Anda di halaman 1dari 129

1

TUGAS AKHIR

DETAIL DESAIN EMBUNG KWANGEN

KABUPATEN SRAGEN

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Menempuh Ujian Akhir


Program Strata-1 (S1) Pada Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Semarang

Oleh :

NISAR SUCI RAHARJO C.111.06.0026

YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

UNIVERSITAS SEMARANG

2015
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan dan menyusun
Tugas Akhir dengan judul “ Detail Desain Embung Kwangen Kabupaten Sragen “.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh semua
mahasiswa Program S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang.

Dalam Tugas Akhir ini penyusun dibantu oleh banyak pihak oleh karena itu melalui
kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Supoyo, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Semarang.


2. Bapak Purwanto, ST ,MT selaku Ketua Jurusan Sipil Universitas Semarang.
3. Ibu Diah Rahmawati, ST selaku Sekretaris Jurusan Sipil Universitas Semarang.
4. Bapak Ir. Wisnu Soeharto, Dipl. HE. selaku Dosen Pembimbing Utama
5. Bapak Moch. Soediono, BIE.ME. selaku Dosen Pembimbing Anggota.
6. Semua dosen pengajar Program S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Semarang.
7. Keluarga besar ( Bapak, Ibu beserta adik-adik tercinta ) yang telah mendukung
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Tugas
Akhir ini.
Penyusun menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan penyusun. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir
ini dan semoga dapat bermanfaat bagi insan teknik sipil khususnya dan semua pihak pada
umumnya
Semarang, Mei 2015
Penyusun,

Nisar Suci Raharjo


3
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………..………………………..………… i


LEMBAR PENGESAHAN ………….……………………………..……….. ii
LEMBAR ASISTENSI ……..………………….…………………....………. iii
KATA PENGANTAR .……………………………………………...……….. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………...…….. v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1. Judul TA …………………………………………………. 1
1.2. Latar Belakang …….………………………………………... 1
1.3. Permasalahan ............................................................................. 1
1.4. Maksud dan Tujuan ….…………………………………….. 2
1.5. Ruang Lingkup ………………...........……………………….. 3
1.6. Sistematika Pelaporan ……………………………………….. 4
BAB II STUDI PUSTAKA ........………………………………………… 6
2.1. Tinjauan Umum ……………………………………………. 6
2.2. Tampungan embung ...........……………………………..…… 9
2.3. Tipe Konstruksi Embung ……………………………………... 15
2.4. Kolam Embung ……………………………………………….. 20
2.5. Bendung Pelimpah …………………………………………..… 21
2.6. Perencanaan Jaringan Pipa Distribusi .................................... 26
2.7. Kebutuhan Air Irigasi .............................................................. 43
BAB III ANALISA HIDROLOGI ................................................................. 50
3.1. Pengumpulan Data ……………………………………..…..... 50
3.2. Metode Analisis ……………………………………………... 51
3.3. Penyajian dan Format Penggambarannya ………....………… 52
5

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR EMBUNG………………………… 53


4.1 Analisa Hidrolika Bangunan Pelimpah Embung Kwangen …… 53
4.1.1. Pekerjaan Efek Pengempangan ………………………... 55
4.1.2. Mencari Kedalaman Air Banjir Sebelum Ada ………….. 58
Embung (h2) 58
4.2 Analisa Stabilitas Bangunan Pelimpah .................…………..… 59
4.2.1 Analisa Sub Struktur ………………………………… . 59

4.2.2 Karakteristik Tanah Pendukung Pondasi …….……..… 59


4.2.3 Perhitungan Stabilitas Bangunan Pelimpah .................... 61
4.3 Perhitungan Debit Yang Melewati Pintu Banjir ……………… 65
4.4 Perencanaan Jembatan Embung …..………….………………. 69
BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR EMBUNG……………….………… 53
5.1 Syarat – Sayarat Umum ……………………..…………… 1
5.2 Syarat – Syarat Administrasi …….…………………………... 1
5.3 Syarat – Teknis ............................................................................. 1
5.4 Rencana Anggaran Biaya ….…………..………………….. 2

BAB VI PENUTUP.…........................................………………………...…… 122


6.1. Kesimpulan...….................…………..………………………… 123
6.2.Rekomendasi………...........................……....………………….. 123

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6

DAFTAR PUSTAKA

1. Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Tahun 2013 s/d sekarang
2. PT Mekar.2012.Detail Desain Embung Kwangen,
3. SNI 03-2415-1991, “ Tata Cara Perhitungan Debit Banjir “. BSN, Jakarta.
4. Anonim, 2008, Harga Satuan Pekerjaan Bahan dan Upah Pekerjaan
5. Kontruksi, Semarang : Pusat Informasi Bangunan.
6. Sediono, M. t.t, Buku Pedoman Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air,
7. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Semarang.
8. D. L. Wesley, 1997, Mekanika Tanah, Badan Penerbit Pekerjaan Umum,Jakarta
9. Cow. Ven Te, 1985, Hidrolika Saluran Terbuka, Penerbit Erlangga,Jakarta
10. Samarin, Irigasi dan Bangunan Air, Universitas.Gunadarma, Jakarta.
11. G. Kusuma, 1994, Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang,Penerbit
Erlangga.Jakarta.
12. Sutarno, t.t, Materi Kuliah Gambar Teknik, Semarang : Fakultas Teknik
Universitas Semarang.
13. M. Mukumuka, Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, Penerbit Gaya
Media.

14. Kamiana, I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha
Ilmu.Yogyakarta
15. Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono , Kensaku Takeda, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta , 1976.
16. Hydrotogi for Engineers, Ray K. Linsley Ir. Max. A. Kohler, Joseph L.H.
Apaulhus.Mc.Grawhill, 1986.
17. Mengenal dasar dasar hidrologi, fr. Joice Martha, Ir. Wanny Adidarma Dipl. H.
Nova, Bandung.
18. Hidrologi & Pemakaiannya, jilid I, Prof. Ir. Soemadyo, diktat kuliah ITS. 1976
19. Hidrologi Teknik Ir. CD. Soemarto, Dipl. HE
20. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir.Joesron Loebis, M.Eng. hal: IV-3
7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Tugas Akhir


Detail Desain Embung Kwangen Kabupaten Sragen.

1.2 Latar Belakang


Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan
perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air diantara daerah – daerah maka
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan serangkaian usaha terus menerus dimana
salah satunya adalah pembangunan di bidang pengairan yang dapat langsung
dirasakan oleh masyarakat kecil/petani dalam memenuhi kebutuhan air irigasi.
Salah satu bentuk dari usaha tersebut adalah melakukan Detail Desain Embung
Kwangen Kabupaten Sragen, sehingga diharapkan hasil detail desain tersebut ini
lebih memprioritaskan pada manfaat penyediaan air untuk kebutuhan air irigasi.
Wilayah Kabupaten Sragen terletak di bagian Propinsi Jawa Tengah, dan
merupakan daerah yang relatif kering, sumber air yang tersedia relatif sedikit (kecil)
dibandingkan dengan daerah lainnya di Propinsi Jawa Tengah.
Dari keterbatasan sumber air tersebut diperlukan suatu upaya untuk
mengembangkan, mengendalikan, memanfaatkan atau menggunakan dan
melestarikan sumber air yang seoptimal mungkin, agar dapat mendukung keberadaan
dan kebutuhan air penduduk secara terus menerus.

1.3 Permasalahan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan
perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air diantara daerah–daerah maka
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan serangkaian usaha terus menerus dimana
salah satunya adalah pembangunan di bidang pengairan yang dapat langsung
8

dirasakan oleh masyarakat kecil/petani dalam memenuhi kebutuhan air irigasi


maupun air baku.
Salah satu bentuk dari usaha tersebut adalah melakukan Detail Desain Embung
Kwangen Kabupaten Sragen, sehingga diharapkan hasil detail desain tersebut ini
lebih memprioritaskan pada manfaat penyediaan air untuk kebutuhan air irigasi dan
air baku.
Wilayah Kabupaten Sragen terletak di bagian Propinsi Jawa Tengah, dan
merupakan daerah yang relatif kering, sumber air yang tersedia relatif sedikit (kecil)
dibandingkan dengan daerah lainnya di Propinsi Jawa Tengah.
Dari keterbatasan sumber air tersebut diperlukan suatu upaya untuk
mengembangkan, mengendalikan, memanfaatkan atau menggunakan dan
melestarikan sumber air yang seoptimal mungkin, agar dapat mendukung keberadaan
dan kebutuhan air penduduk secara terus menerus.

1.4 Maksud, Tujuan Dan Saran


1.4.1 Maksud
Pekerjaan ini adalah sebagai upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan
sumber air dengan membangun Embung (waduk) yang nantinya akan berfungsi
konservasi, pengendalian daya rusak air dan pemanfaatan.
1.4.2 Tujuan
Detail Desain Embung Kwangen adalah untuk mendapatkan perencanaan detail
embung beserta bangunan utama dan bangunan penunjang sesuai dengan kondisi di
lokasi rencana pada masterplan lengkap dengan nota desain yang meliputi kriteria
yang dipergunakan dalam menyusun desain dan perhitungan gambar teknis, berikut
spesifikasi teknis, metode pelaksanaan, dokumen tender, rencana anggaran biaya
untuk dapat dilaksanakan pekerjaan konstruksinya.
1.4.3 Sasaran
Tersedianya perencanaan detail embung beserta bangunan utama dan bangunan
penunjang sesuai dengan kondisi di lokasi rencana pada masterplan lengkap dengan
9

nota desain yang meliputi kriteria yang dipergunakan dalam menyusun desain dan
perhitungan gambar teknis, berikut spesifikasi teknis, metode pelaksanaan, dokumen
tender, rencana anggaran biaya untuk dapat dilaksanakan pekerjaan konstruksinya.

1.5 Ruang lingkup


1.5.1 Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) didesa
Kwangen, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen.
1.5.2 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan pekerjaan Penyusunan Detail Design Embung Kwangen ini
adalah :
1. Melakukan kajian ulang terhadap studi kelayakan pembangunan embung
Kwangen.
2. Melakukan survey pengukuran topografi pada bangunan pelimpah, jalan
hantar dan jalan masuk, quarry site serta bangunan fasilitas lainnya.
3. Menyiapkan rencana dan melakukan pekerjaan investigasi geologi secara
rinci yang diperlukan untuk perencanaan embung dan bangunan
pendukungnya.
4. Menyiapkan rencana dan melakukan penyelidikan mekanika tanah dan
pengujian di laboratorium untuk bahan pondasi dan konstruksi bagi fasilitas
konstruksi.
5. Menyiapkan note desain.
6. Menyiapkan kriteria perencanaan untuk detail desain.
7. Melakukan analisa hidrologi yaitu untuk menghitung debit andalan, debit
banjir rencana untuk berbagai kala ulang dan analisa sedimentasi serta neraca
air, berdasarkan data–data yang terbaru.
8. Melakukan Detail Desain Embung dan bangunan fasilitas seperti :
- Jalan masuk proyek
- Bangunan Pelimpah
10

- Bangunan Pintu Banjir


- Bangunan fasilitas lainnya seperti jembatan
9. Menyiapkan gambar perencanaan untuk pelelangan.
10. Membuat perkiraan biaya proyek, jadwal pelaksanaan serta metode
pelaksanaan.
11. Menyiapkan dokumen pelelangan dan spesifikasi baik khusus maupun teknik
dengan berpedoman pada Perpres No.54 Tahun 2010.
12. Menyiapkan Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Embung, pengelolaan air,
monitoring dan pembiayaan O & P
13. Membantu direksi untuk mempersiapkan bahan/data pendukung dalam
memenuhi persyaratan keamanan Embung.

1.6 Sistematika Pelaporan


Sistematika penyajian Laporan Detail Desian Embung Kwangen Kabupaten
Sragen adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini secara garis besar menjelaskan tentang latar belakang, maksud,
tujuan dan sasaran pekerjaan, ruang lingkup pekerjaan, serta sistematika
penyajian Laporan Pendahuluan Detail Desian Embung Kwangen Kabupaten
Sragen.
BAB II STUDI PUSTAKA
Berisikan teori-teori yang relevan dan dasar-dasar perhitungan analisis data
untuk Detail Desian Embung Kwangen Kabupaten Sragen.
BAB III METODOLOGI
Berisi tentang metode pengambilan data yang dikumpulkan, Metode
pengolahan data dan bagan alir Detail Desian Embung Kwangen Kabupaten Sragen.
BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN STRUKTUR
Membahas mengenai perencanaan spesifikasi teknik bangunan dan perhitungan
bangunan utama.
11

BAB V RENCANA KERJA DAN SYARAT SYARAT


Membahas kengenai syarat-syarat umum, syarat syarat administrasi dan
peraturan-peraturan teknis untuk Detail Desian Embung Kwangen Kabupaten Sra-
gen.
BAB VI RENCANA ANGGARAN BIAYA
Membahas mengenai daftar harga satuan upah dan bahan, daftar analisa harga
satuan, perhitungan volume, time Schedule dan Network Planing.
BAB VII PENUTUP
Merupakan kesimpulan dan saran mengenai hasil perhitungan dan perencanaan
bangunan.
12

BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum


Embung merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat
dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai
pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi
pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya
karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan
embung telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Embung
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainnya. Embung menerima
masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini
mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan
embung. Pada awal terjadinya inundasi (pengisian air), terjadi dekomposisi bahan
organik berlebihan yang berasal dari perlakuan sebelum terjadi inundasi. Dengan
demikian, jelas sekali bahwa semua perairan embung akan mengalami eutrofikasi
setelah 1–2 tahun inundasi karena sebagai hasil dekomposisi bahan organik.
Eutrofikasi akan menyebabkan meningkatnya produksi ikan sebagai kelanjutan dari
tropik level organik dalam suatu ekosistem (Wiadnya, et al., 1993).
Di dalam perairan terdapat jasad-jasad hidup, dan salah satunya adalah
plankton yang merupakan organisme mikro yang melayang dalam air laut atau tawar.
Pergerakannya secara pasif tergantung pada angin dan arus. Plankton terutama terdiri
dari tumbuhan mikroskopis yang disebut fitoplankton dan hewan mikroskopis yang
disebut zooplankton (Herawati, 1989).
Suatu perairan dikatakan subur apabila mengandung banyak unsur hara atau
nutrien yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam air terutama fitoplankton
dan dapat mempercepat pertumbuhannya. Fitoplankton menduduki tropik level
pertama dalam rantai makanan, sehingga keberadaannya akan mendukung organisme
tropik level selanjutnya. Sebagai produsen primer, fitoplankton dapat melakukan
13

proses fotosintesis untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan
bantuan sinar matahari. Hasil fotosintesis dari produsen akan digunakan bagi dirinya
sendiri dan oleh organisme lain.
Dengan adanya sebuah sungai yang mengaliri rencana embung kwangen, maka
akan menjadi salah satu media bagi masuknya bahan organik dan anorganik yang
berasal dari berbagai aktivitas di sekitar embung dan sungai tersebut. Beban masukan
ini akan memacu proses pengkayaan unsur hara (eutrofikasi), dimana eutrofikasi ini
menandakan bahwa perairan mengalami kerusakan, karena dari eutrofikasi ini akan
menyebabkan terjadinya proses sedimentasi bahkan bisa sampai membentuk daratan
baru. Selain itu eutrofikasi dapat memicu pertumbuhan berlebihan jenis fitoplankton
tertentu atau yang biasa dikenal dengan blooming fitoplankton.

1) Analisa Perencanaan Embung


Analisa hidrologi untuk perencanaan embung Kwangen kabupaten Sragen
meliputi tiga hal, yaitu :
a. Aliran masuk (inflow) yang mengisi embung
b. Tampungan embung
c. Banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah
(spillway).
Untuk menghitung semua besaran tersebut diatas, lokasi dari rencana embung
harus ditentukan dan digambarkan dalam peta. Hal ini dilakukan supaya penetapan
dari hujan rata-rata dan evapotranspirasi (penguapan peluh) yang tergantung dari
lokasi dapat ditentukan. Di samping itu luas daerah tadah hujan atau cekungan harus
sudah dihitung. Luas genangan embung harus diperkirakan dan elevasi dasar alur di
tempat embung serta elevasi tertinggi di daerah cekungan juga harus ditentukan.
Karena cekungan relatif kecil, maka luas daerah tadah hujan diperhitungkan efektif
yaitu dikurangi terlebih dahulu dengan luas genangan embung.
14

2. Kebutuhan Data Hidrologi


a) Data Curah hujan
Data Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah cuarh hujan rata-rata
di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari bebrapa titik pengamatan curah
hujan,Cara-cara perhitungan curah hujan adalah sebagai berikut:

1) Metode rata -rata aljabar

Metode rata -rata aljabar dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan
apabila daerahnya datar dan penempatan alat ukur tersebut tersebar merata.
Cara ini adalah cara yang paling sederhana, Metode rata-rata aljabar dihitung
dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran selama satu
periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran. Jika
dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut :

Di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1,...,Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)
n = banyaknya stasiu
15

2) Cara Poligon Thiessen

Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penekar hujan
untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Cara ini cocok untuk daerah
datar dengan luas 500 – 5000 km2.

Di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2 ,...,Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
W1, W2,...,Wn = faktor bobot

3) Cara Isohyet

Isohyet adalah garis lengkung yang merupakan harga curah hujan yang

sama. Umumnya sebuah garis lengkung menunjukkan angka yang bulat. Iso-

hyet ini diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan yang ter-

catat pada penakar hujan lokal (Rnt).


16

Keterangan :

R = curah hujan rata-rata (mm)

Ri = curah hujan stasiun i ( mm )

Ai = luas DAS stasiun i ( km2 )

b. Analisa Curah Hujan Rencana

Data curah hujan merupakan data yang sangat berpengaruh dalam

perencanaan embung, Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan

besaran curah hujan dan analisa statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan

debit banjir rencana. Curah hujan rencana dihitung berdasarkan catatan hujan

maksimum pada stasiun pengamatan selama 10 tahun sejak tahun 2001 – 2010.

Analisis data menggunakan Analisis Frekuensi untuk menentukan besarnya

curah hujan rencana berdasarkan agihan atau distribusi data yang sesuai.

Perhitungan curah hujan rencana dengan periode ulang 5, 10, 20, 25, 50, dan 100

tahun ini yang akan digunakan dalam menentukan besarnya debit banjir rencana.

Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan

yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama

waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh
17

hujan (A) (Soemarto 1987). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat

dianalisis berupa hujan titik maupun hujan ratarata yang meliputi luas daerah

tangkapan (chatment) yang kecil sampai yang besar.

Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan

durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya.

Dalam statistik distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu

distribusi Normal, , Gumbel dan Log Pearson III. Masing-masing distribusi

mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya

dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan jenis distribusi

yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik

over estimated maupun under estimated (Sri Harto 1993). Kala ulang (return

period) diartikan sebagai waktu di mana hujan atau debit dengan satuan besaran

tertentu, rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu

tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang itu

(misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi

merupakan perkiraan bahwa hujan atau debit tersebut akan disamai atau dilampaui

K kali dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Sri

Harto 1993),

1) Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel,

Xɤ = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi periode ulang T- tahunan

= Harga rata – rata sampel data curah hujan (curah hujan harian maksi-

mum )

S = Simpangan baku ( Standar deviasi ) data sampel curah

K = factor Frekuensi / factor probabilitas


18

Dimana :

Yɳ = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel

Sɳ = Reduced standart deviation yang juga tergantung pada jumlah

sampel

Yϫr = Reduced variate, mempunyai nilai yang berbeda pada setiap peri-

ode ulang

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat

dinyatakan dalam persamaan diatas.

2) Distribusi Normal

Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Distribusi Normal,

mempunyai perumusan sebagai berikut :

Xɤ = Perkiraan Nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

tahunan

= Harga rata – rata sampel data curah hujan (curah hujan harian

maksimum )

S = Simpangan baku ( Standar deviasi ) data sampel curah hujan

Kɤ = factor Frekuensi / factor probabilitas, dimana nilainya berbagai

periode ulang yang sudah tersedia yang sudah tersedia dalam ta-

ble nilai variable reduksi Gauus.


19

1) Distribusi Log Pearson III

Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Log Pearson III,

mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut :

1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis :

2. hitung harga rata – rata :

3. Hitung Harga simpangan baku :

4. Hitung koefisien kemencengan :

5. Hitung Logariotma data curah hujan atau banjir dengan periode ulang T

dengan rumus berikut :

Dimana :

K : Variabel standart X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan

(G)

6. Hitung curah hujan rencana dengan periode ulang T dengan menghitung

anti log dari log Xɤ

c. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu

kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Joesron Loebis 1992). Untuk
20

mendapatkan nilai intensitas hujan, alat penakar hujan harus mampu mencatat

besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan

tersebut berhenti. Alat penakar hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat penakar

hujan otomatis. Alat penakar hujan standar juga dapat digunakan asal waktu

selama hujan tersebut berlangsung diketahui (dapat dilakukan dengan menandai

waktu berlangsung dan berakhirnya hujan dengan jam dinding misalnya). Intensitas

hujan atau ketebalan hujan per satuan waktu lazimnya dilaporkan dalam satuan

milimeter per jam. Stasiun Pengukur Cuaca Otomatis dilengkapi dengan alat

penakar hujan yang dapat mencatat data intensitas hujan secara terus-menerus. Data

intensitas hujan tersebut umumnya dalam bentuk tabular atau grafik (hyetograph).

Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau

disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan

mempergunakan rumus-rumus eksperimentil seperti rumus Talbot dan Mononobe

(Suyono dan Takeda 1993). Data intensitas hujan biasanya dimanfaatkan untuk

perhitungan-perhitungan prakiraan besarnya erosi, debit puncak (banjir),

perencanaan drainase, dan bangunan air lainnya.

Data intensitas hujan (kejadian hujan tunggal) juga dapat dimanfaatkan untuk

memprakirakan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perubahan

tataguna lahan dalam skala besar terhadap kemungkinan perubahan karakteristik

hidrologi. Para pakar geomorfologi memerlukan data intensitas hujan karena proses

pembentukan tanah dari bahan induk (batuan) berlangsung pada saat terjadinya

hujan dengan intensitas tertentu setiap tahun.

1) Intensitas Curah Hujan Empiris

Apabila di lapangan tedapat data hujan jam - jaman,maka intensitas

curah hujan dihitung menggunakan metode Talbot (Joesron Loebis 1992).

I= a/t+b

I : intensitas curah hujan (mm/jam)

t : lamanya curah hujan (jam)


21

a dan b : konstanta yang tergantung lamanya curah hujan yang terjadi di

daerah aliran.

2) Metode Mononobe

Seandainya data curah hujan yang ada adalah data curah hujan harian,

maka untuk menghitung intensitas hujan dapat digunakan metode Mononobe

(Joesron Loebis 1992).

I : intensitas curah hujan(mm/jam)

t : lamanya curah hujan (jam)

R24 : curah hujan maks, dalam 24 jam (mm)

d. Analisis Debit banjir Rencana

Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana

untuk dasar perencanaan konstruksi embung adalah sebagai berikut :

1 ). Metode Rasional

Perhitungan Metode rasional menggunakan rumus sebagai berikut:


22

Koefisien pengaliran (α) tergantung dari beberapa faktor antara lain je

nis tanah,kemiringan, luas dan bentuk pengaliran sungai.

` Tabel 2.1 Koefisien Pengaliran


Kondisi Daerah Pengaliaran Koefisien Pengaliran (α))
Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
Daerah perbukitan 0,70 – 0,80
Tanah bergelombang dan bersemak-semak 0,50 – 0,75
Tanah dataran yang digarap 0,45 – 0,65
Persawahan irigasi 0,70 – 0,80
Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75
Sungai yang besar dengan wilayah pengaliran l 0,50 – 0,75

Sumber :http://engineersipil.blogspot.com/2013/01/debit-limpasan.html

2). Metode Weduwen

Rumus dari Metode Weduwen adalah sebagai berikut :


23

dimana:

Qt = debit banjir rencana (m3/det)

Rn = curah hujan maksimum (mm/hari)

α = koefisien pengaliran

β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

qn = debit persatuan luas (m3/det.km2)

t = waktu konsentrasi (jam)

2
A = luas daerah pengaliran (km )

L = panjang sungai (km)

I = Gradien sungai

syarat dalam perhitungan debit banjir dengan Metode Weduwen adalah

sebagai berikut:

2
A = Luas daerah pengaliran < 100 Km

t = 1/6 sampai 12 jam

3). Metode Haspers


Untuk menghitung besarnya debit dengan metode haspers dengan persamaan
sebagi berikut:

dimana:

Qt = debit banjir rencana (m3/det)

qn = debit persatuan luas (m3/det.km2)

1. Koefisien Runoff (α)


24

2. Koefisien Reduksi ( β)

3. Waktu Konsentrasi (t)

t = 0.1 L0.8 I-0.3

4. Intensitas Hujan
a. Untuk t < 2 jam

b. Untuk 2 jam ≤ t ≤ 19 jam

c. Untuk 19 jam ≤ t ≤30 jam


Rt 0.707R24 t  1
dimana t dalam jam dan Rt, R24 (mm)
5. Hujan Maksimum (q)
Rn
3.6 * t
Adapun langkah dalam menghitung debit puncak adalah :
a. Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) periode ula
ng rencana yang dipilih.
b. Menentukan daerah aliran sungai
c. Menghitung A, L ,I, F untuk daerah aliran sungai
d. Menghutung nilai t (waktu konsentrasi)
e. Menghitung Rt, qn dan Qt = qn A

4). Metode FSR Jawa Sumatera


Untuk menghitung debit banjir rencana dengan Metode FSR Jawa Sum
atra digunakan persamaan:
Q = GF . MAF
25

6 V 2,445 0,117 -0,85


MAF = 8.10 . (AREA) . APBAR . SIMS . (1+LAKE)
V= 1,02 – 0,0275 Log ( AREA )

APBAR = PBAR . ARF


SIMS = H / MSL
MSL = 0,95 . L
LAKE = Luas DAS di hulu bendung
Luas DAS total
Dimana :
3
Q = debit banjir rencana (m /dt)
GF = Growth factor (Tabel 2.12)

AREA = luas DAS (km2)


PBAR = hujan 24 jam maksimum merata tahunan (mm)
ARF = faktor reduksi (Tabel 2.11)
SIMS = indeks kemiringan
H = beda tinggi titik pengamatan dengan ujung sungai tertinggi
MSL = panjang sungai sampai titik pengamatan (km)
L = panjang sungai (km)
LAKE = indeks danau
3
MAF = debit maksimum rata-rata tahunan (m /dt)

Tabel 2.3 Faktor Reduksi (ARF)

Das ( Km ) ARF
1 - 10 0,99
10 - 30 0,97
30 - 3000 1,52 – 0,0123 log A

Tabel 2.4 Growth Factor (GF)


26

Return
Period Luas cathment area (km )²
T <180 300 600 900 1200 >1500

5 1,28 1,27 1,24 1,22 1,19 1,17


10 1,56 1,54 1,48 1,49 1,47 1,37

20 1,88 1,84 1,75 1,70 1,64 1,59


50 2,35 2,30 2,18 2,10 2,03 1,95

100 2,78 2,72 2,57 2,47 2,37 2,27


3. P
erkiraan debit Aliran Masuk (Inflow) Embung
Debit aliran masuk (inflow) ke embung berasal dari hujan yang jatuh di
daerah tangkapan yang terletak di atas kolam embung sendiri. Untuk menghitung
inflow pada daerah tangkapan yang relatif kecil ( < 100 ha) dan data aliran tidak
tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional berikut :

Vj = 10 Cj x Rj x A
dengan :
Vj = aliran setengah bulanan dan seluruh daerah tangkapan hujan untuk
setengah bulan j (m3/ bulan),
Rj = curah hujan setengah bulanan untuk setengah bulanan j (mm/bulan),
Cj = Koefisien pengaliran untuk setengah bulan j
A = Luas daerah tangkapan hujan efektif (ha) yaitu luas daerah tangkapan
hujan setelah dikurangi luas embung
V = Aliran masuk ke embung selama musim hujan (m2)

Nilai koefisien pengaliran C dapat ditentukan berdasarkan tinggi hujan


bulanan dan kemiringan lahan. Dalam pemakaiannya nilai koefisien pengaliran
tersebut akan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lokasi embung.

2.2 Tampungan embung


27

1. Kapasitas Tampung Yang Dibutuhkan


Kapasitas tampung embung yang dibutuhkan harus dapat memenuhi
kebutuhan pada saat musim kemarau. Disamping itu, juga harus
mempertimbangkan kehilangan air oleh penguapan di kolam dan resapan d i dasar
dinding embung serta menyediakan yang diperlukan adalah :

uy
7787
Vn = Vu + Ve Vi + Vs ∑ yuy7878
ui

dengan :
Vn = kapasitas tampungan total yang diperlukan. (m3),
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3),
Ve = jumlah penguapan dari kolam selama musim kemarau (m3),
Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding dan tubuh embung selama
musim kemarau (m3),
Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3).
Selain hal diatas perlu juga diperhatikan untuk menentukan kapasitas
tampungan total suatu embung (Vn) harus mempertimbangkan volume/debit air
yang tersedia (Vh) dan kemampuan topografi untuk menampung air (Vp). Hal ini
dimaksudkan agar kapasitas tampungan total yang diperlukan (Vn) benar-benar
dapat dipenuhi oleh volume/debit aliran yang tersedia selama musim hujan (Vn).
Demikian juga jika kondisi topografi (Vp) tidak memungkinkan menampung
volume air sebesar kapasitas tampungan total (Vn) maka biaya konstruksi akan
menjadi mahal, sehingga lebih baik untuk memenuhi kebutuhan maksimum suatu
desa dibangun lebih dari satu embung.

2. Ketersediaan Air
Air yang akan masuk embung terdiri dari 2 (dua) kelompok :
- Air permukaan dari seluruh daerah tadah hujan.
- Curah hujan efektif yang jatuh langsung di atas permukaan kolam.
Jumlah air yang masuk ke dalam kolam embung dinyatakan dalam persamaan
berikut :
Vh = Σ Vj + 10 Akt x Σ Rj
dengan :
28

Vh = Volume air yang mengisi kolam embung. (m3),


Vj = Aliran setengah bulanan pada setengah bulan j (m3/bulan)
Σ Vj = Jumlah aliran total pada setengah bulan (m3),
Rj = Curah hujan setengah bulanan pada setengah bulan j (mm/bulan)
Akt = Luas permukaan kolam embung (ha).
Volume air Vh merupakan jumlah maksimum yang dapat mengisi embung
3. Kebutuhan Air dan Tampungan Hidup (Vu)
Kebutuhan air untuk tampungan hidup (Vu)
Jh * Jkk * Qv
Vu = + Q ir
1000
dengan :
Vu = Kebutuhan air total untuk tampungan hidup (m3),
Jh = jumlah hari selama musim kemarau (hari),
JKK = jumlah KK per desa,
Qu = kebutuhan air baku untuk penduduk dan air irigasi (l/hari/KK)
Qir = kebutuhan air irigasi (m3),
4. Sedimen (Vs)
Ruang sedimen perlu disediakan di embung mengingat daya tampungannya
kecil, walaupun daerah tadah hujan di sarankan agar ditanami rumput untuk
pengendalian erosi.

5. Jumlah Penguapan (Ve )


Jumlah penguapan selama periode musim kemarau perlu diperhitungkan
dalam penentuan kapasitas/tinggi embung.
Penguapan di permukaan embung dapat dirumuskan sebagai berikut :
V e = 10 . Akt ∑E kj

di mana :
Ve = jumlah penguapan dari kolam embung selama musim kemarau (m3),
Akt = luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi (ha),
Ekj = penguapan bulanan di musim kemarau pada bulan ke-j (mm/bulan).
10 = konversi satuan.

6. Jumlah Resapan (Vi)


29

Air di dalam kolam embung akan meresap masuk kedalam pori atau rongga di
dasar dan dinding kolam. Besarnya resapan ini tergantung pada jenis butiran tanah
atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini
bergantung jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding
kolam. Rumus praktis yang digunakan untuk memperkirakan besarnya air di kolam
embung adalah :
Vi = K . Vu

dengan :
Vi = jumlah resapan tahunan (m3),
Vu = jumlah air tampungan hidup (m3),
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar dan
dinding kolam embung,
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air, (k< 10-5
cm/detik), termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,
geomembran, „rubber sheet“, semen tanah)
K = 25%, bila dasar dan dinding kolam telaga bersifat semi lulus air,
(k = 10-3 - 10-4cm/detik).
7. Menentukan Kapasitas Tampung Desain (Vd)
Untuk menentukan/memilih kapasitas tampung desain suatu embung (Vd)
harus membandingkan ketiga hal, yaitu :
a. Volume tampungan yang diperlukan (Vn) untuk menyediakan :
- Kebutuhan penduduk, hewan dan kebun (Vu) di suatu desa.
- Volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (Ve) dan
resapan (Vi).
- Ruangan untuk menampung sedimen (Vs).
b. Volume air yang tersedia (potensi) selama musim hujan (Vh), yang merupakan
jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam embung.
c. Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp), yaitu volume
maksimum kolam embung yang terbentuk karena dibangunnya suatu embung.

Dari ketiga besaran tersebut dipilih yang terkecil sebagai suatu kapasitas
tampung desain suatu embung (Vd). Bilamana Vh atau Vp yang menentukan, maka
kemampuan embung melayani penduduk akan berkurang yaitu tidak sebesar yang
30

diperlukan (Vn). Jadi kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) untuk sebuah
embung adalah
Vn = Vu + Ve + Vi + Vs
Vn = kapasitas tampung total yang diperlukan suatu desa (m3)
Vu = volume kebutuhan air (m3)
Ve = jumlah penguapan dan kolam selama musim kemarau (m3)
Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung selama
musim kemarau (m3)
Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
8. Analisis Erosi Lahan
Analisa erosi dan sedimentasi dilakukan untuk mengetahui berapa besarnya
laju erosi yang terjadi (ton/ha/tahun) dan sedimentasi kolam tampung. Erosi lahan
dipengaruhi oleh jenis tanah, tumbuhan penutup lahan (land cover), topografi, in-
tensitas curah hujan serta teknik/cara pengelolaan tanah.
Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung kehilangan tanah oleh proses erosi
lahan adalah persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan
oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat yaitu :

A = R * K* L* S * C* P

dimana:
A = Besar erosi (ton/ha/tahun).
R = Faktor erosivitas hujan
K = adalah faktor erodibilitas tanah
Ls = Faktor kemiringan
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor praktek pengendalian erosi secara mekanis

a. Faktor Erosivitas Hujan, R


Erosivitas hujan adalah sebanding dengan tenaga kinetik curah hujan
yang didekati dengan besarnya hujan maksimum yang terjadi selama 30 menit
(I30) .Besarnya serosivitas hujan didefinisikan sebagai besar El 30. Untuk
kondisi yang sesuai di Indonesia, Bols (1978) mengemukakan rumus empiris
sebagai berikut.
31

El30 = 6,119 x Rb 1,211x N – 0,477x Rmaks 0,526


Dimana :
El30 = Faktor erosivitas hujan,
Rb = Curah hujan bulanan (cm)
N = Jumlah hari hujan selama 1 bulan
Rmaks = Curah hujan maksimum 24 jam dalam 1 bulan
b. Erodibilitas Tanah, K
Yang dimaksud erodibilitas tanah adalah kepekaan tanah terhadap kekua-
tan yang menghancurkan dan menghanyutkan oleh curahan hujan. Erodibilitas
tanah tinggi berarti bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi, sedangkan erodi-
bilitas rendah bahwa tanah itu resisten atau mempunyai daya tahan yang kuat
dengan kata lain tanah tahan terhadap erosi.
Faktor erodibilitas tanah ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas dan
bahan organik tanah, dan dapat dilihat dari tabel 2.5.

Tabel 2.5
Jenis Tanah dan Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K)

No. Jenis Tanah Faktor K


1. Latosol coklat kemerahan dan litosol 0,43
2. Latosol kuning kemerahan dan 0.36
litosol
3. Komplek mediteran dan litosol 0,46
4. Latosol kuning kemerahan 0,56
5. Grumusol 0,20
6. Aluvial 0,47
7. Regusol 0,40
Sumber : USDA - SCS

c. Faktor Kemiringan Lahan, LS


32

Faktor kemiringan lahan (Ls) dipengaruhi oleh panjang lereng L dan


kemiringan S. Hubungan antara Ls dan kedua parameter tersebut diatas
dirumuskan oleh Weischmeir sebagai berikut :
Ls = L0,5 (0,0076 = 0,00535 + 0,0076 S2)
Untuk kemiringan lereng lebih dari 20% dipakai rumus :
0 ,6 1, 4
 L  S 
Ls =    9 
 22 ,1 
Panjang lereng dapat diukur dari peta topografi, tetapi kesulitan timbul
pada batas awal dan akhir lereng tersebut. Berdasarkan pengertian lereng dapat
diartikan sebagai panjang lereng dari overland flow Lo

1
Lo =
2D
Dengan :
D = kerapatan operasi aktual yang dapat dihitung dengan persamaan
1,35 d + 0,26 S + 2,80
D = kerapatan operasi hasil perhitungan dari peta topografi
S = kemiringan lereng rata-rata (Eyles,1968)
d. Faktor Penggunaan Lahan, C, dan Pengelolaan Lahan, P
Faktor CP terdiri dari faktor pengelolaan lapangan (C) dan faktor
praktek pengendalian erosi secara mekanis (P). Faktor pengelolaan tanaman
menggambarkan perbandingan antara kehilangan tanah dari lahan yang
diusahakan untuk pertanaman dengan suatu sistem pengelolaan terhadap
kehilangan dari lahan terus-menerus diolah tetapi tanpa pertanaman, diatas jenis
tanah, topografi dan kondisi iklim yang sama sedangkan faktor praktek
pengendalian erosi secara mekanis menunjukkan perbandingan tanah yang
hilang dari lahan yang tidak berteras.
Adanya keragaman dalam sistem pengelolaan tanaman sulit dilakukan. Oleh
karena itu untuk penyederhanaan faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor
pengendalian erosi secara mekanis (P) diwakili oleh faktor CP.

2.3 Tipe Konstruksi Embung


33

Tubuh embung dapat didesain menurut beberapa tipe, yaitu :


a. Tipe urug homogen (homogeneous dams)
b. Tipe urug majemuk (zone dams,rockfill dams)
c. Tipe pasangan batu atau beton
d. Tipe komposit
Pemilihan tipe tersebut di atas tergantung dari jenis fondasi, panjang/bentuk
lembah, dan bahan bangunan yang tersedia di tempat. Tubuh embung tipe urugan
(homogen atau majemuk) dapat dibangun pada fondasi tanah atau batu. Sedangkan
embung tipe pasangan batu kedua tebingnya curam dan terdiri dari material batu.
Bilamana lembah panjang/lebar dan terdiri dari material batu, maka tubuh embung
akan lebih murah bilamana dipilih tipe komposit.
1). Embung Urugan Tanah Homogen
Tubuh embung didesain sebagai urugan homogen, dimana bahan urugan
seluruhnya atau sebagian besar hanya menggunakan satu macam material saja
yaitu lempung atau tanah berlempung. Tanah embung yang didesain dengan tipe
ini harus memperhatikan kemiringan lereng dan muka garis rembesan.
Kemiringan lereng harus cukup landai untuk menghindari terjadinya longsoran
di lereng hilir pada kondisi surut cepat serta menjaga stabilitas lereng hilir pada
kondisi rembesan kontinyu. Untuk mengontrol rembesan diperlukan pembuatan
sistem drainasi di kaki hilir urugan.
2). Embung Urugan Tanah Majemuk
Tanah embung dapat didesain sebagai urugan majemuk apabila tersedia
material urugan lebih dari satu macam. Urugan terdiri dari urugan kedap air,
semi kedap air dan urugan lulus air.
Urugan kedap air atau inti kedap air umumnya dari lempung atau tanah
berlempung, dan ditempatkan vertikal didesain di bagian tengah. Tanah bahan
urugan ini harus mengandung lempung minimal 25% (perbandingan berat).
Bagian inti tanah ini dilindungi dengan lapisan semi kedap air di bagian
hulu dan hilirnya, sedangkan bagian paling luar terdiri dari urugan lulus air.
Dengan susunan seperti itu koefisien kelulusan air dan gradasi material berubah
secara bertahap, makin keluar makin besar.
Untuk mencegah terangkutnya butiran halus material urugan inti ke dalam
urugan paling luar yang lulus air oleh aliran rembesan, maka urugan semi kedap
air di udik dan di hilir inti kedap air harus dapat berfungsi sebagai filter dan
34

transisi Apabila tanah bahan inti tidak dapat diperoleh di tempat, maka inti
dapat dibuat dari bahan substitusi, misalnya dari beton. Bila bahan substitusi
dipakai maka inti menjadi relatif tipis, tebal minimal 0,60 m, dan disebut
diafragma.
3). Embung Pasangan Batu/Beton
Apabila fondasi tubuh embung terdiri dari satuan batu, maka tubuh embung
dapat dibuat dari pasangan batu atau beton. Pada lembah yang sempit dan
curam, berbentuk V, tubuh embung tipe ini umumnya didesain menjadi satu
dengan bangunan pelimpah yang terbuat dari material yang sama. Agar
keamanan terhadap stabilitas dapat terpenuhi maka tubuh embung didesain
berbentuk gravitasi, sehingga stabilitasnya dapat diperoleh dari berat strukturnya
sendiri.
4). Embung Komposit
Embung tipe komposit dibangun pada fondasi yang terdiri dari satuan batu,
dengan lembah yang cukup panjang. Bangunan pelimah dibangun menjadi satu
dengan tubuh embung. Bangunan pelimpah didesain sebagai pelimpah dari
pasangan batu atau beton, sedang tubuh embung dapat dibangun di kiri kanan
pelimpah yang dapat didesain sebagai urugan homogen atau urugan majemuk.
Yang perlu diperhatikan disini yaitu hubungan antara pelimpah dengan urugan
tubuh embung karena bagian kontak ini merupakan tempat kritis rembesan.
Bidang kontak antara pasangan batu/beton dengan urugan inti perlu diberi tanah
lempung yang sangat plastik dan dipadatkan dalam keadaan basah.
5). Dinding Halang (Cut-Off)
Apabila fondasi tubuh embung terdiri dari material tanah yang lulus air
dibagian atas, sedangkan material yang kedap air terletak cukup dalam di
bawahnya, maka rembesan harus dikurangi agar tidak terjadi proses erosi buluh
maupun kehilangan air yang cukup besar. Umumnya diperlukan dinding
penghalang untuk menghubungan lapisan kedap air di fondasi dengan zona
kedap air dan urugan tubuh embung.
Dinding halang dibangun pada paritan yang digali sejajar dengan sumbu urugan
hingga mencapai lapisan fondasi kedap air, dan dibuat dari lembah sampai pada
kedua bukit tumpu. Lebar dasar paritan minimum 1,50 m dengan kemiringan
galian lereng tidak boleh lebih curam dari 1H : 1V. Paritan diisi dengan lapisan
35

urugan kedap air lempung yang dipadatkan pada kondisi air cukup tinggi
(basah).
6). Kemiringan Lereng Urugan
Kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil
terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang
hendak dicapai. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat
muka air kolam, dan rembesan langgeng, serta harus tahan terhadap gempa.
Dengan mempertimbangkan hal ini di atas dan mengambil koefisien gempa
sebesar 0,15 g diperoleh kemiringan yang didasarkan seperti Tabel 2.6
Stabilitas dihitung dengan menggunakan metode A.W Bishop, sedangkan
parameter urugannya diperoleh dengan pengujian di laboratorium.

Tabel 2.6
Kemiringan Lereng Urugan untuk Tinggi Maksimum 10 m

Material Kemiringan Lereng V : H


Material Urugan
Utama Udik Hilir
CH 1:3 1 : 2,25
- Urugan batu dengan inti CL
lempung atau diafragma SC
GC
GM
SM

- Kerikil-kerikil dengan Pecahan batu 1 : 1,5 1 : 1,25


inti lempung atau dinding
diafragma Kerikil 1 : 2,5 1 : 1,75

7). Tinggi Jagaan


Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka air kolam pada waktu
banjir desain (50 tahunan) dan puncak tubuh embung. Tinggi jagaan pada tubuh
embung dimaksudkan untuk memberikan keamanan terhadap peluapan karena
36

banjir. Tinggi jagaan tergantung tipe tubuh embung dan diambil seperti Tabel
2.7.
Tabel 2.7
Tinggi Jagaan Embung
Tipe Embung Tinggi Jagaan
1. Urugan homogen dan majemuk 0,50
2. Pasangan batu/beton 0,00
3. Komposit 0,50
Sumber : Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia
8). Tinggi Embung
Tinggi tubuh embung harus ditentukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan tampungan air, dan keamanan terhadap peluapan oleh banjir. Dengan
demikian tinggi tubuh embung sebesar tinggi muka air kolam pada kondisi
penuh (kapasitas tampung desain) ditambah tinggi tampungan banjir, dan tinggi
jagaan.
Hd = Hk + Hb + Hf
dengan :
Hd = Tinggi tubuh embung desain (m)
Hk = Tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m)
Hb = Tinggi tampungan banjir (m)
Hf =Tinggi jagaan (m)
Pada tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan
yang secara praktis dapat diambil sebesar 0,25 m. Cadangan penurunan ini perlu
ditambahkan pada puncak embung dibagian lembah terdalam. Untuk tubuh
embung tipe pasangan beton hal ini tidak diperlukan.

9). Pemilihan Tipe Embung


Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe embung antara lain :
a. Keamanan terhadap stabilitas konstruksi
b.Keadaan topografi setempat
c. Keadaan geologi setempat
d.Keadaan hidrologi setempat
e. Ketersediaan borrow area
f. Keadaan di sebelah hilir embung
37

2.4 Kolam Embung


Kolam embung karena berfungsi menyimpan air harus diusahakan bersifat
kedap air. Apabila dasar atau dinding kolam bersifat lulus air maka diperlukan
selimut yang menutupinya untuk mengurangi kehilangan air. Selimut dapat dibuat
dari bahan : lempung, semen-tanah, atau geomembran.
Beberapa macam selimut untuk kolam embung diantaranya :

1. Selimut Lempung
Material lempung yang akan digunakan sebagai selimut paling baik yang
termasuk Klarifikasi CH, tetapi tanah yang mengandung lempung minimal 25%
berdasarkan berat cukup baik pula bila digunakan. Tebal selimut lempung
minimal 50 cm, terdiri dari atas tiga lapis yang dipadatkan dalam kondisi basah.
Untuk melindungi selimut lempung terhadap retakan pada waktu kering, maka
dilindungi dengan hamparan pasir kerikil setebal 30 cm di atasanya.
2. Selimut Semen-Tanah
Untuk menentukan prosentase semen yang akan digunakan dan ketebalan
yang diperlukan dilakukan percobaan terlebih dahulu. Namun untuk jenis tanah
berpasir semen yang digunakan minimal 5% berdasarkan berat. Semen tanah
yang digunakan sebagai selimut kedap air di kolam embung minimal harus
diterapkan setebal 30 cm yang dipadatkan sehingga menjadi 15 cm.
3. Selimut Sintetik
Membran fleksibel ini sangat tipis dengan tebal sampai beberapa mm.
Selimut dari bahan karet (butyl rubber) harus dilindungi dengan sinar matahari
dan cuaca. Lapisan pelindung membran karet dapat berupa hamparan tanah
(pasir kerikil), pasangan batu atau semen tanah. Beberapa jenis membran
fleksibel yang terbuat dari polyethylene (misalnya geomembrane) dapat
dipasang terbuka terhadap sinar matahari maupun cuaca sehingga tidak
diperlukan pelindung.
Daerah yang akan diberi selimut kedap air harus dibersihkan dari
tanaman dan akar-akarnya, batu-batu tajam, dan objek lain yang dapat
merusak atau merobek membran. Seluruh tebing galian, dan urugan di tempat
yang akan diberi lapisan membran harus mempunyai kemiringan yang
38

seragam dan tidak boleh lebih curam dari IV: IH untuk lapisan membran yang
terbuka dan IV: 3 H untuk lapisan membran yang diberi sistem pelindung.
Disamping itu pada kolam embung diperlukan juga pembuatan
bangunan jebakan air pada saat musim kemarau. Jebakan air ini dibuat dengan
menggali pada tempat-tempat tertentu dalam kolam embung baik memanjang
atau meluas sehingga masih menampung air pada waktu elevasi muka air pada
pintu pengambilan adalah minimum.

2.5 Bendung Pelimpah


Secara umum tipe bendungan pelimpah yang dapat diterapkan pada
embung lapangan adalah pelimpah tipe saluran terbuka dan pelimpah tipe ogee
(over flow) dengan peredam energi USBR tipe I. Bendungan pelimpah berfungsi
untuk mengalirkan air banjir yang masuk embung lapangan agar tidak
membahayakan keamanan embung lapangan. Ukuran bangunan pelimpah harus
dihitung dengan cermat, karena jika terlalu kecil akan tidak mampu
melimpahkan air banjir. Namun demikian, jika terlalu besar akan menyebabkan
biaya menjadi mahal.
1. Pelimpah Saluran Terbuka
Pelimpah yang umum digunakan berdasarkan pertimbangan
ekonominya adalah pemilihan tipe saluran terbuka yang digali pada tanah
atau batu di bukit tumpu. Tempat pelimpah yang dipilih dimana alirannya
tidak akan menyebabkan erosi pada kaki hilir pada tubuh embung lapangan.
Bagian saluran pemasukan pelimpah dapat dibuat datar ataupun mengikuti
kemiringan yang tersedia.
Kemiringan tebing saluran harus dibuat dengan mempertimbangkan
kondisi geoteknik setempat. Galian pada tanah dapat digali dengan
kemiringan 1 : 1 untuk tinggi maksimum 2,00 m. Sedangkan desain pelimpah
tipe saluran terbuka perlu mengacu kriteria seperti Tabel 2.8

Tabel 2.8
Kriteria Desain Hidraulik Pelimpah

NO. PARAMETER BESARAN


39

1. Kapasitas Pelimpah Q banjir 50 tahunan


2. Tinggi aliran air maksimum disalurkan 0,50 m
tanah/batu
3. Kecepatan maksimum aliran pada saluran tanah 0,60 m/d
dengan pelindung rumput
4. Kecepatan aliran pada saluran dengan 2 m/d - 4 m/d
pelindung pasangan batu/ beton
5. Kemiringan dinding saluran pelimpah I H: 1V *)
tanah,untuk tinggi maksimum 2,00
6. Kemiringan lereng saluran pelimpah batu 1 H : 1,5 V *)

Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-02)

Dimensi saluran dapat ditentukan secara hidraulik dengan menggunakan rumus


Manning sebagai berikut :
1 2 1
V = *R 3 *S 2
n
Q = V.A
dengan ;
Q = puncak banjir desain yang melalui pelimpah (m 3 /det)
V = kecepatan aliran (m3/det)
A = potongan melintang basah (m)
n = koefisien kekasaran Manning (Tabel II.5)
p = keliling basah (m)
R = A/P = jari jari hidraulik (m)
S = kemiringan saluran

Tabel 2.9
Koefisien Kekasaran Manning
Untuk berbagai jenis pelindung pada pelimpah

No. Tipe Pelindung n


1. Rumput 0,030 - 0,250
2. Batu 0,0350
40

3. Rip-rap 0,0250
4. Pasangan batu/ beton 0,0140
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-02)

2. Pelimpah Tipe Ogee dengan Peredam energi USBR I


Pelimpah tipe ogee ini didesain dari pasangan batu/ beton dan menyatu
dengan tubuh waduk lapangan yang dibuat dari material yang sama atau tipe
komposit, bila fondasinya berupa batu. Pelimpah tipe ini umumnya
ditempatkan pada saluran pada alur terdalam sehingga aliran yang melalui
pelimpah dapat dialirkan kembali pada alur di sebelah hilir yang ada. Tinggi
mercu pelimpah dari galian fondasi diambil maksimum 6,00 m. Tubuh
pelimpah bertipe graviti dengan mercu "ogee" berambang lebar. Di hilir
mercu, tubuh pelimpah dibuat dengan kemiringan 1 h : 1 v sebelum aliran
masuk peredam energi USBR tipe I. Tipe peredam energi ini dipilih karena
bentuknya cukup sedefiana. Ambang lebar pada mercu pelimpah dipilih agar
dapat dipakai untuk pejalan kaki dan sekaligus menstabilkan bangunan. Besar
aliran yang meluap sempurna melalui pelimpah dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Q = C.B.H 1,5
dengan :
Q = aliran yang melalui mercu (m3 /det) = puncak banjir 50 tahunan
B = lebar/ panjang mercu pelimpah (m)
H = tinggi air di kolam = tinggi tekanan di atas mercu (m)
C = koefisien aliran untuk ambang lebar (-1,80)
Dengan rumus di atas dapat ditentukan/ dipilih lebar pelimpah B :
Q30
B =
1,80 H 1,5
Hubungan antara tinggi air di atas mercu pelimpah (H), debit aliran (Q), lebar
mercu pelimpah (B) dapat dilihat pada Tabel 3.6,
Perhitungan hidraulik pada kolam peredam USBR Tipe I dapat menggunakan
langkah yang diuraikan berikut ini :
a. Kecepatan aliran di udik lantai peredam energi sebelum loncatan dihitung
menggunakan rumus berikut ini :
41

 D
VI = 2 g (z + D ) − 
 2

VI = 2 g (z + 0,5 D )

q
d1 =
V1
b. Nilai froude
V1
F1 =
gd1
c. Tinggi air sesudah loncatan
d. Panjang kolam peredam energi dapat diperoleh dengan menggunakan
grafik yang menggambarkan hubungan antara nilai Froude dan ratio L
dan dl. Rumus-rumus di bawah ini dapat pula menggunakan grafik yang
menggambarkan hubungan antara berbagai besaran aliran (Q) , lebar
mercu pelimpah (B), tinggi mercu dari lantai kolam peredam energi (D)
dan panjang kolam peredam energi.
D1
d1
=
1
2
(1 + 8F 2 − 1 )

Tabel 2.10
Hubungan Tinggi Kolam di Atas Mercu Pelimpah
Tipe Ogee, Debit dan Lebar Pelimpah
Tinggi air kolam di atas mercu pelimpah = H (m)
Lebar mercu Debit aliran (Q)
B (m) (m 3 /dt)
M 10 15 20 25 30 35 40 50
2
3
5 1,07
42

6 0,95
7 0,86
8 0,78 1,03
9 0,72 0,95
10 0,68 0,89 1,07
12 0,78 0,95
14 0,71 0,86 0,99
16 0,78 0,91 1,03
18 0,72 0,84 0,95 1,05
20 0,68 0,78 0,89 0,98 1,07 1,24
22 0,74 0,83 0,92 1,01 1,17
24 0,69 0,72 0,87 0,95 1,10
26 0,74 0,82 0,90 1,05
28 0,71 0,78 0,86 0,99
30 0,75 0,82 0,95
32 0,72 0,78 0,91
34 0.69 0,75 0,87
36 0,72 0,84
38 0,70 0,81
40 0,78
42 _ 0,76
44 0,74
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-02)

3. Pemilihan Tipe Pelimpah


Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe pelimpah antara lain :
a. Keamanan terhadap stabilitas konstruksi
b. Tipe embung
c. Keadaan topografi setempat
d. Keadaan geologi setempat
e. Keadaan hidrologi setempat
f. Keadaan di sebelah hilir embung

2.6 Perencanaan Jaringan Pipa Distribusi


1. Fungsi
Mengangkut air dari kolam bertekanan.
2. Komponen
a. Alat Sadap Terapung
Dibuat dengan cara ujung pipa utama dilubangi (perforated) sepanjang
1,50 m dan dibungkus dengan filter geotekstil, kemudian digantungkan
pada pelampung (misal : bola plastik).
43

b. Pipa Utama
Terbuat dari bahan HDPE Ø 2" dipasang pada galian kemudian diurug
kembali. Di bawah tubuh embung pipa diberi lembaran karet 30 x 30 cm
setiap jarak 5,00 m kemudian diurug lempung plastik dipadatkan dim
keadaan basah.
c. Pipa Sekuder
Pipa sekunder ini terdiri dari 2 (dua) buah yang semuanya terbuat dari
bahan HDPE Ø 1 ¼”. Pipa ini dipasang dalam parit yang ditimbun
kembali, langsung disambungkan pada pipa utama dan masing-masing
menuju ke tiga buah bak air (periksa butir 4).
d. Bak Air
Bak air ini ada 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Bak air bersih untuk penduduk dibuat di pemukiman, berukuran
lebar 1,00 m, panjang 2,00 m dan tinggi 150 m
2. Bak air untuk hewan temak dibuat di tempat peenggembalaan,
berukuran lebar 1,00 m, panjang 2,00 m dan tinggi 0,60 m
3. Bak air untuk tanaman dibuat di kebun, berukuran lebar 0,80 m,
panjang 9,00 dan tinggi 0,60 m
e. Penguras
Penguras berupa pipa bercabang, dipasang sebuah di kaki hilir tubuh
embung dan selanjutnya dipasang di pipa utama pada setiap jarak
maksimal 100 m, dan minimal dipasang dua buah
3. Perencanaan Pipa
a. Persamaan energi pada aliran di pipa
Total energi pada garis potensial atau tinggi elevasi, tinggi tekanan dan
kecepatan ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Konsepnya hampir
sama dengan persamaan hidrolika aliran pada saluran terbuka.
Persamaan energi pada saluran tertutup/ pipa sebagai berikut :

P1 αV1 P αV
2 2

Z1 + + = Z2 + 2 + 2 + hf
y 2g y 2g
44

pada persamaan di atas kehilangan tinggi pada pipa akibat pengaruh


hf
gesekan. Energi gradien Sf = . tambahkan kehilangan dari
L
sambungan, percabangan atau disebut dengan kehilangan minor, hm
sudah termasuk dim kehilangan total (h loss ). Pada pipa yang sama
dimensinya (uniform) besarnya V1 = V2 dan elevasi Z1 = Z2 biasanya
diketahui.
b. Evaluasi terhadap kehilangan tinggi akibat gesekan
Persamaan Chezy dari perimbangan dalam pergerakan air yang
mereduksi dari persamaan Darcy - Weissbach. Sesuai dengan persamaan
Chezy :
fL V 2
h f =
d 2g

dengan :
hf = kehilangan tinggi pada pipa akibat gesekan, m
f = faktor gesekan
I = panjang pipa, m
d = diameter dalam pipa, m
V = kecepatan dalam pipa, m/det
Koefisien Gesekan menurut Persamaan Darcy - Wiessbach
Koefisien gesekan berhubungan dengan kondisi aliran, yang
diklasifikasikan berdasarkan angka Reynolds lihat tabel 2.11 Untuk pipa,
diameter yang digunakan sebagai dimensi karakteristik dan angka
Reynolds sebagai berikut :
Vd
Re =
v
dengan :
V = Kecepatan rata-rata aliran, m2/det
d = Diameter dim pipa, m
v = Viskositas kinematik zat cair, m2/det

Tabel 2.11
Klasifikasi aliran menurut angka Reynold
45

TiPE ALIRAN HARGA Re

Laminer < 2000


Transisi ke turbulen (daerah kritis) 2000 - 4000
Turbulen > 2000

Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-02)


Untuk Aliran Laminer, besarnya Koefisien Gesekan, berdasarkan Rumus
Hugen Poiseulle adalah :
64
f =
Re
Pada daerah kritis yaitu Re antara 2000 - 4000 tidak dapat dipastikan
besamya koefisien gesekan.
Aliran turbulen diklasifikasikan berdasarkan zona sebagai berikut :
1. Aliran pada pipa yang halus dimana kekasaran relatif k/d sangat kecil
2. Aliran pada permukaan pipa sangat kasar
3. Aliran pada permukaan pipa yang sebagian kasar.

Persamaan untuk permukaan pipa yang halus :

1  2,51 
= −2 log  
f  Re f 
Persamaan untuk permukaan pipa yang sangat kasar :
1  ε 
= −2 log 
f  3,7d 
Persamaan untuk semua tipe aliran di aliran turbulen :
1  ε 5,72 
= −2 log  + 0,9 
f  3,7 d Re 
Koefisien Gesekan menurut Persamaan Hazen - Williams :
V = 1, 318 C R0,63 S 0,5 4
dengan :
V = Kecepatan Aliran, m/det
C = Koefisien kekasaran Hazen - Williams
R = Jari-jari Hidrolis
S = Kemiringan energi gradien = hf/ L
46

Q π d
Untuk pipa, dimana V = = ( d 2 ), dan R = , maka :
A 4 4
Q = 0,278 Cd2,63 S0,54

Tabel 2.12
Harga kekerasan untuk pipa

Harga kekasaran,
Koefisien Hazen
Bahan pipa ε
William, C
(ft)
Brass, copper,
Smooth 140
alumunium
PVC, Plastik Smooth
Besi Cast
Baru 8,0 x 10-4 130
Lama - 100
Besi Galvanis 5,0 x 10-4 120
Besi Aspalt 4,0 x 10-4 -
Wrougth iron 1,5 x 10-4 -
Besi Las 1,5 x 10-4 120
Riveted Steel 60,0 x 10-4 110
Concrete 40,0 x 10-4 130
Wood Stave 20,0 x 10-4 120
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-02)
c. Kehilangan Tinggi Minor
Kehilangan minor disebabkan oleh penyempitan, percabangan,
sambungan dan lain-lain. Rumus yang digunakan untuk menghitung
kehilangan tinggi minor sebagai berikut :
KV 2
hm =
2g

dengan
hm = kehilangan tinggi minor
K = Koefisien kehilangan
47

V = Kecepatan aliran m/det


d. Pipa Tunggal dengan Pompa
Analisis sistem, persamaan energi diterapkan antara hulu dan hilir
pipa, yaitu :

 P  P
Hp = Z1 + 1  − Z 2 + 2  +h f +hm
 y  y

Hp = ∆ z + h loss
Dengan :
H p = Tinggi energi karena pompa, m
∆ Z = Perbedaan tinggi hulu dan hilir atau static head, m
Hf = Kehilangan Tinggi akibat gesekan, m
hm = Kehilangan tinggi minor, m
h loss =Total kehilangan tinggi akibat gesekan dan minor,m
Tinggi energi, HP dan kekuatan pompa dirumuskan sebagai berikut :
QHp
BHP =
550η
Dengan :
BHP = Kekuatan pompa
Q = Debit yang masuk ke pompa, m3 / det
HP = Tinggi pompa, m
η = Efisiensi pompa
e. Susunan pipa seri
Berdasarkan rumus kontinuitas dan energi maka susunan pipa seri dapat
dihitung sebagai berikut :
=Q = Q1 = Q2 = .......
H f = h f1 = h f2 = .......

f. Susunan Pipa Paralel


Q = Q1 + Q2 + .......
H f = Q1 = Q2 = .......
g. Penutupan katup sangat Pelan
Perbedaan tekanan maksimum karena pengaruh penutupan katub adalah :
48

LV0
∆h m =
g .tc
Dengan :
∆ hm = P e r b e d a a n tekanan maksimum
L = panjang pipa
Vo = Kecepatan awal aliran
tc = Waktu penutupan ( p e r u b a h a n kecepatan dari Vo
h. Penutupan Katub Tiba-tiba
Perbedaan tekanan maksimum karena pengaruh penutupan katub secara
tiba-tiba adalah :
cV0
∆ hm =
g
Dengan :
∆ hm = P e r b e d a a n tekanan maksimum
c = k o e f i s i e n kecepatan aliran
Vo = Kecepatan awal aliran
g = Percepatan gravitasi
i. Penutupan Katub Secara Pelan
Perbedaan tekanan maksimum karena pengaruh penutupan katub secara
pelan adalah

V 1 Cdi A1 hi
=
V0 Cd 0 V0 V0

Dengan :
A0, A; AP = Luas awal katub, dan waktu ke I
Ap = Luas pipa

2.7. Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan ketentuan dalam buku Standart


Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan (KP-01) dari Dirjen Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum.
1). Kebutuhan Air Konsumtif (ETc)
Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut :
49

Etc = kc x Eto
Dengan :
Etc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari
Eto = evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari
Kc = koefisien tanaman

a. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi tanaman yang
dijadikan acuan, yakni rerumputan pendek. Eto adalah kondisi evaporasi
berdasarkan keadaan-keadaan meteorologi seperti :
- temperatur
- sinar matahari (atau radiasi)
- kelembaban
- angin
Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-empiris
dengan mempertimbangkan faktor-faktor meteorologi di atas.
Bila evaporasi diukur di stasiun agrometeorologi, maka biasanya
digunakan pan kelas A. Harga-harga pan evaporasi (Epan) dikonversi ke
dalam angka-angka Eto dengan menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 dan
0,85 bergantung kepada kecepatan angin, kelembaban relatif serta elevasi.

Eto = Kp.Epan
Harga-harga faktor pan mungkin sangat bervariasi bergantung kepada
lamanya angin bertiup, vegetasi di daerah sekitar dan lokasi pan. Evaporasi
pan diukur secara harian, demikian pula harga-harga Eto.
Untuk perhitungan evaporasi, dianjurkan untuk menggunakan rumus
Penman yang sudah dimodifikasi. Temperatur, kelembaban, angin dan sinar
matahari (atau radiasi) merupakan parameter dalam rumus tersebut. Data-
data ini diukur secara harian pada stasiun-stasiun (agro) meteorologi dan
dirata-rata sesudah jangka waktu 10 hari atau sebulan untuk perhitungan Eto
dengan rumus Penman.
Untuk rumus Penman yang dimodifikasi ada dua metode yang
digunakan :
- Metode Nedeco/Prosida yang lihat terbitan Dirjen Pengairan, Bina
Program PSA 010, 1985
50

- Metode FAO lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO;
Crop Water requirements, 1975.
Harga-harga Eto dari rumus Penman menunjuk pada tanaman acuan
apabila digunakan albedo 0,25 (rerumputan pendek). Koefisien-koefisien
tanaman yang dipakai untuk penghitungan ETc harus didasarkan pada ETo
dengan albedo 0,25.
Seandainya data-data meteorologi untuk daerah tersebut tidak tersedia,
maka harga-harga ETo boleh diambil sesuai dengan daerah-daerah di
sebelahnya. Keadaan-keadaan meteorologi hendaknya diperiksa dengan
seksama agar transposisi data demikian dapat dijamin keandalannya.
Keadaan-keadaan temperatur, kelembaban, angin dan sinar matahari
diperbandingkan. Penggunaan konsumtif dihitung secara tengah bulanan,
demikian pula harga-harga evapotranspirasi acuan. Setiap jangka waktu
setengah bulan harga ETo ditetapkan dengan analisis frekuensi. Untuk ini
distribusi normal akan diasumsikan.

b. Koefisien tanaman
Harga-harga koefisien tanaman padi yang akan dipakai diberikan pada
berikut ini, yaitu dari Nedeco/Prosida dengan varietas unggul.

Tabel 2.12
Harga-Harga Koefisien Tanaman Padi

Nedeco/Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas
biasa Unggul Biasa unggul
0,5 1,20 1,2 1,10 1,10
1 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,10
2 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,15 1,10 0,95
3 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
51

4 0 0

Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

2). Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan


Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan
maksimum air air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan
lahan
jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan

a.Jangka waktu penyiapan lahan


Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu
penyiapan lahan adalah :
- tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah
- perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup
waktu untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi sosial budaya yang ada
di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang
diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daerah proyek baru, jangka
waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku
di daerah-daerah di dekatnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,5
bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier.
Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan
mesin secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil satu
bulan. Perlu diingat bahwa transplantasi (pemindahan bibit ke sawah)
mungkin sudah dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak
tersier di mana pengolahan lahan sudah selesai.

b. Kebutuhan air selama penyiapan lahan


Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan,
digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijstra (1968).
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama periode
penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :
52

IR = M ek/(ek-1)
dengan :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/hari
M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkonsumsi kehilangan air
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M
= Eo + P, mm/hari
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan,
mm/hari
P = perkolasi
K = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm, mm yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang diterangkan di
atas.

Tabel 2.13
Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan

Eo+P T= 30 hari T = 45 hari


mm/hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
53

8,5 13,3 14,8 10,8 11,8


9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6
Sumber : Hasil hitungan Van de Goor dan Zijstra, 1968
3). Pergantian Lapisan Air
Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti
lapisan air menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan
penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama ½
bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
4). Perkolasi
Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah-
tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju
perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju
perkolasi bisa lebih tinggi.
Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan,
besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah
dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju
perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi
akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.
Dalam studi ini diambil nilai perkolasi sebesar 1.5 -3 mm/hari,
dipengaruhi oleh musim, pada musim penghujan nilai perkolasi cenderung
rendah dan pada musim kemarau nilai perkolasi cenderung naik.
5). Curah Hujan Efektif
Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70 persen dari
curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.

Re = 0,7 x (1/15) R(setengah bulan)5


dengan :
Re = curah hujan efektif, mm/hari
R(setengah bulan) 5 = curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun/mm
6). Efisiensi Irigasi
54

Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya


terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder (dari bangunan
pembagi sampai petak sawah). Dalam studi ini diambil nilai efisiensi sebesar
0,55 - 0,60.
7). Kebutuhan Air Untuk Palawija
Perhitungan air untuk palawija dilakukan dengan prosedur dan parameter
yang berpengaruh sama dengan perhitungan kebutuhan air untuk padi, akan
tetapi kebutuhan air palawija tidak ditekankan untuk pemenuhan air irigasi. Hal
ini mengingat kebutuhan palawija lebih mengandalkan air sisa irigasi (sisa
tanaman padi) dan curah hujan.
8). Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas lahan
yang diairi dengan kebutuhan air irigasi. Karena kondisi iklim yang ada di
Indonesia, khususnya Pulau Jawa, adalah musiman yaitu musim hujan dan
musim kemarau, maka kebutuhan air irigasi akan dihitung dalam periode
setengah bulanan.
Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1. Penggunaan konsumtif untuk tanaman (Etc)
2. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)
3. Pergantian lapisan air (RW)
4. Perkolasi (P)
5. Curah hujan efektif (ER)
6. Efisiensi air irigasi (IE)
55

BAB III
METODOLOGI
3.1. Pengumpulan Data
Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat
diklasifikasikan menurut jenis jenis datanya menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer.
Data – data primer dapat dikumpulkan dengan metode survai ke obyek
yang bersangkutan. Survai lapangan adalah suatu metode survai yang langsung
dilakukan di lokasi perencanaan embung yang akan di buat, kemudian mencatat
dan mengumpulkan data serta informasi yang diperlukan nantinya sebagai
bahan perhitungan.
2. Data Sekunder.
Data Sekunder dikumpulkan dengan cara studi pustaka dari literature yang
sudah ada sebelumnya, kemudian mencari teori – teori yang dapat membantu
dalam melakukan analisa masalah.
56

a. Pengumpulan studi terdahulu berkaitan dengan studi ini


Titik awal atau dasar pekerjaan ini adalah data, laporan dan informasi yang
diperoleh dari laporan studi terdahulu dari instansi pemerintah, swasta dan
hasil penyelidikan lapangan.
b. Peta dan data Pokok Lokasi Pekerjaan
• Peta rupa bumi skala 1 : 25,000 dari Bakosurtanal atau dari sumber
lain.
• Peta Geologi
• Data Titik referensi (BM)
• Data klimatologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
terdekat dengan lokasi pekerjaan.
• Data hidrometri seperti tinggi muka air sungai dan pengukuran debit,
didapat dari Pencatatan Debit terdekat (kalau ada).
c. Data Hidrologi, yaitu data hujan dari stasiun hujan di sekitar lokasi
pekerjaan.
d. Data sosial ekonomi dan lingkungan akan dikumpulkan dari instansi-
instansi terkait yang meliputi:
• Karakteristik ekonomi secara mikro.
• Potensi ekonomi di sekitar wilayah pekerjaan.

3.2. Metode Analisis.


Garis besar metodologi disajikan sesuai dengan tahapan pelaksanaan
pekerjaan sebagai berikut :
a) Pendahuluan
- Pengumpulan Data Sekunder
- Inspeksi Lapangan Pendahuluan
- Survei Inventarisasi Kondisi Lapangan
b) Survei Topografi dan Investigasi Geoteknik
- Survey Topografi
- Investigasi Geoteknik
c) Pembuatan Dokumen Sistem Planning
- Analisa Kebutuhan Air
- Analisa Ketersediaan Air
57

- Analisa Hujan dan Banjir Rancangan


- Analisa Geologi
- Analisa Tata Letak Bangunan
- Simulasi dan Optimasi Neraca Air dalam setahun
d) Pembuatan Desain Rinci
- Analisa Hidrolika Bangunan
- Analisa Stabilitas Bangunan
- Analisa Struktur Bangunan
- Penggambaran Desain dengan Auto CAD
- Perhitungan BOQ dan RAB
- Penyusunan Spesifikasi Teknik, Metode Pelaksanaan, Pedoman OP
e) Pelaporan
- Laporan RMK
- Laporan Penunjang
58

3.3. Penyajian dan Format Penggambarannya


Tugas akir ini disajikan sesuai dengan pedoman pembuatan laporan tugas
akhir yang telah ditentukan oleh jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang..
59

BAB IV
PERHITUNGAN STRUKTUR EMBUNG

4.4 Analisa Hidrolika Bangunan Pelimpah Embung Kwangen

Lebar bangunan Pelimpah direncanakan (B) = 32 meter


- Lebar pintu penguras = 2 X 1 x 1,5 meter
- Lebar pilar pada pintu penguras = 0,80 meter

0,80

0,80 0,80
28,40-0,24H1

1,00

32,00 m

Gambar 4.1
Lebar Efektif Mercu
Tabel IV.1
60

Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp)

No Keterangan Kp
1 Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang bulat pada jari- 0,02
jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar
2 Untuk pilar berujung bulat 0,01
3 Untuk pilar berujung runcing 0,00
Sumber : Joetata dkk (1997)
Tabel IV.2
Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)

No Keterangan Ka
1 Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90º ke arah 0,20
aliran
2 Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran 0,10
dengan 0,5 H1 > r > 0,15 H1
3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak 0,00
lebih dari 45º ke arah aliran
Sumber : Joetata dkk (1997)`

- B Effektif = B – 2 (n.kp + ka ) H1
= 28,40 – 2 ( 2 * 0,01 + 0,1 ) H1
= 28,40 – 0,24 H1

\
Direncanakan dengan menggunakan mercu bulat
Debit banjir rencana adalah Q 100 = 35,687 m3/det, sedangkan debit yang melewati
mercu sebesar :

Q = Cd * 2 2 * g * Bef * H 11,5
3 3 f

dimana Cd = Co x C1 x C2

Sesuai dengan standar KP-02 maka didapatkan nilai-nilai untuk Co , C1, dan C2
yaitu sebesar :
- Co = 1,49
- C1 = 1,50
- C2 = 0,99
61

Maka :
Cd = 1,49 x 1,50 x 0,99 = 2,213

Q100 = Q = 2,21 * 2 2 * 9,81 * (28,40 − 0.24 * H 1 ) * H 11,5


3 3
Dimana :
V 2
H 1 = h1 +
2g
H1 = h1
Ykr = ⅔ * h1
Q100 = 35,687 m3/det

Dengan cara coba-coba didapat nilai H1 = 0,48 m. Untuk keamanan desa terhadap
bahaya banjir maka direncanakan atau diperkirakan H1 = 1 meter.
Untuk H1 = 1 m maka Q = 106,252 m3/det
Dimana Beff = ((28,40 – 0,24)*1) meter
= 28,20 meter

Gambar 4.2
Bendung Dengan Mercu Bulat

4.1.1 Pekerjaan Efek Pengempangan ( Back Water Effect)

Qd = Q100 = 35,687 m3/det


- Jembatan Jalan Raya :
• Dekzert = + 133,00
• Dasar sungai = +126,00
62

- Rencana Embung = Dasar sungai = + 123,00


- Jarak embung – jembatan = 500 meter
3
- Kemiringan dasar sungai (i ) = = 0.006
500

Z h kr

P
P
+ 126,00
+ 123,00

2
 x
Z = h  1 −  , dimana hkr = 0,70 m
 L

h 2h
- Untuk ≥1⇒ L =
p i

h p+h
≤1⇒ L =
p i
p + hkr p + 0.70
L= =
i 0,006
Dimana :
L = panjang pengaruh pembendungan (m)
h = tinggi muka air banjir berhubung ada bendung di hulu embung
i = kemiringan dasar sungai
p = tinggi air banjir sebelum ada embung
Z = kedalaman air pada jarak X meter dari embung
x = jarak dari Embung

2
 x 
Z = h1 − 
 L 
63

2
 500 
Z = 0 , 70  1 − 
 L 
2
 500 x 0 , 006 
Z = 0 , 70  1 − 
 p + 0 , 70 
2
 3 
Z = 0 , 70  1 − 
 p + 0 , 70 

Ketinggian embung (P) dicoba-coba sedemikian sehingga elevasi muka air di bawah
jembatan berada di sekitar + 133,00 dikurangi 1 meter = +132,00 meter.
(direncanakan free board di bawah jembatan 1 meter )
Dengan ketinggian P = 6 m, maka Z = 0,214 m
Sehingga elevasi muka air di bawah jembatan adalah + 132,214
Dimana Elevasi = + 126,00 + 6,00 + 0,214
= + 132,214 m

Maka jembatan akan aman terhadap air banjir.


- Debit banjir rencana = Q 100 = 35,687 m3/det
- Tinggi embung =6m
- Ketinggian air di atas mercu = 1 m = H1
- Kecepatan awal (Z1) loncatan
-

1 
V1 = 2 * g *  * H 1 + z 
2 

V1 : Kecepatan Awal Loncatan

g : Percepatan Gravitasi

H1 : Tinggi Energi di atas Ambang

Z : Tinggi embung

V1 = 2 * 9,81 * (0,50 + 6,00 )

V1 = 19 ,61 * 6,50

V1 = 11,29 m/det
64

4.2.2. Mencari Kedalaman Air Banjir Sebelum Ada Embung (h2)


B M .K A

B M .K I

Gambar 4.3
Rencana As Embung

Q100 = 35,687 m3/det


Luas penutup sungai = (11,739+(4,59+h2)* h2
Q=A*V
Q = A * k * R⅔ * i½
dimana
A = luas penutup sungai (m2)
= (11,739 + (4,59 + h2)* h2) m2
P = (2,8284*h2 = 10,420) m2
k = kekasaran strikler (diambil k = 40)
i = kemiringan sungai = 0,006

A 11,739 + (4,59 + h2 ) * h2
R= =
P 2,8284 * h2 + 10, 420
sehingga :

11,739 + (4,59 = h 2 )8h 2 


2/3

Q = {11,739 + (4,59 + h 2 ) * h 2 }* 40 *   * 0,006 1/2 m 3 /det


 2,8284 * h 2 + 10,420 

Dengan cara coba-coba didapat : h2 = 0,10 m


Ketinggian dari dasar sungai : H2 = (2,093+0,10) m = 2,193 m
Q100 = 35,687 m3/det
Beff = 28,20 m
q = v1 * yu
65

35,687 3
q= m / det/ m = 1,266 m 3 / det/ m
28,20

1,206
yu = m = 0,112 m
11,29

11,29
FR = = 10,77
9,81 * 0,112

1 
y 2 = yu *  1 + 8 * FR − 1m
2 
1 
y 2 = 0,112 *  1 + 8 * 10,77 − 1m
 2 
y2 = 0,4108 m < H2 = 2,193 m

Panjang kolam ( L ) = 5 *(n + y2) m


End sill (n) = 0,60 m
Sehingga L = 5 * (0,06 + 0,4108 ) = 5,5 m, maka direncanakan L = 6,00 m

4.5 Analisa Stabilitas Bangunan Pelimpah

4.2.1. Analisa Sub Struktur

Dalam menganalisa struktur bangunan bawah di lokasi rencana pembangunan,


ditinjau dari beberapa aspek yang berhubungan dengan perencanaan struktur
dalam kaitannya dengan data tanah yang ada, antara lain :
- Daya dukung tanah
- Porositas Tanah
- Tinjauan pondasi yang dianggap efektif baik komulatif maupun kualitatif,
dilihat dari segi ekonomis dan konstruktif.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa sifat tanah permukaan sampai dengan
kedalaman -30,00 M.T baru merupakan tanah pendukung pondasi yang baik
(bearing layer) mengingat nilai kepadatannya yang tinggi. Sehingga untuk
perencanaan pondasi, faktor penurunan dalam arti total maupun differential tidak
menjadi dominan, sejauh daya dukungnya sudah terpenuhi.
66

Bagi pondasi rencana bangunan bangunan pelimpah melihat kedudukan tanah


keras yang terdiri dari lapisan-lapisan batuan kapur, padas serta pasir bercampur
kerikil semi padu hingga padu, yang mempunyai porositas yang cukup tinggi.

4.2.2 Karakteristik Tanah Pendukung Pondasi

a. Daya Dukung Keseimbangan Tanah

Daya dukung tanah diberikan untuk beberapa kedalaman. Dengan


menggunakan sifat-sifat dan data-data tanah yang dikombinasikan dengan
hasil percobaan SPT di lapangan. Dalam kalkulasi tersebut, faktor muka air
tanah juga diperhitungkan.
Sesuai dengan persamaan Prandtl – Terzaghi tentang daya dukung
keseimbangan, untuk pondasi menerus :

qult = c '. Nc + q .( Nq ' − 1 ) + 0 , 5 .γ . B . N γ '


Dimana
qult = daya dukung k batas, Netto
c = kohesi tanah (c’ = 2/3 c)
Ø = sudut geser dalam
q = γ . Df
B = lebar pondasi
Nc’, Nq, Nγ = faktor daya dukung tanah
qa = daya dukung izin (qult / 3) + q
Dalam hal ini, dianggap terjadi kondisi keruntuhan menurut pola geser lokal
dengan faktor keamanan sekitar 3. Hasil percobaan di lapangan sangat
menolong untuk memperkirakan besarnya daya dukung.
Mayerhof berkesimpulan bahwasanya besar daya dukung keseimbangan
tanah izin qa dengan penurunan yang relatif kecil dapat diperkirakan dengan
hubungan empiris sebagai berikut ;
1 1  atau  1 1 
qa =  − N  − qc
 8 10   30 40 
Tekanan tanah yang diijinkan (kg/cm2) didapat dengan membandingkan nilai
dari persamaan Terzaghi dan prediksi dari hasil Sondir dan SPT.
67

b. Stabilitas Lereng
Dengan menggunakan data-data parameter tanah, tinggi galian-galilan
maksimum hmax dapat dihitung dengan menggunakan Chart of Stability
Numbers dari Taylor.
Faktor keamanan yang diambil dalam perhitungan ini ialah sebesar :
Cd = (c) / (F.K) dan tg Ød = (tg Ø) / (F.K)

Dengan bantuan SN = F (Ød, f ) didapat :


hmax = (cd) / (γsat . SN)
dalam pelaksanaan, dalamnya galian pondasi maksimum hendaknya difikirkan
secara seksama, hal ini menyangkut keselamatan kerja.

4.2.3. Perhitungan Stabilitas Bangunan Pelimpah

Untuk analisis stabilitas diperlukan data-data tanah sebagai berikut :


- Gs = 2,56
- γw = 2,30 t/m3
- γd = 1,50 t/m3
- γair = 1,00 t/m3
- e = 0,53
- c = 0,16 kg/cm2
- Ø = 25°
- h1 = 3,00 m
- h2 = 9,00 m
- h3 = 3,00 m
- b1 = 3,50 m
- b2 = 3,50 m
- b3 = 7,00 m

γ air (G + e) )
- γ sat =
1+ e
1(2,56 + 0,53) )
- γ sat = = 2,02 ton/m3
1 + 0,53
68

Perhitungan tekanan tanah

1). Tanah Aktif


 cosθ o 
- ka =  
(
1 + Sinθ o .Sin θ o − θi o ) 

Cosθ o
-
1 + Sinθ o

2). Tanah Pasif


cos 25o
- ka = = 0.64
1 + Sin25o
 θo 
- kp = tg 2  45o + 
 2 

 25 o 
- kp = tg 2  45 o + 
 2 

PA1 = γ sat * h1 * ka
= 2,02 * 3 * 1 = 6,06 ton/m2 ( tekanan tanah aktif )

PA2 = γ air * h2
= 1 * 9 = 9,00 ton/m2 ( tekanan hidrostatis )

Pp = γ sat * h3 * kp
= 2,02 * 3 * 1 = 6,06 ton/m2 ( tekanan tanah pasif )

Uplift = γ air * h
= 1 * 9 = 9 ton/m2
69

Pa2
G1
G2

Pa G3 Pp

UP

Gambar 4.4
Stabilitas Pelimpah Pada Kondisi Muka Air Normal

Dari hasil perhitungan stabilitas dapat dilihat pada tabel V.1 berikut ini :

Tabel IV.1
Perhitungan Stabilitas Embung

Gaya-gaya Horisontal
Terhadap Titik G
No. Gaya (ton)
Lengan (m) Momen( tm)
PA1 (1/2)*Pa1*h1 = 5,790 1,000 5,790
PA2 (1/2)*Pa2*h2 = 40,500 3,000 121,500
PP (1/2)*Pp*h3 = - 22,393 1,000 - 22,393
ΣRH = 23,897 ΣMH 104,897

Gaya-gaya Vertikal
Terhadap Titik G
No. Gaya (ton) Lengan
(m) Momen( tm)
G1 γc*b1*h1 = 46,200 5,250 242,550
G2 (1/2)*γc*b2*h1 = 23,100 2,333 53,900
G3 γc*b3*h2 = 46,200 3,500 161,700
UL (1/2)*Ul*b3 = - 31,500 4,667 - 147,000
ΣRV = 84,000 ΣMV 311,150
70

- Kontrol terhadap guling


ΣMV / ΣMH ≥ 2
311,150 / 104,897 ≥ 2
2,966 ≥ 2......................................aman

- Kontrol terhadap geser


f * Σ MV
≥ 2
Σ RH
0,65 * 311,150
≥2
23 ,897
8,463 ≥ 2..................................aman

- Kontrol terhadap daya dukung tanah


Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya
pondasi, berat isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah.
Sedangkan nilai-nilai Nc, Nq dan Nγ didapat dari tabel koefisien Terzaghi

Tabel IV.2
Koefisien Daya Dukung Tanah Terzaghi

Nc Nq Nγ N°c N°q N°γ


0° 5,71 1,00 0,00 3,81 1,00 0,00
5° 7,32 1,64 0,00 4,48 1,39 0,00
10° 9,64 2,70 1,20 5,34 1,94 0,00
15° 12,80 4,44 2,40 6,46 2,73 1,20
20° 17,70 7,43 4,60 7,90 3,88 2,00
25° 25,10 12,70 9,20 9,86 5,60 3,30
30° 37,20 22,50 20,00 12,70 8,32 5,40
35° 57,60 41,40 44,00 16,80 12,80 9,60
40° 96,60 81,20 114,00 23,20 20,50 19,10
45° 172,00 173,00 320,00 34,10 35,10 27,00

Dari tabel didapat nilai-nilai untuk :


Nc = 25,1
Nq = 12,7
Nγ = 9,2
71

Untuk daya dukung tanah dihitung dengan rumus


qult = c.Nc + γ.D.Nq + B/2. γ.N γ
qult ≥ q dimana q = ΣRV / (B*1)
sehingga
qult = c.Nc + γ.D.Nq + B/2. γ.N γ
= (0,16*25,1)+(2,02*3*12,7)+((7/2)*2,02*9,2)
= 146,022 ton/m2
q = ΣRV / (B*1)
= 84,00 / (7*1)
= 12,00 ton/m2
Maka qult ≥ q
146,02 ton/m2 ≥ 12,00 ton/m2 ..................................aman

4.3. Perhitungan Debit Yang Melewati Pintu Banjir

Dalam merencanakan pintu banjir yang berupa pintu sorong, perlu


diperhatikan faktor-faktor berikut :
1. Berbagai beban yang bekerja pada pintu
2. Alat pengangkat baik dengan tenaga mesin maupun tenaga manusia.
3. Kedap air dan sekat
4. Bahan Bangunan
Pada pintu sorong tekanan air diteruskan ke sponeng dan direncanakan sedemikian
rupa sehingga masing-masing balok kayu mampu menahan beban dan
meneruskannya ke sponeng.
Adapun perhitungan debit yang melewati pintu sorong menggunakan rumus :
Q = K.µ. a.B. V 2.g.h1
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
K = faktor untuk aliran tenggelam (lihat grafik)
µ = koefisien debit (lihat gambar)
a = bukaan pintu (m)
B = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi, m/dt (=9,8)
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas embung,m
72

Gambar 4.5
Pintu Aliran Bawah

Gambar 4.6
Koefisien K untuk debit tenggelam (dari Schmidt)

Gambar 4.7
Kooefisien debit µ untuk permukaan pintu dasar atau lengkung
73

Dari hasil perhitungan didapatkan debit yang melewati pintu sorong seperti dalam
tabel berikut :

Tabel IV.3
Perhitungan Debit yang Melalui Pintu Banjir ( H=6 m)

B g a Q 1 pintu Q 2 pintu
No. K µ
(m) (m/dt2) m (m3/det) (m3/det)
1 1,00 1,00 0,60 9,80 0,00 0,00 0,00
2 1,00 1,00 0,60 9,80 0,10 0,65 1,30
3 1,00 1,00 0,60 9,80 0,20 1,30 2,60
4 1,00 1,00 0,60 9,80 0,30 1,95 3,90
5 1,00 1,00 0,60 9,80 0,40 2,60 5,21
6 1,00 1,00 0,60 9,80 0,50 3,25 6,51
7 1,00 1,00 0,60 9,80 0,60 3,90 7,81
8 1,00 1,00 0,60 9,80 0,70 4,55 9,11
9 1,00 1,00 0,60 9,80 0,80 5,21 10,41
10 1,00 1,00 0,60 9,80 0,90 5,86 11,71
11 1,00 1,00 0,60 9,80 1,00 6,51 13,01
12 1,00 1,00 0,60 9,80 1,10 7,16 14,31
13 1,00 1,00 0,60 9,80 1,20 7,81 15,62
14 1,00 1,00 0,60 9,80 1,30 8,46 16,92
15 1,00 1,00 0,60 9,80 1,40 9,11 18,22
16 1,00 1,00 0,60 9,80 1,50 9,76 19,52

Lengkung Debit (Rating Curve)


yang melalui pintu

1.60
1.40
Bukaan Pintu (a) meter

1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
00

65

30

95

60

25

90

55

21

86

51

16

81

46

11

76
0.

0.

1.

1.

2.

3.

3.

4.

5.

5.

6.

7.

7.

8.

9.

9.

Debit (Q) m3/det


74

Tabel IV.4
Perhitungan Debit yang Melalui Pintu Banjir ( H=7 m)

B g a Q 1 pintu Q 2 pintu
No. K 
m (m/dt2) m (m3/det) (m3/det)

1 1,00 1,00 0,60 9,80 0,00 0,00 0,00


2 1,00 1,00 0,60 9,80 0,10 0,70 1,41
3 1,00 1,00 0,60 9,80 0,20 1,41 2,81
4 1,00 1,00 0,60 9,80 0,30 2,11 4,22
5 1,00 1,00 0,60 9,80 0,40 2,81 5,62
6 1,00 1,00 0,60 9,80 0,50 3,51 7,03
7 1,00 1,00 0,60 9,80 0,60 4,22 8,43
8 1,00 1,00 0,60 9,80 0,70 4,92 9,84
9 1,00 1,00 0,60 9,80 0,80 5,62 11,24
10 1,00 1,00 0,60 9,80 0,90 6,33 12,65
11 1,00 1,00 0,60 9,80 1,00 7,03 14,06
12 1,00 1,00 0,60 9,80 1,10 7,73 15,46
13 1,00 1,00 0,60 9,80 1,20 8,43 16,87
14 1,00 1,00 0,60 9,80 1,30 9,14 18,27
15 1,00 1,00 0,60 9,80 1,40 9,84 19,68
16 1,00 1,00 0,60 9,80 1,50 10,54 21,08
75

Lengkung Debit (Rating Curve)


yang melalui pintu

1.60
1.40

Bukaan Pintu (a) meter


1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
00

70

41

11

81

51

22

92

62

33

03

73

43

14

84

4
.5
0.

0.

1.

2.

2.

3.

4.

4.

5.

6.

7.

7.

8.

9.

9.

10
Debit (Q) m3/det

4.4. Perencanaan Jembatan Embung

Bentang jembatan = 34.00 meter


lebar jembatan = 2.00 meter
Mutu beton = 250.00 kg/cm1
Mutu baja = 2900.00 kg/cm2

PERENCANAAN TIANG SANDARAN


1. TIANG SANDARAN
Berat sendiri tiang : 0.15 x 0.20 x 2500 = 75 kg/m
200 mm Berat railling : 1.90 x 2 x 7.5 = 28.5 kg/m
Beban mati : qD = 104 kg/m

150 mm qu = 1.2 x qD
= 1.2 x 103.5
100 kg/m = 124.2 kg/m
10 Beban hidup : PL = 100 kg/m
Pu = 1.6 x 100
= 160 kg/m
40 Mmax = 2.Pu.L + 1/2.qu.L 2
= 2x 160 x 0.9 + 0.5 x 124.2
= 288 kg.m ~ 2.88 x 106 N.mm
40 Mmax 288 6
Mn = = = 360 kg.m ~ 3,6x10
Ø 0.8

Tulangan yang dipergunakan : D= 10 mm


ds = 20 + 0.5 x 10
= 25 mm dipakai ds = 30 mm
maka, d= h - ds
= 200 - 30
= 170 mm
76

K= Mn = 3600000 = 0.83 N/mm²


b . d2 4335000
382,5 . β₁ . (600+fy-225 . β₁). F¹c
Ko =
(600 + fy)²
382.5 x 0.85 x 17468.750
=
792100
= 7.1702 N/mm²
K < Ko = maka dihitung sebagai tulangan tunggal

a= 2. K
1- 1- .d
0,85 . f¹c
= 6.775 mm
0,85 . f¹c . a . b
As = = 74.47 mm²
fy
1,4. b . d
As,min =
fy
= 123.1 mm²
Digunakan As,u= 123.1 mm²
123.1
Jumah tulangan = = 1.567 ~ 2 tulangan
∏/4 x 10²
Digunakan tulangan 2D - 10mm = 157,079mm² ≥ 123,103 mm²

Kontrol :
ρ As x 100 %
=
b.d
= 0.483%
Syarat :
1.4
≤ ρ ≤ ρo
fy
1.4
≤ 0.483% ≤ 3.15%
290

PERENCANAAN PLAT LANTAI KENDARAAN


Bagian tengah-tengah :
- Ditinjau lebar 1m arah memanjang jembatan
- Direncanakan tebal plat : 20 cm = 0,20 m
Pembebanan :
- Beban hidup berupa beban titik : P = 10 T
77

- Beban mati : - Beban aspal : 0.05 x 1 x 2200 = 110 kg/m


- Beban plat : 0.20 x 1 x 2500 = 500 kg/m
- Beban air hujan : 0.05 x 1 x 1000 = 50 kg/m
qu = 1.2 x qD 660 kg/m
= 1.2 x 660
= 792 kg/m = 0.792 T/m
PL = 10 T
Pu = 1.6 x 10
= 16 T

MT = 1/12 x qu x L² + 1/8 x Pu x L
= 1/12 x 0.792 x 1.25² + 1/8 x 16 x 1.25
= 2.60 T.m
ML = 1/24 x qu x L² + 1/8 x Pu x L
= 1/25 x 0.792 x 1.25² + 1/8 x 16 x 1.25
= 2.55 T.m
- Perhitungan akibat beban merata : qu = 0.792 T/m
ML' = 1/11 x qu x L² = 0.792 x 1.25² x 1/11 = 0.113 T.m
MT' = 1/16 x qu x L² = 0.792 x 1.25² x 1/16 = 0.077 T.m
- Perhitungan akibat beban terpusat : Pu = 16 T
MD = 1/4 x P x L = 16 x 1.25 x 1/4 = 5.00 T.m
ML" = 0.65 x MD = 0.65 x 5.00 = 3.25 T.m
MT" = 0.35 x MD = 0.35 x 5.00 = 1.75 T.m
ML, total = ML' + ML" = 0.1125 + 3.25 = 3.3625 T.m
MT, total = MT' + MT" = 0.077 + 1.75 = 1.83 T.m
Dari perhitungan diatas, diambil nilai ML dan MT terbesar :
ML = 3.363 T.m
MT = 2.60 T.m
Perhitungan tulangan tumpuan :
Mu = 2.60 T.m
D= 20 mm ds = 20 + 1/2 x D = 30mm
d= h - ds = 200 - 30 = 170 mm
Mn = Mu/Ø = 2.603 = 3.254 T.m ~ 32.54 x 10⁶N.mm
0.8
Mn 32539063 kg.m 1.126 N/mm² < Ko = 7.170 N/mm²
K = = =
b x d² 1000 x 170² mm
Dihitung sebagai tulangan tunggal :
2xK
a = 1 - 1- x d
0.85 x f'c
a = 1- 1 - 2 x 1.126 x 170
0.85 x 25
a = 9.260 mm
0,85 . f¹c . a . b 0.85 x 25 x 9.260 x 1000
As = =
fy 290
= 678,5 mm²
1.4 x b x 1.4 x 1000 x 170
As, min = = = 820.69 mm²
78

1.4 x b x d 1.4 x 1000 x 170


As, min = = = 820.69 mm²
fy 290
Digunakan As,u = 820.690 mm²
Menggunakan tulangan pokok D20 - 350 mm = 897.6 mm² ≥ As,u
Menggunakan tulangan bagi D8 - 300 mm = 167.55 mm² ≥ 20% x As,u
Kontrol momen tersedia :
As x 100 %
ρ= ≤ ρₒ
b.d
= 0.528% ≤ 3.149%
As x fy 897.6 x 290 260304 12.2
a= = = =
0.85 x f'c x 1000 0.85 x 25 x 1000 21250
Mn = As x fy x (d - a/2)
= 897.6 x 290 x 170 - 6.1248
= 4.3E+07 N.mm
Mt = 0.8 x Mn
= 0.8 x 4.3E+07
= 3.4E+07 N.mm ~ 3.413 T.m > Mu = 2.60 T.m
Perhitungan tulangan lapangan
Mu = 3.3625 TM ds = 30 cm d = 170 cm
Mn = Mu/Ø= 4.20313 TM
K = Mn 1.45437 N/mm² < Ko = 7.170 N/mm²
=
b.d²

1- 2xK
a = 1- x d
0.85 x f'c
a = 12.06 mm

0,85 . f¹c . a . b 883.707 mm²


As = =
fy
1.4 x b x d 820.690 mm²
As, min = =
fy
Digunakan As,u = 883.707 mm²
Menggunakan tulangan pokok D20 - 350 mm = 897.6 mm² ≥ As,u
Menggunakan tulangan bagi D8 - 250 mm = 201.06 mm² ≥ 20% x As,u
Kontrol momen tersedia :
As x 100 %
ρ= ≤ ρₒ
b.d
= 0.528% ≤ 3.149%
As x fy 12.25 mm
a= =
0.85 x f'c x 1000
Mn = As x fy x (d - a/2)
= 4.3E+07 N.mm
Mt = 0.8 x Mn
= 3.4E+07 N.mm ~ 3.413 T.m > Mu = 3.3625 TM
79

ANALISA PEMBEBANAN

Beban Mati
1. Beban Mati primer (Mp) :
- Plat beton = 0.0025 x 20 x 125 = 6.25 kg/cm
- Profil (digunakan profil IWF 900 x 300) = 2.13 kg/cm
- Lain - lain = 0.75 kg/cm
q Mp = 9.13 kg/cm

2. Beban Mati Sekunder (Ms) :


- Air Hujan = 0.0022 x 5 x 125 = 1.375 kg/cm
- Railling = 2 x 1.9 x 0.0075 = 0.01425 kg/cm
2
- Tiang = 2 x (19 x (15 x 20) x 0.0025) = 3.5625 kg/cm
8
q Ms = 4.95175 kg/cm

Mmp = 1/8 x q Mp x bentang ² = 11686400 kg.cm


Mms = 1/8 x q Ms x bentang² = 6338240 kg.cm

Beban Hidup + Kejut (H + k)


q' = q x ᾳ x s /2.75 = 10 kg/cm
K = 1 + (20/(50+L)) = 1.286
P' = P x ᾳ x s x K /2.75 = 7.015 kg/cm

MH+K = 1/8 x q' x bentang² + 1/4 x P' x bentang

Beban Angin
Beban Angin = w = 0.015 kg/cm²
Keadaan tanpa beban hidup
- Tinggi bidang yang terterpa angin = 20 + 89 = 109 cm
(sisi langsung kena angin)
- Sisi yang lain = 50% x 109 = 55 cm
R1 = w x (109 + 54.5) = 2.4525 kg/cm
80

Keadaan dengan beban hidup


- Tinggi bidang yang terterpa angin = 50%(109+54.5)+150= 231.75 cm
(sisi langsung kena angin)
R1 = w x 231.71 = 3.47625 kg/cm

Digunakan beban angin dalam keadaan dengan beban hidup


q = xi x R2 x 1/2.L
Ʃxi
= 3.09854
MA = 1/8 x q x L² = 3966134 kg.cm
81

Akibat Perbedaan Suhu = TM


MTM = ∆t x ɤs x Es x Ic1/h
= 3164557 kg.cm

Akibat Rangkak dan Susut = SR


MSR = MTM = 3164557.13 kg.cm

Akibat Gaya Rem = RM


RM = 0.05 x (q' x L + P'/K)
= 1600.273 kg

MRM = RM x e
= 354782.1 kg.cm

Akibat Gempa Bumi = GH


MGH = Kn x (Mmp + Mms)
= 2162957 kg.cm

Akibat Gesekan pada Tumpuan yang Bergerak = Gg


MGg = 0.01 x (Mmp + Mms)
= 180246.4 kg.cm
82

PERENCANAAN GELAGAR

A. Data Jembatan :
1. Bentang = 34 m
2. Lebar Jembatan = 2m
3. Mutu Beton = 250 kg/cm²
4. Mutu Baja = 290 kg/cm²
6. Shear Connector = Stud connector h = 6" d = 1"
7. Beban Angin = 0.015 kg/cm²
8. Plat Beton = 20 cm
9. Air Hujan = 5 cm

B. Analisa Tampang

tw d

tf

Dipakai Profil IWF 900 x 300


W = 2.13 kg/cm
d = 89 cm
bf = 29.9 cm
tw = 1.5 cm
tf = 2.3 cm
As = 264.14 cm²

Lebar Efektif = beff


125 - 29.9 47.55 cm
b = =
2
b 47.55 0.024 < 0.05 maka : λ/b = 1
= =
L 2000 λ=b= 47.55 cm

beff = bf + 2 λ = 125 cm

Rasio moduler, n
f'c = 250 kg/cm² = 25 MPa
Ec = 4730. Öf'c = 23650 MPa = 236500 kg/cm²
Es 8.879
n = =
Ec
Dipakai n = 9
83

C. Irisan Baja
Is = 1/12x bf x d³-1/12 x (bf - tw) x (d - 2 tf)³
= 333680.3 cm⁴
Sbs = Sts = Is 7498.43467 cm³
=
d/2
Irisan Komposit, K = 1

beff
tp
Ytc
Ybc
gn
d
Y=Ybs

beff . tp 2500 277.7778 cm²


∆c1 = = =
k.n 9

∆c1 . (d+1/2.tp) + As . 1/2.d


Y1 =
∆c1 + As
= 72.436 cm

beff . tp³ + ∆c1 . (d+1/2.tp - Y1)² +Is + As (Y1 - 1/2.d)²


Ic1 =
12 x k x n
= 745094.139 cm⁴

Ic1
Stc1 =
(d + tp - Y1)
= 20377.807 cm³

Sbc1 = Sts1 = Ic1 = 44982.74 cm²


(d - Y1)

Ic1
Sbs1 =
Y1
= 10286.241 cm³
84

Irisan Komposit, K = 3
beff . tp 2500 92.59259 cm²
∆c3 = = =
k.n 27

∆c3 . (d+1/2.tp) + As . 1/2.d


Y3 =
∆c3 + As
= 58.646 cm

beff . tp³ + ∆c1 . (d+1/2.tp - Y3)² +Is + As (Y3 - 1/2.d)²


Ic3 =
12 x k x n
= 540406.275 cm⁴

Ic3
Stc3 =
(d + tp - Y3)
= 27922.2 cm³

Sbc3 = Sts3 = Ic3 = 17803.46 cm²


(d - Y3)

Ic3
Sbs3 =
Y3
= 9214.717 cm³

D. Kontrol Kombinasi Tegangan


Ϯtc
Ϯts
'-

gn

'+

Ϯtc = M
Sbs

Ϯtc = M
K . N . Stc

Ϯts = M
Sts
85

Kontrol tegangan dilakukan terhadap kombinasi pembebanan


Kombinasi 1 = M + ( H + K )
Tegangan ijin baja, Ϯs = 100% . Ϯa = 100% (fy/1.25) = 1933.33 kg/cm²

Tegangan ijin beton, Ϯs = 100% . Ϯc = 100% (0.45fc') = 112.5 kg/cm²

Kombinasi 2 = M + Gg + A +SR + TM
Tegangan ijin baja, Ϯs = 125% . Ϯa = 125% (fy/1.5) = 2416.67 kg/cm²

Tegangan ijin beton, Ϯs = 125% . Ϯc = 125% (0.45fc') = 140.63 kg/cm²

Kombinasi 3 = M + ( H + K ) + RM + Gg + A +SR + TM
Tegangan ijin baja, Ϯs = 140% . Ϯa = 140% (fy/1.5) = 2706.67 kg/cm²

Tegangan ijin beton, Ϯs = 140% . Ϯc = 140% (0.45fc') = 157.5 kg/cm²

Kombinasi 4 = M + Gh + Gg
Tegangan ijin baja, Ϯs = 150% . Ϯa = 150% (fy/1.5) = 2900 kg/cm²

Tegangan ijin beton, Ϯs = 150% . Ϯc = 150% (0.45fc') = 168.75 kg/cm²

Kombinasi 1 = M + (H+K)
1. Tanpa Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp Mmp = 608.797 - Mmp = -608.797 _
Sbs Sts

K=3 Mms Mms 288.452 - Mms -149.297 - Mms -8.40728


= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3

K=1 MH+K MH+K 827.076 - MH+K -189.128 - MH+K -69.8233


= = =
Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 1724.33 Ϯts = -947.222 Ϯtc = -78.2306
< 1933 kg/cm² < 1933.33 kg/cm² < 112.5 kg/cm²

2. Dengan Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp +
K=3 Mms Mmp+Mms 783.855 - Mms -405.708 - Mms -9.581
= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3

K=1 MH+K Mms 827.076 - Mms -189.128 - Mms -69.8233


= = =
Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 1610.93 Ϯts = -594.836 Ϯtc = -79.4043
< 1933 kg/cm² < 1933.33 kg/cm² < 112.5 kg/cm²
86

Kombinasi 2 = M + Gg + A +SR + TM
1. Tanpa Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp Mmp 608.797 - Mmp -608.797 _
= =
Sbs Sts

K = 3 Mms Mms 288.452 - Mms -149.297 - Mms -8.407276


= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3
Mgg+
K = 1 Ma+M Mgg+Ma+Msr+ 644.27 -(Mgg+Ma+Msr -189.128 -(Mgg+Ma+Msr -36.135
= = =
sr+Mtm Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 1541.519 Ϯts = -947.222 Ϯtc = -44.54228
< 2416.67 kg/cm² < 2416.67 kg/cm² < 140.63 kg/cm²

2. Dengan Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp +
K = 3 Mms Mmp+Mms 783.855 - Mms -405.708 - Mms -9.581
= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3
Mgg+
K = 1 Ma+M Mgg+Ma+Msr+ 644.27 -(Mgg+Ma+Msr -147.326 -(Mgg+Ma+Msr -36.135
= = =
sr+Mtm Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 1428.125 Ϯts = -553.034 Ϯtc = -45.716
< 2416.67 kg/cm² < 2416.67 kg/cm² < 140.63 kg/cm²

Kombinasi 3 = M + ( H + K ) + RM + Gg + A +SR + TM
1. Tanpa Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp Mmp 608.797 - Mmp -608.797 _
= =
Sbs Sts

K = 3 Mms Mms 288.452 - Mms -149.297 - Mms -8.407276


= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3
Kombinas

K=1 Kombinasi 3 1471.47 -Kombinasi 3 -336.482 -Kombinasi 3 -82.529


= = =
Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 2368.719 Ϯts = -1094.576 Ϯtc = -90.93628
< 2706.67 kg/cm² < 2706.67 kg/cm² < 157.5 kg/cm²

2. Dengan Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
kg/cm² kg/cm² kg/cm²
Mmp +
K = 3 Mms Mmp+Mms 783.855 - Mms -405.708 - Mms -9.581
= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3
Kombinas

K=1 Mms 1471.47 - Mms -336.482 - Mms -82.529


= = =
Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 2255.325 Ϯts = -742.19 Ϯtc = -92.11
< 2706.67 kg/cm² < 2706.67 kg/cm² < 157.5 kg/cm²
87

Kombinasi 4 = M + Gh + Gg
1. Tanpa Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
< < <
Mmp Mmp 608.797 - Mmp -608.797 _
= =
Sbs Sts

K = 3 Mms Mms 288.452 - Mms -149.297 - Mms -8.40728


= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3

K = 1 MGg+ MGg + MGh 91.286 - MGg + MGh -20.875 -MGg + MGh -5.12
= = =
MGh Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 988.535 Ϯts = -778.969 Ϯtc = -13.5273
< 2900 kg/cm² < 2900 kg/cm² < 168.75 kg/cm²

2. Dengan Penunjang
Bottom Steel Top Steel Top concrete
< < <
Mmp +
K = 3 Mms Mmp+Mms 783.855 - Mms -405.708 - Mms -9.581
= = =
Sbs3 Sts3 K.n.Stc3

K = 1 MGg+ Mms 91.286 - Mms -20.875 - Mms -5.12


= = =
MGh Sbs1 Sts1 K.n.Stc1
Ϯbs = 875.141 Ϯts = -426.583 Ϯtc = -14.701
< 2900 kg/cm² < 2900 kg/cm² < 168.75 kg/cm²

KESIMPULAN :
Untuk berbagai kombinasi pembebanan tidak terjadi tegangan tarik dari balok sehingga
sistim sambungan tidak menggunakan angkur.

Beban Hidup
Beban Merata = 238 t/m
Beban Garis = 38.182 t/m
Koef. Kejut = 1+20/(50+L) = 1.238
Beban hidup pada 1 Abutment ( H+K ) = 166.273 ton

Berat Sendiri Abutment L= 3.00 m Berat isi


Berat Abutment ( V ) x
No.
( ton ) (m)
A 0.3 x 0.95 x 3 x 2.25 = 1.924 -1.15
B 0.5 x 1.65 x 3 x 2.25 = 5.569 -1.25
C 0.2 x 0.2 x 3 x 2.25 = 0.270 -0.90
D 1 x 1 x 3 x 2.25 = 6.750 -0.50
E 0,5 x 0.7 x 1 x 3 x 2.25 = 2.363 -1.03
F 0.8 x 8 x 3 x 2.25 = 43.200 -0.40
G 0,5 x 1.2 x 0.5 x 3 x 2.25 = 2.025 -1.20
H 0,5 x 2 x 0.5 x 3 x 2.25 = 3.375 0.67
I 4 x 0.8 x 3 x 2.25 = 21.600 0.00
Total 87.075
88

Berat Sendiri Abutment L= 3.00 m Berat isi beton = 2.25 ton/m3


Berat Abutment ( V ) x y V*x V*y
No.
( ton ) (m) (m) ( t.m ) ( t.m )
A 0.3 x 0.95 x 3 x 2.25 = 1.924 -1.15 7.43 -2.212 14.284
B 0.5 x 1.65 x 3 x 2.25 = 5.569 -1.25 6.13 -6.961 34.109
C 0.2 x 0.2 x 3 x 2.25 = 0.270 -0.90 6.20 -0.243 1.674
D 1 x 1 x 3 x 2.25 = 6.750 -0.50 5.60 -3.375 37.800
E 0,5 x 0.7 x 1 x 3 x 2.25 = 2.363 -1.03 4.97 -2.441 11.734
F 0.8 x 8 x 3 x 2.25 = 43.200 -0.40 4.80 -17.280 207.360
G 0,5 x 1.2 x 0.5 x 3 x 2.25 = 2.025 -1.20 0.97 -2.430 1.958
H 0,5 x 2 x 0.5 x 3 x 2.25 = 3.375 0.67 0.97 2.250 3.263
I 4 x 0.8 x 3 x 2.25 = 21.600 0.00 0.40 0.000 8.640
Total 87.075 -32.693 320.820

Letak pusat dasar foot plate : x = -0.375 m ( di kiri PB )


y = 3.684 m

Berat Tanah Timbunan L= 3.00 m Berat isi tanah = 1.80 ton/m3


Berat Tanah ( W ) x y W*x W*y
No.
( ton ) (m) (m) ( t.m ) ( t.m )
1 0.7 x 0.95 x 3 x 1.80 = 3.591 -1.65 7.43 -5.925 26.663
2 0.5 x 2.65 x 3 x 1.80 = 7.155 -1.75 5.63 -12.521 40.247
3 0,5 x 0.7 x 1 x 3 x 1.80 = 36.750 -1.27 4.63 -46.550 170.275
4 1.2 x 4 x 3 x 1.80 = 25.920 -1.40 3.30 -36.288 85.536
5 0,5 x 1.2 x 0.5 x 3 x 1.80 = 1.620 -1.60 1.13 -2.592 1.836
Total 75.036 -103.88 324.557

Letak thd pusat dasar foot plate : x = -1.384 m ( di kiri PB )


y = 4.325 m

Data tanah urug dan tanah dasar


Tanah Urug : Tanah dasar pasir sangat padat ( estimasi ) :
q = 1.08 ton/m2 φ2 = 44 °
φ1 = 30 ° Ka2 = 0.18
Ka1 = 0.33 Ka,E2 = 0.216
Ka,E1 = 0.36 Kp = 5.550
γ1 = 1.75 ton/m3 Kp,E = 4.452
L abt = 3.00 m γ2 = 2.00 ton/m3

Tekanan Tanah Belakang Abutment :


Terhadap pusat dasar foot plate :
Tekanan tanah Aktif y M = P*y
No.
( ton ) (m) ( t. m )
1. P1 = 4.316 5.684 24.532
2. P2 = 13.986 5.659 79.142
89

Akibat Gempa
Koefisien Gempa = 0.125
No. Gaya Gempa ( H = k *V) H y H*y
1 Pengaruh beban mati 3.118 6.30 19.644
2 Pengaruh berat sendiri abutmen 10.884 7.68 83.640
3 Pengaruh berat tanah 9.380 8.33 78.088
4 Pengaruh berat sumuran 0.000 0.00 0.000
23.382 181.372

Tekanan Tanah
Tekanan Tanah y M = P*y
No.
( ton ) (m) (tm)
1. P1 = 4.71744 7.750 36.560
2. P2 = 15.288 6.433 98.348
3. P3 = 0 2.000 0.000
4. P4 = 0.000 1.333 0.000
5. P5 = -923.167 1.600 -1477.067
-903.161 -1342.159

Akibat Gaya Rem ( PMJJR No: 12 ) Jarak 13.7 m

Rm = 8.314 ton
Jarak = 13.7 m
Mr = 113.90 tm

Akibat Gaya Gesekan : F = 0 ( Elastomer )

Akibat Gaya Angin :

1 . Tanpa Beban Hidup


A = (1,5 x 34 x 0,15 ) x 150%
= 11.475 ton

2 . Dengan Beban Hidup


A = (( 2 x 34 x 0,15 ) x 100% ) + (( 1,5 x 34 x 0,15 ) x 50% )
= 14.025 ton
90

KOMBINASI PEMBEBANAN :
KOMBINASI I= M + ( H + K ) + Ta + Tu
KOMBINASI II= M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
KOMBINASI II= Kombinasi ( I ) + Rm + Gg + A + SR + Tm - S
KOMBINASI IV= M + Gh +Tag + Gg + AHg+ Tu

Keterangan :
A = Beban Angin
Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dengan kejut
M = Beban mati
P1 = Gaya - gaya pada waktu pelaksanaan
Rm = Gaya rem
S = Gaya sentrifugal
SR = Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu
Ta = Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = Gaya tumbuk
Tu = Gaya angkat ( Buoyancy )

PERHITUNGAN STABILITAS ABUTMENT


Kombinasi I : M + ( H + K ) + Ta + Tu
Terhadap pusat berat dasar fondasi :
No. Beban V x H Y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -0.600 - - (14.967) -
- Berat Abutment 87.08 -0.375 - - (32.693) -
- Berat tanah 75.04 -1.384 - - (103.9) -
2. ( H+K ) 166.27 -0.600 (99.764)
3. Ta - - -903.16 - - 181.372
Total 353.33 -903.161 -251.300 181.372
-69.928

Tegangan tanah
q = 7.870 t/m2 < qa = 99.06 t/m2
OK !
91

Terhadap sisi luar dasar fondasi :


No. Beban V x H Y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -2.100 - - (52.385) -
- Berat abutment 87.08 -1.969 - - (171.451) -
- Berat tanah 75.04 -2.983 - - (223.832)
2. ( H+K ) 166.27 -2.100 (349.173)
3. Ta - - -903.16 - - 181.372
Total 353.33 -903.161 -796.841 181.372

Stabilitas terhadap penggulingan


SF = 4.393 > 1.50
OK !

Kombinasi II : M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
Terhadap pusat berat dasar fondasi :
No. Beban V x H y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -0.600 - - (14.967) -
- Berat Abutment 87.08 -0.569 - - (49.546) -
- Berat tanah 75.04 -1.583 - - (118.782) -
2. Ta - - -903.16 - - 703.600
3. Gg - - 0 0 - 0
4. A 11.48 11.15 127.946
Total 187.06 -891.686 -183.295 831.546
648.252

Tegangan tanah
q = 90.256 t/m2 < qa = 123.83 t/m2
OK !

Terhadap sisi luar dasar fondasi :


No. Beban V x H y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -2.100 - - (52.385) -
- Berat Abutment 87.08 -1.969 - - (171.451) -
- Berat tanah 75.04 -2.983 - - (223.832)
2. Ta - - -903.16 - - 703.600
3. Gg - - 0 0 - 0
4. A 11.48 11.15 127.946
Total 162.11 -891.686 -395.283 831.546

Stabilitas terhadap penggulingan


SF = 0.475 > 1.50
OK !
92

Kombinasi III : Kombinasi ( I ) + Rm + Gg + A + SR + Tm - S


Terhadap pusat berat dasar fondasi :
No. Beban V x H y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -0.600 - - (14.967) -
- Berat Abutment 87.08 -0.569 - - (49.546) -
- Berat tanah 75.04 -1.583 - - (118.782) -
2. ( H+K ) 166.27 -0.600 (99.764)
3. Ta - - -903.16 - - 703.600
4. Rm 6.793 13.7 - 93.064
5. Gg - - 0 0 - 0
6. A 11.48 12.15 139.421
Total 353.33 -884.893 -283.058 936.085
653.027
Tegangan tanah dibawah sumuran
q = 98.694 t/m2 < qa = 138.68 t/m2
OK !

Terhadap sisi luar dasar fondasi :


No. Beban V x H y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -2.100 - - (52.385) -
- Berat Abutment 87.08 -1.969 - - (171.451) -
- Berat tanah 75.04 -2.983 - - (223.832) -
2. ( H+K ) 166.27 -2.100 (349.173)
3. Ta - - -903.16 - - 703.600
4. Rm 6.793 13.7 - 93.064
5. Gg - - 0 0 - 0
6. A 11.48 12.15 139.421
Total 353.33 -884.893 -796.841 936.085

Stabilitas terhadap penggulingan


SF = 0.851 > 1.50
OK !

Kombinasi IV : M + Gh +Tag + Gg + AHg+ Tu


Terhadap pusat berat dasar fondasi :
No. Beban V x H y Mv = V * x Mh = H * y
1. M :
- Struktur atas 24.95 -0.600 - - (14.967) -
- Berat Abutment 87.08 -0.57 - - (49.546) -
- Berat tanah 75.04 -1.58 - - (118.782) -
- Berat Sumuran 212.14 -0.600 (127.285)
2. Gh :
- Berat Abutment 10.88 7.68 83.637
- Berat tanah 9.38 8.33 78.092
3. Tag -903.161 -1.00 903.161
4. Gg 0 0 - 0
Total 399.20 (882.90) (310.58) 1064.890
754.310
Tegangan tanah
q = 113.580 t/m2 < qa = 148.59 t/m2
OK !
93

Terhadap pusat berat dasar fondasi :


No. Beban V x H Y Mv = V * x Mh = H * y
1. M:
- Struktur atas 24.95 -2.100 - - (52.385) -
- Berat Abutment 87.08 -1.969 - - (171.451) -
- Berat tanah 75.04 -1.600 - - (120.058) -
2. Gh
- Berat Abutment 10.88 7.68 83.637
- Berat tanah 9.38 8.33 78.092
3. Tag - - -903.16 0.00 0.000
4. Gg - - 0.000 - 0.000
Total 187.06 (882.90) (343.89) 161.729

Stabilitas terhadap penggulingan


SF = 2.126 > 1.50
OK !

Pembesian Pada Aboutment


Beban yang bekerja pada kolom / dinding :

Tekanan tanah Aktif y M = P*y


No.
( ton ) (m) (tm)
1. H1 = 30.713 3.050 93.6754
2. H2 = 156.1257 2.033 317.456
186.839 411.1311

Vu = 1868.390 kNm
Mu = 4111.3106 kNm

Beban mati :
PDL = 24.945125 ton
= 249.45125 kN
Beban hidup :
PLL = 166.272727 ton
= 1662.72727 kN
Pu = 2959.70514 kN
94

PEMBESIAN :
Pu = 2959.705 kN ds = d' = 60 mm2
Mu = 4111.302 kNm d = 740 mm2
fc' = 22.5 MPa Tul dia = 25 mm
fy = 390 MPa As,1tul = 491 mm2
b = 14000 mm Coba As = As'
h = 800 mm = 0,5 % Ag
β1 = 0.85
φ = 0.65 dipakai D25 - 150
e = 1389 mm As = As' = 45833 mm2

ρ = 0.0044 Ts = 0 N
m = 20.392 Cs = 0 N
cb = 448.48 mm Cc = 102069545 N
ab = 381.21 mm Pb = 102069545 N
fs' = 600.00 MPa φ Pb = 66345205 N
fs' < fy ? Mb = 21372744215 kNm
600 > 390 φ Mb = 13892283740 kNm
Digunakan fy ! eb = 209 mm
e < eb ?
1389.092 < 209.39
Hancur tarik !

Pn = 12016435 N
= 12016 kN
φ Pn = 7811 kN
φ Pn > Pu ?
7811 > 2959.71
OK !

TULANGAN GESER :
Pu = 2959.705 kN Dia tul = 13 mm
Vu = 1868.39 kN As,1tul = 133 mm2
fc' = 25 MPa ds = 60 mm
fy = 390 MPa d = 330 mm
bk = 14000 mm
hk = 800 mm
φ = 0.65
Vn = 2874446 N
Vc = 3922671 N
φ Vc = 2549736 N
Vu > φ Vc ?
1868390 < 2549736
Digunakan tul geser minimum !
95

BAB V
RKS DAN RAB

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT


( RKS )
Kegiatan : Detail Desain Embung Kwangen Kabupaten Sragen
Pekerjaan : Detail Desain Embung Kwangen Kabupaten Sragen
Lokasi : Kabupaten Sragen, Jawa Tengah
Th. Anggaran : 2010

5.1 SYARAT-SYARAT UMUM

Pasal I.01
PERATURAN UMUM
Tata laksana dalam penyelenggaraan bangunan ini dilaksanakan berdasarkan peraturan-
peraturan sebagai berikut :
1. Sepanjang tidak ada ketentuan lain untuk melaksanakan pekerjaan bangunan
borongan di Indonesia, maka yang sah dan mengikat adalah syarat-syarat
umum untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan di Indonesia No. 9
tanggal 28 Mei 1941 dan tambahan lembaran negara NP.14571.
2. Keputusan Presiden RI No. 16 tahun 1994, tanggal 22 Maret 1994, tentang
pedoman pelaksanaan APBN.
3. Keputusan Presiden RI No. 24 tahun 1995, tanggal 28 April 1995 tentang
perubahan Keppres No. 16, tanggal 22 Maret 1994 tentang pelaksanaan APBN.
4. Instruksi Presiden No. 1 tahun 1988, tentang tata cara pengadaan barang dan
jasa.
5. Keputusan Presiden RI No. 6 tahun 1988, tentang pencabutan beberapa
ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa.
6. . Peraturan Pemerintah daerah setempat.
7. Keputusan Menteri Sekretaris Negara selaku Ketua Tim Pengendali Pengadaan
barang/peralatan Pemerintah No. 3547/TPPBPP/XII/1985 tanggal 31 Desember
1985, tentang pedoman prakualifikasi.
8. . Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 61/KPTS/1981, tentang Prosedur
Pokok Pengadaan Bangunan Gedung Negara.
96

9. . Algemene Voorwarden ( AV ) yang disyahkan dengan keputusan Pemerintah


Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 dan tambahan Lembaga Negara No. 1457.
10. Undang-undang Perburuhan No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
11. Peraturan Beton Bertulang Indonesia ( PBI ) 1971.
12. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SK SNI T-15-
1991-03.
13. Tata Cara Perhitungan Struktur Tubuh Embung Tipe Tanah Urugan.

Pasal I.02
PEMBERI TUGAS PEKERJAAN
Pemberi Tugas Pekerjaan Detail Desain Embung Kwangen Kabupaten Sragen dalam hal
ini bertindak sebagai penanggung jawab program.

Pasal I.03
DIREKSI
Direksi adalah Unsur Dinas / Instansi untuk melaksanakan pengelolaan proyek yang
ditunjukkan untuk :
a. Penanggung Jawab Program
• Penanggung Jawab Proyek
• Pemimpin Proyek
• Bendahara Proyek

b. Penanggung Jawab Proyek


• Panitia Lelang
• Badan Pengawas Pembangunan
• Pengawas Lapangan
• Staf Teknik Proyek Lainnya

Pasal I.04
PERENCANA
1. Perencana untuk pekerjaan ini adalah : PT. PERWIRA KARYA
97

2. Perencana berkewajiban untuk berkonsultasi dengan pihak proyek pada tahap


perencana dan penyusunan dokumen lelang secara berkala.
3. Perencana berkewajiban pula untuk mengadakan pengawasan berkala dalam bidang
Arsitektur dan Struktur.
4. Perencana tidak dibenarkan merubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan pekerjaan
sebelum mendapat ijin dari Pemimpin Bagian Proyek.
5. Bilamana Perencana menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan wajib
melaporkan kepada Pemimpin Bagian Proyek.

Pasal I.05
PENGAWAS LAPANGAN
1. Didalam pelaksanaan sehari-hari ditempat pekerjaan, sebagai Pengawas Lapangan
adalah Konsultan Pengawas.
2. a. Konsultan Pengawas tidak dibenarkan merubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan
pekerjaan sebelum mendapat ijin dari Pemimpin Bagian Proyek.
b. Bilamana Pengawas Lapangan menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam
pelaksanaan atau menyimpang dari Bestek upaya segera memberitahukan
kepada Pemimpin Bagian Proyek.
3. Konsultan Pengawas diwajibkan menyusun rekaman pengawasan.
Selama pelaksanaan proyek berlangsung dari 0% - 100%, disampaikan kepada
Pimpinan Bagian Proyek dan Unsur Teknis.

Pasal I.06
PEMBORONG / KONTRAKTOR
Perusahaan berstatus Badan Hukum yang usaha pokokya adalah melaksanakan pekerjaan
pemborong dengan kualifikasi CI (Kepres no.16 tanggal 22 Maret 1994) untuk bidang
Bangunan Gedung dan Pabrik yang memenuhi syarat-syarat bonafiditas, kualitas dan
kuantitas menurut Panitia Lelang yang ditunjuk oleh Pimpinan Bagian Proyek untuk
melaksanakan pekerjaan rehabilitasi gedung tersebut setelah memenangkan pelelangan ini

Pasal I.07
PEMBERIAN PENJELASAN
1. Pemberian penjelasan (Aanswijzing) akan dilaksanakan pada:
a. Hari : Jumat
98

b. Tanggal : 25 Juni 2010


c. Waktu/jam : 09.00 - Selesai
d. Tempat : Ruang Sidang PJSA BBWS Pemali Juana
Jl. Brigjen Sudiarto 375 Semarang Semarang
2. Bagi mereka yang tidak dapat mengikuti aanwijzing tidak diperbolehkan mengikuti
lelang.
3. Berita acara Pemberian Penjelasan (aanwijzing) dapat diambil :
a. Hari : Kamis
b. Tanggal : 1 Juli 2010
c. Waktu/jam : 09.00 – 12.00
d. Tempat : Ruang Sidang PJSA BBWS Pemali Juana
Jl. Brigjen Sudiarto 375 Semarang Semarang

Pasal I.08
PELELANGAN
1. Pelelangan akan dilakukan sesuai dengan keputusan Presiden No.24 tahun 1995
serta perubahannya pada saat pelelangan.
2. Pemasukan Syarat Penawaran dilakukan paling lambat pada :
a. Hari : Rabu
b. Tanggal : 7 Juli 2010
c. Waktu/jam : 08.00 – 10.00
d. Tempat : Ruang Sidang PJSA BBWS Pemali Juana
Jl. Brigjen Sudiarto 375 Semarang Semarang
3. Pembukuan Surat Penawaran akan dilakukan oleh Panitia Lelang dihadapan para
rekanan/pemborong pada :
a. Hari : Jumat
b. Tanggal : 9 Juli 2010
c. Waktu/jam : 08.00 – 12.00
d. Tempat : Ruang Sidang PJSA BBWS Pemali Juana
Jl. Brigjen Sudiarto 375 Semarang Semarang
Wakil Pemborong yang mengikuti/menghadiri pelelangan harus membawa
Surat Kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Pemborong dan bertanggung
jawab penuh.
Pasal I.09
99

SAMPUL PENAWARAN
1. Sampul Surat Penawaran berukuran 25 cm X 40 cm berwarna putih dan tidak
tembus baca.
2. Sampul Surat Penawaran yang sudah berisi Surat Penawaran lengkap dilakukan
lima tempat dan tidak diberi kode cap cincin atau kop perusahaan dan kode-kode
lainnya.
3. Sampul Surat Penawaran disebelah kiri atas dan disebelah kanan atas supaya ditulisi
dan diketik langsung tidak boleh tempelan (periksa contoh sampul Surat
Penawaran), dengan huruf besar.

Contoh Sampul Penawaran

Dokumen Penawaran Pekerjaan Syphon Pada Sungai Kamijoro Daerah


Istimewa Yogyakarta

Hari/tanggal : …………………..
Waktu : …………………..
Tempat : …………………..

Kepada Yth :
Pengguna Anggaran
Kegiatan Pekerjaan Pembangunan Syphon Pada Sungai
Kamijoro Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun Anggaran 2010
Yogyakarta

Sampul Bagian Depan

Sampul Bagian Belakang

Tempat Lak Tempat Lak

Tempat Lak
100

Pasal I.10
SAMPUL SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH
Sampul Surat Penawaran tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana:
1. Sampul Surat Penawaran dibuat menyimpang dari atau tidak sesuai dengan syarat-
syarat dalam pasal I.09
2. Sampul Surat Penawaran terdapat nama penawar atau terdapat harga penawaran
atau terdapat tanda-tanda diluar syarat-syarat yang telah ditentukan dalam pasal
I.09.

Pasal I.11
PERSYARATAN PENAWARAN
1. Penawar yang diminta adalah penawaran yang sama sekali lengkap menurut
gambar, ketentuan-ketentuan RKS serta Berita Acara Aanwijzing.
2. Surat-surat yang dibuat oleh pemborong harus dibuat diatas kertas yang ada kop
stuk nama perusahaan (pemborong) dan harus ditandatangani oleh Direktur
Pemborong yang terangnya.
3. Bilamana Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri
harus dilampiri : Surat kuasa dari Direktur Pemborong.
4. Surat Penawaran supaya dibuat rangkap 5 (lima) lengkap dengan lampiran-
lampirannya dan Surat yang asli diberi materai Rp.6.000,00 dan materai supaya
diberi tanggal, terkena tandatangan dan cap perusahaan.
5. Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya supaya dimasukkan ke dalam satu
amplop sampul surat penawaran yang tertutup.
6. Lampiran-lampiran Surat Penawaran tersebut antara lain seperti:
a. Foto copy Surat Undangan.
101

b. Surat Penawaran.
c. RAB dan Rekapitulasi.
d. Daftar Harga Satuan Pekerjaan.
e. Daftar/analisa harga.
f. Daftar Harga Satuan bahan dan upah kerja.
g. Jadwal kerja pelaksanaan / time schedule.
h. Daftar Tenaga Ahli yang ditugaskan untuk proyek ini.
i. Surat-surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,- dibuat 1 (satu) lembar yaitu :
1. Membayar retribusi bahan galian Gol.C pada kantor Dipenda.
2. Mengasuransikan tenaga kerjanya pada Perum Astek.
3. Tunduk kepada Peraturan Daerah setempat.
4. Sanggup membayar jaminan Pelaksanaan bagi yang mengikuti
pelelangan.
j. Foto copy tanda keanggotaan Gapensi / yang masih berlaku
k. Foto copy sertifikasi dari LPJKN.
l. Foto copy akte Pendirian Perusahaan lengkap perubahannya.
m. Foto copy SIUJK dari Kanwil Departemen PU.
n. Foto copy NPWP (asli ditunjukkan saat lelang)
o. Foto copy tanda Pengusaha Kena Pajak.
p. Referensi Bank Pemerintah (bersifat khusus untuk mengikuti tender proyek
ini)
q. Foto copy Rekening Koran Tiga bulan.
r. Neraca perusahaan tahun terakhir.
s Struktur organisasi dan personil perusahaan.
YANG MENGGUNAKAN KERTAS KOP PERUSAHAAN
1. Surat Penawaran
2. Surat Pernyataan/kesanggupan
3. Daftar satuan bahan dan upah hal satu
4. Daftar Satuan Pekerjaan halaman satu.
5. RAB dan Rekapitulasi halaman satu
6. Daftar Analisa halaman pertama
7. Daftar Peralatan halaman pertama
8. Daftar Tenaga Ahli yang ditugaskan pada proyek ini.
Catatan:
102

Bilamana saat bersamaan rekanan mengikuti tender pada instansi lain


surat asli dapat diteliti oleh Ketua/Sekretaris panitia dengan membawa
aslinya + foto copynya.
SURAT ASLI YANG HARUS DIBAWA:
1. Akte Pendirian Perusahaan lengkap dengan Perusahaan
2. Foto copy sertifikasi dari LPJKN
3. Surat Tanda Anggota Gapensi
4. Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK)
5. Surat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6. Rekening Koran selama 3 bulan terakhir
s. Bagi pemborong yang sudah memasukkan surat penawaran, tidak dapat
mengundurkan diri dan terikat untuk melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaan tersebut bilamana pekerjaan diberikan kepadanya menurut
penawaran yang diajukan.
t. Dalam hal pemenang pertama pelelangan mengundurkan diri, pemenang
urutan kedua dapat ditunjuk untuk melaksanakan sepanjang harga
penawarannya tidak melebihi perkiraan harga yang dikalkulasikan secara
keahlian.
u. Bagi pemborong yang mengundurkan diri setelah ditunjuk (pasal I.10)
dikenakan sanksi ialah:
v. Bagi peserta yang tidak mendapat pekerjaan, tender garansi dapat diambil
setelah ada pengumuman pemenang lelang.
1. Tidak diikut sertakan dalam tender yang akan datang.
2. Dicatat dalam konduite.
3. Tender garansi dinyatakan hilang dan menjadi milik negara.

Pasal I.12
SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH
Surat Penawaran yang tidak sah dan dinyatakan gugur, bilamana:
1. Surat Penawaran tidak dimasukkan dalam sampul tertutup.
2. Surat Penawaran, surat pernyataan dan daftar analisa serta RAB, dibuat tidak
diatas kop nama dari pemborong yang bersangkutan.
3. Surat Penawaran tidak ditanda tangani oleh penawar.
103

4. Surat penawaran asli tidak bermaterai Rp. 6.000,- tidak diberi tanggal dan
tidak terkena tanda tangan penawaran/tidak ada cap perusahaan.
5. Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sesuai dengan yang tertulis
dengan huruf.
6. Tidak jelas besarnya jumlah penawaran baik tertulis maupun dengan angka
atau dengan huruf.
7. Surat penawaran dari pemborong yang tidak diundang.
8. Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya seperti pada pasal I.10.6
atau terdapat lampiran surat penawaran yang tidak sah.

Pasal I.13
CALON PEMENANG
1. Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar dan dalam batas ketentuan
mengenai harga satuan (harga standard) yang telah ditetapkan serta telah sesuai
dengan ketentuan yang ada, maka Panitia menetapkan 3 (tiga) peserta yang telah
memasukkan penawaran yang paling menguntungkan negara dalam arti:
a. Penawaran secara teknis dapat dipertanggung jawabkan.
b. Perhitungan harga ditawarkan dapat dipertanggung jawabkan.
c. Penawaran yang tersebut adalah yang terendah diantara penawaran yang
memenuhi syarat seperti tersebut pada no. 1a dan 1b diatas.
2. Jika 2 peserta atau lebih mengajukan harga penawaran sama, maka panitia memilih
peserta menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan kemampuan terbesar.
Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan tidak ada, maka penilaiannya dilakukan
dengan undian, hal mana harus dicatat dalam Berita Acara.
3. Panitia membuat laporan kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan
mengenai penetapan calon pemenang. laporan tersebut disertai usulan serta
penjelasan tambahan dan keterangan untuk mengambil keputusan.

Pasal I.14
PENETAPAN PEMENANG
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Panitia, Pejabat yang berwenang menetapkan
pemenang pelelangan dan cadangan pemenang pelelangan diantara calon yang diusulkan
oleh Panitia.
104

Pasal I.15
PENGUMUMAN PEMENANG
1. Pengumuman pemenang dilakukan oleh Panitia setelah ada penetapan pemenang
pelelangan dari pejabat yang berwenang.
2. Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan diberikan
kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman
/ penetapan pemenang. Sanggahan hanya dapat diajukan terhadap prosedur
pelaksanaan pelelangan.
3. Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam
waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.

Pasal I.16
PEMBATALAN PELELANGAN
1. Peserta lelang yang memasukkan surat penawaran kurang dari 5 (lima) rekanan.
Penawaran yang memenuhi syarat-syarat (yang sah) kurang dari 3 (tiga) peserta dan
:
a. Harga Standard dilampaui.
b. Dana yang tersedia tidak cukup.
c. Harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar.
2. Apabila sanggahan dari rekanan dianggap benar
3. Berhubung berbagai hal tidak memungkinkan mengadakan penetapan pemenang

Pasal I.17
KEPUTUSAN PEMBERIAN PEKERJAAN
1. Pemimpin bagian proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. SPK akan diberikan kepada Pemborong yang telah ditunjuk paling lambat dalam
waktu 10 (sepuluh) hari, paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah
pengumuman pemenang pelelangan.

Pasal I.18
PELAKSANA PEMBORONG
105

1. Bilamana akan memulai pekerjaan di lapangan, pihak pemborong supaya


memberitahukan secara tertulis kepada Pemimpin Bagian Proyek ybs.
2. Pemborong supaya menempatkan seorang kapala pelaksana yang ahli diberi kuasa
penuh oleh Direktur Pemborong untuk bertindak atas namanya. Dan
memberitahukan secara tertulis kepada Pimbagpro, selambat-lambatnya 1 minggu
setelah pekerjaan dimulai.
3. Kepala Pelaksana yang diberi kuasa penuh harus selalu ditempat pekerjaan agar
pekerjaan dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang ditugaskan oleh proyek.
4. Kepala Pelaksana supaya yang berpengalaman dan pembantu-pembantunya
minimal dapat memahami bestek dan mengerti gambar.

Pasal I.19
SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN
Kontraktor sebelum mulai pelaksana pekerjaan diharuskan mengadakan penelitian antara
lain:
1. Lapangan /lahan yang tersedia
2. Gambar-gambar secara menyeluruh
3. Penjelasan-penjelasan yang tertuang dalam Berita Acara Aanwijzing. Pekerjaan
harus dilaksanakan antara lain menurut:
a. RKS dan gambar-gambar detail untuk pekerjaan ini.
b. RKS dan segala perubahan – perubahannya dalam aanwijzing (Berita Acara
Aanwijzing)
c. Petunjuk-petunjuk dari Pemimpin Bagian Proyek Pengelola Proyek dan
Konsultan Pengawas.

Pasal I.20
KETETAPAN UKURAN-UKURAN DAN PERUBAHAN-PERUBAHANNYA
1. Pemborong harus bertanggung jawab atas tepatnya pekerjaan menurut ukuran-
ukuran yang tercantum dalam gambar dan bestek.
2. Pemborong diwajibkan mencocokkan ukuran satu sama lain, apabila ada perbedaan
ukuran dalam gambar dan RKS segera dilaporkan kepada Pimpinan Bagian Proyek.
3. Bilamana ternyata terdapat selisih atau perbedaan ukuran antara gambar dan RKS,
maka petunjuk Pimpinan Bagian Proyek yang dijadikan pedoman.
106

4. Bila dalam pelaksanaan pekerjaan diadakan perubahan, maka pemborong tidak


berhak minta ongkos kerugian, kecuali bilamana pihak pemborong dapat
membuktikan bahwa dengan adanya perubahan-perubahan tersebut pemborong
menderita kerugian.
5. Bilamana dalam pelaksanaan harus pekerjaan diadakan perubahan-perubahan, maka
perencana harus membuat gambar perubahan (revisi) dengan tanda garis berwarna
diatas gambar aslinya, kesemuanya atas biaya Perencana. Gambar perubahan
tersebut harus disetujui oleh Pemimpin Bagian Proyek.
6. Didalam pelaksanaan, pemborong tidak boleh menyimpang dari ketentuan-
ketentuan Pemimpin Bagian Proyek.

Pasal I.21
PENJAGAAN DAN PENERANGAN
1. Pemborong ikut bertanggung jawab atas keamanan dan harus mengurus penjagaaan
diluar jam kerja (siang dan malam) dalam komplek pekerjaan termasuk bangunan
yang sedang dikerjakan.
2. Untuk kepentingan keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan/lampu
pada tempat tertentu, satu dan lain hal atas kehendak Proyek.
3. Pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat lain yang
disimpan dalam gudang dan halaman pekerjaaan Apabila terjadi kebakaran dan
pencurian, pemborong harus segera mendatangkan gantinya untuk kelancaran
pekerjaan.
4. Pemborong harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran atau alat bantu lain
untuk keperluan yang sama harus selalu berada di tempat pekerjaan.
5. Segala resiko dan kemungkinan kebakaran yang menimbulkan kerugian-kerugian
dalam pelaksanaan pekerjaan dan bahan-bahan material juga gudang dll,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemborong.

Pasal I.22
KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA
1. Bilamana terjadi kebakaran, kecelakaan Pemborong harus segera mengambil
tindakan dan segera memberitahukan kepada Pemimpin Bagian Proyek.
2. Pemborong harus memenuhi/mentaati peraturan-peraturan tentang perawatan
korban dan keluarganya.
107

3. Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang tersusun menurut syarat-syarat


Palang Merah dan setiap kali habis digunakan harus dilengkapi lagi.
4. Pemborong selain memberikan pertolongan kepada pekerja juga selalu memberikan
bantuan pertolongan kepada pekerja pihak ketiga dan juga menyediakan air minum
yang memenuhi syarat kesehatan.
5. Pemborong diwajibkan mentaati Undang-undang Ketenaga kerjaan.

Pasal I.23
PENGGUNAAN BAHAN BANGUNAN
1. Semua bahan-bahan bangunan untuk pekerjaan ini sebelum digunakan harus
mendapat persetujuan dari Direksi terlebih dahulu.
2. Semua bahan-bahan bangunan yang telah dinyatakan oleh Pemimpin Bagian
Proyek tidak dapat dipakai (afkeur) harus segera disingkirkan keluar lapangan
pekerjaan dan hal ini menjadi tanggung jawab pemborong.
3. Bilamana Pemborong melanjutkan pekerjaan dengan bahan-bahan bangunan yang
ditolak, maka proyek berhak menyuruh membongkar dan harus diganti dengan
bahan-bahan yang memenuhi syarat atas tanggung jawab Pemborong.
4. Bilamana Pemimpin Bagian Proyek sangsi akan mutu (kualitas) bahan bangunan
yang digunakan, Pemimpin Bagian Proyek berhak minta kepada Pemborong untuk
memeriksa bahan-bahan bangunan yang akan ditentukan atas biaya Pemborong.
5. Diutamakan menggunakan bahan produksi dalam negeri.
Pasal I.24
KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE
1. Semua kenaikan harga yang bersifat biasa pemborong tidak dapat mengajukan
claim.
2. Semua kenaikan harga akibat Pemerintah Republik Indonesia di bidang moneter
yang bersifat nasional dapat mengajukan claim sesuai dengan keputusan Pemerintah
dan pedoman resmi dari Pemerintah RI.
3. Semua kerugian akibat Force Majeure berupa alam a.l : gempa bumi,angin topan,
hujan lebat, pemberontakan, perang dan lain-lain kejadian tersebut dapat dibenarkan
oleh Pemerintah dan berakibat menimbulkan kerusakan bangunan bukan menjadi
tanggungan pemborong.

Pasal I.25
108

LAIN-LAIN
1. Hal-hal yang belum tercantum dalam RKS ini dijelaskan didalam aanwijzing dan
akan diberikan petunjuk pengelola proyek.
2. Bilamana jenis pekerjaan yang telah tercantum didalam contoh daftar BQ ternyata
terdapat kekurangan, maka kekurangannya tersebut dapat ditambahkan menurut
pos-posnya masing-masing dengan menambahkan huruf alfabet pada nomor
tersebut dari pos yang bersangkutan, misalnya : pos persiapan nomor terakhir 4,
maka penambahannya tidak nomor 5, tetapi nomor 4a, 4b, 4c, dan seterusnya.
3. BQ (Bill of Quantity) yang volume mengikat dalam penawaran, tetapi tidak
mengikat dalam pelaksanaan.
4. Pemborong sebelum melaksanakan pembongkaran harus meminta ijin secara tertulis
terlebih dahulu kepada direksi/pengelola Proyek/user minimal 1 (satu) minggu
sebelumnya.
5. Bahan-bahan bangunan hasil bongkaran yang tidak dapat dipergunakan lagi harus
inventarisasir pemborong bersama pengawas.
6. Hasil bongkaran harus diserahkan kepada pihak proyek bagian Rumah Tangga Balai
Diklat Depag dan dibuatkan Berita Acara Penyerahan yang ditanda tangani oleh
pemborong, pengawas, user, dan Pemimpin Bagian Proyek.
7. Biaya untuk pemindahan hasil bongkaran dari lokasi proyek ke tempat
penampungan yang telah ditentukan, dibebankan kepada pemborong.
8. Kerusakan bagian bangunan yang diakibatkan oleh Pelaksanaan pekerjaan, menjadi
tanggung jawab pemborong sepenuhnya.
9. Penggunaan air, dan listrik kerja yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan ini
ditanggung oleh kontraktor/pemborong.
10. Sesuai Perda Dati I Jateng No.14 tahun 1995 sebelum penandatanganan kontrak /
perjanjian pekerjaan, supaya membayar leges Rp. 50.000,00
11. IMB merupakan tanggung jawab pemborong, surat-surat berasal dari bagian proyek.

5.2 SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI


Pasal II.01
JAMINAN LELANG
1. Jaminan lelang (tender garansi) berupa surat jaminan dari bank atau perusahaan
asuransi kerugian sebesar 3%.
109

2. Bagi pemborong yang tidak ditetapkan sebagai pemenang pelelangan, jaminan


lelang dapat diambil setelah panitia mengumumkan Pengumuman Pemenang
Lelang.
3. Bagi pemborong yang ditetapkan sebagai pemenang pelelangan, jaminan lelang
diberikan kembali pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Pimpinan Proyek
sekaligus menandatangani surat Perjanjian Pemborongan.

Pasal II.02
JAMINAN PELAKSANAAN
1. Jaminan pelaksanaan ditetapkan sebesar 5% dari nilai kontrak.
2. Jaminan pelaksanaan diterima oleh Pimpinan Proyek pada waktu menandatangani
Surat Perjanjian Pemborongan.
3. Jaminan pelaksanaan dapat dikembalikan bilamana prestasi pelaksanaan mencapai
100% dan pekerjaan telah diserahkan untuk pertama kalinya dan diterima baik oleh
Direksi (disertai Berita Acara Penyerahan I).

Pasal II.03
RENCANA KERJA TIME SCHEDULE)
1. Pemborong harus membuat rencana kerja pelaksanaan yang diperiksa oleh
pengawas dan pengawas teknik proyek, dan disetujui oleh Pimpinan Proyek
selambat-lambatnya 1 minggu setelah SPK diterbitkan serta Daftar Nama Pelaksana
yang ditugaskan diserahkan untuk menyelesaikan Proyek ini.
2. Pemborong diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan merencana kerja tersebut.

Pasal II.04
LAPORAN HARIAN MINGGUAN
1. Konsultan pengawas tiap minggu diwajibkan mengirim laporan kepada Pemimpin
Proyek mengenai prestasi pekerjaan disertai laporan harian, Laporan Harian dan
Mingguan dibuat oleh Pengawas Lapangan dan dilegalisir oleh BBWS Pemali Jua-
na.
110

2. Penilaian prosentase kerja atas dasar pekerjaan yang sudah dikerjakan, tidak
termasuk bahan-bahan ditempat pekerjaan dan tidak atas dasar besar pengeluaran
uang oleh pembororng.
3. Contoh blangko laporan harian dan mingguan agar dikonsultasikan dengan Direksi.

Pasal II.05
PEMBAYARAN
1. Pembayaran akan diatur dalam kontrak (surat perjanjian pemborong).
2. Tiap mengajukan pembayaran angsuran (termin) dan penyerahan pertama harus
disertai Berita Acara Pemeriksaan, dilampiri daftar hasil kemajuan pekerjaan dan
foto berwarna.

Pasal II.06
SURAT PERJANJIAN PEMBORONG (KONTRAK)
1. Surat perjanjian pemborong (kontrak) dibuat rangkap 15 (lima belas) atas biaya
pemborong kesemuanya bermeterai Rp. 6.000
2. Kontrak dibuat Proyek, sedang lampiran-lampirannya disiapkan oleh pemborong
antara lain :
a. Bestek dan voorwaden / RKS yang disahkan
b. Berita Acara Aanwijzing yang disahkan.
c. Berita Acara pembukaan Surat Penawaran.
d. Berita Acara Evaluasi.
e. Usulan penetapan pemenang.
f. Penetapan Pemenang.
g. Pengumuman Pemenang.
h. SPK (Gunning).
i. Surat penawaran beserta lampiran-lampirannya.
j. Fotocopy jaminan pelaksanaan.
k. Gambar pelaksanaan.

Pasal II.07
PERMULAAN PEKERJAAN
111

1. Selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) minggu terhitung dari SPK (Gunning)


dikeluarkan dari Pemimpin Proyek pekerjaan harus dimulai.
2. Bilamana ketentuan seperti tersebut diatas tidak dipenuhi maka jaminan
pelaksanaan dinyatakan hilang dan menjadi milik Negara.
3. Pemborong wajib memberitahukan kepada Pemimpin Proyek, bila akan memulai
pekerjaan, secara tertulis.

Pasal II.08
PENYERAHAN PEKERJAAN
1. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 100 hari kalender, termasuk hari
minggu, hari besar, hari raya.
2. Pekerjaan dapat diserahkan yang pertama kalinya bilamana pekerjaan sudah selesai
100% dan dapat diterima dengan baik oleh Pemimpin Proyek dengan disertai Berita
Acara dan dilampiri daftar kemajuan pekerjaan pada penyerahan pertama untuk
pekerjaan ini, keadaan halaman dan bangunan harus dalam keadaan rapi dan bersih.
3. Untuk memudahkan suatu penelitian sewaktu diadakan pemeriksaan teknis dalam
angka penyerahan pertama, maka surat permohonan pemeriksaan teknis yang
diajukan Pemimpin Proyek supaya dilampiri :
a. Daftar kemajuan pekerjaan 100%.
b. Tempat album berisi foto berwarna yang menyatakan prestasi dari 0%-
100%.
4. Surat permohonan pemeriksaan teknis yang dikirim kepada Pemimpin Proyek harus
sudah dikirimkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum batas waktu penyerahan
pertama kalinya berakhir.
5. Dalam penyerahan pekerjaan pertama kalinya dan bilamana terdapat pekerjaan
instalasi listrik, maka pihak pemborong harus menunjukkan kepada proyek syarat
pernyataan bermaterai Rp. 6000 bahwa instalatur terdaftar di PLN. Bilamana pihak
pemborong tidak dapat menunjukkan surat penyerahan pekerjaan yang pertama
kalinya ditangguhkan dahulu, agar tidak menjumpai kesulitan dikemudian hari
sewaktu akan menyambung aliran listrik.
6. Instalasi penangkal petir dengan data-datanya.

Pasal II.09
PEMELIHARAAN
112

1. Jangka waktu pemeliharaan adalah 20 hari kalender sehabis penyerahan pertama.


2. Bilamana dalam masa pemeliharaan (Onderhoud Termijn) terjadi kerusakan akibat
kurang sempurnanya dalam pelaksanaan atau kurang baiknya mutu bahan-bahan
yang dipergunakan maka pemborong harus segera memperbaiki dan
menyempurnakannya.
3. Meskipun pekerjaan telah diserahkan untuk kedua kalinya, namun pemborong
masih terikat dalam pasal 1609 KUHP.

Pasal II.10
PERPANJANGAN WAKTU PENYERAHAN
1. Surat permohonan perpanjangan waktu penyerahan pertama yang diajukan kepada
Pemimpin Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir dan surat tersebut supaya
dilampiri :
a. Data-data yang lengkap.
b. Time schedule baru yang sudah disesuaikan dengan sisa
pekerjaan.
2. Surat permohonan waktu penyerahan pekerjaan tanpa ada data-data yang lengkap
tidak akan dipertimbangkan.
3. Permintaan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan pertama kalinya dapat
diterima oleh Pemimpin Proyek bilamana:
a. Adanya pekerjaan tambahan atau pengurangan (meer and minder) yang tidak
dapat dielakkan lagi setelah atau sebelum kontrak ditanda tangani oleh kedua
belah pihak.
b. Adanya surat perintah tertulis dari Pemimipin Proyek tentang pekerjaan
tambahan.
c. Adanya surat perintah tertulis dari Pemimpin Proyek bahwa pekerjaan untuk
sementara waktu dihentikan.
d. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus ditempat pekerjaan secara
langsung mengganggu pekerjaan, yang dilaporkan oleh konsultan Pengawas
dan dilegalisasi oleh unsur teknis yang bersangkutan.
e. Pekerjaan tidak dapat dimulai tepat pada waktunya yang telah ditentukan
karena lahan yang telah dipakai untuk bangunan masih ada permasalahan.
113

Pasal II.11
DENDA (Pasal 49 A.V)
1. Bilamana batas waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dilampaui (tidak
dipenuhi), maka Pemborong dikenakan denda / diwajibkan membayar denda 2 (dua)
permil tiap hari keterlambatan, maksimal 5% dari nilai kontrak.
2. Menyimpang dari pasal 49 A.V terhadap segala kelalaian mengenai peraturan atau
tugas yang tercantum dalam bestek ini tidak ada ketetapan denda lainnya,
pemborong dapat dikenakan denda sebesar 2 permil tiap kali terjadi kelalaian
dengan tidak diperlukan pengecualian.
3. Berdasar pasal 1609 KUHP, Pemborong bertanggung jawab perihal struktur dan
konstruksi bangunan yang dikerjakan selama 10 (sepuluh) tahun.
4. Bilamana ada perintah untuk mengerjakan pekerjaan tambahan dan tidak disebutkan
waktu pelaksanaannya, tidak akan diperpanjang.
5. Bilamana untuk jangka waktu penyerahan kedua yang telah ditetapkan dilampaui
maka Pemborong akan dikenakan denda sama dengan sub 1.

Pasal II.12
PEKERJAAN TAMBAHAN PENGURANGAN
1. Harga untuk pekerjaan tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pemimpin
Proyek, pemborong dapat mengajukan pembayaran tambahan.
2. Sebelum pekerjaan tambahan, pemborong supaya mengajukan kepada Pemimpin
Proyek dapat diperhitungkan apakah pekerjaan tambahan tersebut dapat dibayar
atau tidak.
3. Didalam mengajukan Daftar RAB pekerjaan tambahan ditambah 10% keuntungan
pemborong dari bousom dan pajak jasa 10% dari jumlah (Bousom tambah
keuntungan pemborong).
4. Untuk memperhitungkan pekerjaan tambahan dan pengurangan menggunakan harga
satuan yang telah dimasukkan dalam penawaran / kontrak.
5. Bilamana Harga Satuan Pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang
diajukan, maka akan disesuaikan secara musyawarah.

Pasal II.13
DOKUMENTASI
114

1. Sebelum pekerjaan dimulai, keadaan lapangan atau tempat pekerjaan masih 0%


supaya diadakan pemotretan 2 pandangan ditempat yang dianggap penting menurut
pertimbangan Direksi dengan ukuran 9 cm x 14 cm sebanyak 5 setel.
2. Setiap permintaan pembayaran Angsuran (termijn) dan penyerahan pertama harus
diadakan pemotretan yang masing-masing menurut pengajuan termijn dengan
ukuran 9 cm x 14 cm sebanyak 5 setel.
3. Sedangka ukuran foto berwarna untuk Penyerahan Pekerjaan yang pertama kalinya
adalah 13 cm x 24 cm sebanyak 5 setel foto-foto tersebut harus dimasukkan
kedalam pigura / album ukuran folio warna merah.

Pasal II.14
PENCABUTAN PEKERJAAN
1. Pada pencabutan pekerjaan, pemborong hanya dibayar pada pekerjaan Sesuai dengan
pasal 62 A.V sub 3b, pemimpin proyek berhak membatalkan atau mencabut
pekerjaan dari tangan pemborong apabila ternyata pihak pemborong telah
menyerahkan pekerjaan keseluruhannya atau sebagian pekerjaan kepada pemborong
lain, semata-mata untuk mencari keuntungan dari pekerjaan tersebut.
2. Pada pencabutan pekerjaan, pemborong hanya dibayar hanya pekerjaan yang telah
selesai dan telah diperiksa serta disetujui oleh Pemimpin Proyek, sedangka harga
bahan bangunan yang berada ditempatkan menjadi resiko pemborong sendiri.
3. Penyerahan bagian-bagian pekerjaan kepada pemborong lain (Onder aanemer) tanpa
seijin tertulis dari Pemimpin Proyek tidak diijinkan.
4. Bilamana terjadi pihak kedua menyerahkan seluruhnya maupun sebagian pekerjaan
kepada pihak ketiga tanpa seijin pihak kesatu maka akan diperingatkan oleh pihak
kesatu secara tertulis sampai 3 kali, dan selanjutnya akan dikenai sanksi.

5.3 SYARAT – SYARAT TEKNIS


Pasal III.01
PENJELASAN UMUM
1. Tata cara penyelenggaraan bangunan ini telah diatur dalam BAB I dab BAB II,
sedangkan penyelenggaraan bangunan yang dimaksud harus memenuhi syarat-syarat
teknis sebagaimana tercantum didalam pasal demi pasal di bawah ini.
2. Pekerjaan yang dilaksanakan adalah :
115

Pembangunan Syphon di Sungai Kamijoro Yogyakarta.

Pasal III.02
TEKNIK KERJA UNTUK PELAKSANAAN
1. Sarana Bekerja
a. Untuk kelancaran pelaksaan pekerjaan, kontraktor harus menyediakan:
b. Tenaga kerja / tenaga ahli yang cukup memadai dengan jenis pekerjaan yang
akan dikerjakan.

c. Alat-alat Bantu seperti beton molen, vibrator, pompa air, alat-alat pengangkut,
mesin giling dan peralatan lain yang dipergunakan untuk pelaksanaan pekerjaan
ini.
d. Bahan-bahan bangunan dalam jumlah yang cukup untuk setiap pekerjaan yang
akan dilaksanakan tepat pada waktunya.

2. Cara Pelaksanaan
Pekerjaan dilaksanakan dengan penuh keahlian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS) dan gambar rencana, serta Berita Acara
Penjelasan Pekerjaan serta mengikuti petunjuk Konsultan Pengawas / Direksi.

Pasal III.03
ALAT DAN MUTU BAHAN
Jenis dan mutu bahan yang dipakai diutamakan produksi dalam negeri sesuai dengan
keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menterri Perindustrian dan Menteri
Penerangan :
Nomor : 472 / KPB / XII / 1980
Nomor : 813 / MENPEN / 1980
Nomor : 64 / MENPEN /1980
Tanggal : 23 Desember 1980

Pasal III.04
ALAT-ALAT PELAKSANAAN
116

Semua alat-alat pelaksanaan pekerjaan harus disediakan oleh kontraktor sebelum


pekerjaan secara fisik dimulai dalam keadaan baik dan siap dipakai antara lain :

1. Beton molen.
2. Waterpass/theodolith
3. Vibrator/penggetar beton.
4. Perlengkapan penerangan untuk kerja lambur.
5. Pompa air untuk pengadaan dan pengeringan air.
6. Stamper/mesin pemadat tanah.
7. Dan alat-alat lain yang diperlukan untuk proyek ini.

Pasal III.05
UKURAN-UKURAN
1. Ukuran satuan yang ada disini semuanya dinyatakan dalam cm, kecuali ukuran baja
dinyatakan dalam mm.
2. Ukuran-ukuran tersebut dalam pasal ini dimaksudkan sebagai garis besar pelaksanaan
dan pegangan kontraktor.
3. Kontraktor wajib meneliti situasi tapak, kondisi dan situasi lain yang dapat
mempengaruhi penawaran. Untuk membuat komponen pekerjaan yang baru,
pemborong diharuskan mengecek/mengukur terlebih dahulu di lapangan.
4. Kelalaian dan kekurang telitian kontraktor dalam hal ini tidak dapat dijadikan alasan
untuk mengajukan tuntutannya.
5. Untuk membuat komponen yang baru, pemborong harus mengadakan pengecekan di
lapangan.

Pasal III.06
SYARAT-SYARAT CARA PEMERIKSAAN BAHAN BANGUNAN
1. Semua bahan-bahan bangunan yang didatangkan harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Pasal III.03
117

2. Konsultan Pengawas berwenang menanyakan asal bahan dan kontraktor wajib


memberitahukan.
3. Semua bahan bangunan yang akan dipergunakan harus diperiksakan dahulu kepada
Konsultan Pengawas untuk mendapatkan persetujuannya.
4. Bahan bangunan yang telah didatangkan oleh kontraktor di lapangan pekerjaan tetapi
ditolak pemakaiannya oleh Konsultan Pengawas, harus segera dikeluarkan dari
lapangan pekerjaan selambat-lambatnya dalam waktu 2x24 jam terhitung dari jam
penolakan.
5. Pekerjaan atau bagian dari pekerjaan yang telah dilakukan kontraktor tetapi ditolak
oleh Konsultan Pengawas, pekerjaan tersebut harus segera dihentikan, selanjutnya
dibongkar atas biaya kontraktor.
6. Apabila konsultan Pengawas perlu meneliti suatu bahan lebih lanjut, Konsultan
Pengawas berhak mengirimkan bahan tersebut ke balai penelitian bahan
(laboratorium) yang terdekat untuk diteliti. Biaya pengiriman dan penelitian menjadi
tanggungan kontraktor, dengan hasil apapun penelitian tersebut. Bilamana hasil
penelitian tersebut tidak diterima, Kontraktor wajib mengajukan contoh bahan kepada
Konsultan Pengawas.

Pasal III.07
PEMERIKSAAN PEKERJAAN
1. Sebelum memulai pekerjaan lanjutan, dan apabila bagian pekerjaan ini telah selesai
akan tetapi belum diperiksa oleh konsultan pengawas, baru apabila konsultan
pengawas telah menyetujui bagian pekerjaan tersebut, kontraktor dapat meneruskan
pekerjaannya.
2. Bila permohonan pemeriksaan pekerjaan itu dalam waktu 2x24 jam (dihitung dari
jam diterimanya surat permohonan, tidak terhitung hari libur/hari raya) tidak dipenuhi
oleh Konsultan Pengawas, maka kontraktor dapat meneruskan pekerjaan dan bagian
pekerjaan yang seharusnya diperiksa dianggap telah disetujui Konsultan Pengawas,
hal ini dikecualikan apabila konsultan pengawas perpanjangan waktu.
3. Bila kontraktor melanggar pasal III.07 ini, kesalahan dan pembongkaran pekerjaan
atau bagian pekerjaan yang telah dilaksanakan menjadi tanggungan kontraktor.

Pasal III.08
PEKERJAAN PERSIAPAN
118

1. Pembersihan lingkungan pekerjaan.


Kontraktor harus membersihkan lingkungan pekerjaan dari segala sesuatu yang dapat
menggangu pelaksanaan pekerjaan, dan mendapat persetujuan pengawas/ direksi
2. Kelestarian segala jenis pohon yang ada dihalaman harus dijaga, penebangan atau
pemindahan pohon harus dengan persetujuan tertulis dari konsultan pengawas.
3. Papan Reklame.
Kontraktor tidak diperkenankan menemptakan papan reklame dalam bentuk apapun
di dalam lingkungan kompleks atau pada batas yang berbatasan dengan kompleks.
4. Papan nama proyek.
Bila diharuskan kontraktor boleh memasang papan nama proyek dengan nama
sendiri.
5. Pembongkaran komponen bangunan.
Pembongkaran komponen bangunan harus dilaksanakan secara hati-hati oleh
kontraktor dan harus diperhatikan keamanan dan meneliti terlebih dahulu situasi dan
kondisinya, kemudian dicari teknis pelaksanaannya dan dikonsultasikan dengan
Direksi/Pengawas.
Semua kerusakan yang diakibatkan oleh pelaksanaan menjadi tanggung jawab
kontraktor.

Pasal III.09
KEADAAN TANAH
1. Galian Tanah
a. Seluruh daerah yang akan terletak di bawah lantai bangunan harus dikupas
lapisan humusnya minimal 20 cm. Hasil kupasan dibuang ke tempat yang akan
ditunjuk oleh Direksi/PTP.
b. Galian tanah dilaksanakan untuk:
• Mendapat peil yang sesuai dengan peil permukaan lantai, sesuai dengan
gambar.
• Konstruksi pondasi.
• Saluran air hujan.
c. Jika terdapat tempat air menggenang dalam parit atau galian pondasi harus
dipompa keluar, sehingga pada waktu pemasangan pondasi parit/galian
pondasi dalam keadaan kering.
119

d. Jika terdapat tempat yang gembur pada dasar parit/galian pondasi, harus digali
dan ditimbun kembali dengan pasir urug, disiram air dan dipadatkan.
e. Galian harus mencapai kedalaman seperti tercantum dalam gambar bestek dan
cukup lebar untuk bekerja dengan leluasa.
f. Galian tanah tidak boleh melebihi kedalam yang ditentukan dan bila hal ini
terjadi pengukuran kembali harus dilakukan dengan pasangan atau beton
tumbuk tanpa biaya tambahan dari pemberi tugas.
2. Urugan Tanah
a. Untuk bagian-bagian rendah di luar bangunan dilakukan pengurugan tanah
sampai mencapai tebal sesuai dengan ketentuan gambar. Urugan tanah
dilakukan lapis demi lapis dan setiap 20 cm lapisan tersebut dipadatkan.
b. Tanah humus tidak diperkenankan untuk mengurug tanah yang berasal dari
tanah yang tidak dipakai untuk maksud-maksud penambahan/penimbunan
harus dibuang/ditimbun ditempat yang akan ditentukan Direksi.
c. Urugan tanah harus dilaksanakan segera setelah urugan kembali dari
parit/galian pondasi kaki kolom selesai dikerjakan agar cukup waktu untuk
dipadatkan.

Pasal III. 10
PEKERJAAN URUGAN
1. Urugan pasir dilaksanakan untuk :
a. Mengeruk kembali galian yang ada di bawah lantai setebal 20 cm.
b. Di bawah saluran-saluran pembuangan setebal 20 cm agar pipa dapat terletak
rata/stabil dan dibawah pemeriksaan/bak control.
c. Tempat-tempat lain yang dianggap perlu sebagai syarat teknis yang baik dan
sempurna (sesuai dengan bestek dan AV).
2. Urugan pasir dilaksanakan lapis setebal 20 cm dan tiap lapis harus ditumbuk dan
harus diairi sampai padat sebelum lapis berikutnya dipasang.

Pasal III. 11
PEKERJAAN PONDASI
120

1. Pekerjaan pembuatan pondasi meliputi penyediaan tenaga kerja dan bahan-bahan


material untuk pekerjaan tersebut dan perlengkapannya, serta mesin-mesin yang
diperlukan.
2. Sebelum dilaksanakan pekerjaaan pondasi dilakukan pengukuran-pengukuran
untuk menentukan as-as pondasi dan lubang kedudukan serta petunjuk dari
brosur-brosur peralatan yang akan ditempatkan pada pondasi tersebut
3. Untuk menjaga kemungkinan adanya air dalam tanah galian baik pada saat
penggalian maupun pekerjaan pondasi dilakukan, pihak pemborong harus
menyediakan pompo yang dapat digunakan bila diperlukan.
4. Tanah asli sebagai dasar harus sudah padat dan selanjutnya diatasnya dipadatkan
lagi dengan pasir urug setalah itu dibuatkan lantai beton tumbuk 1 : 3 : 5 setebal
sesuai gambar.
Pasal III. 12
PEKERJAAN PASANGAN
Yang harus dibuat dengan adukan kuat 1 PC : 3 PS adalah :
1. Bagian-bagian dinding tembok dimana menurut gambar bestek dan gambar detail
harus dibuat kedap air (water dict/transram).
2. Apabila tidak tercantum dalam gambar, maka untuk dinding tembok ½ batu setiap
luas + 12 m2 harus diperkuat dengan kolom praktis dan ring beton bertulang.
3. Ukuran dan tulangan kolom praktis sesuai dengan gambar bestek dan gambar detail.
4. Pemasangan batu bata dengan:
a. Adukan 1 PC : 3 PS dilaksanakan untuk pasangan sekitar kusen dan yang
ditentukan dalam gambar bestik dan gambar detail.
b. Adukan 1 PC : 3 KP : 10 PS dilaksanakn untuk pasangan bukan transram.
5. Sebelum dipasangkan batu bata harus direndam terlebih dahulu. Dalam hari yang
sama setelah pemasangan batu bata selesai dikerjakan siar-siar dikeruk sedalam 1
cm agar plesteran dapat melekat dengan baik.
6. Pada bagian atas lubang pintu atau jendela dengan bentang lebih dari 1 m dipasang
balok lantai dengan ukuran-ukuran dan tulangan sesuai dengan gambar bistek dan
gambar detail.
7. Apabila ukuran dari 1 m, dipasang rolag tinggi 1 batu (knopi) dengan adukan 1 PC :
3 PS. Rolag harus dipasang sekaligus selesai agar benar-benar berfungsi sebagai
balok pemikul.
121

8. Pemborong diwajibkan mengajukan contoh batu bata terlebih dahulu untuk disetujui
Direksi. Direksi berhak menolak batu bata tersebut bila tidak memenuhi syarat
seperti:
a. Pembakaran kurang matang/merata.
b. Banyak mengandung retak-retak/keropos.
c. Dan lain sebagainya.

Pasal III.13
PEKERJAAN BETON BERTULANG
Dengan campuran 1 PC : 3 Ps : 5 Kr dilaksanakan untuk :
- Lain-lain pekerjaan dimana dianggap perlu menurut syarat-syarat pelaksanaan yang
baik dengan sempurna dengan petunjuk Direksi diangap perlu.
- Bagian-bagian yang tercantum di dalam gambar kerja.

Pasal III. 14
PEKERJAAN PLESTERAN
Pada pemasangan batu bata sebelum diplester bidang tembok haruis dibasahi terlebih
dahulu sampai jenuh. Begitu selesai pemasangan batu bata siar-siar dikeruk sedalam
kurang lebih 1 cm, kemudian dilakukan pemlesteran. Dengan adukan 1 Pc : 3 Ps
dilakukan untuk semua plesteran sudut-sudut dan pinggir-pinggir tembok dan plesteran
beton termasuk pasangan bata tasram. Semua permukaan pasangan batu bata dan batu kali
yang terpendam di dalam tanah harus diplester kasar (beraben) dengan adukan yang
sama. Dengan adukan yang sama kuat 1 Pc : 3 Ps dilakukan untuk pasangan bata adukan
kuat atau trasram. Tebal plesteran tembok bata diambil maksimum 1,5 cm. plesteran
tembok boleh dilakukan apabila pemasangan pipa-pipa saluran air dan listrik dan lainnya
selesai dilaksanakan. Pembobokan plesteran untuk instalasi tersebut tidak diperkenankan.
Setelah pekerjaan-pekerjaan selesai maka dilakukan acian dengan PC.

Pasal III.15
PEKERJAAN BESI ATAU LOGAM LAINNYA
Angker, baut hanggel, dsb, harus disesuaikan dan dipasang perkuatan-perkuatan dari besi
pada tempet-tempat menurut sifat konstruksinya atau menurut pendapat direksi dianggap
perlu termasuk penggantung plafon.
122

Pasal III. 16
PEKERJAAN LAIN-LAIN
1. Kalau dianggap perlu maka pemborong diwajibkan membuat gambar-gambar revisi,
gambar bestek dan gambar detail yang telah dilaksanakan. Gambar tersebut dibuat
dalam 2 rangkap dan diserahkan pada Direksi atau Pimpinan Proyek pada waktu
penyerahan pertama pekerjaan, 1 copy gambar tersebut diserahkan pada perencana
pada waktu yang sama.
2. Jika pada RKS ini belum tercakup beberapa jenis pekerjaan atau persyaratan
lainnya, maka hal tersebut akan diatur dalam penjelasan pekerjaan dan akan
dituangakan dalam Berita Acara Penjelasan Pekerjaan.

5.4 RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume Pekerjaan dapat diketahui bila desain telah selesai dan termasuk juga
didalamnya metode dan pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukan di lapangan. Volume
pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5.1 s/d

Tabel 5.1 Data Volume Pekerjaan Embung


123

No Uraian Pekerjaan Satuan Volume


1 Tubuh Embung
1.a Pembersihan Lahan m2 3,400.00
1.b Galian Tanah Keras 3 3,129.62
m
1.c Timbunan (Pemadatan tiap 20 cm) m3 17,917.92
1.d Pasir 3 195.90
m
1.e Batu Kerikil 3 197.98
m
1.f Batu (Rip-rap) m3 1,025.61
1.g Geotekstile 2 2,314.08
m

2 Drainase Embung
2.a Pemasangan Pasir m3 147.92
2.b Batu Kerikil 3 870.15
m
2.c Pasangan Batu Kali m3 84.15
2.d Geotekstile m2 356.15

3 Jalan Inspeksi
3.a Jalan
3.a.a Makadam m3 84.49
3.a.b Pasir Krikil 3 42.24
m
3.a.c Aspal m2 21.12
3.b Dranase
3.b.a Pasir 3 3.94
m
3.b.b Pasangan Bata m2 6.43
3.b.c Buis Beton D 0.10 tebal 3 bh 0.92
3.b.d Plesteran m2 1.26
3.b.e Pipa PVC 2" m 32.61
3.c Parapet
3.c.a Beton m3 42.31

4 Pelimpah
4.a Galian 3 570.11
m
4.b Pas Batu Kali m3 169.64
4.c Batu Kosong 3 373.33
m
4.d Pemecah Gelombang
4.d.a. Beton m3 1.27
4.d.b. Tulangan D10 kg 27.98
4.d.c. Tulangan D16 kg 47.11
4.d.d. Bekisting m2 7.50
124

5 Jembatan Operasional
5.a Abutment
5.a.a. Beton 3 35.70
m
5.a.b. Tulangan D8 e 8.78
5.a.c. Tulangan D10 kg 555.28
5.a.d. Tulangan D16 kg 2,442.84
5.a.e. Bekisting m2 12.00
5.b Pilar
5.b.a. Beton 3 11.41
m
5.b.b. Tulangan D10 kg 223.39
5.b.c. Tulangan D16 kg 925.82
5.b.d. Bekisting 2 56.00
m
5.c Lantai Perletakan
5.c.a. Beton 3 2.94
m
5.c.b. Tulangan D10 kg 96.62
5.c.c. Tulangan D16 kg 329.29
5.c.c. Bekisting 2 1.20
m
5.d Lantai
5.d.a. Beton m3 11.00
5.d.b. Tulangan D8 kg 59.37
5.d.c. Tulangan D12 kg 236.54
5.d.d. Tulangan D19 kg 937.41
5.d.e. Bekisting 2 21.00
m
5.e Tiang Sandaran
5.e.a. Beton 3 1.08
m
5.e.b. Pipa GIV 3" m 68.40
5.e.c. Tulangan D6 kg 68.10
5.e.d. Tulangan D12 kg 272.39
5.e.d. Bekisting m2 8.96

6 Bangunan Intake
6.a Beton Bertulang
6.a.a. Lantai Hulu m3 7.98
6.a.b. Sayap m3 5.04
6.a.c. Dinding Tegak Tangga m3 14.28
6.a.d. Dinding Tegak di Pintu m3 12.99
6.a.e. Penahan Pintu m3 0.07
6.a.f. Dinding Tegak Ggorong-gorong (hul m3 17.14
3
6.a.g. Gorong-gorong m 22.14
3
6.a.h. Pengaku m 2.92
3
6.a.i. Dinding Tegak gorong2 (hilir) m 1.54
3
6.a.j. Lantai Hilir m 1.34
125

Rencana Anggaran dan Estimasi Biaya untuk konstruksi ini dapat diperoleh
dengan acuan terhadap Analisis Harga Satuan Pekerjaan dan Volume Pekerjaan itu
sendiri.

Tabel 5.2. Estimasi Biaya Konstruksi Pekerjaan Embung


Harga Satuan Jumlah Harga
No Uraian Pekerjaan Satuan Volume
(Rp) (Rp)
1 Tubuh Embung 2,049,006,658.86
1.a Pembersihan Lahan m2 3,400.00 3,250.00 11,050,000.00
1.b Galian Tanah Keras m3 3,129.62 36,504.00 114,243,692.05
1.c Timbunan (Pemadatan tiap 20 cm) m3 17,917.92 84,254.00 1,509,656,316.88
1.d Pasir m3 195.90 131,974.50 25,854,265.80
1.e Batu Kerikil m3 197.98 245,398.50 48,584,492.45
1.f Batu (Rip-rap) m3 1,025.61 245,398.50 251,682,956.20
1.g Geotekstile m2 2,314.08 38,000.00 87,934,935.48

2 Drainase Embung 295,647,017.87


3
2.a Pemasangan Pasir m 147.92 131,974.50 19,522,089.24
2.b Batu Kerikil m3 870.15 245,398.50 213,534,611.40
2.c Pasangan Batu Kali m3 84.15 582,989.00 49,056,739.82
2.d Geotekstile m2 356.15 38,000.00 13,533,577.41

3 Jalan Inspeksi 96,280,802.32


3.a Jalan
3.a.a Makadam m3 84.49 245,398.50 20,733,560.25
3
3.a.b Pasir Krikil m 42.24 245,398.50 10,366,780.12
2
3.a.c Aspal m 21.12 1,789,349.00 37,795,234.38
3.b Dranase
3.b.a Pasir m3 3.94 131,974.50 519,802.51
3.b.b Pasangan Bata m2 6.43 76,000.00 488,715.20
3.b.c Buis Beton D 0.10 tebal 3 bh 0.92 600,856.50 551,969.37
3.b.d Plesteran m2 1.26 28,188.89 35,606.14
3.b.e Pipa PVC 2" m 32.61 11,250.00 366,903.34
3.c Parapet
3.c.a Beton m3 42.31 600,856.50 25,422,231.00

4 Pelimpah 214,337,985.40
3
4.a Galian m 570.11 36,504.00 20,811,440.85
3
4.b Pas Batu Kali m 169.64 582,989.00 98,896,698.55
3
4.c Batu Kosong m 373.33 245,398.50 91,615,440.00
4.d Pemecah Gelombang
4.d.a. Beton m3 1.27 600,856.50 763,628.53
4.d.b. Tulangan D10 kg 27.98 9,500.00 265,777.84
4.d.c. Tulangan D16 kg 47.11 9,500.00 447,499.64
4.d.d. Bekisting m2 7.50 205,000.00 1,537,500.00

5 Jembatan Operasional 124,763,205.77


5.a Abutment
5.a.a. Beton m3 35.70 600,856.50 21,453,100.65
126

5.a.b. Tulangan D8 e 8.78 9,500.00 83,374.16


5.a.c. Tulangan D10 kg 555.28 9,500.00 5,275,198.43
5.a.d. Tulangan D16 kg 2,442.84 9,500.00 23,207,005.54
5.a.e. Bekisting m2 12.00 205,000.00 2,460,000.00
5.b Pilar
5.b.a. Beton m3 11.41 600,856.50 6,856,974.38
5.b.b. Tulangan D10 kg 223.39 9,500.00 2,122,241.93
5.b.c. Tulangan D16 kg 925.82 9,500.00 8,795,288.29
5.b.d. Bekisting m2 56.00 205,000.00 11,480,000.00
5.c Lantai Perletakan
5.c.a. Beton m3 2.94 600,856.50 1,766,518.11
5.c.b. Tulangan D10 kg 96.62 9,500.00 917,928.76
5.c.c. Tulangan D16 kg 329.29 9,500.00 3,128,301.21
5.c.c. Bekisting m2 1.20 205,000.00 246,000.00
5.d Lantai
5.d.a. Beton m3 11.00 600,856.50 6,609,661.84
5.d.b. Tulangan D8 kg 59.37 9,500.00 564,038.37
5.d.c. Tulangan D12 kg 236.54 9,500.00 2,247,123.32
5.d.d. Tulangan D19 kg 937.41 9,500.00 8,905,441.00
5.d.e. Bekisting m2 21.00 205,000.00 4,305,000.00
5.e Tiang Sandaran
5.e.a. Beton m3 1.08 600,856.50 650,234.89
5.e.b. Pipa GIV 3" m 68.40 126,000.00 8,618,400.00
5.e.c. Tulangan D6 kg 68.10 9,500.00 646,914.98
5.e.d. Tulangan D12 kg 272.39 9,500.00 2,587,659.91
5.e.d. Bekisting m2 8.96 205,000.00 1,836,800.00

6 Bangunan Intake 198,182,242.78


6.a Beton Bertulang
6.a.a. Lantai Hulu m3 7.98 600,856.50 4,793,693.24
6.a.b. Sayap m3 5.04 600,856.50 3,025,432.65
6.a.c. Dinding Tegak Tangga m3 14.28 600,856.50 8,583,114.93
6.a.d. Dinding Tegak di Pintu m3 12.99 600,856.50 7,806,327.65
6.a.e. Penahan Pintu m3 0.07 600,856.50 43,862.52
6.a.f. Dinding Tegak Ggorong-gorong (hulu) m3 17.14 600,856.50 10,296,276.98
6.a.g. Gorong-gorong m3 22.14 600,856.50 13,302,962.91
6.a.h. Pengaku m3 2.92 600,856.50 1,754,500.98
6.a.i. Dinding Tegak gorong2 (hilir) m3 1.54 600,856.50 924,718.15
6.a.j. Lantai Hilir m3 1.34 600,856.50 808,091.91
6.b Beton m3 2.60 600,856.50 1,564,029.47
6.c Lantai Pasangan Batu Kali
6.c.a. Lantai m3 1.91 582,989.00 1,110,943.84
6.c.b. Sayap m3 9.96 582,989.00 5,806,570.44
6.c.c. Dinding Tegak m3 31.72 582,989.00 18,491,001.41
6.d Lantai Kerja (Pasir) m3 6.07 131,974.50 800,715.69
6.e sheet pile ukuran 120x500x2000mm bh 63.00 1,890,000.00 119,070,000.00

Tabel 5.3. Rekapitulasi Biaya Pekerjaan Embung


127

Harga Satuan Jumlah Harga


No Uraian Pekerjaan Volume
(Rp) (Rp)
1 Tubuh Embung 2,049,006,658.86

2 Drainase Embung 295,647,017.87

3 Jalan Inspeksi 96,280,802.32

4 Pelimpah 214,337,985.40

5 Jembatan Operasional 124,763,205.77

6 Bangunan Intake 198,182,242.78

JUMLAH 2,655,272,464.45

PPN 10% 265,527,246.45

JUMLAH TOTAL 2,920,799,710.90

DIBULATKAN 2,920,799,000.00
128

BAB VI
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisa hidrologi dan perhitungan Perencanaan Embung Kwangen Kabu-
paten Sragen dapat disimpulkan :
1. Untuk penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada daerah pembangunan Em-
bung Kwangen adalah sebesar 1.083,63 ha atau 10,8363 km2.
2. Debit banjir rencana periode ulang 100 tahunan (Q100) dengan menggunakan
metode Rasional sebesar 35,687 m3/det
3. Dari beberapa lokasi yang sudah diidentifikasi dan berdasarkan hasil pengukuran
topografi, embung Kwangen direncanakan berada pada elevasi +124,00 meter se-
dangkan elevasi puncak embung berada pada elevasi + 130,00 meter. Cekungan
tersebut mampu menampung air sejumlah + 61,550 m3
4. Pembangunan embung Kwangen ini dimanfaatkan sebagai air irigasi dan diharap-
kan dapat mengairi sawah seluas 125 ha. Selain itu dapat dimanfaatkan se-
bagai cadangan untuk mengairi sawah selama 1 musim tanam selama + 4 bulan.
5. Pada bangunan utama embung Kwangen, dilengkapi dengan 2 buah pintu banjir
yang dalam keadaan terbuka penuh mampu mengalirkan debit sebesar 9,76 m3/det
pada keadaan tinggi air di hulu 6,00 meter dan sebesar 10,54 m3/det pada saat
tinggi air di hulu 7,00 meter.
6. Fungsi kedua pintu banjir, selain untuk menurunkan muka air banjir pada saat deb-
it banjir melebihi debit banjir rencana juga dapat digunakan untuk membuang tim-
bunan sedimen yang mengendap di kolam tampungan.

6.2 REKOMENDASI
1. Bahwa dengan adanya embung Kwangen ini dapat menaikkan muka air sungai se-
hingga diharapkan dapat menaikkan juga muka air sumur di rumah-rumah
penduduk.
2. Dengan dibangunnya pintu banjir pada bangunan utama, di mana debit yang dial-
irkan melalui kedua pintu sebesar paling tidak 19 m3/det sehingga debit yang
dapat melewati bangunan utama sebesar Q = 35,687 m3/det + 197 m3/det = 54,687
m3/det, maka dapat dikatakan bahwa bangunan utama dapat atau mampu dilewati
dengan debit banjir rencana Q1000 = 42,108 m3/det atau bahkan QPMF = 1,2 Q1000
129

3. Dengan melihat pada bentuk konstruksi bangunan utama, maka bentuk bangunan
utama tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai BANGUNAN BENDUNGAN
PELUAP dengan konstruksi seperti bangunan bendung tetap.

Dengan demikian, pada saat pelaksanaan konstruksinya, nama pekerjaannya adalah “


Pekerjaan Pembuatan Bendungan Pelimpah Kwangen di Kabupaten Sragen “

Anda mungkin juga menyukai