Anda di halaman 1dari 9

DRAMA JAKA KENDIL

Untuk tugas Ujian Praktik Sekolah mata pelajaran seni budaya, saya membuat naskah drama Jaka Kendil
versi saya sendiri. Sebenarnya saya ingin ikut ambil peran, tapi teman-teman menyuruh saya untuk
membuat naskah. Katanya saya berbakat menjadi script writer.. Oke, selamat membaca..

JAKA KENDIL
Raja I              : Arumanditya Ramadhan

Ratu muda      : Risnanda Ni’matul Ula

Dayang Suti     : Hesti Puspa Ningrum

Ratu tua          : Dewi Ayu Sekar Arum

Joko Kendil I    : Adrian Sidiq Pramana

Raja II              : Achmad Uzairi Rachman

Putri I              : Dhita Algha Pratama

Putri II              : Devi Oktalia Nugrahandani

Putri III            : Jihan Fairus

Adipati             : Dini Denok Fatmawati

Pedagang I      : Lia Asfarina

Pedagang II     : Erika Putri Ramadhani

Jaka Kendil II   : Angger Anugrah Perdana

Di suatu daerah terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja yang sangat bijaksana dan
menyanyangi rakyatnya. Beliau mempunyai dua istri. Pada suatu hari, istri muda dan salah satu
dayangnya sedang berbincang-bincang.

         Adegan I

(Di dalam istana kerajaan)

Ratu muda : “Dayang Suti, kemarilah!”

Dayang Suti : (Berjalan menghampiri ratu) “Iya ratu. Ada perlu apa ratu memanggil hamba?”

Ratu muda : “Begini. Saya punya ide. Kita harus secepatnya menyingkirkan ratu tua dari kerajaan ini
sehingga saya bisa menjadi satu-satunya ratu di kerajaan ini. Dan kamu akan saya angkat menjadi
dayang utama.”

Dayang Suti : “Apa ratu? Saya akan menjadi dayang utama? Sungguh mulia hati engkau wahai ratu.
Terima kasih banyak ratu. Terima kasih. Lalu, apa ide ratu?”

Ratu muda : “...” (Berbisik-bisik dengan dayang Suti).

(Raja berjalan ke singgasana diiringi oleh ratu tua)


Ratu muda : (Berlari menghampiri raja) “Duhai kakanda. Hari ini kakanda terlihat sangat gagah dan
tampan.”

Raja : “Terima kasih adinda. Tetapi, saat ini saya sangat lapar. Sudikah kiranya adinda membawakan
kakanda sesuap nasi?”

Ratu muda : “Aduh. Mohon maaf kakanda. Tiba-tiba kepala adinda sakit.”

Raja : “Baiklah. Kalau begitu adinda beristirahat saja.”

Ratu muda : ”Terima kasih kakanda.” (Berlalu dari hadapan raja dan ratu tua, didampingi oleh
dayang Suti)

Ratu tua : “Bagaimana kalau adinda yang membawakan makanan untuk kakanda?”

Raja : “Terima kasih adinda.”

         Adegan II

(Keesokan paginya, raja dan ratu muda sedang berbincang-bincang)

Raja : “Hari ini sangat indah dan cerah. Burung-burung berkicauan laksana sedang menyanyi dan
memuji kehidupan kita yang aman, damai dan bahagia.”

Ratu muda : “Betul kakanda.”

Raja : “Kehidupan rumah tangga kita penuh dengan cinta dan kasih sayang.”

Ratu muda : “Betul kakanda. Tapi, saya takut kalau kehidupan rumah tangga kita tidak akan berjalan
dengan semestinya.”

Raja : “Mengapa adinda berkata demikian?”

Ratu muda : “ Anu, kakanda. Dayang Suti mengaku kepada adinda bahwa dia telah melihat ratu Dewi
bercengkarama dengan pria lain. Tampaknya ratu Dewi telah mengkhianati kakanda dan menjalin
hubungan dengan pria lain.”

Raja : “Jangan berkata demikian adinda. Bahkan adinda tidak memiliki bukti apa pun!”

Ratu muda : “Kalau begitu, adinda akan memanggil dayang Suti untuk memberikan kesaksian kepada
kakanda.  Dayang Suti! kemarilah.”

Dayang Suti : (Berjalan ke hadapan raja dan ratu muda. Kemudian duduk bersimpuh)

Ratu muda : “Dayang Suti, tolong ceritakan kepada baginda raja tentang apa yang diperbuat oleh
ratu Dewi kemarin.”

Dayang Suti : “Baik ratu. Sebenarnya, hamba sudah berulang kali melihat ratu Dewi berduaan dan
bermesraan dengan pria lain. Setiap rabu malam, ratu Dewi meminta izin kepada baginda raja untuk
berjalan-jalan di taman kerajaan. Dan di sanalah ratu Dewi menemui pria tersebut.”

Raja : “Apakah benar begitu adanya?”

Dayang Suti : “Benar tuanku. Hamba berani bersumpah akan kebenaran berita tersebut.”

Raja : “Lantas, siapa pria tersebut?”

Dayang Suti : “Pria yang selalu ditemui oleh ratu Dewi adalah ajudan dari kerajaan Singopahit.”
Raja : (Menggeram lalu memanggil ratu Dewi) “Adinda Dewi, kemarilah!”

Ratu tua : (Berjalan menghampiri raja) “Ada perlu apa kakanda memanggil adinda?”

Raja : “Benarkah adinda telah mengkhianati kakanda dan menjalin hubungan dengan pria lain?!”

Ratu tua : “Tidak benar kakanda. Mengapa kakanda tiba-tiba berkata demikian?”

Raja : “Dayang Suti telah melihat adinda berduaan dan bermesraan dengan pria lain.”

Ratu tua : “Itu tidak benar kakanda! Sungguh kejam dayang Suti berdusta demikian kepada
kakanda.”

Raja : “Kakanda tidak mau tahu. Adinda telah mengkhianati cinta kakanda kepada adinda!”

Ratu tua : “Ampun kakanda. Tapi adinda tidak pernah berbuat demikian.”

Raja : “Keluar kau dari kerajaan ini!”

Ratu tua : “Sungguh kejam kakanda berkata demikian kepada adinda. Jika adinda pergi, bagaimana
dengan buah hati kakanda yang sedang adinda kandung?”

Raja : “Kakanda tidak mau tahu. Urus saja anak itu dengan dirimu!”

Ratu tua : “Baiklah, adinda akan pergi. Adinda tidak tahan dengan semua fitnah ini. Lihat saja! Anak
yang adinda kandung saat ini pasti akan menjadi orang yang terpandang nantinya.” (Pergi dari
hadapan raja sambil menangis)

Ratu muda : (Tersenyum sinis)

  Adegan III

Selama berbulan-bulan ratu Dewi menanggung derita. Beliau berjalan tak tentu arah. Dari satu
perkampungan ke perkampungan lain. Hingga akhirnya ratu Dewi menemukan rumah sederhana
dan melahirkan buah hatinya. Beliau menamainya Jaka Kendil karena tubuhnya mirip dengan kendil.

(Di halaman rumah, ratu Dewi sedang menyapu halaman dan Jaka Kendil asyik berkhayal)

Jaka Kendil : “Mak, kapan ya kehidupan kita ini bisa berubah. Nggak miskin kayak gini. Hidup serba
susah.”

Ratu Dewi : “Hush! Kamu nggak boleh ngomong begitu. Ini sudah takdir. Jalani apa adanya saja.”

Jaka Kendil : “Lho, masak mak nggak tahu. Takdir yang berhubungan dengan kaya atau miskinnya
seseorang bisa diubah.”

Ratu Dewi : “Susah, susah ngerubah takdir, tuh, ubah dulu sikap kamu. Masak jadi anak nggak
pernah bantu ibunya sendiri.”

Jaka Kendil : “Ya mak, maaf. Mak ingin Jaka Kendil berbuat apa?”

Ratu Dewi : “Kalau kata slugu slugu bathok, ‘nek urip nggeleko dhuwit’.”

Jaka Knedil : “Ya mak. Saya mau cari dhuwit.”

         Adegan IV

(Di pasar)
Pedagang I : “Eh, eh. Lihat. Itu kan anaknya mbok Dewi.”

Pedagang II : “Heeh. Aduh, ngidam apaan sih mbok Dewi. Anaknya bisa kayak gitu. Mirip kendil!”

Pedagang I : “Gimana toh. Ya ngidam kendil lah. Masak ngidam sutil.”

Pedagang II : “Iya ya.”

Pedagang I : “Tapi kasihan juga ya. Kan tuh anak nggak punya bapak.”

Pedagang II : “Ah, kata siapa?”

Pedagang I : “Lha buktinya. Emang dia cuma sama maknya toh.”

Pedagang II : “Banyak yang bilang kalau sebenarnya mbok Dewi itu istri seorang raja di daerah
mana... gitu. Terus mbok Dewi diusir karena selingkuh.”

Pedagang I : “Masak sih? Aku nggak percaya.”

(Jaka Kendil yang jadi pembicaraan para pedagang tersebut, secara diam-diam mengambil barang
dagangan orang lain dan memasukkannya ke balik baju)

Pedagang II : “Eh, eh, eh. Jaka Kendil nyuri!”

Pedagang I : “Eh iya.”

(Pedagang I dan pedagang II berlari menghampiri Jaka Kendil)

Pedagang I : “Nah, ketahuan nyuri. Udah jelek, kayak kendil, suka nyuri, dikasih makan apa sih sama
mak kamu?”

Pedagang II : “Tahu nih anak! Pulang sana! Jadi anak tahu diri dong!”

Jaka Kendil : “Ampun, ampun. Saya nyurinya nggak sengaja kok.”

Pedagang II : “Alasan!”

Jaka Kendil : “Masak ibu-ibu ini nggak ada yang kasihan? Saya dan mak nggak punya dhuwit, nggak
bisa makan.”

Pedagang I dan II: “Masalahmu, deritamu. Pulang sana!”

(Jaka Kendil pulang dengan hati yang kecewa)

Adegan V

Ratu Dewi : “Gimana? Sudah dapat uang?”

Jaka Kendil : “Belum mak. Saya malah kena marah ibu-ibu jualan sayur.”

Ratu Dewi : “Kena marah? Pasti kamu yang berbuat salah.”

Jaka kendil : “Iya sih, he he. Tapi mak, masak saya dibilang jelek? Kayak kendil?”

Ratu Dewi : “Sudah, nggak usah dipikirkan. Mereka pasti iri karena anak mak satu-satunya ini sangat
ganteng. Ganteng sejagad raya.”

Jaka Kendil : “Ah, mak bisa saja.”

Ratu Dewi : “Ya sudah. Gih, makan singkong rebus. Mumpung masih hangat.”

Jaka Kendil : “Ya... singkong lagi singkong lagi.”


         Adegan VI

Keesokan harinya, Jaka Kendil kembali melakukan aksinya. Mencuri. Tapi, memang apes nasib Jaka
Kendil. Dia ketahuan mencuri oleh ibu-ibu penjual sayur kemarin.

Jaka Kendil : “Ampun, ampun. Saya nggak sengaja nyuri.”

Pedagang I : “Yang namanya nyuri itu pasti sengaja.”

Jaka Kendil : “Iya deh. Saya nggak akan nyuri lagi!”

Pedagang II : “Nah, gitu dong. Anaknya raja masak nyuri.”

Jaka Kendil : “Hah? Anak raja?”

Pedagang II : “Iya. Kata orang-orang kamu itu anak raja dari negeri antah berantah.”

Jaka Kendil : “Masak sih?”

Pedagang I : “Udah, sana pulang! Bikin ribut saja bisanya!”

         Adegan VII

(Sesampainya di rumah, Jaka kendil bertanya kepada ibunya)

Jaka Kendil : “Mak, kata ibu-ibu jualan sayur di pasar, ayah saya adalah raja?”

Ratu Dewi : (Kaget disertai dengan gugup) Ah, mereka tahu apa tentang ayah kamu?”

Jaka Kendil : “Mak, mak jujur saja.”

Ratu Dewi : “Untuk apa mak bohong?”

Jaka Kendil : “Lha terus, ayah saya siapa?”

Ratu Dewi : (Menghela napas panjang) Maaf nak. Selama ini mak nggak pernah cerita. Iya, memang
benar. Ayah kamu adalah seorang raja. Dan makmu ini adalah ratu! Tapi mak difitnah dan akhirnya
diusir dari kerajaan.”

Jaka Kendil : “Mengapa mak nggak bilang dari dulu?”

Ratu Dewi : “Mak takut kamu akan malu.”

Jaka Kendil : “Tenang saja mak. Saya, Jaka Kendil, akan membalaskan dendam mak dan akan saya
buktikan kalau saya berhak menjadi raja nantinya. Menjadi raja yang lebih baik dari ayah saya
sendiri!”

Ratu Dewi : “Jaka Kendil anakku... Mak bangga padamu nak.” (Menangis terharu)

         Adegan VIII

Di sisi lain, ada sebuah kerajaan yang terkenal dengan kemakmurannya. Kerajaan tersebut dipimpin
oleh seorang raja yang arif bijaksana. Beliau memiliki tiga orang anak perempuan yang sangat cantik
dan rupawan. Namun sang permaisuri raja tersebut sedang sakit. Permaisuri mengalami sakit yang
aneh. Semua tabib baik tabib istana maupun luar istana sudah didatangkan. Namun tetap saja, tak
ada yang bisa menyembuhkan penyakit permaisuri.

Akhirnya sang raja mengadakan sayembara. Siapa pun yang bisa menyembuhkan permaisuri akan
mendapatkan imbalan. Jika yang menyembuhkan perempuan, akan diangkat menjadi anak raja, tapi
jika yang menyembuhkan laki-laki akan dijadikan sebagai kepala prajurit dan boleh menikah dengan
salah satu anak raja.

Putri I : Ayahanda, apa yang harus kita perbuat untuk menyembuhkan Ibunda?

Putri II : Iya Ayahanda, kita harus segera melakukan sesuatu! Sebelum semuanya terlambat.

Putri III : Kasihan Ibunda Ayah, dia pasti sangat menderita.

Raja : Iya putriku, Ayahanda tahu, tapi Ayahanda juga bingung apa yang harus diperbuat. Keadaan
Ibundamu semakin hari semakin parah (Memegang kepala sambil berpikir)

(Menemukan ide) Ayah ada usul, bagaimana kalau kita mengadakan sayembara?

Putri I : Sayembara?

Putri II : Sayembara bagaimana ayah?

Raja : Jadi begini putriku, siapapun yang berhasil menyembuhkan Ibundamu, dia akan memperoleh
imbalan

Putri III : Imbalan? Apa ayah imbalannya?

Raja : Imbalannya adalah, jika yang menyembuhkan Ibundamu itu perempuan, dia akan Ayah angkat
sebagai anak, tapi jika laki-laki, dia akan Ayah jadikan sebagai kepala prajurit kerajaan sekaligus
boleh menikah dengan salah satu anak Ayah

Putri III : Apa Ayah? Boleh menikah dengan salah satu dari kami?

Raja : Iya anakku, kalian keberatan?

Putri I : hmmm…. Jika ada laki-laki yang tampan dan kaya saya mau Ayahanda

Putri II : Iya Ayah kami setuju. Iya kan kakak? (memandang putri I) adik? (memandang putri III)

Putri I: Iya

Putri II: Iya kakak

Adegan IX

Keesokan harinya, adipati kerajaan tersebut mengumumkan sayembara di hadapan masyarakat.

Adipati : “Pengumuman kepada seluruh warga! Raja sedang mengadakan sayembara untuk mencari
seseorang yang dapat menyembuhkan penyakit permaisuri. Raja telah memanggil tabib kerajaan
dan tabib-tabib lain yang tersohor akan kemampuannya untuk menyembuhkan berbagai penyakit,
namun tak satu pun dari mereka yang dapat menyembuhkan sang permaisuri. Maka dari itu bagi
siapa saja yang bisa menyembuhkan penyakit permaisuri, raja telah menyiapkan hadiah. Apabila
yang memenangkan sayembara ini adalah seorang wanita, maka dia akan diangkat menjadi putri
kerajaan. Namun apabila yang memenangkan sayembara ini adalah seorang pria, maka dia akan
diangkat menjadi kepala prajurit dan boleh menikah dengan salah satu putri raja. Demikian yang
disampaikan oleh raja. Terima kasih.”
         Adegan X

Berita mengenai diadakannya sayembara tersebut sampai juga di telinga Jaka Kendil. Mendengar
imbalan yang begitu menguntungkan, Jaka Kendil membulatkan tekad untuk mengikuti sayembara
tersebut.

Jaka Kendil : “Mak, saya ingin ikut sayembara,”

Ratu Dewi “ Sayembara yang mana?”

Jaka Kendil : “Ah, mak pasti pura-pura nggak tahu. Itu lho mak, sayembara untuk menyembuhkan
penyakit permaisuri.”

Ratu Dewi : “Bercanda saja bisanya. Memangnya kamu siapa? Tabib kerajaan saja nggak bisa
menyembuhkan penyakit permaisuri, apalagi kamu yang ‘kayaknya nggak akan bisa menjadi tabib
selamanya’.”

Jaka Kendil : “Biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Saya nggak peduli orang-orang mau
bilang apa. Saya tetap ingin ikut sayembara itu, mak.”

Ratu Dewi : “Sudahlah nak. Jangan mimpi terlalu tinggi. Pada akhirnya mimpimu akan jatuh.”

Jaka Kendil : “Tenang saja mak. Kalau Tuhan memang berpihak kepada kita, pasti semuanya akan
berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan.”

Ratu Dewi : “Ya sudahlah, terserah kamu saja. Mak nggak akan berharap terlalu tinggi”

         Adegan XI

Hanya dengan bekal percaya diri, Jaka Kendil pun berangkat untuk mengikuti sayembara. Satu per
satu orang yang mengikuti sayembara tersebut gagal karena tidak bisa menyembuhkan penyakit
permaisuri. Tapi anehnya, Jaka Kendil dapat menyembuhkan penyakit permaisuri. Hal yang
dilakukannya hanyalah memberikan permaisuri segelas teh hangat! Akhirnya sang raja
menghadapkan Jaka Kendil kepada ketiga putrinya.

Raja : “Wahai putri-putriku. Inilah orang yang bisa menyembuhkan penyakit ibunda kalian,”

Putri I : “Apa ayahanda? Pria dekil mirip kendil ini yang bisa menyembuhkan penyakit ibunda?”

Putri II : “Mustahil. Wajahya tidak mencerminkan sosok seorang tabib yang berwibawa! Iya kan?”
(Melotot ke Putri III)

Putri III : “I, Iya.”

Raja : “Percaya tidak percaya, kalian semua harus percaya. Walaupun penampilannya seperti itu,
tetapi dialah satu-satunya yang berhasil menyembuhkan penyakit ibunda kalian.”

Putri III : “Maafkan perkataan kami ayahanda, lantas apakah janji hadiah sayembara benar-benar
berlaku?”

Raja : “Tentu saja. Janji adalah janji. Tidak bisa diingkari.”

Putri II : “Jadi, salah satu dari kami harus menikah dengan dia?”
Putri I : “Ayahanda. Apa ayahanda tega menikahkan salah satu dari kami dengan pria seperti  itu? Dia
bahkan tidak pantas untuk menginjakkan kaki di singgasana kerajaan. Hei kamu! Berani-beraninya
ada di sini. Kamu pikir kamu siapa?” (membentak kepada Jaka Kendil)

Jaka Kendil : “Siapa saya? Saya adalah Jaka Kendil, seseorang yang dapat menyembuhkan penyakit
permaisuri. Saya adalah pria yang baik hati dan tampan sejagad raya, kata mak saya.”

Putri II : “Ngaca dong, dekil kayak kendil aja bilangnya tampan sejagad raya.”

Putri III : “Hi hi hi. Jaka Kendil? Lucu sekali.”

Raja : “Cukup putri-putriku. Tolong perlihatkan sikap hormat kepada pria baik hati ini. Nah Jaka
kendil, kau boleh memilih salah satu dari ketiga putriku untuk kau persunting, sesuai dengan janji
karena kau telah memenangkan sayembara.”

Jaka Kendil : “Baik tuanku, hmm, putri yang pertama tampak sangat tegas dan cerdas, putri yang ke
dua tampak sangat cantik menawan, putri yang ke tiga tampak masih polos dan lugu. Saya rasa, saya
akan memilih putri yang pertama.”

Putri I : “Tidak! Aku tidak mau. Ayahanda, saya tidak mau menikah dengannya!”

Raja : “Mau bagaimana lagi? Dia memilihmu.”

Putri I : “Hei adik, kau saja yang menikah dengan pria mirip kendil itu,” (memohon pada putri II)

Putri II : “Maaf kakak. Aku juga tidak mau menikah dengan pria yang tidak jelas asal muasalnya itu.
Lagipula, kakaklah pilihan pria tersebut. Berarti kakak terbukti lebih laku daripada aku.”

Putri I : “Terima kasih, sekarang aku memang laku, tapi tidak dengan orang ini!”

Putri II : (Tertawa dengan penuh kemenangan)

Putri I : “Hei dik, kau harus mau menikah dengan pria kendil itu,” (mengancam pada putri III)

Putri III : “Maaf kakak, tapi kakaklah yang telah dipilih oleh pria tersebut.”

Putri I : “Kalau kau tidak mau menikah dengannya, aku akan menyuruh seseorang untuk membakar
semua lukisan karyamu!”

Putri III : “Jangan... B, ba, baiklah. Aku mau menikah dengan pria tersebut.”

Putri I : “Dengar ayahanda, putri III dengan senang hati akan menerima pria tersebut sebagai
suaminya.”

Raja : “Benarkah? Tapi Jaka Kendil tidak memilihnya.”

Jaka Kendil : “Tidak apa-apa baginda raja. Yang masih polos dan lugu juga boleh.”

Raja : “Putriku, benarkah kau menikah dengan Jaka Kendil?”

Putri III : “Iya ayahanda. Saya mau.” (sambil tersenyum, namun hatinya menangis)

         Adegan XII

Maka menikahlah Jaka Kendil dengan putri yang ke tiga. Perasaan benci putri III kepada Jaka kendil
lambat laun berubah menjadi cinta. Hal tak terduga pun terjadi. Suatu hari...
Putri III : (Mengetuk pintu kamar) “Kakanda, kakanda ada di dalam kamar? Tolong buka pintunya.
Sekarang waktunya makan malam.”

Hening.

Putri III : “Kakanda? Apakah kakanda baik-baik saja?” (membuka pintu kamar. Ternyata tidak dikunci)
kakanda? Kakanda di mana? Oh, tidak. Apa itu?”

(Di pojok kamar, putri melihat ada sebuah kendil besar yang pecah dan hancur berantakan. Putri
ketakutan dan melapor pada Raja. Raja pun menyelidiki kendil tersebut dan mendapati bahwa itu
adalah kendil yang aneh. Seluruh bala tentara kerajaan pun mencari Jaka Kendil)

Adipati : (Melihat ada orang asing di halaman istana). “Siapa kamu?”

Jaka Kendil II : “Siapa saya? Walah adipati, bercanda saja bisanya. Sudah seminggu lebih saya ada di
sini, masak belum familiar juga dengan wajah saya?”

Adipati : “Saya serius, siapa kamu? Penyusup yang sudah seminggu lebih sembunyi di halaman istana
ya?”

Jaka Kendil II : “Astaghfirullah, saya Jaka Kendil. Kepala prajurit kerajaan ini.”

Adipati : “Berani-beraninya kamu mengaku sebagai Jaka Kendil. Memang kamu lebih tampan sih,
tapi tetap saja kamu bukan Jaka Kendil!”

Putri III : (menghampiri adipati) “Ada ribut-ribut apa ini?” (melihat Jaka Kendil) “Ah, siapa kamu?”

Jaka Kendil II : “Adinda, ini kakanda tercinta. Jaka Kendil.”

Putri III : “Tidak mungkin! Suami saya tidak akan pernah setampan dirimu.”

Jaka Kendil II : “Ada apa dengan kalian semua? Aku adalah Jaka Kendil.”

Putri III : “Lihatlah dirimu di depan cermin besar itu.”

Jaka Kendil II : “WOW! Aku tampan sekali!”

Putri III : “Kakanda? Apa benar kau adalah kakanda Jaka Kendil?”

Jaka Kendil : “Adinda, aku tampan sekali!”

Putri III : “Kenapa bisa begini?”

Peramal kerjaan mengatakan bahwa apabila Jaka Kendil menemukan cinta sejatinya, maka tubuh
mirip kendilnya akan pecah dan tubuh sempurna dengan wajah tampan Jaka kendil keluar dari
pecahan kendil tersebut. Akhirnya Jaka Kendil dapat hidup bahagia dengan istrinya dan tahta di
genggamannya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai