Anda di halaman 1dari 4

Name : Elva Yulines

Nim : 1910533019
International Accounting

Peran OJK dalam Pemulihan Ekonomi Nasional di Masa Pandemi

Ditengah pandemi ini, peran OJK sangat besar dalam pemulihan ekonomi nasional
karena seiring dengan pandemi covid 19 dan penurunan aktivitas perekonomian yang belum
berakhir hingga saat ini, terdapat potensi tekanan likuiditas yang akan mengancam stabilitas
sektor jasa keuangan apabila tidak dilakukan intervensi lebih dini. Upaya pencegahan agar sektor
jasa keuangan menjadi bagian penting memitigasi ancaman krisis.
Dilihat dari segi pandemi dan stabilitas ekonomi terjadi:
- Health shocks : Dimana orang tertular dan tak bisa kerja sehingga berpengaruh
kepada produktivitas yang menurun.

- Lockdown : Diberlakukannya PSBB di berbagai daerah sehingga mengakibatkan


aktivitas produktif turun dan kemudian berdampak terjadinya resesi.

- Expectation shock

- Stimulus : Diberikannya bantuan sosial ekonomi untuk pemulihan.

Pandemi covid 19 sangat berdampak pada UMK dan UMB. Secara umum 8 dari 10
perusahaan baik UMK maupun UMB cenderung mengalami penurunan permintaan karena
pelanggan atau klien yang juga terdampak Covid-19. Kemudian 6 dari setiap 10 perusahaan
menghadapi kendala akibat rekan bisnis mereka terdampak sangat buruk atau tidak bisa
beroperasi secara normal baik di skala UMK maupun UMB. Berdasarkan persennya, UMK
sebanyak 65,47% dan UMB 56,80%. Selain itu sekitar 53,17 persen UMB dan 62,21 persen
UMK menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

Dari sisi UMK bagaimana cara meningkatkan permintaan UMK yang telah turun apabila
pelanggan ataupun kliennya terdampak Covid-19?
1. Jika tertular maka itu melalui solusi kesehatan. Jika masih produktif maka tidak
terlalu berpengaruh
2. Berorientasi pada ekonomi lokal. Transporatsi antar daerah difasilitasi agar koneksi
antara produsen dan konsumen lancar.
Sedangkan mengenai bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat penting
diberikannya pengawalan agar berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Dari segi Implikasi hukum atas kebijakan OJK dalam pemulihan.

Banyak peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh OJK, salah satunya yaitu:
PJOK No. 11/POJK.03/2020 KEBIJAKAN STIMULUS OJK PADA SEKTOR JASA
KEUANGAN ANTISIPASI DAMPAK VIRUS CORONA.
Tujuan PJOK adalah untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional yang sedang
terpukul akibat wabah virus Corona-19 dan memberikan stimulus untuk semua bidang jasa
keuangan ( perbankan, multifinance, asuransi, dan dana pension., kecuali sektor pinjaman online
yang ada di fintech peer-to-peer lending.
Stimulus belum terimplementasi dengan baik karena :
1. Lembaga keuangan masih kurang patuh terhadap PJOK, seharusnya dapat menjadi
pendoman bagi penyelenggaraan jasa keuangan.
2. Stimulus yang diatur belum dapat diterapkan kerena substansinya masih “ separoh hati”.
3. Substansi PJOK yang masih “multitafsir” dan “tidak berlaku final sebagai peraturan”.

PRINSIP RESTRUKTURISASI KREDIT


Restrukturisasi kredit/ pembiayaan dilakukan berdasarkan penilaian kualitas asset, antara lain
dengan cara:
- Penurunan suku bunga
- Perpanjangan jangka waktu
- Pengurangan tunggakan pokok
- Pengurangan tunggakan bunga
- Penambahan fasilitas kredit / pembiayaan
- Konversi kredit / pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
Prioritas dari prinsip restrukturisasi kredit yaitu :
- Debitur terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit / leasing di bawah Rp. 10
miliar.
- Pekerja informa, berpenghasilan harian, kredit UMKM dan KUR.
4 PERSOALAN yang harus jadi perhatian terkait PJOK No. 11/PJOK.03/2020.
1. Terkesan stimulus hanya melayani jasa keuangan perbankan. Lalu bagaimana dengan
lembaga keuangan non bank?
2. Sebagian bank hanya menyetujui relaksasi kredit debitur yang menjadi pasien PDP atau
pasien positif Covid-19. Lalu bagaimana dengan pelaku usaha/pekerjaan dan usahanya
mengalami penurunan bakan terancam kebangkrutan.
3. Relaksasi hanya dapat diberlakukan jika BUK,BUS, UUS, BPR, dan BPRS menyetujui
permohonan. Kemudian bagaimana nasib debitur yang tidak disetujui.
4. Tidak adanya mekanisme pengawasan yang dibuat OJK apabila relaksasi kredit ditolak.

Kenapa Fintech P2P lending tidak memiliki kewenangan untuk melakukan restrukturisasi
pinjaman?
Berdasarkan prinsip restrukturisasi, yang memiliki kewenangan melakukan
restrukturisasi adalah pemberi pinjaman, bukan platformnya sendiri. Platform hanya
mempertemukan dua kepentingan antara pihak surplus of fund (kreditur) dan pihak Lack of fund
(debitur). Sehingga yang berhak memberikan restruk adalah kreditur.

Apakah dengan kebijkakan stimulus relaksasi kredit menghilangkan hak kreditur untuk
mengajukan pailit dan PKPU?
UU No. 37/2004 tentang kepailitan dan PKPU mengatur bahwa bank bisa mengajukan
permohonan PKPU dan kepailitan di pengadilan niaga. Karena bank memiliki hak bagaimana
mengembalikan kredit (utang) yang telah digelontorkannya. Meskipun utang tersebut ditanggung
dengan jaminan. Penyeselesain melalui kepailitan dan PKPU memberikan kepastian dari segi
waktu jika dibandingkan dengan Pengadilan Negeri.
Hak kreditur muncul untuk mengajukan PKPU atau Kepailitan terkait dengan Relaksasi/ Restruk
kredit ketika :
1. Debitur tidak kooperatif
2. Rencana restrukturisasi yang diajukan debitur tidak masuk akal dan tidak dapat diterima
oleh bank.
3. Tidak ada kesepakatan restrukturisasi yang terjadi.
Contoh kasus yang sedang marak saat ini yaitu Banyak bank ramai-ramai mengajukan pailit
dan PKPU terhadap nasabahnya karena penyelesain jangka waktu tidak ada kepastian sampai
kapan. Sehingga perlu ketegasan dari OJK.

Jadi kesimpulannya PJOK No. 11/PJOK.03/2020 sudah cukup memberikan legal standing
bagi OJK dan lembaga keuangan untuk memberikan relaksasi atau restrukturisasi kredit. Harus
ada ketegasan dan kejelasan aturan dalam pemberian relaksasi/restrukturis kredit sebagai
stimulus pembangunan ekonomi. Dan sebaiknya diatur ketentuan mengenai sanksi bagi kreditur
yang tidak menjalankan ketentuan stimulus.

Anda mungkin juga menyukai