau resiko memgalami resiko
dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular.
Batasan Karakteristik :
Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler
atau interstisial.
Batasan Karakteristik :
a. Edema
b. Kulit tegang, mengkilap.
a. Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder akibat gagal jantung.
b. Berhubungan dengan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung, sekunder
akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit katup jantung.
c. Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic, koloid plasma yang rendah, retensi
natrium, sekunder akibat penyakit hepar, serosis hepatis, asites, dan kanker.
d. Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises vena, thrombus,
imobilitas, flebitis kronis.
e. Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan kortikosteroid.
f. Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan.
g. Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak, malnutrisi.
h. Berhubungan dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat imobilitas, bidai atau balutan
yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam waktu yang lama.
i. Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada saat hamil.
j. Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat mastetomi.
3. Gangguan keseimbangan Elektrolit(kalium)
Batasan Karakteristik :
C. Intervensi (Perencanaan)
1. Kekurangan volume cairan
Tujuan : Menyeimbangkan volume cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
iii.Mggunakan cuka
pengganti garam utk
penyedap rasa sop,
rebusan dll.
i. Untuk mepercepat
perbaikan jaringan
tubuh.
D. Implementasi (Penatalaksanaan)
1. Kekurangan volume cairan
a. Mengkaji cairan yang disukai klien dalam batas diet.
b. Merencanakan target pemberian asupan cairan untuk setiap sif, mis: siang 1000 ml. Sore 800 ml
dan malam 200 ml.
c. Mengkaji pemahaman klien tentang alasan mempertahankan hidrasi yang adekuat Mencatat
asupan dan haluaran.
d. Memantau asupan per oral, minimal 1500 ml/24 jam.
e. Memantau haluaran cairan 1000- 1500 ml/24 jam. Memantau berat jenis urine.
2. Kelebihan volume cairan
a. Mengkaji asupan diet dan kebiasaan yang mendorong terjadinya setensi cairan.
b. Menganjurkan klien untuk menurunkan konsumsi garam.
c. Menganjurkan klien untuk:
i. Menghindari makanan gurih,makanan kaleng,dan makanan beku.
ii. Mengonsumsi makanan tanpa garam dan menambahkan bumbu aroma
iii. Menggunakan cuka pengganti garam untuk penyedap rasa sop,rebusan dll.
d. Mengkaji adanya tanda venostasis dan bendungan vena pada bagian tubuh yang mengantung.
e. Memposisikan ekstremitas yang mengalami edema diatas level jantung,bila
memungkinkan(kecuali ada kontra indikasi).
f. Untuk drinase limfatik yang tidak adekuat:
i. Meninggikan ekstremitas dengan menggunakan bantal.
ii. Mengukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit.
iii. Jangan memberikan suntikan atau infuse pada lengan yang sakit.
iv. Mengingatkan klien untuk menghindari detergen yang keras, membawa beban berat,
memegang rokok, mencabut kutikula atau bintil kuku, memyentuh kompor gas,
memgenakan perhiasan atau jam tangan.
a. Mengobservasi tanda dan gejala hipokalemia (vertigo,hipotensi ariotmia, mual, muntah, diare,
distensi abdomen, penurunan peristaltis, kelemahan otot, dan kram tungkai
b. Mencatat asupan dan haluaran. (poliuria dapat menyebabkan pengeluaran kalium secara
berlebihan).
c. Menentukan status hidrasi klien bila terjadi hipokalemia. (kelebihan cairan dapat menyebabkan
serum).
d. Mengenali perubahan tingkah laku yang merupakan tanda- tanda hipokalemia. Nilai kalium
yang rendah dapat menyebabkan konfusi, mudah marah, depresi mental.
e. Menganjurkan klien dan keluarga untuka mengkonsumsi makanan tinggi kalium (mis.
Buahbuahan, sari buah, buah kering, sayur, daging, kacang- kacangan, teh, kopi,dan kola)
f. Melaporkan perubahan EKG; segmen ST yang nmemanjang, depresin segmen ST dan
gelombang T yang datar atau terbalik merupakan indikasi hipokalemia.
g. Mengencerkan suplemen kalium per oral sedikitnya dalam 113,2 gram air/sari buah untuk
mengurangi resiko iritasi mukosa lambung.
h. Memantau nilai kalium serum pada klien yang mendapat obat diuretic dan steroid. (Streoid
kortisonndapat menyebabkan retensi natrium dan ekresi kalium).
i. Mengkaji tanda dan gejala toksisitas digitalis jika klien tengah mendapat obat golongan
digitalis dan diuretikatau steroid. (nilai kalium yang rendah dapat meningkatkan kerja digitalis.
Peningkatan Kadar Kalium:
a. Mengobservasi tanda dan gejala hiperkalemia (mis. Bradikardia, kram abdomen, oliguria,
kesemutan dan kebas pada ekstremitas).
b. Mengkaji haluaran urin. Sedikitnya 25 ml/ jam atau 600 ml/ hari (haluaran urin yang sedikti
dapat menyebabkan hiperkalemia).
c. Melaporkan nilai kalium serum yang melebihi 5 mEq/ l. batasi asupan kalium jika perlu. (nilai
kalium lebih dari 7 mEq/ l dapat menyebabkan henti jantung)
d. Memantau EKG untuk melihat adanya pelebaran kompleks QRS dan gelombang T tinggi yang
merupakan tanda hiperkalema..
Tindakan Keperawatan
1) Posisi pemasangan
2) Posisi dan patency tube/selang
3) Tinggi botol infus
4) Kemungkinan adanya infiltrat
e. Mengganti botol infus
Dilakukan jika cairan sudah di leher botol dan tetesan masih berjalan.
Prosedurnya :
a. Hemofilik : terjadi apabila aglutinogen dengan anti aglutinin dengan tipe sama bertemu.
b. Febris : karena adanya kontaminasi pada darah atau sensitivitas dari sel darah putih.
c. Reaksi alergi : biasanya karena adanya antibody pada plasma donor.
Risiko transfusi yang utama adalah transfusi penyakit hepatitis, AIDS, dsb.