Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN

KETUBAN PECAH DINI DI RSUD RASIDIN PADANG

PROPOSAL

SUCI PERMATA HATI

NIM 16112028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN 2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN
KETUBAN PECAH DINI DI RSUD RASIDIN PADANG

PROPOSAL

DiajukanUntukMemenuhiSyaratuntuk melanjutkan studi kasus


Program Studi Diploma III Keperawatan

SUCI PERMATA HATI


16112028

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN 2020
PERSETUJUAN PROPOSAL

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui

Tanggal 24 agustus 2020

Program studi D III Keperawatan

STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Ketua Prodi D III Keperawatan Pembimbing

Ns.NovaFridalni.S.Kep.M.Biomed Hj. ULVI MARIATI, S.Kp, M.Kes


NIDN: 1010117203 NIDN: 4001015001
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis ucapan kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat Rahmat dan Hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan Proposal

Keperawatan Maternitas dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada ibu post

partum Dengan ketuban pecah dini” Dalam penyusunan proposal ini, penulis

banyak sekali menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal

ini.

Proposal ini dapat tersusun berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai

pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini punulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Hj. Ulvi Mariati S.kp, M,Kes selaku pembimbing yang telah banyak

membantu dalam proses penyusunan Proposal ini.

2. Ibu Ns. Nova Fridalni, S.Kep. M.Biomed selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.

3. Ibu Hj. Elmiyasna, S.Kp. MM selaku Ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.

4. Bapak Jazmarizal, S.Kp. MARS selaku Ketua Yayasan STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang.

5. Staf dosen D III Keperawatan yang telah senantiasa mengajarkan penulis

ilmu yang sangat bermanfaat ini.

6. Direktur RSUD RASIDIN PADANG yang telah mengizinkan penulis mengambil

data untuk proposal ini.


7. Teristimewa kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan,
baik moril maupun materil kepada penulis

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih belum sempurna dan banyak

kekurangannya, walaupun demikian penulis mengharapkan Proposal ini dapat

bermanfaaat bagi para pembaca pada umumnya dan pada penulis khususnya.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat

menghasilkan Proposal yang lebih baik. Permohonan maaf penulis ucapkan jika

ada kesalahan dalam penulisan Proposal ini. Semoga Proposal ini dapat berguna

bagi mahasiswa, para dosen dan pembacanya.

Padang , 24 Agustus 2020

SUCI PERMATA HATI


DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM..................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vii
DAFTAR TABEL..............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...ix
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………

A. Latar Belakang………………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….4

C. Tujuan………………………………………………………………...

1. Tujuan Umum………………………………………………....4

2. Tujuan Khusus……………………………………………...…5

D. Manfaat ....................……………………………………………….....5

BAB II TINJAUAN TEORITIS………………………………………………

A. Konsep dasar persalinan.............................................................................

1. Definisi........................................................................................................7

2. Jenis-jenis persalinan..................................................................................8

B. Konsep Post Partum……………………………………………………….

1. Definisi………………………………………………………………….10

2. Perubahan fisiologi post partum…………………………………….......10

3. Perubahan psikologi post partum ‘……………………………………...19

C. Ketuban Pecah Dini…………………………………………………………


A. Definisi Ketuban pecah dini …………………………………………...21

B. Anatomi Fisiologi……………………………………………………....23

C. Etiologi……………………………………………………………........25

D. Patofisiologi..........................................................................................29

E. Tanda dan gejala.................……………………………………….......30

F. WOC…………………………………………………………...............31

G. Komplikasi………………………………………………………..........32

H...Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………….….33

H. Penatalaksanaan……………………………………………..................34

I. Manifestasi Klinis..................................................................................35

D. Asuhan Keperawatan Teoritis…………………………………………

1. Pengkajian………………………………………………………...……36

2. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………44

3. Intervensi………………………………………………………….........45

4. Implementasi……………………………………………………….…..51

5. Evaluasi………………………………………………………………...52

6. Dokumentasi…………………………………………………………...52

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini yang terjadi pada umur

kehamilan diatas 37 minggu, sedangkan pada umur kehamilan kurang 36

minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan masalah

controversial obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya. Pecahnya

selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi

dalam rahim, persalinan prematuritas yang akan meningkatkan kesakitan

dan kematian ibu maupun janinnya. (Manuaba,2009)

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput

amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya

selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau

tanpa kontraksi. (Mitayani,2013)

Lima penyebab terbesar kematian ibu pada tahun 2017 adalah

perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama/macet dan

abortus, dimana resiko infeksi pada ibu dan bayi meningkat pada kejadian

ketuban pecah dini sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas ibu dan bayi (Andriani,dkk.2018)

Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan

kematian maternal lebih dari 300-400 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini
disebabkan oleh perdarahan 28%, eklampsia 12%, abortus 13%, sepsis

15%, partus lama 18%, dan ketuban pecah dini 30% (WHO,2017)

Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2017,angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000

kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) mencapai 32 per 1000

kelahiran hidup. Adapun factor penyebab langsung kematian ibu adalah

perdarahan 45%, preeklamsi 30%, infeksi 30%, dan kejadian ketuban

pecah dini 50%. Penyebab kematian ibu di Indonesia tahun 2017 yaitu

perdarahan 20%, hipertensi dalam kehamilan 32%, APB 3%, Abortus 4%,

Partus lama 1%, Komplikasi puerperium 31%, kelainan amnion 2%,

lainnya (7%) seperti gemelli (kehamilan ganda), ketuban pecah dini 28%

(Khadijah,dkk.2018).

Pada saat survey awal 3 bulan terakhir di RSUD Rasidin padang

ditemui angka kejadian ketuban pecah dini (KPD) pada tahun 2016 adalah

60 kasus dari 2208 total persalinan, pada tahun 2017 adalah 54 kasus dari

1896 total persalinan, pada tahun 2018 adalah 59 kasus dari 2236 total

persalinan (RSUD Rasidin,2018)

Perubahan fisik pada ibu, seperti cairan amnion yang tiba-tiba

keluar dari vagina, uterus yang mulai berkontraksi pada usia kehamilan

yang cukup. Kondisi fisik tersebut berpengaruh terhadap kondisi psikis

ibu, dimana ibu menjadi cemas akan keselamatan bayinya dan ketakutan

akan kehilangan bayi.

Berbagai perubahan fisik maupun psikis diatas dapat menjadi suatu

stressor yang berat, karena kehamilan tidak berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, disisi lain kehamilan yang pertama ini bisa jadi adalah

kehamilan yang sangat diinginkan oleh ibu sendiri, pasangan maupun

keluarga. Pengalaman yang masih terbatas pada primigravida kadang

membuat ibu hamil dengan mudah mempercayai berbagai nilai-nilai

budaya pun dapat mempengaruhi primigravida. Kondisi-kondisi diatas

dapat berakibat timbulnya koping yang mal adaptif dan penanganan yang

terlambat terhadap masalah ibu,yang akhirnya berdampak pada janin.

Dengan kondisi diatas perawat harus dapat mengantisipasi dengan

melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan ibu sehingga

dapat meminimalisir atau mencegah berbagai komplikasi yang dapat

timbul akibat ketuban pecah dini, dan akhirnya ibu dapat beradaptasi serta

memiliki koping yang adaptif dalam menghadapi stressor tersebut.

(Sukowati,2016).

`Ketuban Pecah Dini juga mungkin terjadi akibat kondisi serviks

yang inkompeten. Serviks tidak mampu mempertahankan kehamilan

sehingga selaput ketuban menonjol keluar dari serviks dan dapat rupture.

Selanjutnya, faktor presentasi dan letak janin juga diduga berperan dalam

terjadinya ketuban pecah dini, hal ini terjadi karena tekanan terhadap

selaput ketuban menjadi tidak merata jika janin tidak dalam presentasi

kepala (Maryunani,2013).

Pada umumnya kehamilan dan persalinan memiliki resiko bagi ibu

maupun janin. Pada kasus Ketuban Pecah Dini komplikasi yang dapat

terjadi pada ibu yaitu infeksi dalam persalinan, infeksi masa nifas,partus

lama,meningkatnya tindakan operatif obstetric atau secsio sesarea (SC)


atau akan mengarah ke morbiditas atau mortalitas ibu, selain Ketuban

Pecah Dini dapat memberi Z dampak buruk bagi ibu, Ketuban Pecah Dini

juga dapat memberikan resiko pada janin yaitu prematuritas (Sindrom

distress pernafasan, hipotermia, masalah pemberian makan neonatal,

retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis necroticing,

gangguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,

anemia,sepsis,prolaps funiculli / penurunan tali pusat, hipoksia dan

asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR

rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal ginjal,

distress pernafasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin,

hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat),

morbiditas dan mortalitas perinatal (marmi dkk, 2016: 105-106).

Dengan melaksanakan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan,

seorang perawat juga menjalankan peran sebagai provider,educator dan

konselor. Sebagai provider perawat melakukan perawatan masa nifas

pasca melahirkan. Sebagai educator perawat membantu klien dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan. Sebagai konselor perawat

memberikan solusi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang

tepat untuk diberikan.

Sebagai tenaga kesehatan, upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya kejadian ketuban pecah dini dan segala dampak yang mungkin

terjadi tidak hanya dilakukan pada saat persalinan tetapi sejak kehamilan

dengan melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur di tempat

pelayanan kesehatan sehingga dapat mendeteksi sedini mungkin factor-


faktor penyebab ketuban pecah dini dan segala komplikasi yang mungkin

terjadi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengambil judul “ Asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan

Ketuban Pecah Dini di ruang kebidanan RSUD RASIDIN Padang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

“Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Ketuban

Pecah Dini di ruang inap kebidanan RSUD RASIDIN PADANG”

C. Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum

Asuhan keperawatan ini bertujuan untuk mengetahui dan

memberikan penerapan Asuhan Keperawatan pada klien dengan

Ketuban Pecah Dini diruang inap Kebidanan maupun dibagian

obstretrik dan ginekologi di RSUD RASIDIN PADANG.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan ketuban pecah

dini di RSUD RASIDIN PADANG.

b. Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada klien dengan

ketuban pecah dini di RSUD RASIDIN PADANG.

c. Mampu menyusun intervensi keperawatan secara menyeluruh pada

klien dengan ketuban pecah dini di RSUD RASIDIN PADANG.


d. Mampu menerapkan intervensi keperawatan pada klien dengan

ketuban pecah dini di RSUD RASIDIN PADANG.

e. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien

dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD RASIDIN PADANG.

D. Manfaat

1. Penulis

Sebagai bahan pengembangan diri, kemampuan menambah

wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam

menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ketuban Pecah

Dini di RSUD RASIDIN PADANG.

2. RSUD Rasidin Padang

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan Asuhan

Keperawatan pada pasien Ketuban Pecah Dini di RSUD RASIDIN

PADANG.

3. Institusi Pendidikan

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan Asuhan

Keperawatan pada pasien Ketuban Pecah Dini di RSUD RASIDIN

PADANG.

4. Bagi Pasien

a. Membantu meningkatkan status kesehatan melalui pendekatan

praktek keperawatan.
b. Membantu mengurangi dampak dari Ketuban Pecah Dini

c. Membantu meningkatkan pengetahuan pasien tentang ketuban

pecah dini.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Post Partum/ Masa Nifas.

A. Defenisi

Post Partum / Masa Nifas adalah masa sesudahnya persalinan

terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat

kandungan ke keadaan sebelum hamil dan lama nya masa nifas kurang

lebih 6 minggu (Padila, 2014)

Masa puerpeium atau masa nifas dimulai setelah partus selesai dan

berakhir kira-kira 6 minggu.Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih

kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan (Mochtar, 2010)

Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi kembali ke dalam keadaan normal sebelum

hamil. Perubahan fisiologis pada masa ini sangat jelas yang merupakan

kebalikan dari proses kehamilan. Pada masa nifas terjadi perubahan-

perubahan fisiologis terutama pada alat-alat genitalia eksterna maupun

interna, dan akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. (Asih, 2016)

B. Perubahan Fisiologi Post Partum/Nifas

1. Perubahan fisiologis masa nifas

Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi

lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke dalam keadaan


normal sebelum hamil. Perubahan fisiologis pada masa ini sangat

jelas yang merupakan kebalikan dari proses kehamilan.

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis

terutama pada alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan akan

berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.

(Asih, 2016)

Menurut (Asih, 2016) Perubahan yang terjadi pada masa nifas

ini adalah sebagai berikut:

a. Perubahan sistem reproduksi

Perubahan pada sistem reproduksi secara

keseluruhan disebut proses involusi, disamping itu juga

terjadi perubahan-perubahan penting lain yaitu terjadinya

hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Organ dalam

sistem reproduksi yang mengalami perubahan yaitu :

1) Uterus

Uterus adalah organ yang mengalami banyak

perubahan besar karena telah mengalami perubahan besar

selama masa kehamilan dan persalinan. Pembesaran uterus

tidak akan terjadi secara terus menerus, sehingga adanya

janin dalam uterus tidak akan terlalu lama. Bila adanya

janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka akan

terjadi kerusakan serabut otot jika tidak dikehendaki.

Proses katabolisme akan bermanfaat untuk mencegah

terjadinya masalah tersebut


Tabel 2.1 Proses Involusi Uteri

No. Waktu Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi

Involusi Uteri Uterus Uterus Serviks

1 Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm Lunak

2 Plasenta Dua jari dibawah 750 gram 12,5 cm Lunak

lahir pusat

3 1 minggu Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm 2 cm

dan sympisis

4 2 minggu Tidak teraba diatas 300 gram 5 cm 1 cm

sympisis

5 6 minggu Bertambah kecil 60 gram 2,5 cm Menyempit

(Asih, 2016)

2) Lochea

Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding

rahim terjadi pada stratum spongiosum bagian atas.Setelah 2-

3 hari tampak lapisan atas stratum yang tinggal menjadi

nekrotis, sedangkan lapisan bahwa yang berhubungan dengan

lapisan otot terpelihara dengan baik dan menjadi lapisan

endometrium yang baru. Bagian yang nekrotisakan keluar


menjadi lochea. Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama

masa nifas mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat

membuat organisme berkembang lebih cepat. Lochea

memiliki bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu menyengat

dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea juga

mengalami perubahan karena proses involusi. Perubahan

lochea tersebut adalah :

a) Lochea rubra

Muncul pada hari kedua post partum,

warnanya merah mengandung darah dari luka pada

plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.

b) Lochea sanguilenta

Berwarna merah kuning, berisi darah lendir

pada hari ke 3-7 post partum.

c) Lochea serosa

Muncul pada hari ke 7-14 berwarna

kecoklatan mengandung lebih banyak serum, lebih

sedikit darah juga leukosit dan laserasi plasenta

d) Lochea alba

Muncul sejak 2-6 minggu setelah persalinan,

warnanya putih kekuningan mengandung leukosit,

selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang

mati.
3) Perineum, Vagina, Vulva dan Anus

Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu

pemulihan otot panggul, perineum, vagina dan vulva

kearah elastisitas dari ligamentum otot rahim

merupakan proses yang bertahap akan berguna jika ibu

melakukan ambulasi dini dan senam nifas. Involusi

serviks terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3

minggu, serviks menjadi seperti celah.Ostium

eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggirannya tidak

rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan

pada akhir minggu pertama dilalui oleh satu jari.

b. Perubahan sistem pencernaan

Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam

setelah bersalin. Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal

puerperium akibat dari kurangnya makanan dan pengendalian

diri terhadap BAB. Ibu dapat melakukan pengendalian

terhadap BAB karena kurang pengetahuan dan kekhawatiran

lukanya akan terbuka bila BAB.

c. Perubahan sistem perkemihan

Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari

pertama puerperium.Diuresis yang banyak mulai segera

setelah persalinan sampai 5 hari postpartum.40% ibu


postpartum tidak mempunyai proteinuri yang patologi dari

segera setelah lahir sampai hari kedua postpartum, kecuali ada

gejala infeksi dan preeklamsi.

d. Perubahan sistem muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi mencakup

hal-hal yang dapat membantu releksasi dan hipermobilitas

sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus.

Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke 6-8

setelah wanita melahirkan. Striae pada abdomen tidak dapat

menghilang sempurna tetapi berubah menjadi halus/samar,

garis putih keperakan.Dinding abdomen menjadi lembek

setelah persalinan karena teregang selama kehamilan.Semua

ibu puerperium mempunyai tingkatan diastasis yang mana

terjadi pemisahan muskulusrektus abdominus.Beratnya

diastasis tergantung pada faktor-faktor penting termasuk

kedalam umum ibu, tonus otot, aktivitas atau pergerakan yang

tepat, paritas, jarak kehamilan, kejadian kehamilan dengan

overdistensi.Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu

yang diperlukan untuk mendapatkan kembali tonus otot.

e. Perubahan sistem endokrin

1) Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior

dan bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.


Oksitosin didalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi

otot uterus dan pada waktu yang sama membantu proses

involusi uterus.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang

dikeluarkan oleh glandula pituitary anterior bereaksi

terhadap alveoli dari payudara sehingga menstimulasi

produk ASI. Pada ibu yang menyusui kadar prolaktin tetap

tinggi dan merupakan permulaan stimulasi folikel didalam

ovarium ditekan.

3) HCG,HPL, Estrogen dan Progesteron

Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir,

tingkat hormon HCG, HPL, estrogen dan progesteron

didalam darah ibu menurun dengan cepat, normalnya

setelah 7 hari.

f. Perubahan tanda-tanda vital

Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal,

temperatur kembali kenormal dari sedikit peningkatan selama

periode intrapartum dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama

postpartum, nadi dalam keadaan normal kecuali partus lama

dan persalinan sulit.


g. Perubahan sistem kardiovaskuler

Cardiac output meningkat selama persalinan dan

peningkatan lebih lanjut setelah kala III, ketika besarnya

volume darah dari uterus terjepit didalam sirkulasi.Penurunan

setelah hari pertama puerperium dan kembali normal pada

akhir minggu ketiga.Meskipun terjadi penurunan didalam

aliran darah ke organ setelah hari pertama, aliran darah

kepayudara meningkat untuk mengadakan laktasi.Merupakan

perubahan umum yang penting keadaan normal dari sel darah

merah dan putih pada akhir puerperium.

h. Perubahan sistem hematologi

Lekositosis meningkat, sel darah putih sampai

berjumlah 15.000 selama persalinan, tetap meningkat pada

beberapa hari pertama postpartum.Jumlah sel darah putih

dapat meningkat lebih lanjut sampai 25.000-30.000 diluar

keadaan patologi jika ibu mengalami partus lama.Hb, Ht dan

eritrosit jumlahnya berubah didalam awal puerperium.

i. Perubahan berat badan

Ibu nifas kehilangan 5 -6 kg pada waktu melahirkan,

dan 3-5 kg selama minggu pertama masa nifas. Faktor-faktor

yang mempercepat penurunan berat badan pada masa nifas

diantaranya adalah peningkatan berat badan selama

kehamilan, primiparitas,segera kembali bekerja diluar umah,

dan merokok. Usia atau status pernikahan tidak


mempengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan cairan

melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan

penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa

pascapartum.

j. Perubahan kulit

Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada

beberapatempat karena proses hormonal. Pigmentasi ini

berupa cloasma gravidarum pada pipi, hiperpigmentasi kulit

sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding perut (striae

gravidarum).Setelah persalinan, hormonal berkurang dan

hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut akan

menjadi putih mengkilap yaitu striae albican.

k. Perubahan Payudara – produksi ASI

1.1 Gambar payudara

(Padila, 2014)
Pada masa nifas ibu dapat memproduksi, saat ari-ari bayi

atau plasenta sudah keluar dari tubuh, maka hormone estrogen

dan progesterone menurun. Hal ini kemudian merangsang

kadar hormone prolaktin meningkat. Hormon prolaktin adalah

hormone yang merangsang prosuksi ASI.

Hormon prolaktin mendorong kantung kecil sebagai

tempat untuk memproduksi ASI yang disebut dengan alveoli

untuk mengambil protein, gula dan lemak dari darah

ibu.Semua bahan ini kemudian digunakan untuk membuat

ASI. Jaringan-jaringan yang mengelilingi alveoli kemudian

memeras kelenjar dan mendorong ASI keluar payudara ibu.

Isapan mulut bayi juga merangsang produksi ASI

dalam tubuh ibu. Putting susu ibu mengandung banyak saraf,

putting susu ibu mengandung banyak saraf, sehingga saat

mulut bayi mengisap puting, ini merupakan sebuah sinyal

untuk tubuh ibu. Isapan bayi akan merangsang kelenjar

hipofisis di otak ibu untuk melepaskan hormon oksitoksin

serta prolaktin ke dalam aliran darah

2. Adaptasi Psikologi Post Partum/Nifas

Dalam minggu pertama setelah proses melahirkan,

banyak wanita menunjukkan gejala-gejala psikiatrik,

terutama gejala depresi dari ringan sampai berat serta gejala

neurosis. Biasanya ibu dapat sembuh kembali tanpa atau

dengan pengobatan.Jadi hal yang perlu diperhatikan, yaitu


adaptasi psikososial masa post partum.Dalam menjalani

adaptasi tersebut ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut

1. Fase taking in

Periode ini terjadi setlah 1-2 hari persalinan.Dalam masa ini

terjadi interaksi dari kontak yang lama anatara ayah, ibu dan

bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang

tidak memerlukan hal-hal yang romantic, masing-masing

saling memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan

yang baru

2. Periode Taking Hold

Berlangsung pada hari ke-3 sampai ke-4 post partum. Ibu

berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan

berusaha untuk menguasai keterampilan perawatan bayi.Pada

periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi

tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.

3. Periode Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan

peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah

melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan

ketergantungan bayinya.Keinginan merawat diri dan bayinya

meningkat pada fase ini. (Indriyani, 2013)


3.Konsep Dasar ketuban pecah dini

A. Definisi

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum

terdapat tanda persalinan, dan ditunggu 1 jam belum dimulainya tanda

persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim

disebut kejadian ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini merupakan

keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Apabila ketuban

pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut

ketuban pecah dini pada kehamilan premature. (Purwoastuti,dkk,2015)

Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of

the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu

bila pembukaan pada primi kurang dari 3cm. (Sofian,2013)

Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya

ketuban sebelum waktunya melahirkan.Hal ini dapat terjadi pada akhir

kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (Fadlun dkk,

2011)

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan penyebab terbesar

persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah

pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu

satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban

sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini periode

laten. (Manuaba, 2010).


Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Ketuban pecah sebelum waktunya

(KPSW) atau ketuban pecah sebelum waktunya adalah keluarnya cairan

dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan. Ketuban pecah

premature yaitu pecahnya membrane chorioamniotik sebelum onset

persalinan atau disebut juga Premature Rupture Of Membrane =Prelabour

Rupture Of Membrane = PROM. Ketuban pecah premature pada preterm

yaitu pecahnya membrane chrorio-amniotik sebelum onset persalinan pada

usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm

Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of

Membrane = PPROM. (Rahmawati,2011).

Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan

masalah penting dalam bidang obstetric,karena berkaitan dengan penyulit

atau komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

maternal dan perinatal. KPD mengacu pada pecahnya membrane janin

sebelum dimulainya persalinan.Pecahnya membrane mengakibatkan

persalinan sangat direkomendasikan karena resiko persalinan premature.

KPD yang terjadi pada usia kehamilan aterm,maka persalinan harus

dilakukan dengan normal atau induksi dalam 12-24 jam setelah ketuban

pecah, (Yolanda,dkk,2015)
2. ANATOMI FISIOLOGI

Lapisan-lapisan selaput ketuban :

(Nugroho,taufan,2017)

AMNION : membran transparant berwarna abu-abu yang melapisi korion.

Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan talipusat. Kantung amnion berisi

cairan amnion dan janin berada dalam cairan tersebut. Histologi : Selaput amnion

terdiri dari 5 lapisan


1. Lapisan seluler

2. Membrana basalis

3. Stratum kompaktum

4. Stratum fibroblas

5. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan lapisan

seluler korion

KORION : membran bagian paling luar dan menempel pada dinding uterus serta

menempel pada tepi plasenta Histologi Korion : terdiri dari 4 lapisan

1. Lapisan seluler

2. Lapisan retikuler padat

3. Pseudo-basement membrane

4. Trofoblas

CAIRAN AMNION

1. Cairan jernih agak pucat dan sedikit basa ( pH 7.2 )

2. Pada pertengahan kehamilan jumlahnya sekitar 400 ml dan pada

kehamilan 36 – 38 minggu mencapai 1000 ml setelah itu volume terus

menurun dan penurunan berlanjut terus sampai kehamilan postmatur.

Komposisi :

1. Air ( 98 – 99% )

2. Karbohidrat ( glukosa dan fruktora ), protein ( albumin dan globulin ),

lemak, hormon (sterogen dan progesteron ) , enzym ( alkali fosfatase )


3. Mineral ( natrium, kalium dan klorida )

4. Material lain ( vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang terkelupas

dan mekonium )

Sirkulasi :

Cairan amnion bersifat dinamik dan senantiasa ber sirkulasi dengan kecepatan 500

ml setiap jamnya.

3. ETIOLOGI

Walaupun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun

penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara

pasti.Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan

sulit diketahui.(Fadlun dkk, 2011).

Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini

menurut beberapa ahli yaitu:

1) Serviks inkompeten (leher rahim)

Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh

dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan

sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari

kelemahan intrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah.(Fadlun

dkk, 2011).

Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam

trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai


prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membrane

tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan

selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan

meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang sama

cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan. Meskipun

penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya pada serviks,

khususnya pada tindakan dilatasi, kateterisasi dan kuretasi. (Krisnadi dkk,

2009)

2) Ketegangan rahim berlebihan

Ketegangan rahim berlebihan maksudnya terjadi pada kehamilan

kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui

bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila

pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Dicurigai air ketuban

dibentuk dari sel-sel amnion.Di samping itu ditambah oleh air seni janin

dan cairan otak pada anensefalus.Air ketuban yang dibentuk, secara rutin

dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran

ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke

plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. (Sujiyatini dkk, 2009)

Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan

seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion

dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat

selaput ketuban pecah sebelum waktunya. (Manuaba, 2010).


3) Kelainan letak janin dalam rahim

Kelainan letak janin dalam rahim maksudnya pada letak sungsang

dan letak lintang. Letak janin dalam uterus bergantung pada proses

adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan <32

minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan

janin bergerak dengan bebas, dan demikian janin dapat menempatkan diri

dalam letak sungsang atau letak lintang.(Fadlun dkk, 2011)\

Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan

jumlah air ketuban relatif berkurang.Karena bokong dengan kedua tungkai

yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk

menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada

dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus.Letak sungsang

dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat

selaput ketuban pecah sebelum waktunya. (Manuaba, 2010)

4) Kelainan jalan lahir

Kelainan jalan lahir maksudnya kemungkinan terjadi kesempitan

panggul yang terjadi pada perut gantung, bagian terendah belum masuk

PAP, disporposi sefalopelvik.Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih

sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum

diketahui dengan pasti. (Manuaba, 2010)

5) Kelainan bawaan dari selaput ketuban

Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang

berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam


kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu

sendiri.Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi

gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur

kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,

termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.

72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami

persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini

preterm. (Fadlun dkk, 2011)

6) Infeksi

Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput

ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup

untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat

bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis,

infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. (Fadlun dkk, 2011)

Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan

oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang

terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang

menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan

bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat

dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi. (Manuaba, 2010).


4. PATOFISIOLOGI

Ketuban Pecah Dini biasanya terjadi karena kurangnya kekuatan

membrane atau penambahan tekanan intrauteri ataupun oleh sebab kedua-

duanya.Adanya kelainan pada serviks inkompetent atau leher rahim yang

menipis dan berdilatasi mengakibatkan kematian intrinsik uterus sehingga

terjadinya ketuban pecah dini. Adapun penyebab lain yaitu ketegangan

rahim berlebihan, kelainan letak janin dalam rahim, kelainan dari bawaan

selaput ketuban, infeksi.Mengakibatkan komplikasi yang timbul akibat

ketuban pecah dini tergantung pada usia kehamilan sehingga dapat terjadi

infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, resiko infeksi

pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini karna lamanya periode laten

sehingga mudahnya mikroorganisme masuk secara asendens yang juga

menyebabkan terjadinya hipertermi pada ibu.

Kemudian dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang

menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat

hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,

semakin sedikit air ketuban maka semakin gawat. Lalu akibat dari air

ketuban terlalu banyak keluar sehingga terjadinya distoksia (partus kering)

mengakibatkan laserasi pada jalan lahir maka terjadi kecemasan ibu

terhadap keselamatan ibu dan janin atau ansietas akibat kurangnya

pengetahuan pengetahuan tentang penyakit. (Furwasyih,2016).


5. TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes

melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau

amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri

pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering

karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau

berdiri, kepala janin yang terletak di bawah biasanya mengganjal atau

menyumbat kebocoran untuk sementara.Demam, bercak vagina yang

banyak, nyeri perut, denyut jantung janin betambah cepat merupakan

tanda-tanda infeksi yang terjadi.(Fadlun dkk, 2011).

6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung

pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun

neonatal,persalinan premature,hipoksia karena kompresi tali

pusat,deformitas janin,meningkatnya insiden seksio sesarea,atau gagalnya

persalinan normal. Serta komplikasi paling sering terjadi KPD sebelum

kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS =

Respiratory Distress Syndrome) yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir

yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan paru-paru pada bayi

baru lahir. (Nugroho,2012)

1. Persalinan premature

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.

Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan atern 90%


terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34

minggu 50

50% persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu

persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.

Pada ibu terjadi korioammionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,

pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioomnionitis sebelum janin

terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature,infeksi lebih sering dari

pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah

dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan

tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban maka semakin gawat.

4. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat,kelainan disebabkan kompresi muka dan

anggota badan janin,serta hipoplasi pulmonar (Furwasyih,2016).


7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa :

warna,konsentrasi,bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini

kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina

ibu hamil pH : 4-5,dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,tetap

kuning.

2. Pemeriksaan ultrasonografi

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan

ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita

oligohidramnion.walaupun pendekatan diagnosis ketuban pecah dini

cukup banyak macam dan caranya,namun pada umumnya ketuban pecah

dini sudah biasa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan

sederhana. (Furwasyih,2016)

3. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia,infeksi.

4. Golongan darah dan factor Rh.

5. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US) : menentukan

maturitas janin.

6. Tes ferning dan kertas nitrazine : memastikan pecah ketuban.

7. Ultrasonografi : menentukan usia gestasi,ukuran janin,gerakan

jantung janin,dan lokasi plasenta.

8. Pelvimetri : identifikasi posisi janin.(Mitayani,2013).


8. PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaa Medis

1. Identifikasi klien berhubungan dengan kebutuhan untuk segera bersalin.

Klien dalam kala akti persalinan,dimana dilatasi servik sudah 4 cm atau

lebiih dan kontraksi sudah teratur, tidak ada usaha yang berarti yang dapat

dilakukan untuk menghentikan proses dan memperpanjang kehamilan. Pemberian

tokolitik tidak akan berarti dan dapat beresiko terjadinya edema paru.

2. Penentuan penatalaksanaan medis berdasarkan usia kehamilan.

Jika dalam 24 jam bay7i tidak lahir,maka induksi diberikan jika serviks

sudah matang dengan terus memantau suhu ibu,Denyut Jantung Janin (DJJ), dan

pemberian antibiotic setiap 6 jam. Usia kehamilan antara 32-36minggu, pada usia

tersebut beresiko terhadap sindrom distress pernafasan pada janin, pasien harus

dirawat dirumah sakit, janin harus dimonitor kesejahteraannya dengan teknik non

stress test (NST), pemberian pematang baru dan antibiotic. Jika terdapat tanda

infeksi maka segera lahirkan. Usia kehamilan kurang dari 26 minggu, kehamilan

ini digolongkan sebagai persalinan dengan janin yang beresiko. Terdapat 48%

janin lahir dalam 3 hari, 67% janin lahir dalam 1 minggu, dan 83% janin lahir

dalam 2 minggu. Angka kematian perinatal meningkat 60-90%. Tidak ada

manajemen yang menunjukan peningkatan kesejahteraan janin. Terapi secara

progresif diharapkan dapat meningkat kesejahteraan janin yang meliputi

pemberian tokolitik,glucocorticoid, Phenobarbital, vitamin K dan antibiotic.


Penatalaksanaan medis sebagai upaya untuk menghindari persalinan pada ketuban

pecah dini adalah :

a. Penatalaksanaan non intervensi atau menunggu atau ekspektatif adalah

penatalaksanaan persalinan hanya dengan ditunggu hingga terjadi secara spontan.

b. Penatalaksanaan dengan intervensi yaitu pemberian kortikosteroid dengan atau

tanpa tokolitik untuk menghentikan persalinan preterm, dan kortikosteroid

mempunyai waktu untuk menginduksi pematangan paru. (Sukowati,2010).

Menurut (Maryunani,2013) penatalaksanaan medis :

a) Konservatif :

1. Rawat dirumah sakit dengan tirah baring.

2. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.

3. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

4. Antibiotic profilaksis dengan amoksilin 3 x 500 mg selama 5 hari.

5. Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan

kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.

6. Jangan melakukan pemeriksaan dalam vagina kecuali ada tanda-

tanda persalinan.

7. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau

gawat janin.

8. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada

kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila

pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.


b). Aktif :

1. Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotic dosis tinggi. Bila

ditemukan tanda-tanda inpartum, infeksi dan gawat janin maka lakukan

terminasi kehamilan.

2. Induksi atau akselerasi persalinan.

3. Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami

kegagalan.

4. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat

ditemukan.

c). Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban :

1. Yang harus segera dilakukan :

1. 1 Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.

1. 2 Tenangkan diri jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini.

1. 3 Ambil nafas.

2. Yang tidak boleh dilakukan :

2. 1 Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi

kuman.

2. 2 Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari kesana kemar.

2. 3 Ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya

lebih tinggi. (Maryunani,dkk.2013).


B. Penatalaksanaan Keperawatan :

1. Monitoring janin dilanjutkan dan awalnya tidak menunjukkan kesulitan.

2. Kultur menunjukkan adanya infeksi atau sebelumnya negative.

3. Bayi diperiksa untuk kemungkinan keracunan darah dan antibiotic dapat

diberikan.

4. USG akan menunjukkan usia kehamilan, air ketuban yang masih tersisa,

dan keadaan janin. (Joyce Y,2014).

Upaya dari tenaga kesehatan khususnya perawat untuk menekan kejadian

ketuban pecah dini yaitu melakukan penatalaksanaan sesuai dengan prosedur

dan tindakan segera dalam pengelolaan kasus ketuban pecah dini. Sebagai

perawat tentunya juga harus melakukan penatalaksanaan sesuai dengan

kewenangan dan mendeteksi ketuban pecah dini sedini mungkin.

(Sari,dkk,2013).

9. MANIFESTASI KLINIS

Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan

amnion/ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang,

dapat terjadi korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi

infeksi ini adalah mula-mula dengan terjadinya takikardi pada janin.

Takikardi pada ibu muncul kemudian, ketika ibu mulai demam, jika ibu

demam, maka diagnosis korioamnionitis dapat ditegakkan,dan diperkuat

dengan terlihat adanya pus dan bau pada sekret.(Mitayani,2013)


B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian Keperawatan

Hal-hal yang perlu dikaji pada klien adalah :

A. Identitas klien

Meliputi : nama klien dan suami,usia,suku

bangsa,agama,pendidikan terakhir,pekerjaan dan penghasilan serta alamat.

Pada klien periode antenatal data usia dapat mengelompokkan klien

tersebut beresiko.(sukowati,dkk,2016).

B. Keluhan Utama

Biasanya keluar cairan warna putih,keruh,jernih,hijau atau

kecoklatan sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak

ada,air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban

mengalir/selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.

1. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pada saat sebelum inpartus didapatkan cairan ketuban

yang keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda

persalinan.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya ibu pernah mengalami penyakit trauma sebelumnya

akibat efek pemeriksaan amnion,sintesis,pemeriksaan pelvis, dan

hubungan seksual, kehamilan ganda, polihidramnion, infeksi

vagina/serviks oleh kuman streptokokus, selapuut amnion yang

lemah/tipis, posisi fetus tidak normal, kelainan pada otot serviks atau
genital seperti panjang serviks yang pendek, multiparitas dan

peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu dan keluarganya maupun keluarga suami tidak pernah

mempunyai penyakit seperti trauma,peningkatan uterus,kehamilan

kembar,panggul sempit serta penyakit menular, kelainan congenital atau

gangguan kejiwaan.

4. Riwayat Perkawinan

Biasanya ibu ini adalah perkawinan pertama dan belum pernah

mengalami keguguran dan dilakukan dengan sah atas restu orang tua.

5. Riwayat Haid

Biasanya tentang umur menarche pertama kali, lama haid,jumlah

darah yang keluar,konstitensi,siklus haid,hari pertama dan

terakhir,perkiraan tanggal partus.

6. Riwayat Obstetris

Biasanya ibu melakukan pemeriksaan ANC secara teratur,

pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu biasanya pada pelayanan kesehatan

seperti tempat praktek bidan. Serta ibu mengatakan tidak pernah

mengalami penyakit dalam kehamilan seperti hipertensi,diabetes

mellitus,dll serta ibu mengatakan mengkonsumsi asam folat dan vitamin

B selama masa kehamilan dan melakukan USG untuk mengetahui

pergerakan janin.
7. Riwayat Keluarga Berencana (KB)

Biasanya ibu tersebut tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

2. Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum ibu

Tingkat kesadaran : biasanya compos mentis

Berat badan : biasanya berat badan ibu sesuai dengan gizi

ibu

Tinggi badan : biasanya tinggi normal

Tekanan darah : biasanya tekanana darah ibu tinggi

b) Kepala

Rambut : biasanya rambut hitam, bersih tidak ada

ketombe. Tidak terdapat adanya benjolan.

Wajah : biasanya wajah pucat, ada cloasma

gravidarum

Mata :biasanya mata simetris kiri dan kanan,

konjungtiva anemis, ada oedema pada

palpebra,

skelera tidak ikterik, dan penglihatan klien

terganggu akibat preeklamsia berat

Telinga : biasanya telinga simetris kiri dan kanan,

tidak

ada serumen, fungsi perawatan baik.

Hidung : biasanya keadaan hidung bersih, tidak ada


peradangan, tidak ada polip, tidak ada

secret

atau cairan.

Mulut : biasanya mukosa bibir kering, gigi lengkap,

gigi bersih, tidak ada caries dentis.

c) Leher : biasanya tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid

dan getah bening.

d) Dada

Inspeksi : biasanya pergerakan dada simetris kiri dan

kanan, pernapasan teratur, tidak ada retrasi

iga.

Perkusi : biasanya sonor

Palpasi : biasanya fremitus sama kiri dan kanan

Auskultasi : biasanya vesikuler

e) Payudara

Inspeksi : biasanya payudara simetris kiri dan kanan,

payudara mencapai maturitas yang penuh

selama nifas, payudara akan menjadi besar,

lebih kencang

pada payudara papilla menonjol, warna

aerola

kehitaman, terdapat hiperpigmentasi pada

aereola, colostrums sudah keluar sedikit.


Apakah terdapat Hiperpigmentasi aksila.

Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan.

f) Jantung

Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat

Perkusi : biasanya ictus cordis teraba diruang

intercostals V

Palpasi : biasanya pekak

g) Abdomen

Inspeksi : biasanya ada bekas luka operasi melintang

atau memanjang perut bagian kiri bawah.

Biasanya TFU sejajar dengan pusat, teraba

lembek dan tidak regular.

adanya Striae ataupun Linea Nigra.

Perkusi : biasanya tympani

Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan tidak ada

pembesaran hepar, biasanya menilai tinggi

fundus uteri, dan kontraksi

Auskultasi : biasanya bising usus menurun

h) Genetelia : biasanya warna lochea normal, tidak ada luka

robekan pada perenium, tidak ada oedema

Warna pada lochea :

a. Lochea rubra : muncul pada hari kedua postpartum, warna

merah
mengandung darah dari luka plasenta dan serabut dari deciduas

dan chorin.

b. Lochea sanguilenta : muncul merah kuning, berisi darah lendir

pada hari ke 3 – 7 postpartum.

c. Lochea serosa : muncul pada hari ke 7 – 14, bewarna kecoklatan

mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga

leukosit dan laseri plasenta

d. Lochea alba : sejak 2 – 6 minggu setelah persalinan, bewarna

putih kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir servik

dan

selaput jaringan mati.

1. Pengeluaran pervaginam : vagina masih keluar darah jalan lahir,

seberapa banyak untuk menentukan Hemoragia Postpartum. Jumlah

perdarahan ringan 50cc – 1250cc , dan perdarahan berat lebih dari

1250cc. Kaji jenis lokhea, bau, konsistensi, jumlah serta adakah

tanda tanda infeksi.

a. Lochea Rubra : hari ke 2-4 postpratum

b. Lochea Serosa : hari ke 5-14 postpartum

Lochea Alba : hari ke 11- minggu ke tiga postpartum

i) Ektermitas : biasanya tidak ada oedem, akral hangat.

j) Perkemihan : Biasanya dieresis yang sangat banyak dalam

hari- hari pertama puerperium. Dinding

saluran kencing memperlihatkan odema

dan hypertaermi.
1) Pola kebiasaan sehari-hari

1. Pola nutrisi

a) Makanan :biasanya nafsu makan klien meningkat

karena keinginan klien untuk memberikan

ASI

pada bayinya. Bagaimana dengan pola

makan

klien, kebiasaan klien saat makan, jenis

makanan yang biasa dikonsumsi klien, dan

porsi makan klien.

b) Minum : biasanya konsumsi air putih 3 liter per hari

setalah post partum, dan tanyakan kepada

klien apakah mengkonsumsi minuman

selain

air putih misalnya air teh atau susu.

2. Pola eliminasi : biasanya terjadi dieresis setelah

melahirkan,adakah inkontinensia (hilangnya infolunter

pengeluaran urin), hilangnya control blas, terjadi over

distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut

luka episiotomy, apakah perlu bantuan saat BAK,pola

BAB,frekuensi,konsistensi,rasa takut BAB karena luka

perineum, kebiasaan penggunaan toilet.

3. Pola tidur : Biasanya klien dengan ketuban pecah dini

mengalami nyeri pada daerah pinggang sehingga pola tidur


klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan

suara-suara,posisi saat tidur (penekanan pada perineum)

4. Pola hubungan sosial

Biasanya setelah melahirkan klien mendapatkan dukungan

dari orang-orang yang ada disekitar klien dengan

bertambahnya anggota keluarga yang baru yaitu dukungan

dari suami ataupun anggota keluarga lainnya.

5. Pola psikologis

Biasanya terjadi perubahan psikologis pada klien

berupa perasaan cemas ataupun stress karena terjadi

perubahan peran yaitu menjadi seorang ibu.

6. Pola spiritual

Biasanya klien mengalami kesulitan dalam

beribadah setelah proses persalinan dibandingkan sebelum

dengan proses persalinan.

7. Pola hubungan seksual

Biasanya terjadi disfungsi hubungan seksual karena

proses penyembuhan post partum..


2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko infeksi b.d Ketuban pecah dini

2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Perubahan membrane alveolar-kapiler

3. Ansietas b.d situasi kritis, ancaman pada diri sendiri/janin.

4. Hipertermi b.d Sepsis

5. Ketidakefektifan Pemberian Asi b.d Prematuritas

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Resiko infeksi Keparahan Infeksi (0703) Perawatan postpartum (6930)

( 00004) b.d Ketuban Aktivitas-aktivitas :


Indikator :
pecah dini 1. Memantau tanda-tanda vital

1. 070301 Kemerahan (3) 2. Memonitor lokia terkait warna,

Definisi Rentan jumlah, dan adanya gumpalan


2. 070302 Vesikel yang tidak
mengalami invasi dan 3. Memantau lokasi fundus, tinggi,
mengeras permukaannya (3)
multiplikasi organisme dan tonus,pastikan untuk

patogenik yang dapat 3. 070303 Cairan (Luka) yang menopang segmen bawah rahim

mengganggu kesehatan berbau busuk (3) selama dilakukan palpasi

4. Memantau perineum atau luka


4. 070304 sputum purulen (3)
operasi dan jaringan sekitarnya

5. 070305 Drainase purulen (3) (yaitu memantau adanya

kemerahan,edema,ekimosis,cairan/
6. 070306 Piuria/nanah dalam
urin (3) nanah, dan perkiraan tepi luka)

5. Memantau nyeri pasien


7. 070307 Demam (3)
6. Mengajarkan pasien perawatan

8. 070329 Hipotermia (3) perineum untuk mencegah infeksi

dan mengurangi ketidaknyamanan


9. 070330 Ketidakstabilan suhu
7. Memonitor gejala depresi
(3)
postpartum atau psikosis

10. 070333 Nyeri (3) 8. Mengajarkan pasien mengenai

tanda bahaya yang menunjukkan


11. 070334 Jaringan lunak (3)
perlunya laporan segera(misalnya :

12. 070309 Gejala-gejala demam,depresi)

gastrointestinal (3) 9. Mengelola Rh globulin imun

dan vaksin rubella,jika


13. 070310 Limadenopati (3)
diindikasikan

14. 070311 Malaise (3)

Perawatan terminasi kehamilan


15. 070312 Menggigil (3)
(6950)

16. 070313 Gangguan kognisi Aktivitas-aktivitas :

yang tidak bisa dijelaskan (3) 1. Melakukan pemeriksaan vagina,

sesuai kebutuhan
17. 070331 Lethargy (3)
2. Memonitor tanda-tanda vital

18. 070332 Hilang nafsu makan 3. Mengobservasi tanda-tanda

(3) syok

4. Memberikan analgesic atau


19. 070319 Infiltrasi x-ray dada antiemetic,sesuai kebutuhan

(3) 5. Menginisiasi pemasangan

infuse,sesuai kebutuhan
20. 070320 Kolonisasi kultur
6. Memberikan oksitasin setelah
darah (3)
melahirkan, sesuai kebutuhan

21. 070335 Kolonisasi (pada) 7. Mengedukasi pasien mengenai

alat bantu akses veskular (3) perawatan mandiri

22. 070321 Kolonisasi kultur

sputum (3)

23. 070322 Kolonisasi kultur

cairan serebrospinal (3)

24. 070323 Kolonisasi kultur

area luka (3)

25. 070324 Kolonisasi kultur

urin (3)

26. 070325 Kolonisasi kultur

feses (3)

27. 070326 Peningkatan jumlah

sel darah putih (3)

28. 070327 Depresi jumlah sel


darah putih (3)

2 Gangguan pertukaran Status pernafasan : Resusitasi Neonatus (6974)

gas pertukaran gas (0402) Aktivitas-aktivitas :

( 00030) Indikator : 1. Memonitor tanda-tanda vital

b.d Perubahan membrane 1. 040208 Tekanan parsial janin dengan melakukan auskultasi

alveolar-Kapiler oksigen didarah arteri.(3) dan palpasi atau monitor janin

2. 040209 Tekanan parsial elektronik yang tepat

karbondioksida di darah arteri 2. Mengamati tanda-tanda

definisi : Kelebihan atau (3) abnormal (misalnya distress janin)

defisit oksgenasi atau 3. 040210 pH arteri (3) tanda-tanda denyut jantung janin

eliminasi karbondioksida 4. 040212 Tidal karbondioksida 3. Melibatkan ibu dan orang yang

pada membrane alveolar- akhir (3) mendukung terkait dengan

kapiler 5. 040213 Hasil Rontgen dada penjelasan mengenai langkah-

(3) langkah yang diperlukan untuk

6. 040214 Keseimbangan menigkatkan oksigenasi janin

ventilasi dan perfusi (3) 4. Melakukan tindakan

7. 040203 Dispnea saat istirahat pencegahan universal

(3) 6. Mengevaluasi kembali denyut

8. 040204 Dispnea saat aktivitas jantung janin

ringan 7. Memberikan stimulasi taktil

9. 040205 Perasaan kurang dengan menggosok telapak kaki

istirahat (3) atau meggosok punggung bayi

10. 040206 Sianosis (3) 8. Menggunakan oksigen 100%

11. 040207 Mengantuk (3) dengan tekanan 5-8 liter untuk


12.040216Gangguankesadaran mengisi kantong resusitasi

(3) 9. Menyesuaikan kantung

resusitasi untuk pengisian yang

benar

10. Menempatkan bayi baru lahir

di bawah pemancar panas yang

hangat

11. Memberikan obat sesuai

perintah

12. Mendokumentasikan

waktu,urutan,dan respon neonates

terhadap semua langkah resusitasi

3. Ansietas(00146) b.d Kontrol kecemasan diri Pengurangan kecemasan (5820)

situasi kritis, ancaman (1402)


1. Menggunakan pendekatan
terhadap diri sendiri/janin Indikator :
yang tenang

1. 140201 Memantau 2. Memahami situasi krisis


Definisi Perasaan tidak
intensitas kecemasan (2) yang terjadi perspektif
nyaman atau kekhawatiran
2. 140202 Mengurangi klien
yang samar disertai
penyebab kecemasan (2) 3. Berada disisi klien untuk
respons otonom, perasaan
3. 140203 Mengurangi meningkatkan rasa aman
takut yang disebabkan
rangsang lingkungan dan mengurangi rasa cemas
oleh antisipasi terhadap
ketika cemas (2) 4. Mendorong keluarga untuk
bahaya. Hal ini
4. 140204 Mencari mendampingi klien dengan
merupakan isyarat
kewaspadaan yang informasi untuk cara tepat

memperingatkan individu mengurangi kecemasan 5. Menciptakan atmosfer rasa

akan adanya bahaya dan (2) aman untuk meningkatkan

memampukan individu 5. 140205 Merencanakan kepercayaan

untuk bertindak strategi koping untuk 6. Mendorong verbalisasi

menghadapi ancaman situasi yang perasaan, persepsi dan

menimbulkan stress (2) ketakutan

6. 140206 Menggunakan 7. Mengidentifikasi pada saat

strategi koping yang terjadi perubahan tingkat

efektif (2) kecemasan

8. Membantu klien

mengidentifikasi situasi

yang memicu kecemasan

9. Mengkaji tanda verbal dan

non verbal kecemasan

4. Hipertermi (00007) b.d Keparahan Infeksi : Baru Perawatan bayi baru lahir

Sepsis lahir (0708) (6824)

Indikator : Aktivitas-aktivitas :
Definisi suhu inti tubuh

diatas kisaran normal 1. 070801 Ketidakstabilan suhu 1. Membersihkan sekresi

diurnal karena kegagalan (2) dari saluran mulut dan

termoregulasi. hidung
2. 070802 Hipotermia (2) 2. Melakukan evaluasi

APGAR pada menit


3. 070803 Takipnea (2)
pertama dan kelima

4. 070804 Takikardi (2) setelah kelahiran

3. Mengukur dan
5. 070805 Bradikardi (2)
menimbang berat bayi

6. 070806 Aritmia (2) baru lahir

4. Memonitor suhu bayi


7. 070807 Hipotensi (2)
baru lahir

8. 070808 Hipertensi (2) 5. Memonitor tanda-tanda

vital
9. 070809 Wajah pucat (2)
6. Mengukur lingkar

10. 070810 Kulit berbintik- kepala

bintik (2) 7. Meletakkan bayi baru

lahir di dada segera


11. 070811 Sianosis (2)
setelah persalinan

12. 070812 Kulit lembab dan 8. Memonitor reflex

dingin (2) menghisap bayi baru

lahir selama menyusui


13. 070813 Muntah (2)
9. Menyendawakan bay7i
14. 070814 Diare (2)
baru lahir dengan

15. 070815 Distensi abdomen kepala ditegakkan

(2) 10. Memonitor asupan dan

pengeluaran
16. 070816 Intoleransi makan 11. Membersihkan tali

(2) pusar dengan alat yang

diresepkan
17. 070817 Lethargy (2)
12. Menjaga talli pusar

18. 070818 Gelisah (2) agar tetap kering

13. Memonitor adanya


19. 070819 Kejang (2)
kemerahan dan

20. 070820 Kejang neonatus drainase pada tali pusar

(2) 14. Memonitor respon bayi

baru lahir terhadap


21. 070821 Menangis kuat (2)
sirkumsisi

22. 070822 Kulit kemerahan (2) 15. Melindungi bayi baru

lahir dari sumber-


23. 070823 Vesikel yang
sumber infeksi
permukaannya tidak mengeras
dilingkungan rumah
(2)
sakit

24. 070824 Cairan (luka) 16. Menyediakan

berbau busuk (2) lingkungan yang tenang

dan tentram
25. 070825 Drainase purulen

(2)

26. 070826 Konjungtivitis (2)

27. 070827 Umbilikus terinfeksi


(2)

28. 070828 Kolonisasi kultur

darah (2)

29. 070829 Kolonisasi kultur

area luka (2)

30. 070830 Kolonisasi kultur

urin (2)

31. 070831 Kolonisasi kultur

feses (2)

32. 070832 Infiltrasi x-ray dada

(2)

33. 070833 Kolonisasi kultur

cairan serebrospinal (2)

34. 070834 Peningkatan jumlah

sel darah putih (2)

35. 070835 Depresi jumlah sel

darah putih (2)


5. Ketidakefektian Keberhasilan Menyusui : Bayi Konseling Laktasi (5244)

Pemberian ASI (00104) (1000) Aktivitas-aktivitas :

b.d Prematuritas Indikator : 1. Memberikan informasi

1. 100001 Kesejajaran tubuh mengenai manfaat (kegiatan)

yang sesuai dan (bayi) menempel menyusui baik fisiologis maupun

dengan baik (3) psikologis

2. 100002 Genggaman (tangan 2. Menentukan keinginan dan

bayi) pada areola dengan tepat motivasi ibu untuk menyusui dan

(3) juga persepsi mengenai

3. 100003 Kompresi pada areola menyusui

dengan tepat (3) 3. Mengkoreksi konsepsi yang

4. 100013 Penempatan lidah salah, informasi yang salah,dan

yang tepat (3) ketidaktepatan mengenai

5. 100014 Refleks menghisap (3) menyusui

6. 100005 Terdengar menelan (3) 4. Menjelaskan tanda bayi

7. 100006 Menyusui minimal 5- membutuhkan makanan

10 menit per payudara (3) (misalnya reflex

8. 100015 Berhenti untuk rooting,menghisap serta diam

menyendawakan bayi pada dan terjaga)

interval yang sering (3) 5. Mengajari ibu teknik menyusui

9. 100007 Minimal 8kali yang benar

menyusui perhari (3) 6. Menginormasikan mengenai

10. 100008 Buang air kecil perbedaan antara hisapan yang

perhari sesuai usia (3) memberikan nutrisi dan yang


11. 100009 Feses cair,kuning,dan tidak memberikan nutrisi

berserat perhari sesuai usia (3) 7. Mengajari ibu tentang perawatan

12. 100010 Penambahan berat payudara dan manfaatnya

badan sesuai usia (3) 8. Memonitor adanya nyeri pada

13. 100011 Bayi puas setelah puting susu dan gangguan

makan (3) integritas kulit pada puting susu

ibu

Keberhasilan Menyusui : 9. Mendiskusikan kebutuhan untuk

Maternal (1001) istirahat yang cukup, hidrasi, dan

Indikator : diet yang seimbang

1. 100101 Posisi nyaman selama 10. Mendiskusikan strategi yang

menyusui (2) bertujuan untuk mengoptimalkan

2. 100102 Menyokong payudara payudara, sering mengeluarkan

dengan menggunakan penahan ASI, mengosongkan ASI,

payudara ukuran “C” (cupping) perawatan kanguru dan

(2) pengobatan)

3. 100103 Payudara penuh 11. Mendukung ibu untuk

sebelum menyusui (2) memakai pakaian yang nyaman

4. 100104 Pengeluaran ASI dipakai, dan BH yang

(reflex let down) (2) mendukung

5. 100106 Mengenali bayi

menelan (2)

6. 100107 Hisapan dihentikan

sebelum berpindah kepayudara


yang lain (2)

7. 100121 Teknik untuk

mencegah nyeri puting (2)

8. 100109 Menghindari

penggunaan puting buatan/dot

pada bayi (2)

9. 100110 Menghindari

memberikan air untuk bayi (2)

10. 100122 Suplemen menyusui

(2)

11. 100112 Respon terhadap

temperamen bayi (2)

13. 100113 Mengenali Isyarat

lapar diawal (2)

14. 100120 Intake cairan ibu (2)

15. 100123 Memompa payudara

(2)

16. 100115 Penyimpanan ASI

yang aman (2)

17. 100124 Menggunakan

dukungan keluarga (2)

18. 100125 Menggunakan

dukungan komunitas (2)


4. Implementasi Keperawatan

Merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup

tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga

kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan

oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

(Mitayani,2013).

5. Evaluasi Keperawatan.

Melakukan evaluasi setelah asuhan dilaksanakan untuk menilai apakah asuhan

keperawatan yang diberikan efektif dilakukan serta pengecekkan apakah asuhan

tersebut yang meliputi pemenuhan kebutuhan benar telah terpenuhi, rencana dapat

dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada

kemungkinan bahwa sebagian telah efektif sebagian lagi tidak.(Furwasyih,2016)

Evaluasi meliputi :

S : Subjektif : Keluhan pasien ( apa yang disampaikan dan dirasakan

pasien )

O : Objektif : Apa yang dilihat,diraba, dan diukur oleh perawat.

A : Assesment : Kesimpulan perawat tentang kondisi klien.

P : Plan Of Care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah.
6. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktek

keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu atau tercetak yang dapat diandalkan

sebagai catatan atau bukti bagi individu yang berwenang.


DAFTAR PUSTAKA

Furwasyih,dian.2016.Edisi 1 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan :

Mitra Pemuda.

Manurung, Suryani dkk.2011. “Buku Ajar Maternitas Asuhan Keperawatan

Antenatal”.

Mitayani.2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetric : Obstetri fisiologi, obstetric patologi.

Jakarta : EGC.

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : CV. Trans media.

Purwoastuti, Endang. 2015. Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial Bagi

Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka baru press

Johnson, Joyce. 2014. Keperawatan Maternitas Demystified. Yogyakarta : Rapha

Publishing.

Rahmawati, Eni nur. 2011. Ilmu Praktis Kebidanan. Surabaya : Victory Inti

Cipta.

Sukarni, Icesmi. 2014. Patologi : Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus

Risiko Tinggi. Yogyakarta : Nuha Medika

Sukowati, Umi dkk. 2010. Model Konsep & Teori Keperawatan ( Aplikasi pada

kasus Obstetri Ginekologi). Bandung : PT. Refika Aditama

Nanda NIC – NOC. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai