Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEBUTUHAN


DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT DI RUANGAN
BOUGENVIL RSUD KOTA TANJUNGPINANG

Disusun Oleh :

YURMILA ARMAYA SARI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TANJUNGPINANG

2021
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengertian
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Nugroho, 2011).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

B. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system
pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan sederhana terdiri dari manis, 8 asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan
oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-
potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama
tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan
bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot
halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL),
dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Usus
Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens
(kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan
dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam
Departemen Bedah UGM, 2010).

7. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus
merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus
(Pearce, 2006).

C. Patofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing
struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2017).

D. Gangguan / Masalah Kebutuhan Dasar Manusia


Masalah kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah gangguan kebutuhan
cairan dan elektrolit.
Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit

A. Pengertian
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan (Abdul H, 2008).

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan
(Tarwoto & Wartonah, 2004).

Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian
cairan pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan tubuh dilakukan
dengan mekanisme haus.

Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

B. Komposisi Cairan Utama


Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Cairan Intraseluler (CIS)


Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh (Abdul H, 2008). Cairan
ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS merupakan media
tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada orang dewasa, CIS menyusun sekitar
40% berat tubuh atau ⅔ dari TBW, contoh: pria dewasa 70kg CIS 25liter. Sedangkan pada bayi
50% cairan tubuhnya adalah cairan intraseluler.

2. Cairan Ekstraseluler (CES)


Cairan Exstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun sekitar 30%
dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun sekitar 20% berat tubuh (Price &
Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga kelompok yaitu (Abdul H, 2008) :

a. Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler.


b. Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel.
c. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler,
dan sekresi saluran cerna.
Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang
normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang
berperan yaitu:anion dan kation.

C. Faktor-Faktor Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :

1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas
permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami
gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki
peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang
beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.

3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat
maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein
akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.

4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glikogen otot.
Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.

5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Misalnya :

a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien dengan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan
karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan
berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi
angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan
penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus
walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses
absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output
cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal outputurine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau
sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine
akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

b. IWL (Invisible Water Loss)


IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan mekanisme

difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-
400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.

c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari
anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

d. Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme
reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).

D. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam empat proses (proses transport) yaitu :

1) Difusi
Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area berkonsentrasi rendah
dengan melintasi membrane semipermiabel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni
ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur larutan

2) Filtrasi
Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik tinggi ke area dengan
tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler.
Ini memungkinkan kekuatan yang memungkinkan ginjal untuk memfilter 180 liter/hari.

3) Transport Aktif
Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah melintasi membrane sel
melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa
memandang tingkatannya.

4) Osmosis
Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area berkonsentrasi menuju area
yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat melewati semua membran bila konsentrasi yang
terlarut keduanya berubah.

E. Regulasi Elektrolit
1. Kation, terdiri dari :
a. Sodium (Na+) :
1) Kation berlebih di ruang ekstraseluler.
2) Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler.
3) Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus.
4) Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion
hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan

5) Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.


b. Potassium (K+) :
1) Kation berlebih di ruang intraseluler.
2) Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel.
3) Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves.
4) Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.
c. Calcium (Ca++) :
1) Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang dan gigi
untuk membuatnya keras dan kuat.
2) Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle.
3) Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan protrombin
dan trombin.
4) Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
2. Anion, terdiri dari :
a. Chloride (Cl-) :
1) Kadar berlebih di ruang ekstrasel.
2) Membantu proses keseimbangan natrium.
3) Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster.
4) Sumber : garam dapur.
b. Bicarbonat (HCO3-) :
1) Bagian dari bicarbonat buffer system.
2) Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana garam untuk
menurunkan PH.
3) Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal.
c. Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :
1) Bagian dari fosfat buffer system.
2) Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel.
3) Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang.
4) Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.

F. Gangguan Volume Cairan


1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)
Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi yang sama
ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap
sama (Brunner & suddarth, 2002), pengertian hipovolemia yaitu sebagai berikut :

a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES).
b. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).
c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES).
Etiologi

Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :

a. Penurunan masukkan.
b. Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal, dll.
c. Perdarahan.

Patofisiologi:

Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti
dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan
cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan
cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupancairan , perdarahan dan pergerakan
cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya
ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi
intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi.
Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi
akibat obstruksi saluran pencernaan.

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipovolemia antara
lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental,
konstipasi, oliguria. Tergantung jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak
seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hipolemia adalah dapat berupa
peningkatan rangsang sistem syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi
jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik (ADH), dan pelepasan
aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama menimbulkn gagal ginjal akut.

Komplikasi

Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :

a. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).


b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang pada dehidrasi hipertonik.
2. Hipervolemia (kelebihan Volume Cairan)
Hipervolemia (FVE) yaitu Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan volume cairan
mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan natrium yang
abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka secara normal berada dalam
CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada
akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002).

Etiologi

Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :

a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.


b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
d. Perpindahan interstisial ke plasma.
Patofisiologi

Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam
proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih
normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam
serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatis
pada proses regulasi keseimbangan cairan.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia antara lain :
sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa
pelepasan Peptida Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi
natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada
homeostatisiselektrolit, keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia.
Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien
dengan disfungsi kardiovaskuler.

Komplikasi

Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :

a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan
kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
b. Infark miokard.
c. Gagal jantung kongestif.
d. Gagal jantung kiri.
e. Penyakit katup.
f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma
rendah, etensi natrium.
g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan kerusakan arus balik vena.
h. Varikose vena.
i. Penyakit vaskuler perifer.
j. Flebitis kronis
Sedangkan gangguan lainya meliputi :

Gangguan Ketidak Seimbangan Elektrolit yaitu :

1. Hyponatremia dan hypernatremia


Hyponatremia yaitu kekurangan sodium pd cairan extrasel maksudnya terjadi perubahan tekanan
osmotic sehingga cairan bergerak dari extrasel ke intrasel mengakibatkan sel membengkak.
Sedangkan hypernatremia yaitu kelebihan sodium pada cairan extrasel sehingga tekanan osmotic
extrasel meningkat mengakibatkan cairan intrasel keluar maka sel mengalami dehidrasi.

2. Hipokalemia dan hiperkalemia


Hipokalemia adalah kekurangan kadar potasium dalam cairan extrasel sehingga potasium keluar
dari sel mengakibatkan hidrogen dan sodium ditahan oleh sel maka terjadi gangguan (perubahan)
pH plasma. Sedangkan hyperkalemia yaitu kelebihan kadar potasium pada cairan ektrasel, hal ini
jarang terjadi, kalaupun ada hal ini sangat membahayakan kehidupan sebab akan menghambat
transmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung.

3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia


Hipokalsemia yaitu kekurangan kadar calcium di cairan ekstrasel, bila berlangsung lama, kondisi
ini dapat manyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan calcium
dengan mengambilnya dari tulang. Hiperkalsemia yaitu kelebihan kadar calcium pada cairan
extrasel, kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya
menimbulkan flaksiditas.

4. Hipokloremia dan hiperkloremia


Hipokloremia yaitu penurunan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini disebabkan oleh
kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkloremia yaitu peningkatan kadar ion
klorida dalam serum, kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat
dehidrasi dan masalah ginjal.

5. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia


Hipofosfatemia yaitu penurunan kadar fosfat di dalam serum, kondisi ini dapat muncul akibat
penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi fosfat dan peningkatan ambilan fosfat
untuk tulang. Hiperfosfatemia yaitu peningkatan kadar ion fosfat dalam serum, kondisi ini dapat
muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun.

Gangguan Ketidak Seimbangan Asam Basa yaitu :

1. Asidosis Respiratorik
Yaitu gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO 2 akibat kondisi
hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan H 2CO2
yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Tanda dan gejala klinisnya meliputi :

a. Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi


b. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan disorientasi.
c. pH plasma <7,35; pH urine <6
d. PCO2 tinggi (>45 mm Hg)

2. Asidosis Metabolik
Yaitu gangguan yang mencakup semua jenis asidosis yg bukan disebabkan oleh kelebihan CO 2
dalam cairan tubuh. Tanda dan gejala klinisnya :

a. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam)


b. Kelelahan (malaise)
c. Disorientasi
d. Koma
e. pH plasma <3,5
f. PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi
g. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20mEq/l, dewasa <21 mEq/l)
3. Alkalosis Respiratorik
Yaitu dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat hiperventilasi. Tanda dan gejala klinisnya :

a. Penglihatan kabur
b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c. Kemampuan konsentrasi terganggu
d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
e. pH >7,45
4. Alkalosis Metabolik
Yaitu penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh defesiensi relatif asam-asam nonkarbonat.
Tanda dan gejala klinisnya :

a. Apatis
b. Lemah
c. Gangguan mental
d. Kram
e. pusing

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan

a. Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental).

b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit.

d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan.

e. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).

f. Faktor psikologis (perilaku emosional).

2. Pengukuran Klinik
a. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter
cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang berhubungan dengan berat badan :

1) Ringan : ± 2%
2) Sedang : ± 5%
3) Berat : ±10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan menggunakan
pakaian yang beratnya sama.

b. Keadaan Umum
Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat
kesadaran.

c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:

1) Cairan oral : NGT dan oral


2) Cairan parental : termasuk obat-obat intravena
3) Makanan yang cenderung mengandung air
4) Iritasi kateter

d. Pengukuran keluaran cairan


1) Urin : volume, kejernihan/kepekatan
2) Feses : jumlah dan konsistensi
3) Muntah
4) Tube drainage & IWL
e. Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar 200cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada :

a. Integument : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi jantung.
c. Mata : cekung, air mata kering.
d. Neurology : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah dan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.

b. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), hematrokit (Ht).

Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.

Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.

Hb naik : adanya hemokonsentrasi

Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.

c. pH dan berat jenis urine


Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH
urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.

d. Analisa gas darah


Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2,dan saturasi O2.

Nilai normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3- : 25 – 29 mEq/l. Sedangkan
saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95 – 98 %) dan vena (60 – 85 %).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan
Definisi :

kondisi ketika individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau resiko memgalami resiko
dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular.

Batasan Karakteristik :

a Ketidak cukupan asupan cairan per oral.


b Balanc negative antara asupan dan haluaran.
c Penurunan berat badan.
d Kulit/membrane mukosa kering ( turgor menurun).
e Peningkatan natrium serum.
f Penurunun haluaran urine atau haluaran urine berlebih.
g Urine pekat atau sering berkemih.
h Penurunan turgor kulit.
i Haus, mual/anoreksia
Faktor yang berhubungan :

a. Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes insipidus.


b. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan melalui
evaporasi akibat luka bakar.
c. Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam, drainase abnormal, dari luka,
diare.
d. Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang berlebihan.
e. Berhubungan dengan mual, muntah.
f. Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau keletihan.
g. Berhubungan dengan masalah diet.
h. Berhubungan denganpemberian makan perselang dengan konsentrasi tinggi.
i. Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri akibat nyeri mulut.
2. Kelebihan Volume Cairan
Definisi :

Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler
atau interstisial.
Batasan Karakteristik :

a. Edema
b. Kulit tegang, mengkilap.

c. Asupan melebihi haluaran.


d. Sesak napas

e. Kenaikan berat badan


Faktor yang berhubungan :

a. Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder akibat gagal jantung.
b. Berhubungan dengan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung, sekunder
akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit katup jantung.
c. Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic, koloid plasma yang rendah, retensi
natrium, sekunder akibat penyakit hepar, serosis hepatis, asites, dan kanker.
d. Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises vena, thrombus,
imobilitas, flebitis kronis.
e. Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan kortikosteroid.
f. Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan.
g. Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak, malnutrisi.
h. Berhubungan dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat imobilitas, bidai atau balutan
yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam waktu yang lama.
i. Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada saat hamil.
j. Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat mastetomi.
3. Gangguan keseimbangan Elektrolit(kalium)
Batasan Karakteristik :

a. Perubahan kadar kalium.


b. Aritmia
c. Kram tungkai
d. Mual
e. Hipotensi
f. Bradikardia
g. Kesemutan
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan kerusakan jaringan, sekunder akibat trauma panas.
b. Berhubungan dengan pengeluaran kalium berlebih karena muntah, diare.
c. Berhubungan dengan gangguan regulasi elektrolit, sekunder akibat kerusakan ginjal.
d. Berhubungan dengan diet tinngi-kalium/ rendah-kalium.

C. Intervensi (Perencanaan)
1. Kekurangan volume cairan
Tujuan : Menyeimbangkan volume cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

a. Terjdi peningkatan a. Kaji cairan yang a. Membuat klien lebih


asupan cairan min. disukai klien dalam kooperatif.
2000ml/hari (kecuali batas diet. b. Mempermudah untuk
terjadi b. Rencanakan target memantauan kondisi
kontraindikasi). pemberian asupan klien.
b. Menjelaskan perlu- cairan untuk setiap
nya meningkatkan sif, mis : siang 1000
asupan cairan pada ml, sore 800 ml dan
saat stress/cuaca malam 200 ml.
panas. c. Kaji pemahaman
c. Mempertahankan klien tentang alasan c. Pemahaman tentang
berat jenis urine mempertahankan alsan tsb membantu
dalm batas normal. hidrasi yg adekuat. klien dlm mengatasi
d. Tidak menunjukan d. Catat asupan dan gangguan.
tanda-tanda haluaran. d. Untuk mengontrol
dehidrasi. e. Pantau asupan per asupan klien.
oral, min. 1500 ml/ 24 e. Untuk mengetahui
jam. prkembangan status
f. Pantau haluaran kesehatan klien.
cairan 1000-1500ml /
24jam. Pantau berat
jenis urine.
2. Kelebihan volume cairan
Tujuan : Kebutuhan cairan klien dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh klien.

Kriteria hasil Intervensi Rasional

a. Klien akan a. Kaji asupan diet dan a. Untuk mengontrol


menyebutkan faktor kebiasaan yg asupan klien.
penyebab & metode mendorong terjadi-
pencegahan edema. nya retensi cairan.
b. Klien mperlihatkan b. Anjurkan klien
b. Konsumsi garam yg
penurunan edema. untuk menurunkan
berlebihan me-
konsumsi garam.
ningktkan tekanan
darah.
c. Anjurkan klien
c. Makanan yg meng-
untuk: gunakan penyedap
i.Menghindari
rasa dan pengawet.
makanan gurih,
makanan kaleng & d. Na+
makanan beku. mengikat air, jadi
tubuh akan lebih
ii.Mengkonsumsi merasa lebih cepat
mkann tnpa garam haus.
dan menambahkan
bumbu aroma.

iii.Mggunakan cuka
pengganti garam utk
penyedap rasa sop,
rebusan dll.

d. Kaji adanya tanda


venostasis dan
bendungan vena
pada bagian tubuh e. Venostasis dapat
yang mengantung. mengakibatkan
e. Untuk drainase terhambatnya aliran
limfatik yang tidak darah. 19
adekuat:
i.Tinggikan ekstremitas f. Guna memperlancar
dengan mnggunakn
bantal, imobilitas, sirkulasi.
bidai/ balutan yang g. Perlukaan pada
kuat, serta daerah yang sakit
berdiri/duduk dlm
menyebabkan kurang
waktu yg lama
lancarnya sirkulasi
ii.Jngn memberikan
peredaran darah di
suntikan/infuse pd
lengan yang sakit. daerah tsb.

iii.Ingatkan klien untuk


menghindari detergen
yang keras, membawa
beban berat,
memegang rokok,
mencabut kutikula/
bintil kuku, me- h. Semua kegiataan
nyentuh kompor gas,
tersebut
memgenakan
perhiasan atau jam memperparah
tangan. keadaan klien

iv. Lindungi kulit yg


edema dari cidera.

i. Untuk mepercepat
perbaikan jaringan
tubuh.

3. Ganguan keseimbangan elektrolit (kalium)


Tujuan : Klien memiliki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam- basa dalam 48 jam.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

a. Klien menjelaskan Penurunan kadar kalium a. Dengan meng-


diet yang sesuai utk a. Observasi tanda dan etahui tanda hipo-
mmpertahnkan kadar kalemia, perawat
gejala hipokalemia
kalium dlam batas dapat menetapkn
(vertigo, hipotensi
normal. lngkh slanjutnya.
ariotmia, mual,
b. Klien berpartipasi muntah, diare, distensi b. Poliuria dpat me-
untuk melaporkan nyebabkan pe-
abdomen ,pnurunn
tanda – tanda klinis ngeluaran kalium
peristaltis, kelemahan
hipokalemia/hiper- secara berlebihan.
otot, dan kram
kaenia. c. Kelebihan cairan
tungkai).
c. Kadar kalium dlam dapat menyebab-
b. Catat asupan dan
batas normal/dapat kan pnurunan ka-
haluaran.
ditoleransi. dar kalium se-rum.
c. Tentukan status
hidrasi klien bila d. Nilai kalium yg
rendah dapat me-
terjadi hipokalemia.
nyebabkan kon-
d. Kenali perubahan
fusi, mudh mrah,
tingkah laku yang
depresi mental.
merupakan tanda-
e. Kalium memban-tu
tanda hipokalemia.
menyeimbang-kan
e. Anjurkan klien dan
cairan tubuh.
keluarga untuk
mngkonsmsi makan- f. Segmen ST dan
gelombang T yg
an tinggi kalium (mis.
datar atau terbalik
Buah-buahan, sari
merupkn indikasi
buah, buah kering, hipokalemia.
syur, daging, kacang- g. Utk mengurangi
kacangan, teh, kopi, resiko iritasi
dan kola). mukosa lambung.
f. Laporkan perubahan h. Streoid kortison
EKG; segmen ST yg dapat menyebab-
memanjang, depresi. kan retensi natri-
g. Encerkan suplemen um dan ekresi
kalium per oral kalium.
sedikitnya dalam i. Nilai kalium yang
113,2 gram air/sari rendah dapat me-
buah utk mngurangi ningkatkan kerja
resiko iritasi mukosa digitalis.
lambung. j. Dengan menge-
h. Pantau nilai kalium tahui tanda hipo-
serum pada klien yang kalemia, perawat
mendapat obat diuretic dpt menetapkan
dan steroid. langkah slnjutnya
i. Kaji tanda dan gejala
toksisitas digitalis jika
klien tengah mendapat
obat golongan digitalis
dan diuretik atau
steroid.
Peningkatan Kadar
Kalium

a. Observasi tanda dan


gejala hiperkalemia k. Haluaran urin yg
(mis.Bradikardia, sedikit dapat me-
kram abdomen, nyebabkan hiper-
oliguria, ksemutan& kalemia.
kebas pd ekstremtas) l. Nilai kalium lebih
b. Kaji haluaran urin. dari 7mEq/ l dapat
Sedikitnya 25ml/jam menye-babkan
atau 600 ml/ hari. henti jantung.
c. Laporkan nilai kalium m. Untuk melihat
serum yang melebihi adanya pelebaran
5mEq/l batasi asupan kompleks QRS dan
kalium jika perlu. gelombang T tggi
d. Pantau EKG yg merupkan tanda
hiperka-lemia.

D. Implementasi (Penatalaksanaan)
1. Kekurangan volume cairan
a. Mengkaji cairan yang disukai klien dalam batas diet.
b. Merencanakan target pemberian asupan cairan untuk setiap sif, mis: siang 1000 ml. Sore 800 ml
dan malam 200 ml.
c. Mengkaji pemahaman klien tentang alasan mempertahankan hidrasi yang adekuat Mencatat
asupan dan haluaran.
d. Memantau asupan per oral, minimal 1500 ml/24 jam.
e. Memantau haluaran cairan 1000- 1500 ml/24 jam. Memantau berat jenis urine.
2. Kelebihan volume cairan
a. Mengkaji asupan diet dan kebiasaan yang mendorong terjadinya setensi cairan.
b. Menganjurkan klien untuk menurunkan konsumsi garam.
c. Menganjurkan klien untuk:
i. Menghindari makanan gurih,makanan kaleng,dan makanan beku.
ii. Mengonsumsi makanan tanpa garam dan menambahkan bumbu aroma
iii. Menggunakan cuka pengganti garam untuk penyedap rasa sop,rebusan dll.
d. Mengkaji adanya tanda venostasis dan bendungan vena pada bagian tubuh yang mengantung.
e. Memposisikan ekstremitas yang mengalami edema diatas level jantung,bila
memungkinkan(kecuali ada kontra indikasi).
f. Untuk drinase limfatik yang tidak adekuat:
i. Meninggikan ekstremitas dengan menggunakan bantal.
ii. Mengukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit.

iii. Jangan memberikan suntikan atau infuse pada lengan yang sakit.

iv. Mengingatkan klien untuk menghindari detergen yang keras, membawa beban berat,
memegang rokok, mencabut kutikula atau bintil kuku, memyentuh kompor gas,
memgenakan perhiasan atau jam tangan.

v. Melindungi kulit yang edema dari cidera

3. Gangguan keseimbangan Elektrolit(kalium)


Penurunan kadar kaliu:

a. Mengobservasi tanda dan gejala hipokalemia (vertigo,hipotensi ariotmia, mual, muntah, diare,
distensi abdomen, penurunan peristaltis, kelemahan otot, dan kram tungkai
b. Mencatat asupan dan haluaran. (poliuria dapat menyebabkan pengeluaran kalium secara
berlebihan).
c. Menentukan status hidrasi klien bila terjadi hipokalemia. (kelebihan cairan dapat menyebabkan
serum).
d. Mengenali perubahan tingkah laku yang merupakan tanda- tanda hipokalemia. Nilai kalium
yang rendah dapat menyebabkan konfusi, mudah marah, depresi mental.
e. Menganjurkan klien dan keluarga untuka mengkonsumsi makanan tinggi kalium (mis.
Buahbuahan, sari buah, buah kering, sayur, daging, kacang- kacangan, teh, kopi,dan kola)
f. Melaporkan perubahan EKG; segmen ST yang nmemanjang, depresin segmen ST dan
gelombang T yang datar atau terbalik merupakan indikasi hipokalemia.
g. Mengencerkan suplemen kalium per oral sedikitnya dalam 113,2 gram air/sari buah untuk
mengurangi resiko iritasi mukosa lambung.
h. Memantau nilai kalium serum pada klien yang mendapat obat diuretic dan steroid. (Streoid
kortisonndapat menyebabkan retensi natrium dan ekresi kalium).
i. Mengkaji tanda dan gejala toksisitas digitalis jika klien tengah mendapat obat golongan
digitalis dan diuretikatau steroid. (nilai kalium yang rendah dapat meningkatkan kerja digitalis.
Peningkatan Kadar Kalium:

a. Mengobservasi tanda dan gejala hiperkalemia (mis. Bradikardia, kram abdomen, oliguria,
kesemutan dan kebas pada ekstremitas).
b. Mengkaji haluaran urin. Sedikitnya 25 ml/ jam atau 600 ml/ hari (haluaran urin yang sedikti
dapat menyebabkan hiperkalemia).
c. Melaporkan nilai kalium serum yang melebihi 5 mEq/ l. batasi asupan kalium jika perlu. (nilai
kalium lebih dari 7 mEq/ l dapat menyebabkan henti jantung)
d. Memantau EKG untuk melihat adanya pelebaran kompleks QRS dan gelombang T tinggi yang
merupakan tanda hiperkalema..

Tindakan Keperawatan

1. Pemberian cairan dan elektrolit per oral


a. Penambahan intake cairan dapat diberikan per oral pada pasien-pasien tertentu, misalnya pasien
dengan dehidrasi ringan atau DHF stadium I.
b. Penambahan inteke cairan biasanya di atas 3000 cc per hari.
c. Pemberian elektrolit per oral biasanya melalui makanan dan minuman.
2. Pemberian therapy intravena
a. Pemberian terapy intravena merupakan metode yang efektif untuk memenuhi cairan extrasel
secara langsung.
b. Tujuan terapy intravena :
1) Memenuhi kebutuhan cairan pada pasien yang tidak mampu mengkonsumsi cairan per oral
secara adekuat.
2) Memberikan masukan-masukan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
c. Jenis cairan intravena yang biasa digunakan :
1) Larutan nutrient, berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya dextrosa dan glukosa.
Yang digunakan yaitu 5% dextrosa in water (DSW) dan amigen, aminovel.
2) Larutan elektrolit, antara lain larutan salin baik isotonik, hypotonik, maupun hypertonik.
Yang banyak digunakan yaitu normal saline (isotonik) : NaCL 0,9%.
3) Cairan asam basa, contohnya sodium laktate dan sodium bicarbonat.
4) Blood volume expanders, berfungsi untuk meningkatkan volume pembuluh darah atau
plasma. Cara kerjanya adalah meningkatkan tekanan osmotik darah.
3. Tindakan keperawatan pada pasien yang terpasang infus
a. Mempertahankan infus intravena terhadap daerah pemasangan infus dan memberikan pendidikan
kesehatan pada pasien.
b. Memenuhi rasa nyaman dan membantu aktivitas pasien misalnya dalam pemenuhan personal
hygiene, membantu mobilitas.
c. Observasi komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya :
1) Infiltrat : masukkannya cairan ke sub kutan.
Gejala : bengkak, dingin, nyeri, tetesan infus lambat.

2) Phlebitis : trauma mekanik pada vena atau iritasi bahan kimia.


Gejala : nyeri, panas, kemerahan pada vena tempat pemasangan.

3) Kelebihan inteke cairan : akibat tetesan infus yang terlalu cepat.


d. Mengatur tetesan infus
Dilakukan setiap 30 menit sampai dengan 1 jam. Tetesan terlalu cepat menyebabkan masalah
pada paru-paru dan jantung. Tetesan yang lambat dapat menyebabkan intake cairan dan elektrolit
yang tidak adekuat. Faktor yang mempengaruhi jumlah tetesan :

1) Posisi pemasangan
2) Posisi dan patency tube/selang
3) Tinggi botol infus
4) Kemungkinan adanya infiltrat
e. Mengganti botol infus
Dilakukan jika cairan sudah di leher botol dan tetesan masih berjalan.

Prosedurnya :

1) Siapkan botol yang baru.


2) Klem selang.
3) Tarik jarum dan segera tusukan pada botol yang baru.
4) Gantungkan botol.
5) Buka klem dan hitung kembali tetesan.
6) Pasang label.
7) Catat tindakan yang dilakukan.
f. Mengganti selang infus
Minimal 3x4 jam, langkah-langkahnya :

1) Siapkan infus set yang baru, termasuk botol.


2) Masukkan cairan sepanjang selang dan gantungkan botol serta tutup klem.
3) Pegang poros jarum dan tangan lain melepas selang.
4) Tusukan tube yang baru ke poros jarum.
5) Lanhkah berikutnya seperti memasang infus.
g. Menghentikan infus
Dilakukan bila program terapi telah selesai atau bila akan mengganti tusukan yang baru.
Langkah-langkahnya :

1) Tutup klem infus.


2) Buka tape pada daerah tusukan sambil memegang jarum.
3) Tarik jarum sepenuhnya dan beri penekanan pada daerah bebas tusukan dengan kapas
beralkohol selama 2-3 menit untuk mencegah perdarahan.
4) Tutup daerah bebas dengan kassa steril.
5) Catat waktu penghentian infus dan jumlah cairan yang masuk dan yang tersisa dalam botol.
4. Tindakan keperawatan pada pasien yang terpasang transfusi darah
Pengertian disini adalah memasukkan darah lengkap atau komponen darah ke dalam sirkulasi vena.

Tujuannya yaitu untuk :

a. Mengembalikan jumlah darah setelah perdarahan hebat.


b. Mengembalikan sel darah merah misalnya pada anemia berat.
c. Memberikan faktor-faktor plasma seperti antihemofilik.
Reaksi-reaksi transfusi yang mungkin timbul yaitu :

a. Hemofilik : terjadi apabila aglutinogen dengan anti aglutinin dengan tipe sama bertemu.
b. Febris : karena adanya kontaminasi pada darah atau sensitivitas dari sel darah putih.
c. Reaksi alergi : biasanya karena adanya antibody pada plasma donor.
Risiko transfusi yang utama adalah transfusi penyakit hepatitis, AIDS, dsb.

E. Evaluasi tindakan keperawatan


1. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan.
2. Output urine pasien seimbang dengan intake cairan, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
3. Karakterisitik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik.
4. Pasien akan mengkonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, therapy intravena atau TPN).
5. Pasien dapat mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.1995.”Diagnosa Keperawatan”.Jakarta : EGC

Harnawatiaj.2008.Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, (http://wordpress.com/, diakses 24 April 2010)

Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul..2008.”Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta: EGC.

Faqih, Moh. Ubaidillah.2009.”Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh Manusia”, (http://www.scribd.com/


diakses 25 april 2010)

Obet.2010.Kebutuhan Cairan dalam Tubuh, (http://akarrumput21.blogspot.com/, diakses 24 April 2010)

Anda mungkin juga menyukai