Anda di halaman 1dari 147

Sistem pernapasan

sistem pertukaran gas pada hewan dan


tumbuhan

Sistem pernapasan atau sistem respirasi


adalah sistem biologis yang terdiri dari
organ dan struktur-struktur lain yang
digunakan untuk pertukaran gas pada
hewan dan tumbuhan. Anatomi dan
fisiologi makhluk hidup yang
mewujudkan pertukaran gas ini sangat
bervariasi, bergantung pada ukuran
tubuhnya, lingkungan tempat hidupnya,
dan riwayat evolusinya. Pada hewan
darat, pernapasan berlangsung pada
paru-paru.[1] Pertukaran gas di paru-paru
terjadi pada jutaan kantung udara kecil.
Pada mamalia dan reptil, kantung udara
ini disebut alveolus (bentuk jamak:
alveoli), tetapi pada burung dinamakan
atria. Kantung udara mikroskopis
tersebut sangat kaya akan suplai darah,
sehingga udara di dalamnya pun
terhubung dengan darah.[2] Kantung
udara ini berhubungan dengan
lingkungan luar melalui sistem saluran
udara berupa tabung berongga. Saluran
yang terbesar adalah trakea, yang
bercabang di tengah dada menjadi dua
bronkus utama. Bronkus memasuki paru-
paru, tempat mereka bercabang menjadi
bronkus sekunder dan tersier yang
rongganya semakin sempit, lalu
bercabang menjadi banyak tabung yang
lebih kecil, yang dinamakan bronkiolus.
Pada burung, bronkiolus disebut
parabronki. Pada bronkiolus atau
parabronki inilah umumnya terdapat
alveoli pada mamalia dan atria pada
burung. Udara harus dipompa dari
lingkungan luar menuju ke dalam alveoli
atau atria melalui proses bernapas yang
melibatkan otot-otot pernapasan.
Sistem pernapasan

Gambaran skematik lengkap sistem


pernapasan manusia dengan bagian-bagian
dan fungsinya.
Rincian

Pengidentifikasi

Bahasa Latin systema


respiratorium

MeSH D012137

TA A06.0.00.000

FMA 7158

Daftar istilah anatomi


Daftar istilah anatomi

Pada sebagian besar ikan dan sejumlah


hewan akuatik lainnya, pernapasan
berlangsung pada insang, yang
merupakan organ eksternal (baik
sebagian maupun sepenuhnya), yang
terendam dalam lingkungan perairan. Air
akan mengalir melewati insang dengan
berbagai cara, baik aktif ataupun pasif.
Pertukaran gas terjadi di insang yang
terdiri dari filamen tipis atau sangat
datar, serta lamela yang
mempertemukan secara luas jaringan
yang sangat tervaskularisasi dengan air.

Hewan lain, seperti serangga, memiliki


anatomi sistem pernapasan yang sangat
sederhana. Pada amfibi, kulit pun
berperan penting dalam pertukaran gas.
Tumbuhan juga memiliki sistem
pernapasan tetapi arah pertukaran
gasnya bisa berlawanan jika
dibandingkan dengan hewan. Sistem
pernapasan pada tumbuhan meliputi
stomata, yang ditemukan di berbagai
bagian tumbuhan.[3]

Mamalia

Anatomi …
Gambar 1. Sistem pernapasan.

Gambar 2. Saluran pernapasan bawah atau "pohon


pernapasan"
1. Trakea
2. Bronkus utama
3. Bronkus sekunder (lobar)
4. Bronkus tersier (segmental)
5. Bronkiolus
6. Saluran alveolar
7. Alveolus

Pada manusia dan mamalia lainnya,


anatomi sistem pernapasan umumnya
berupa saluran pernapasan. Saluran
tersebut dibagi menjadi saluran
pernapasan atas dan bawah. Saluran
atas meliputi hidung, rongga hidung,
sinus paranasal, faring, dan bagian laring
di atas pita suara. Saluran bawah
(Gambar 2) meliputi bagian bawah laring,
trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus.
Percabangan saluran udara bagian
bawah sering digambarkan sebagai
pohon pernapasan atau pohon
trakeobronkial (Gambar 2).[4] Interval
antara titik-titik percabangan di
sepanjang saluran yang menyerupai
pohon tersebut sering disebut sebagai
"generasi", yang pada manusia dewasa
jumlahnya sekitar 23. Percabangan atau
generasi awal (sekitar 0-16) terdiri dari
trakea dan bronkus, serta bronkiolus
besar yang hanya bertindak sebagai
saluran yang membawa udara ke
bronkiolus pernapasan, saluran alveolar,
dan alveoli (sekitar generasi 17-23),
tempat pertukaran gas terjadi.[5][6]
Bronkiolus didefinisikan sebagai saluran
udara kecil yang tidak didukung oleh
tulang rawan.[4]

Bronkus pertama yang bercabang dari


trakea merupakan bronkus utama, baik di
kanan maupun kiri. Sebagai saluran
dengan diameter terbesar kedua setelah
trakea (1,8 cm), bronkus ini (berdiameter
1-1,4 cm)[5] memasuki paru-paru di
setiap hilum, tempat mereka bercabang
menjadi bronkus sekunder yang lebih
sempit yang dikenal sebagai bronkus
lobar, dan cabang ini menjadi bronkus
tersier yang lebih sempit yang dikenal
sebagai bronkus segmental. Pembagian
bronkus segmental lebih lanjut
(berdiameter 1 hingga 6 mm)[7] dikenal
sebagai bronkus segmental urutan 4, 5,
dan 6, atau dikelompokkan bersama
sebagai bronkus subsegmental.[8][9]

Rata-rata manusia dewasa memiliki 23


cabang pohon pernapasan. Sementara
itu, tikus hanya memiliki sekitar 13
cabang.

Alveoli merupakan ujung buntu "pohon


pernapasan.” Artinya, udara yang
memasukinya harus keluar melalui rute
yang sama. Sistem seperti ini
menciptakan ruang mati, dengan volume
udara (sekitar 150 ml pada manusia
dewasa) yang mengisi saluran udara
setelah ekshalasi dan kembali ke alveoli
sebelum sempat mencapai lingkungan
luar.[10][11] Pada akhir inhalasi, saluran
udara dipenuhi dengan udara dari
lingkungan, yang dihembuskan keluar
tanpa bersentuhan dengan penukar
gas.[10]

Volume ventilatori …

Paru-paru membesar dan berkontraksi


selama siklus pernapasan, menarik
udara masuk dan keluar dari paru-paru.
Volume udara yang berpindah masuk
atau keluar dari paru-paru dalam
keadaan istirahat normal (yang disebut
volume tidal, ketika istirahat sekitar 500
ml), serta volume yang berpindah akibat
inhalasi paksa dan ekshalasi paksa
secara maksimal, diukur dengan
spirometri.[12] Spirogram manusia
dewasa pada umumnya, serta istilah-
istilah yang diberikan untuk berbagai
aktivitas yang dapat dilakukan paru-paru,
diilustrasikan di bawah ini (Gambar 3):

Gambar 3 Output dari 'spirometer'. Gerakan grafik ke


atas (dibaca dari kiri), menunjukkan masuknya
udara; pergerakan ke bawah menunjukkan keluarnya
udara.
Tidak semua udara di paru-paru dapat
dikeluarkan meskipun pernapasan sudah
dipaksa secara maksimal. Volume udara
yang masih tersisa ini disebut volume
residual, yang besarnya sekitar 1,0-1,5
liter yang tidak dapat diukur dengan
spirometri. Oleh karena itu, volume yang
turut memperhitungkan volume residual
(yaitu kapasitas residual fungsional
sekitar 2,5-3,0 liter, dan kapasitas total
paru sekitar 6 liter) juga tidak dapat
diukur dengan spirometri. Pengukuran
angka-angka ini membutuhkan teknik
tersendiri.[12]

Penghitungan volume udara yang dihirup


masuk atau keluar, baik melalui mulut
atau hidung, atau masuk atau keluar dari
alveoli dijelaskan dalam tabel di bawah,
bersama dengan cara penghitungannya.
Jumlah siklus napas per menit dikenal
sebagai laju pernapasan.

Pengukuran Rumus Deskripsi

Volume
volume tidal * laju jumlah volume udara yang memasuki atau
menit
pernapasan meninggalkan hidung atau mulut per menit.
pernapasan

(volume tidal –
Ventilasi volume udara yang memasuki atau meninggalkan
ruang mati) * laju
alveolar alveoli per menit.
pernapasan

volume udara yang tidak mampu mencapai alveoli


Ventilasi ruang mati * laju
ketika inhalasi, tetapi tetap tinggal di saluran
ruang mati pernapasan
pernapasan, per menit.

Mekanika pernapasan …
Putar media

Gambar 6. Pencitraan resonansi magnetik (MRI)


waktu-nyata yang menunjukkan pergerakan dada
selama bernapas.

"Gerakan gagang pompa" dan "gerakan


gagang ember" oleh tulang rusuk

Gambar 4. Efek
otot-otot
inhalasi dalam
memperluas
sangkar rusuk.
Gerakan
khusus yang
diilustrasikan di
sini disebut
gerakan
gagang pompa

oleh tulang
rusuk.

Gambar 5.
Dalam gambar
sangkar rusuk
ini, kemiringan
tulang rusuk
bagian bawah,
mulai dari garis

tengah ke arah
luar dapat
terlihat dengan
g
jelas. Hal ini
memungkinkan
gerakan yang
mirip dengan
"efek gagang
pompa", tapi
pada kondisi ini
disebut
"gerakan
gagang ember".
Perbedaan
warna
mengacu pada
klasifikasi
tulang rusuk,
dan tidak
relevan di sini.

Pernapasan tenang dan pernapasan


paksa
Gambar 7. Otot- Gambar 8. Otot-
otot otot pada
pernapasan pernapasan
saat istirahat: paksa (inhalasi
inhalasi di dan ekshalasi).
sebelah kiri, Kode warnanya
ekshalasi di sama dengan di
sebelah kanan. sebelah kiri.
Otot-otot yang Selain kontraksi
berkontraksi diafragma yang
ditunjukkan lebih kuat dan
dengan warna ekstensif, otot-
merah; otot- otot
otot yang interkostalis
berelaksasi dibantu oleh
dengan warna otot-otot
biru Kontraksi aksesori
biru. Kontraksi aksesori
diafragma inhalasi untuk
umumnya memperbesar
berkontribusi pergerakan
paling besar tulang rusuk ke
pada ekspansi atas,
rongga dada mengakibatkan
(biru muda). ekspansi
Namun, pada sangkar rusuk
saat yang yang lebih
sama, otot-otot besar. Selama
interkostal ekshalasi,
menarik tulang terlepas dari
rusuk ke atas relaksasi otot-
(efeknya otot inhalasi,
ditunjukkan otot-otot perut
oleh panah) secara aktif
yang juga berkontraksi
mengakibatkan untuk menarik
sangkar rusuk tepi bawah
mengembang sangkar rusuk
selama inhalasi ke bawah
(lihat diagram sehingga
di sisi lain mengurangi
halaman). volume tulang
Relaksasi rusuk, dan pada

semua otot-otot saat yang sama


ini selama mendorong
ekshalasi diafragma jauh
mengakibatkan ke atas, ke
sangkar rusuk dalam toraks.
dan perut (hijau
muda) kembali
secara elastis
ke posisi
istirahat
mereka.
Bandingkan
dengan Gambar
6, video MRI
yang
menunjukkan
gerakan dada
selama siklus
pernapasan.
Pada mamalia, inhalasi saat istirahat
(pernapasan tenang) terutama
disebabkan oleh kontraksi diafragma,
yaitu lembaran otot berkubah ke atas
yang memisahkan rongga dada dari
rongga perut. Ketika diagfragma
berkontraksi menjadi rata (bergerak ke
bawah seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 7), volume rongga dada akan
meningkat. Diafragma yang berkontraksi
mendorong organ perut ke bawah. Akan
tetapi, karena dasar panggul mencegah
organ perut paling bawah bergerak lebih
jauh, isi perut yang lentur menyebabkan
perut membuncit ke arah depan dan
samping, karena otot perut yang rileks
tidak menahan gerakan ini (Gambar 7).
Penonjolan perut yang sepenuhnya
bersifat pasif (dan menyusut saat
ekshalasi) selama pernapasan normal
kadang-kadang disebut sebagai
"pernapasan perut", meskipun
sebenarnya lebih tepat disebut
"pernapasan diafragma", yang tidak
terlihat dari luar tubuh. Mamalia hanya
menggunakan otot perutnya pada
ekshalasi paksa (lihat Gambar 8, dan
penjelasan di bawah), dan tidak pernah
selama inhalasi dalam bentuk apa apa
pun.

Saat diafragma berkontraksi, secara


bersamaan sangkar rusuk diperbesar
karena tulang rusuk ditarik ke atas oleh
otot-otot interkostal seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4. Semua
tulang rusuk miring ke bawah, dari
belakang ke depan (seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4); tetapi
tulang-tulang rusuk terbawah juga miring
ke bawah, dari garis tengah ke arah luar
(Gambar 5). Dengan demikian, diameter
transversal sangkar rusuk dapat
ditingkatkan dengan cara yang sama
seperti peningkatan diameter antero-
posterior, yaitu dengan gerakan gagang
pompa yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Pembesaran dimensi vertikal rongga


dada akibat kontraksi diafragma, dan
pembesaran kedua dimensi
horizontalnya akibat mengangkatnya
bagian depan dan sisi tulang rusuk,
menyebabkan tekanan intratoraks
menurun. Interior paru-paru terbuka ke
udara luar, dan karena bersifat elastis,
menjadi mengembang untuk mengisi
peningkatan ruang. Udara masuk ke
paru-paru melalui saluran pernapasan
(Gambar 2). Pada kondisi sehat, saluran
udara ini (mulai dari hidung atau mulut,
dan berakhir di kantung buntu
mikroskopis yang disebut alveoli) selalu
terbuka, meskipun diameter berbagai
bagian dapat diubah oleh sistem saraf
simpatik dan parasimpatik. Oleh karena
itu, tekanan udara alveolar selalu
mendekati tekanan udara atmosfer
(sekitar 100 kPa di permukaan laut) saat
istirahat, dengan gradien tekanan yang
menyebabkan udara bergerak masuk dan
keluar dari paru-paru selama bernapas
jarang melebihi 2-3 kPa.[13][14]

Selama ekspirasi, otot diafragma dan


otot interkostal berlaksasi. Hal ini
mengembalikan dada dan perut ke posisi
yang ditentukan oleh elastisitas anatomi
mereka. Kondisi ini merupakan "posisi
istirahat menengah" dari toraks dan perut
(Gambar 7) ketika paru-paru menampung
kapasitas residual fungsional udara (area
biru muda di ilustrasi sebelah kanan
Gambar 7), yang pada manusia dewasa
volumenya sekitar 2,5-3,0 liter (Gambar
3).[6] Ekshalasi saat istirahat berlangsung
sekitar dua kali lebih lama dari inhalasi
karena diafragma secara pasif
berelaksasi dengan lebih tenang
dibandingkan kontraksi aktif selama
inhalasi.

Gambar 9 Perubahan komposisi udara alveolar


selama siklus pernapasan normal saat beristirahat.
Skala di sebelah kiri dan garis biru menunjukkan
tekanan parsial karbon dioksida dalam kPa,
sedangkan skala di sisi kanan dan garis merah
menunjukkan tekanan parsial oksigen, juga dalam
j p g j g
kPa (untuk mengubah kPa menjadi mm Hg, kalikan
dengan 7.5).

Volume udara yang bergerak masuk atau


keluar (di hidung atau mulut) selama
satu siklus pernapasan disebut volume
tidal. Pada manusia dewasa yang
beristirahat, volume ini sekitar 500 ml per
napas. Pada akhir ekshalasi, saluran
udara mengandung sekitar 150 ml udara
alveolar yang merupakan udara pertama
yang dikembalikan ke dalam alveoli
selama inhalasi.[10][15] Volume udara ini,
yang dihembuskan keluar dari alveoli dan
kembali lagi, dikenal sebagai ventilasi
ruang mati, yang memiliki konsekuensi
bahwa dari 500 ml udara yang dihirup ke
dalam alveoli setiap kali bernapas, hanya
350 ml (500 ml - 150 ml = 350 ml) yang
merupakan udara segar yang hangat dan
lembab.[6] Karena 350 ml udara segar ini
dicampur secara menyeluruh dan
diencerkan oleh udara yang tersisa di
alveoli setelah ekshalasi normal (yaitu
kapasitas residual fungsional sekitar 2,5-
3,0 liter), komposisi udara alveolar hanya
sangat sedikit berubah selama siklus
pernapasan (lihat Gambar 9).
Ketegangan (atau tekanan parsial)
oksigen tetap mendekati 13-14 kPa
(sekitar 100 mm Hg), sedangkan karbon
dioksida sangat mendekati 5,3 kPa (atau
40 mm Hg). Hal ini kontras dengan
komposisi udara luar yang kering di
permukaan laut, dengan tekanan parsial
oksigen adalah 21 kPa (atau 160 mm
Hg) dan karbon dioksida 0,04 kPa (atau
0,3 mmHg).[6]

Saat bernapas dengan berat (hiperpnea),


misalnya selama berolahraga, inhalasi
terjadi akibat kontraksi diafragma yang
bergerak lebih kuat dan lebih besar
dibandingkan saat istirahat (Gambar 8).
Selain itu, "otot aksesori inhalasi" turut
melebih-lebihkan aksi otot interkostal
(Gambar 8). Otot aksesori inhalasi ini
adalah otot yang membentang dari
tulang leher dan pangkal tengkorak
hingga tulang rusuk atas dan sternum,
kadang-kadang melalui perlekatan
perantara pada tulang selangka
(klavikula).[6] Ketika mereka berkontraksi,
volume internal sangkar rusuk meningkat
jauh lebih besar dibandingkan yang
dapat dicapai dengan kontraksi otot-otot
interkostal saja. Dilihat dari luar tubuh,
terangkatnya tulang selangka selama
inhalasi berat kadangkala disebut
pernapasan klavikular atau pernapasan
dangkal, yang terlihat terutama selama
serangan asma dan pada orang dengan
penyakit paru obstruktif kronis.

Selama pernapasan berat, ekshalasi


disebabkan oleh relaksasi semua otot
inhalasi. Tetapi sekarang, otot-otot perut,
bukannya tetap rileks (seperti saat
istirahat), malah berkontraksi dengan
paksa, menarik tepi bawah tulang rusuk
ke arah bawah (depan dan samping)
(Gambar 8). Hal ini tidak hanya
mengurangi ukuran tulang rusuk secara
drastis, tetapi juga mendorong organ-
organ perut ke atas melawan diafragma,
sehingga menggelembung jauh ke dalam
toraks (Gambar 8). Volume paru akhir
pernapasan sekarang jauh di bawah
posisi tengah istirahat dan memuat jauh
lebih sedikit udara dibandingkan
"kapasitas residual fungsional" saat
istirahat. Namun, pada mamalia normal,
paru-paru tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Pada manusia dewasa
selalu ada setidaknya 1 liter udara yang
tersisa di paru-paru setelah pernapasan
maksimum.[6]

Irama pernapasan masuk dan keluar


yang berlangsung otomatis, dapat
terganggu oleh batuk dan bersin (bentuk
pernapasan yang sangat kuat), oleh
ekspresi berbagai emosi (tertawa,
menghela nafas, menangis kesakitan)
dan oleh tindakan seperti berbicara,
menyanyi, bersiul, dan memainkan alat
musik tiup. Semua tindakan ini
bergantung pada otot-otot yang
dijelaskan di atas, dan berpengaruh
terhadap pergerakan masuk dan
keluarnya udara dari paru-paru.
Meskipun bukan bentuk pernapasan,
manuver Valsava melibatkan otot-otot
pernapasan. Faktanya, tindakan ini
adalah upaya pernapasan yang sangat
kuat terhadap glotis yang tertutup rapat,
sehingga tidak ada udara yang bisa
keluar dari paru-paru.[16] Sebaliknya, isi
perut digerakkan ke arah yang
berlawanan, melalui lubang di dasar
panggul. Otot-otot perut berkontraksi
dengan sangat kuat, menyebabkan
tekanan di dalam perut dan dada
meningkat sangat tinggi. Manuver
Valsava dapat dilakukan secara sukarela,
tetapi umumnya terjadi secara refleks
ketika mencoba mengosongkan perut
selama, misalnya, buang air besar yang
sulit, atau saat melahirkan. Pernapasan
berhenti selama manuver ini.

Pertukaran gas …

Mekanisme pertukaran gas

Gambar 11.
Diagram proses
pertukaran gas
pada paru-paru
mamalia yang
menekankan
perbedaan antara
komposisi gas dari
udara di
sekelilingnya, udara
alveolar (biru
muda) yang
menyeimbangkan
darah kapiler paru,
antara tekanan gas
darah pada arteri
paru (warna biru
yang memasuki
paru-paru di
sebelah kiri) dan
darah vena (warna
merah yang
meninggalkan paru-
paru di sebelah
kanan). Semua
tekanan gas
menggunakan
satuan kPa. Untuk
mengonversi ke
mm Hg, kalikan
dengan 7,5.

Gambar 12.
Diagram yang
menggambarkan
penampang
histologis jaringan
paru-paru yang
menunjukkan
alveolus yang
meningkat secara
normal (pada akhir
ekshalasi normal),

dan dindingnya
yang berisi kapiler
paru (ditunjukkan
pada penampang
potong lintang)
potong lintang).
Ilustrasi ini
menggambarkan
bagaimana darah
kapiler paru benar-
benar dikelilingi
oleh udara alveolar.
Dalam paru-paru
manusia normal,
secara keseluruhan
semua alveoli
mengandung
sekitar 3 liter udara
alveolar. Semua
kapiler paru
mengandung
sekitar 100 ml
darah.
Gambar 10. Penampang histologis melalui dinding
alveolar yang menunjukkan lapisan tempat gas
harus berpindah di antara plasma darah dan udara

alveolar. Objek biru tua adalah inti sel endotelium


kapiler dan sel epitelium alveolar tipe I (atau
pneumosit tipe 1). Dua benda merah berlabel "RBC"
adalah sel darah merah dalam darah kapiler paru.

Tujuan utama sistem pernapasan adalah


mencapai keseimbangan tekanan parsial
antara gas pernapasan di alveolar
dengan di darah kapiler paru (Gambar
11). Proses ini terjadi melalui difusi
sederhana,[17] melintasi membran yang
sangat tipis (dikenal sebagai penghalang
darah–udara), yang membentuk dinding
alveoli paru (Gambar 10). Dinding ini
terdiri dari sel-sel epitel alveolar,
membran basal, dan sel-sel endotelium
kapiler alveolar (Gambar 10).[18]
Penghalang gas darah ini sangat tipis
(pada manusia, rata-rata tebalnya 2,2
μm), yang dilipat menjadi sekitar 300 juta
kantung udara kecil yang disebut
alveoli[18] (masing-masing berdiameter
antara 75 dan 300 μm) yang bercabang
dari bronkiolus pernapasan di paru-paru,
sehingga membentuk area permukaan
yang sangat besar (sekitar 145 m2)
untuk pertukaran gas.[18]
Udara yang terkandung dalam alveoli
memiliki volume semipermanen sekitar
2,5–3,0 liter yang sepenuhnya
mengelilingi darah kapiler alveolar
(Gambar 12). Hal ini memastikan bahwa
keseimbangan tekanan parsial gas di
dua kompartemen sangat efisien dan
terjadi dengan sangat cepat. Darah yang
meninggalkan kapiler alveolar dan
akhirnya didistribusikan ke seluruh tubuh
memiliki tekanan parsial oksigen 13–14
kPa (100 mmHg), dan tekanan parsial
karbon dioksida 5,3 kPa (40 mmHg)
(yaitu sama dengan ketegangan oksigen
dan gas karbon dioksida seperti pada
alveoli).[6] Seperti disebutkan dalam
bagian mekanika pernapasan di atas,
tekanan parsial oksigen dan karbon
dioksida di udara lingkungan (kering)
pada permukaan laut masing-masing
adalah 21 kPa (160 mmHg) dan 0,04 kPa
(0,3 mmHg).[6]

Perbedaan yang mencolok antara


komposisi udara alveolar dan udara
lingkungan dapat dipertahankan karena
kapasitas residual fungsional tertahan
dalam kantung buntu yang terhubung ke
udara luar oleh tabung yang cukup
sempit dan relatif panjang (yaitu saluran
udara yang meliputi hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan cabang-cabangnya
hingga turun ke bronkiolus), yang harus
dilalui oleh udara yang dihirup masuk
maupun dihembuskan keluar (tidak ada
aliran searah seperti pada paru-paru
burung). Anatomi mamalia yang khas ini,
yang dikombinasikan dengan fakta
bahwa paru-paru tidak dikosongkan dan
segera dikembangkan kembali setiap kali
bernapas (menyisakan volume udara
yang substansial, sekitar 2,5–3,0 liter,
dalam alveoli setelah ekshalasi),
memastikan bahwa komposisi alveolar
udara hanya sedikit terganggu ketika 350
ml udara segar dicampurkan ke
dalamnya pada setiap inhalasi. Dengan
demikian, hewan tersebut memiliki
"atmosfer portabel" yang sangat
istimewa, yang komposisinya berbeda
secara signifikan dibandingkan udara
lingkungan saat ini..[19] Darah dan
jaringan tubuh terpapar pada atmosfer
portabel ini (kapasitas residual
fungsional), bukan ke udara luar.

Hasil tekanan parsial arteri oksigen dan


karbon dioksida dikendalian melalui
homeostasis. Peningkatan tekanan
parsial arteri CO2 dan, pada tingkat lebih
rendah, penurunan tekanan parsial arteri
O2, secara refleks akan menyebabkan
pernapasan lebih dalam dan lebih cepat
hingga tekanan gas darah di paru-paru
serta darah arteri kembali normal.
Sebaliknya, ketika tekanan karbon
dioksida turun, atau, lagi-lagi pada
tingkat yang lebih rendah, tekanan
oksigen meningkat: laju dan kedalaman
pernafasan berkurang sampai normalitas
gas darah dipulihkan.

Karena darah yang tiba di kapiler alveolar


memiliki tekanan parsial O2 rata-rata
sebesar 6 kPa (45 mmHg), sedangkan
tekanan udara alveolar adalah 13-14 kPa
(100 mmHg), akan ada difusi oksigen ke
dalam darah kapiler, yang sedikit
mengubah komposisi 3 liter udara
alveolar. Demikian pula dengan CO2,
karena darah yang tiba di kapiler alveolar
memiliki tekanan parsial CO2 yang juga
sekitar 6 kPa (45 mmHg), sedangkan
udara alveolar adalah 5,3 kPa (40
mmHg), ada pergerakan karbon dioksida
dari kapiler ke dalam alveoli. Perubahan-
perubahan yang ditimbulkan oleh aliran
masing-masing gas ini ke dalam dan ke
luar dari udara alveolar mengharuskan
penggantian sekitar 15% dari udara
alveolar dengan udara sekitar setiap 5
detik atau lebih. Hal ini dikontrol sangat
ketat oleh mekanisme pemantauan gas
darah arteri (yang secara akurat
mencerminkan komposisi udara alveolar)
oleh tubuh aorta dan karotis, serta oleh
sensor gas darah dan sensor pH pada
permukaan anterior medula oblongata di
otak. Ada juga sensor oksigen dan
karbon dioksida di paru-paru, tetapi
mereka utamanya menentukan diameter
bronkiolus dan kapiler paru, dan karena
itu bertanggung jawab untuk
mengarahkan aliran udara dan darah ke
berbagai bagian paru-paru.

Dengan mempertahankan komposisi 3


liter udara alveolar secara akurat pada
setiap kali bernapas, sejumlah karbon
dioksida dilepaskan ke atmosfer dan
sejumlah oksigen diambil dari udara luar.
Jika lebih banyak karbon dioksida yang
hilang akibat hiperventilasi dalam waktu
singkat, respirasi akan diperlambat atau
dihentikan sampai tekanan parsial
alveolar karbon dioksida kembali ke 5,3
kPa (40 mmHg). Oleh karena itu, tidak
benar bahwa fungsi utama dari sistem
pernapasan adalah untuk membersihkan
tubuh dari "limbah" karbon dioksida.
Karbon dioksida yang dihembuskan
dalam setiap napas mungkin bisa lebih
tepat dilihat sebagai produk sampingan
dari cairan ekstraseluler tubuh dan
homeostasis pH yang menghasilkan
CO2.

Jika homeostasis ini terganggu, asidosis


respiratorik atau alkalosis respiratorik
akan terjadi. Dalam jangka panjang, hal
ini dapat dikompensasi dengan
penyesuaian ginjal terhadap konsentrasi
H+ dan HCO3− dalam plasma; tetapi
karena ini membutuhkan waktu, sindrom
hiperventilasi dapat terjadi, misalnya,
ketika agitasi atau kecemasan
menyebabkan seseorang bernapas cepat
dan dalam sehingga menyebabkan
alkalosis respiratorik akibat
menghembuskan terlalu banyak CO2 dari
darah ke udara luar.[20]

Oksigen memiliki kelarutan yang sangat


rendah dalam air sehingga dibawa
secara longgar dalam darah dan
dikombinasikan dengan hemoglobin.
Oksigen diikat pada hemoglobin oleh
empat kelompok heme yang
mengandung besi per molekul
hemoglobin. Ketika semua kelompok
heme membawa satu molekul O2
masing-masing darah dikatakan "jenuh"
dengan oksigen, dan tidak ada lagi
peningkatan tekanan parsial oksigen
yang secara bermakna akan
meningkatkan konsentrasi oksigen
dalam darah. Sebagian besar karbon
dioksida dalam darah dibawa sebagai
ion bikarbonat (HCO3−) dalam plasma.
Namun, konversi CO2 terlarut menjadi
HCO3− (melalui penambahan air) terlalu
lambat untuk laju sirkulasi darah yang
melalui jaringan di satu sisi, dan melalui
kapiler alveolar di sisi lain. Karenanya,
reaksi ini dikatalisis oleh karbonat
anhidrase, enzim di dalam sel darah
merah.[21] Reaksi dapat berjalan ke dua
arah tergantung pada tekanan parsial
CO2 yang berlaku.[6] Sejumlah kecil
karbon dioksida dibawa pada bagian
protein dari molekul hemoglobin sebagai
gugus karbamino. Total konsentrasi
karbon dioksida (dalam bentuk ion
bikarbonat, CO2 terlarut, dan gugus
karbamino) dalam darah arteri (yaitu
setelah diseimbangkan dengan udara
alveolar) adalah sekitar 26 mM (atau 58
ml/100 ml),[22] dibandingkan dengan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri
jenuh sekitar 9 mM (atau 20 ml/100 ml
darah).[6]

Pengendalian ventilasi …

Ventilasi paru-paru pada mamalia terjadi


melalui pusat pernapasan di medula
oblongata dan pons batang otak.[6]
Daerah-daerah ini membentuk
serangkaian jalur saraf yang menerima
informasi tentang tekanan parsial
oksigen dan karbon dioksida dalam
darah arterial. Informasi ini menentukan
tingkat rata-rata ventilasi alveoli paru-
paru untuk menjaga tekanan ini konstan.
Pusat pernapasan melakukannya melalui
saraf motorik yang mengaktifkan
diafragma dan otot pernapasan lainnya.

Laju pernapasan meningkat ketika


tekanan parsial karbon dioksida dalam
darah meningkat. Peningkatan ini
dideteksi oleh kemoreseptor gas darah
pusat pada permukaan anterior medula
oblongata.[6] Tubuh aorta dan tubuh
karotis adalah kemoreseptor gas darah
perifer yang sangat sensitif terhadap
tekanan parsial arteri oksigen, meskipun
mereka juga merespons, tetapi kurang
kuat, terhadap tekanan parsial karbon
dioksida.[6] Pada permukaan laut, dalam
keadaan normal, kecepatan dan
kedalaman pernapasan, lebih ditentukan
oleh tekanan parsial arteri karbon
dioksida daripada tekanan parsial arteri
oksigen, yang dibiarkan bervariasi dalam
kisaran yang cukup luas sebelum pusat
pernapasan di medula oblongata dan
pons menanggapinya untuk mengubah
laju dan kedalaman pernapasan.[6]
Latihan fisik meningkatkan laju
pernapasan karena tambahan karbon
dioksida dihasilkan oleh peningkatan
metabolisme otot-otot yang
berolahraga.[23] Selain itu, gerakan pasif
anggota badan juga secara refleks
menghasilkan peningkatan kecepatan
pernapasan.[6][23] Informasi yang
diterima dari reseptor peregangan di
paru-paru membatasi volume tidal
(kedalaman inhalasi dan ekshalasi).

Respons terhadap tekanan


atmosfer rendah

Alveoli selalu terhubung ke atmosfer


melalui saluran udara sehingga tekanan
udara alveolar sama persis dengan
tekanan udara di sekitar organisme
tersebut, baik pada permukaan laut, pada
altitudo (ketinggian) tertentu, atau dalam
atmosfer buatan apa pun (misalnya
ruang selam, atau ruang dekompresi).
Ketika paru-paru membesar (akibat
penurunan diafragma dan pembesaran
sangkar rusuk), udara alveolar pun
menempati volume yang lebih besar dan
tekanannya turun secara proporsional.
Konsekuensinya, udara di luar tubuh
mengalir melalui saluran udara hingga
tekanan udara di dalam alveoli kembali
menjadi sama dengan tekanan udara di
luar tubuh. Hal sebaliknya terjadi pada
ekshalasi. Proses ini (inhalasi dan
ekshalasi) berlangsung sama persis
pada berbagai kondisi pada permukaan
laut.

Gambar 13. Grafik yang menunjukkan hubungan


antara jumlah tekanan atmosferik dan ketinggian di
atas permukaan laut.

Akan tetapi, ketika seseorang berpindah


naik untuk menjauh dari permukaan laut,
kerapatan udara akan menurun secara
eksponensial (lihat Gambar 13), yaitu
turun menjadi separuhnya setiap kali
ketinggian naik sebesar 5.500 m.[24]
Karena komposisi udara atmosfer di
bawah ketinggian 80 km hampir selalu
konstan, konsentrasi oksigen di udara
(mmol oksigen per liter udara sekitar)
berkurang dengan tingkat yang sama
dengan turunnya tekanan udara seiring
dengan ketinggian.[25] Oleh karena itu,
untuk menghirup oksigen dalam jumlah
yang sama per menit, orang tersebut
harus menghirup udara dengan volume
yang lebih besar secara proporsional per
menit pada daratan yang tinggi
dibandingkan pada permukaan laut. Hal
ini dicapai dengan bernapas lebih dalam
dan lebih cepat (misalnya hiperpnea).

Gambar 14. Foto udara Gunung Everest dari selatan,


di belakang Nuptse dan Lhotse.

Walaupun demikian, ada komplikasi


peningkatan volume udara yang perlu
dihirup per menit (volume menit
pernapasan) untuk memberi paru-paru
sejumlah oksigen yang sama pada
altitudo tinggi seperti pada permukaan
laut. Selama inhalasi, udara dihangatkan
dan dijenuhkan dengan uap air selama
berjalan melalui rongga hidung dan
faring. Tekanan uap air jenuh hanya
tergantung pada suhu. Tekanan pada
suhu inti tubuh 37 °C yaitu 6,3 kPa (47,0
mmHg), terlepas dari pengaruh lainnya,
termasuk ketinggian.[26] Jadi pada
permukaan laut, dengan tekanan
atmosfer sekitar 100 kPa, udara lembab
yang mengalir dari trakea ke paru-paru
terdiri dari uap air (6,3 kPa), nitrogen
(74,0 kPa), oksigen (19,7 kPa), serta
sejumlah kecil karbon dioksida dan gas-
gas lain (sehingga totalnya 100 kPa).
Pada udara kering, tekanan parsial
oksigen di permukaan laut adalah 21,0
kPa (yaitu 21% dari 100 kPa),
dibandingkan dengan 19,7 kPa oksigen
yang memasuki udara alveolar (tekanan
parsial oksigen trakea adalah 21% dari
[100 kPa – 6,3 kPa] = 19,7 kPa). Di
puncak Gunung Everest (pada ketinggian
8.848 m atau 29.029 kaki) tekanan
atmosfer total adalah 33,7 kPa, dengan
7,1 kPa (atau 21%) adalah oksigen.[24]
Udara yang memasuki paru-paru juga
memiliki tekanan total 33,7 kPa, dengan
6,3 kPa adalah uap air (seperti di
permukaan laut). Hal ini mengurangi
tekanan parsial oksigen yang memasuki
alveoli menjadi 5,8 kPa (atau 21% dari
[33,7 kPa – 6,3 kPa] = 5,8 kPa). Oleh
karena itu, pengurangan tekanan parsial
oksigen untuk udara yang dihirup, secara
substansial lebih besar dibandingkan
pengurangan tekanan atmosfer total
pada ketinggian tertentu (pada Gunung
Everest: 5,8 kPa vs 7,1 kPa).

Komplikasi minor lebih lanjut terjadi pada


altitudo tinggi. Jika volume paru-paru
secara instan menjadi dua kali lipat pada
awal inhalasi, tekanan udara di dalam
paru-paru akan berkurang setengahnya.
Kondisi ini tidak dipengaruhi ketinggian.
Dengan membagi dua tekanan udara
pada permukaan laut (100 kPa), tekanan
udara intrapulmoner akan menjadi 50
kPa. Dengan melakukan hal yang sama
pada 5.500 m, yang tekanan atmosfernya
hanya 50 kPa, tekanan udara
intrapulmoner akan turun menjadi 25
kPa. Oleh karena itu, peningkatan volume
paru-paru dua kali lipat pada permukaan
laut akan menghasilkan perbedaan 50
kPa antara tekanan udara lingkungan
dan udara intrapulmoner, sementara
perbedaannya hanya 25 kPa pada
ketinggian 5.500 m. Pada ketinggian ini,
tekanan yang memaksa udara masuk ke
paru-paru saat inhalasi hanya
setengahnya. Oleh karena itu, laju aliran
udara ke paru-paru saat inhalasi di
permukaan laut besarnya dua kali lipat
dibandingkan pada 5.500 m. Namun,
pada kenyataannya, inhalasi dan
ekshalasi berlangsung jauh lebih lembut
dan tidak mendadak dibandingkan
dengan contoh ini. Perbedaan antara
tekanan atmosfer dan intrapulmoner,
yang menggerakkan udara masuk dan
keluar dari paru-paru selama siklus
pernapasan, hanya berada dalam kisaran
2–3 kPa.[13][14] Perbedaan ini bisa
menjadi dua kali lipat atau lebih ketika
terjadi perubahan yang sangat besar
dalam upaya pernapasan pada altitudo
yang tinggi.

Semua pengaruh tekanan atmosfir


rendah terhadap pernapasan di atas
diakomodasi terutama dengan bernapas
lebih dalam dan lebih cepat (hiperpnea).
Tingkat hiperpnea ditentukan oleh
homeostat gas darah, yang mengatur
tekanan parsial oksigen dan karbon
dioksida pada darah arterial. Pada
permukaan laut, homeostat ini
memprioritaskan pengaturan tekanan
parsial arterial karbon dioksida di atas
oksigen.[6] Dengan kata lain, pada
permukaan laut, tekanan parsial arterial
CO2 dijaga agar selalu mendekati 5,3 kPa
(atau 40 mmHg) dalam berbagai
keadaan, dengan mengorbankan tekanan
parsial arteri O2, yang dibiarkan
bervariasi dalam kisaran nilai yang
sangat luas, sebelum respons ventilasi
korektif dimunculkan. Namun, ketika
tekanan atmosfer (dan karenanya
tekanan parsial O2 di udara lingkungan)
turun hingga di bawah 50-75% dari
nilainya pada permukaan laut,
homeostasis oksigen diprioritaskan di
atas homeostasis karbon dioksida.[6]
Peralihan ini terjadi pada ketinggian
sekitar 2.500 m (atau sekitar 8.000 kaki).
Jika peralihan ini terjadi secara tiba-tiba,
hiperpnea pada altitudo tinggi akan
menyebabkan penurunan tekanan parsial
arterial CO2 yang parah, dengan
konsekuensi peningkatan pH plasma
arterial. Ini adalah salah satu
penyumbang penyakit altitudo tinggi. Di
sisi lain, jika peralihan ke homeostasis
oksigen tidak lengkap, hipoksia dapat
memperumit gambaran klinis dengan
hasil yang berpotensi fatal.
Bronkus kecil dan bronkiolus memiliki
sensor oksigen. Sebagai respons
terhadap tekanan parsial oksigen yang
rendah pada udara yang dihirup, sensor-
sensor ini secara refleks menyebabkan
arteriolar paru menyempit.[27] Ini adalah
kebalikan dari refleks serupa pada
jaringan, ketika tekanan parsial arteri
oksigen yang rendah menyebabkan
pelebaran (vasodilasi) arteriolar. Pada
altitudo tinggi, hal ini menyebabkan
tekanan arterial paru meningkat
sehingga distribusi aliran darah ke paru-
paru jadi lebih merata dibandingkan pada
permukaan laut. Pada permukaan laut,
tekanan arterial paru sangat rendah
sehingga bagian atas paru-paru
menerima darah jauh lebih sedikit
dibandingkan bagian dasarnya, yang
relatif terlalu banyak mengalami perfusi
dengan darah. Hanya di bagian tengah
paru-paru yang memiliki aliran darah dan
aliran udara ke alveoli berada dalam
kondisi ideal. Pada altitudo tinggi, variasi
rasio ventilasi/perfusi alveoli dari bagian
atas paru-paru ke bagian bawahnya
dihilangkan. Semua alveoli mengalami
perfusi dan ventilasi kurang lebih pada
kondisi yang ideal secara fisiologis. Ini
adalah kontributor penting selanjutnya
untuk aklimatisasi ke altitudo tinggi dan
tekanan oksigen rendah.
Ginjal mengukur kandungan oksigen
(mmol O2 per liter darah, dan bukan
tekanan parsial O2) pada darah arterial.
Ketika kandungan oksigen dalam darah
rendah secara kronis, seperti pada
alitudo tinggi, sel-sel ginjal yang peka
terhadap oksigen mengeluarkan
eritropoietin (disingkat sebagai EPO)[28]
ke dalam darah.[29] Hormon ini
menstimulasi sumsum tulang merah
untuk meningkatkan laju produksi sel
darah merahnya, yang akan
meningkatkan hematokrit darah dan
meningkatkan kemampuannya dalam
membawa oksigen (karena kandungan
hemoglobin darah yang meninggi).
Dengan kata lain, pada tekanan parsial
arterial O2 yang sama, seseorang dengan
hematokrit tinggi membawa lebih banyak
oksigen per liter darah dibandingkan
orang dengan hematokrit yang lebih
rendah. Oleh karena itu, penghuni
dataran tinggi memiliki hematokrit yang
lebih tinggi dibandingkan penduduk pada
permukaan laut.[29][30]

Fungsi lain paru-paru …

Pertahanan lokal …

Iritasi ujung saraf di dalam rongga


hidung atau saluran udara dapat
menyebabkan refleks batuk dan bersin.
Kedua respons ini masing-masing
menyebabkan udara dikeluarkan secara
paksa dari trakea atau hidung. Dengan
cara ini, benda pengiritasi yang
terperangkap dalam lendir yang melapisi
saluran pernapasan akan dikeluarkan
atau dipindahkan ke mulut sehingga bisa
ditelan. [6] Selama batuk, kontraksi otot
polos pada dinding saluran napas
mempersempit trakea dengan menarik
ujung-ujung lempeng tulang rawan
secara bersamaan dan dengan
mendorong jaringan lunak ke dalam
lumen. Hal ni meningkatkan laju aliran
udara ekspirasi untuk mengeluarkan dan
menghilangkan partikel atau lendir yang
mengiritasi.
Epitelium pernapasan dapat
mengeluarkan berbagai molekul yang
membantu pertahanan paru-paru, di
antaranya imunoglobulin (IgA), kolektin,
defensin serta peptida dan protease
lainnya, spesies oksigen reaktif, dan
spesies nitrogen reaktif. Sekresi ini dapat
bertindak langsung sebagai antimikroba
untuk membantu menjaga jalan napas
tetap bebas dari infeksi. Berbagai
kemokin dan sitokin juga disekresikan
yang merekrut sel-sel kekebalan dan
lainnya ke tempat infeksi.

Fungsi kekebalan surfaktan terutama


dikaitkan dengan dua protein: SP-A dan
SP-D. Protein-protein ini dapat berikatan
dengan gula di permukaan patogen dan
dengan demikian mengopsonasinya
untuk diambil oleh sel fagosit. Protein
tersebut juga mengatur respons
peradangan dan berinteraksi dengan
respons imun adaptif. Degradasi atau
inaktivasi surfaktan dapat meningkatkan
kerentanan terhadap peradangan dan
infeksi paru-paru.[31]

Sebagian besar sistem pernapasan


dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung jaringan limfoid terasosiasi
mukosa, yang menghasilkan sel darah
putih seperti limfosit.

Pencegahan alveolar kolaps …


Paru-paru membuat surfaktan, kompleks
lipoprotein permukaan aktif
(fosfolipoprotein) yang dibentuk oleh sel
alveolar tipe II. Surfaktan ini mengapung
pada permukaan lapisan berair tipis yang
melapisi bagian dalam alveoli,
mengurangi tegangan permukaan air.

Ketegangan permukaan permukaan


berair (antarmuka air-udara) cenderung
membuat permukaan tersebut
menyusut.[6] Ketika permukaan air
melengkung seperti pada alveoli paru-
paru, penyusutan permukaan
mengurangi diameter alveoli. Semakin
akut kelengkungan antarmuka air-udara,
semakin besar pula kecenderungan
alveolus untuk kolaps.[6] Hal ini
menimbulkan tiga efek. Pertama,
tegangan permukaan di dalam alveoli
menolak ekspansi alveoli selama inhalasi
(misalnya dengan membuat paru-paru
kaku atau tidak patuh). Surfaktan
mengurangi tegangan permukaan dan
karenanya membuat paru-paru lebih
patuh atau kurang kaku dibandingkan
jika surfaktan tidak ada. Kedua, diameter
alveoli meningkat dan menurun selama
siklus pernapasan. Ini berarti bahwa
alveoli memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk kolaps (menyebabkan
atelektasis). Karena surfaktan
mengapung pada permukaan berair,
molekul-molekulnya lebih menyatu rapat
ketika alveoli menyusut selama
pernapasan.[6] Hal ini menyebabkan
mereka memiliki efek penurunan
tegangan permukaan yang lebih tinggi
ketika alveoli mengecil dibandingkan
ketika mereka membesar (seperti pada
akhir inhalasi, ketika molekul surfaktan
merenggang lebih luas). Oleh karena itu,
kecenderungan alveoli untuk kolaps
hampir sama pada akhir ekshalasi
seperti pada akhir inhalasi. Ketiga,
tegangan permukaan dari lapisan berair
melengkung yang melapisi alveoli
cenderung menarik air dari jaringan paru-
paru ke dalam alveoli. Surfaktan
mengurangi bahaya ini ke tingkat yang
dapat diabaikan dan membuat alveoli
tetap kering.[6][32]

Bayi prematur yang tidak dapat


memproduksi surfaktan memiliki paru-
paru yang cenderung kolaps setiap kali
mereka menghembuskan napas. Kecuali
diobati, kondisi ini (yang disebut sindrom
gangguan pernapasan bayi) berakibat
fatal. Eksperimen ilmiah dasar
menggunakan sel-sel paru-paru ayam
mendukung potensi penggunaan steroid
sebagai sarana untuk meningkatkan
pengembangan sel-sel alveolar tipe II.[33]
Faktanya, begitu ada ancaman kelahiran
prematur, segala upaya dilakukan untuk
menunda kelahiran, dan serangkaian
suntikan steroid sering diberikan kepada
ibu selama periode penghambatan ini
untuk mempercepat pematangan paru-
paru.[34]

Kontribusi bagi seluruh tubuh …

Pembuluh paru-paru mengandung sistem


fibrinolitik yang melarutkan gumpalan
darah yang mungkin telah tiba di
sirkulasi paru melalui embolisme, sering
kali berasal dari vena-dalam di kaki.
Sistem ini juga melepaskan berbagai zat
yang memasuki darah arteri sistemik,
dan mereka menyingkirkan zat-zat lain
dari darah vena sistemik yang
menjangkau vena melalui arteri
pulmonalis. Beberapa prostaglandin
disingkirkan dari sirkulasi, sementara
yang lain disintesis di paru-paru dan
dilepaskan ke dalam darah ketika
jaringan paru diregangkan.

Paru-paru mengaktifkan satu hormon.


Angiotensin I, dekapeptida yang secara
fisiologis tidak aktif dikonversi menjadi
oktapeptida pelepas-aldosteron, yaitu
angiotensin II, pada sirkulasi paru-paru.
Reaksi tersebut juga terjadi di jaringan
lain tetapi terutama terjadi di paru-paru.
Angiotensin II juga memiliki efek
langsung pada dinding arteriolar, yaitu
menyebabkan vasokonstriksi arteriolar
sehingga meningkatkan tekanan darah
arteri.[35] Sejumlah besar enzim
pengonversi angiotensin yang
bertanggung jawab atas aktivasi ini
terletak pada permukaan sel endotelium
dari kapiler alveolar. Enzim konversi
tersebut juga menonaktifkan bradikinin.
Waktu sirkulasi melalui kapiler alveolar
kurang dari satu detik, tetapi 70% dari
angiotensin I yang mencapai paru-paru
dikonversi menjadi angiotensin II dalam
sekali perjalanan melalui kapiler. Empat
peptidase lain telah diidentifikasi pada
permukaan sel endotel paru.

Vokalisasi …

Pergerakan gas melalui laring, faring, dan


mulut memungkinkan manusia untuk
berbicara atau berartikulasi. Vokalisasi
atau nyanyian pada burung terjadi
melalui sirinks, organ yang terletak di
pangkal trakea. Getaran udara yang
mengalir melintasi laring (pita suara),
pada manusia, dan syrinx, pada burung,
menghasilkan suara. Karena itu, gerakan
gas sangat penting untuk tujuan
komunikasi.

Pengendalian temperatur …

Terengah-engah pada anjing, kucing,


burung, dan beberapa hewan lain
merupakan cara untuk mengurangi suhu
tubuh, dengan menguapkan air liur di
mulut (alih-alih menguap keringat pada
kulit).
Perbedaan klinis …

Gangguan dan penyakit pernapasan


dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
kelompok umum:

Kondisi obstruksi jalan napas


(misalnya emfisema, bronkitis, asma)
Kondisi pembatasan paru (misalnya
fibrosis, sarkoidosis, kerusakan
alveolar, efusi pleura)
Penyakit pembuluh darah (misalnya
edema paru, emboli paru, hipertensi
paru)
Penyakit infeksi, lingkungan, dan
lainnya (misalnya pneumonia,
tuberkulosis, asbestosis, polutan
partikulat)
Kanker primer (misalnya karsinoma
bronkial, mesotelioma)
Kanker sekunder (misalnya kanker
yang berasal dari tempat lain di tubuh,
tetapi telah menyemai diri di paru-
paru)
Surfaktan tidak mencukupi (misalnya
sindrom gangguan pernapasan pada
bayi prematur).

Gangguan pada sistem pernapasan


biasanya dirawat oleh ahli pulmonologi
dan terapis pernapasan. Ketika ada
ketidakmampuan atau kesulitan
bernapas, ventilator medis dapat
digunakan.

Pengecualian pada mamalia …

Kuda …

Kuda berbeda dari banyak mamalia lain


karena mereka tidak memiliki pilihan
untuk bernapas melalui mulut dan harus
mengambil udara melalui hidung mereka.

Gajah …

Gajah merupakan satu-satunya mamalia


yang diketahui tidak memiliki ruang
pleura. Akan tetapi, pleura parietal dan
pleura viseral mereka terdiri dari jaringan
ikat padat dan bergabung satu sama lain
melalui jaringan ikat longgar.[36] Tidak
adanya ruang pleura, serta diafragma
tebal yang luar biasa, dianggap sebagai
adaptasi evolusi yang memungkinkan
gajah untuk tetap berada di bawah air
untuk waktu yang lama sambil bernapas
melalui belalainya sebagai perilaku
snorkeling.[37] Pada gajah, paru-paru
melekat pada diafragma dan pernapasan
lebih banyak bergantung pada diafragma
dibandingkan ekspansi sangkar rusuk.[38]

Burung
Gambar 15. Susunan kantung udara dan paru-paru
pada burung.

Gambar 16 Anatomi sistem pernapasan burung,


yang menunjukkan hubungan antara trakea, bronkus
primer dan bronkus intrapulmoner, bronkus dorsal
dan ventral, dengan parabronki memanjang di
antara keduanya. Kantung udara posterior dan
anterior juga ditunjukkan, tetapi tidak dijadikan
sebagai skala perbandingan ukuran.
Gambar 17 Kerangka merpati, yang menunjukkan
pergerakan dada selama inhalasi. Panah 1
menunjukkan pergerakan tulang rusuk vertebral.
Panah 2 menunjukkan pergerakan tulang dada (dan
lunasnya). Kedua gerakan ini meningkatkan
diameter vertikal dan transversal bagian dada
burung.
Ket.:
1. tengkorak; 2. tulang leher; 3. furkula; 4. korakoid;
5. tulang rusuk; 6. tulang dada dan lunasnya; 7.
tulang lutut; 8. tarsometatarsus; 9. jari; 10. tulang
kering (tibiotarsus); 11. fibula (tibiotarsus); 12.
tulang paha; 13. tulang iskium (polos); 14. tulang
pubis (polos); 15. tulang ilium (polos); 16. vertebra
kaudal; 17. pygostyle; 18. synsacrum; 19. tulang
pyg y y g
belikat; 20. vertebra dorsal; 21. humerus; 22. ulna;
23. radius; 24. karpus (karpometakarpus); 25.
metakarpus (karpometakarpus); 26. jari; 27. alula

Gambar 18 Siklus inhalasi-ekshalasi pada burung.

Sistem pernapasan burung sangat


berbeda dibandingkan mamalia. Burung
memiliki paru-paru kaku yang tidak
mengembang dan berkontraksi selama
siklus pernapasan. Alih-alih, sistem
kantung udara yang ekstensif (Gambar
15) tersebar di seluruh tubuh mereka.
Kantung-kantung udara ini bertindak
sebagai ubub (penghembus) yang
menarik udara dari lingkungan luar ke
dalam kantung tersebut, dan
mengeluarkan udara terpakai yang telah
melewati paru-paru (Gambar 18).[39]
Burung juga tidak memiliki diafragma
atau rongga pleura.

Paru-paru burung lebih kecil


dibandingkan paru-paru pada mamalia
yang ukurannya sebanding, tetapi
kantung udara menyumbang 15% dari
total volume tubuh, dibandingkan dengan
7% untuk alveoli yang bertindak sebagai
ubub pada mamalia.[40]

Menghirup (inhalasi) dan


mengembuskan (ekshalasi) napas
dilakukan dengan cara menambah dan
mengurangi volume seluruh rongga
dada-perut (atau selom) secara
bergantian menggunakan otot perut dan
otot rusuk.[41][42][43] Selama inhalasi, otot-
otot yang melekat pada tulang rusuk
vertebral (Gambar 17) berkontraksi,
mengarahkan tulang rusuk ke depan dan
ke luar. Hal ini mendorong tulang rusuk
sternal ke bawah dan ke depan, serta
mengarahkan tulang dada (beserta
lunasnya yang menonjol) ke arah yang
sama (Gambar 17). Akibatnya, diameter
vertikal dan transversal trunkus bagian
dada meningkat. Gerakan ke depan dan
ke bawah dari ujung posterior tulang
dada menarik dinding perut ke bawah,
yang juga meningkatkan volume daerah
tersebut.[41] Peningkatan volume seluruh
rongga trunkus mengurangi tekanan
udara di semua kantung udara
thorakoabdominal, sehingga kantung-
kantung tersebut terisi udara seperti
yang dijelaskan di bawah ini.

Selama pernapasan, otot oblik eksternal


yang melekat pada tulang dada dan
tulang rusuk vertebral di bagian anterior,
dan pada panggul (tulang pubis dan ilium
pada Gambar 17) di bagian posterior
(membentuk bagian dari dinding perut)
membalikkan gerakan inhalasi, serta
mengompresi isi perut sehingga tekanan
di semua kantung udara meningkat.
Udara lalu dikeluarkan dari sistem
pernapasan dalam rangka ekshalasi.[41]

Gambar 19. Penukar gas pernapasan lintas arus di


paru-paru burung. Udara dikeluarkan dari kantung-
kantung udara tanpa arah (dari kanan ke kiri dalam
diagram) melalui parabronki. Kapiler paru
mengelilingi parabronki dengan cara yang
ditunjukkan (darah mengalir dari bawah
parabronkus ke atasnya dalam diagram).[41][44]
Darah atau udara dengan kandungan oksigen tinggi
ditunjukkan dengan warna merah; udara atau darah
yang miskin oksigen ditampilkan dalam berbagai
warna ungu-biru.

Selama inhalasi, udara memasuki trakea


melalui lubang hidung dan mulut lalu
terus berlanjut hingga melampaui sirinks,
tempat trakea bercabang menjadi dua
bronkus primer, menuju ke dua paru-paru
(Gambar 16). Bronkus primer memasuki
paru-paru untuk menjadi bronkus
intrapulmoner, yang memiliki
serangkaian cabang paralel yang disebut
ventrobronki dan, di posisi yang sedikit
lebih jauh, seperangkat dorsobronki yang
setara (Gambar 16).[41] Ujung-ujung
bronkus intrapulmoner mengeluarkan
udara ke kantung udara posterior pada
ujung belakang burung. Setiap pasangan
dorso-ventrobronki dihubungkan oleh
sejumlah besar kapiler udara
mikroskopis paralel (atau parabronki),
tempat pertukaran gas terjadi (Gambar
16).[41] Ketika inhalasi, udara di trakea
mengalir melalui bronkus intrapulmoner
ke kantung udara posterior serta ke
dorsobronki, tetapi tidak ke ventrobronki
(Gambar 18). Hal ini disebabkan oleh
desain bronkial yang mengarahkan udara
yang dihirup menjauhi lubang
ventrobronki, tapi ke arah kelanjutan dari
bronkus intrapulmoner menuju
dorsobronki dan kantung udara
posterior.[45][46][47] Dari dorsobronki,
udara yang dihirup lalu mengalir melalui
parabronki (terjadi pertukaran gas) ke
ventrobronki. Udara kemudian hanya bisa
mengalir ke kantung udara anterior yang
mengembang. Jadi, selama inhalasi, baik
kantung udara posterior maupun anterior
berkembang,[41] kantung udara posterior
terisi dengan udara segar yang dihirup,
sedangkan kantung udara anterior diisi
dengan udara "yang digunakan" (miskin
oksigen) yang baru saja melewati paru-
paru .

Selama ekshalasi, tekanan di kantung


udara posterior (yang diisi dengan udara
segar selama inhalasi) meningkat karena
kontraksi otot oblik yang dijelaskan di
atas. Aerodinamika lubang saluran yang
saling berhubungan dari kantung udara
posterior ke dorsobronki dan bronkus
intrapulmoner memastikan bahwa udara
meninggalkan kantung-kantung ini ke
arah paru-paru (melalui dorsobronki),
alih-alih kembali ke bronkus
intrapulmoner (Gambar 18).[45][47] Dari
dorsobronki, udara segar dari kantung
udara posterior mengalir melalui
parabronki (dengan arah yang sama
seperti yang terjadi selama inhalasi) ke
ventrobronki. Jalur udara yang
menghubungkan ventrobronki dan
kantung udara anterior ke bronkus
intrapulmoner mengarahkan "udara yang
digunakan" dan miskin oksigen dari
kedua organ ini ke trakea, lalu keluar dari
tubuh.[41] Oleh karena itu, udara yang
mengandung oksigen terus-menerus
mengalir (selama seluruh siklus
pernapasan) dalam satu arah melalui
parabronki.[48]

Aliran darah melalui paru-paru burung


berada pada sudut yang tepat terhadap
aliran udara melalui parabronki,
membentuk sistem pertukaran aliran
lintas arus (Gambar 19).[39][41][44]
Tekanan parsial oksigen dalam
parabronki menurun perlahan seiring
dengan oksigen yang berdifusi ke dalam
darah. Kapiler darah yang meninggalkan
lokasi pertukaran di dekat pintu masuk
parabronki mengambil lebih banyak
oksigen dibandingkan kapiler yang keluar
di dekat ujung keluar parabronki. Ketika
isi semua kapiler bercampur, tekanan
parsial akhir oksigen dari darah vena
paru campuran lebih tinggi dibandingkan
udara yang dihembuskan,[41][44] tetapi
kurang dari setengah dari udara yang
dihirup,[41] sehingga mencapai tekanan
parsial oksigen darah arteri sistemik
yang kira-kira sama dengan mamalia
dengan tipe paru-paru ubub mereka.[41]

Trakea merupakan area ruang mati:


udara miskin oksigen yang dikandungnya
pada akhir ekshalasi merupakan udara
pertama yang kembali memasuki
kantung udara posterior dan paru-paru.
Dibandingkan dengan saluran
pernapasan mamalia, volume ruang mati
pada burung rata-rata 4,5 kali lebih besar
dibandingkan mamalia dengan ukuran
yang sama.[40][41] Burung-burung dengan
leher panjang memiliki trakea yang
panjang, dan karena itu harus menarik
napas lebih dalam dibandingkan
mamalia untuk melonggarkan volume
ruang mati mereka yang lebih besar.
Pada beberapa burung (misalnya Cygnus
cygnus, Platalea leucorodia, Grus
americana, dan Pauxi pauxi) trakeanya,
yang pada beberapa burung jenjang bisa
sepanjang 1,5 m,[41] berbentuk melingkar
bolak-balik di dalam tubuh, yang secara
drastis meningkatkan ventilasi ruang
mati.[41] Tujuan dari struktur yang tidak
umum ini tidak diketahui.

Reptil

Putar media

Gambar 20. Video sinar X dari Aligator Amerika


betina saat bernapas.

Struktur anatomi paru-paru reptil tidak


terlalu kompleks, mereka tidak memiliki
struktur pohon pernapasan yang sangat
eksptensif seperti yang ditemukan pada
paru-paru mamalia. Namun, pertukaran
gas pada reptil masih terjadi di alveoli.[39]
Reptil tidak memiliki diafragma. Dengan
demikian, pernapasan terjadi melalui
perubahan volume rongga tubuh yang
dikendalikan oleh kontraksi otot
interkostal pada semua reptil kecuali
kura-kura. Pada kura-kura, kontraksi
pasangan otot-otot sisi tertentu
mengatur inhalasi dan ekshalasi.[49]

Amfibi
Baik paru-paru maupun kulit berfungsi
sebagai organ pernapasan pada amfibi.
Ventilasi paru-paru pada amfibi
bergantung pada ventilasi tekanan
positif. Otot-otot menurunkan dasar
rongga mulut, memperbesarnya, dan
menarik udara melalui lubang hidung ke
dalam rongga mulut. Dengan tertutupnya
lubang hidung dan mulut, lantai rongga
mulut kemudian didorong ke atas, yang
memaksa udara berpindah ke trakea lalu
paru-paru. Kulit hewan-hewan ini sangat
tervaskularisasi dan lembab.
Kelembaban dijaga oleh sekresi lendir
dari sel-sel khusus, dan terlibat dalam
pernapasan kulit. Meskipun paru-paru
merupakan organ utama untuk
pertukaran gas antara darah dan udara
lingkungan (ketika keluar dari air), sifat
kulit amfibi yang unik membantu
pertukaran gas dengan cepat ketika
mereka terendam dalam air yang kaya
oksigen.[50] Beberapa amfibi memiliki
insang, baik pada tahap awal
perkembangannya (misalnya berudu
anura), sementara yang lain
mempertahankannya hingga dewasa
(misalnya beberapa salamander).[39]

Ikan

Gambar 21. Operkulum atau penutup insang ikan


tombak ditarik untuk memperlihatkan lengkungan
i d fil
insang yang mengandung filamen.

Gambar 22. Perbandingan antara operasi dan efek


dari sistem pertukaran arus searah dan berlawanan
arah yang masing-masing digambarkan pada
diagram atas dan bawah. Pada keduanya,
diasumsikan bahwa warna merah memiliki nilai
yang lebih tinggi (misalnya suhu atau tekanan
parsial gas) dibandingkan biru sehingga zat yang
diangkut dalam saluran tersebut mengalir dari
merah ke biru. Pada ikan, aliran arus darah dan air
yang berlawanan pada insang (diagram bawah)
digunakan untuk mengekstraksi oksigen dari
lingkungan.[51][52][53]
Gambar 23. Mekanisme pernapasan pada ikan
bertulang. Proses inhalasi di sebelah kiri, sedangkan
proses ekshalasi di sebelah kanan. Pergerakan air
ditunjukkan oleh panah biru.

Oksigen tidak mudah larut dalam air. Air


tawar dengan aerasi penuh hanya
mengandung 8–10 ml oksigen per liter,
sebagai perbandingan, konsentrasi
oksigen pada udara di permukaan laut
sebesar 210 ml per liter.[54] Selain itu,
koefisien difusi (yaitu laju ketika suatu
zat berdifusi dari daerah konsentrasi
tinggi menuju salah satu konsentrasi
rendah pada kondisi standar) gas
pernapasan biasanya 10.000 kali lebih
cepat di udara dibandingkan di dalam
air.[54] Oksigen, misalnya, memiliki
koefisien difusi 17,6 mm2/s di udara,
tetapi hanya 0,0021 mm2/s di dalam
air,[55][56][57][58] sedangkan nilai koefisien
difusi untuk karbon dioksida adalah 16
mm2/s di udara dan 0,0016 mm2/s di
dalam air.[57][58] Artinya, ketika oksigen
diambil dari air untuk bersentuhan
dengan penukar gas, mereka diganti
secara lebih lambat oleh oksigen dari
daerah kaya oksigen yang berjarak dekat
dari penukar tersebut dibandingkan
dengan yang seharusnya terjadi di udara.
Ikan telah mengembangkan insang untuk
mengatasi masalah ini. Insang adalah
organ khusus yang mengandung filamen,
yang selanjutnya membelah menjadi
lamela. Lamela mengandung jejaring
kapiler berdinding tipis yang
memaparkan secara luas area
pertukaran gas dengan volume air yang
sangat besar yang melewatinya.[59]

Insang menggunakan sistem pertukaran


arus balik yang meningkatkan efisiensi
pengambilan oksigen dari air.[51][52][53] Air
beroksigen segar yang masuk melalui
mulut tanpa terputus "dipompa" melalui
insang dalam satu arah, sementara darah
di lamela mengalir ke arah yang
berlawanan, sehingga tercipta aliran
darah dan air yang berlawanan (Gambar
22), yang merupakan mekanisme yang
menjaga kelangsungan hidup ikan.[53]

Air diambil melalui mulut dengan


menutup operkulum (penutup insang)
dan memperbesar rongga mulut
(Gambar 23). Secara bersamaan, ruang
insang membesar dan menghasilkan
tekanan yang lebih rendah dibandingkan
mulut sehingga air mengalir melalui
insang.[53] Rongga mulut kemudian
berkontraksi menginduksi penutupan
katup mulut secara pasif untuk
mencegah air mengalir balik dari mulut
(Gambar 23).[53][60] Sebaliknya, air di
mulut dipaksa melewati insang,
sementara ruang insang berkontraksi
untuk mengosongkan air yang
dikandungnya melalui bukaan operkulum
(Gambar 23). Aliran balik ke ruang insang
selama fase inhalasi dicegah oleh
membran di sepanjang batas
ventroposterior operkulum (diagram di
sebelah kiri pada Gambar 23). Dengan
demikian, rongga mulut dan ruang insang
bekerja bergantian sebagai pompa isap
dan pompa tekanan untuk
mempertahankan aliran air yang stabil ke
insang dalam satu arah. [53] Karena
darah pada kapiler lamela mengalir
berlawanan arah dengan air, aliran yang
berlawanan ini mempertahankan gradien
konsentrasi yang curam bagi oksigen
dan karbon dioksida di sepanjang
masing-masing kapiler (diagram yang
lebih rendah pada Gambar 22). Oleh
karenanya, oksigen dapat terus-menerus
berdifusi ke dalam darah, sementara
karbon dioksida ke dalam air.[52]
Meskipun sistem pertukaran arus balik
secara teoretis memungkinkan
pemindahan gas pernapasan yang
hampir komplit dari satu sisi penukar ke
sisi lainnya, tetapi pada ikan, umumnya
kurang dari 80% oksigen dalam air yang
mengalir melalui insang, ditransfer ke
darah.[51]
Pada hiu pelagik aktif tertentu, air
melewati mulut dan insang saat mereka
bergerak dalam proses yang dikenal
sebagai "ventilasi ram".[61] Saat
beristirahat, sebagian besar hiu
memompa air melewati insang mereka,
seperti yang dilakukan kebanyakan ikan
bertulang, untuk memastikan bahwa air
beroksigen terus mengalir melalui insang
mereka. Namun, sejumlah kecil spesies
telah kehilangan kemampuan untuk
memompa air melalui insang mereka
dan harus berenang tanpa istirahat.
Spesies-spesies ini merupakan ventilator
ram obligat dan mungkin akan sesak
napas jika tidak dapat bergerak. Ventilasi
ram obligat juga berlaku untuk beberapa
spesies ikan bertulang pelagik.[62]

Ada beberapa ikan yang bisa


mendapatkan oksigen dalam waktu yang
singkat dari udara yang ditelan dari atas
permukaan air. Dipnoi memiliki satu atau
dua paru-paru, sedangkan ikan labirin
mengembangkan "organ labirin" khusus,
yang menjadi ciri subordo ikan ini. Organ
labirin adalah organ pernapasan aksesori
suprabrankial yang memiliki banyak
lipatan. Organ ini dibentuk oleh ekspansi
pembuluh darah tulang epibrakial dari
lengkungan insang pertama, dan
digunakan untuk respirasi di udara.[63]
Organ ini memungkinkan ikan labirin
mengambil oksigen langsung dari udara,
meskipun mereka tetap menggunakan
insang untuk mengambil oksigen dari air.
Organ labirin membantu penyerapan
oksigen, yang dihirup di udara, ke dalam
aliran darah. Akibatnya, ikan labirin dapat
bertahan untuk waktu yang singkat di
luar air karena mereka dapat menghirup
udara di sekitar mereka, asalkan mereka
tetap lembab.

Ikan labirin tidak dilahirkan dengan organ


labirin fungsional. Perkembangan organ
tersebut terjadi secara berangsur-angsur
dan ikan labirin remaja awal bernapas
sepenuhnya dengan insang mereka dan
baru mengembangkan organ-organ
labirin ketika mereka bertambah tua.[63]

Invertebrata

Artropoda …

Beberapa spesies kepiting menggunakan


organ pernapasan yang disebut paru
brankiostegal.[64] Struktur organ ini
seperti insang, yang meningkatkan luas
permukaan untuk pertukaran gas, yang
lebih cocok untuk mengambil oksigen
dari udara dibandingkan dari air.
Beberapa tungau dan laba-laba terkecil
dapat bernapas hanya dengan menukar
gas melalui permukaan tubuh. Laba-laba
yang lebih besar, kalajengking, dan
artropoda lainnya menggunakan paru-
paru buku primitif.

Serangga …

Sebagian besar serangga bernapas


secara pasif melalui spirakelnya (lubang
khusus pada eksoskeleton) dan udara
mencapai setiap bagian tubuh melalui
serangkaian tabung yang mengecil yang
disebut 'trakaea’ ketika diameternya
relatif besar, dan 'trakeola' ketika
diameternya sangat kecil. Trakeola
melakukan kontak dengan sel-sel
individual di seluruh tubuh.[39] Sebagian
trakeola terisi cairan, yang dapat ditarik
dari setiap trakeola ketika ada jaringan
(misalnya otot) yang bergerak aktif dan
memiliki kebutuhan oksigen yang tinggi,
sehingga udara dibawa lebih dekat ke
sel-sel aktif.[39] Hal ini mungkin
disebabkan oleh penumpukan asam
laktat pada otot aktif yang menyebabkan
gradien osmotik, memindahkan air dari
trakeola ke sel-sel aktif. Difusi gas terjadi
secara efektif pada jarak pendek tetapi
tidak pada jarak yang lebih besar. Ini
adalah salah satu alasan mengapa
semua serangga berukuran relatif kecil.
Serangga yang tidak memiliki spirakel
dan trakaea, seperti beberapa
Collembola, bernapas langsung melalui
kulit mereka, yang juga terjadi melalui
difusi gas.[65]
Jumlah spirakel yang dimiliki serangga
berbeda-beda antara satu spesies dan
spesies lainnya. Namun, spirakel selalu
berpasangan, satu di setiap sisi tubuh,
dan biasanya satu pasang per segmen.
Beberapa Diplura memiliki sebelas
spirakel, dengan empat pasang yang
terletak di dada, tetapi pada sebagian
besar serangga kuno, seperti capung dan
belalang, memiliki dua spirakel dada dan
delapan spirakel perut. Akan tetapi, pada
sebagian besar serangga sisanya, jumlah
spirakel lebih sedikit. Pada tingkat
trakeola, oksigen dikirim ke sel untuk
respirasi.
Pendapat lama menyatakan bahwa
serangga mengalami pertukaran gas
dengan lingkungan secara terus-menerus
dengan difusi gas sederhana ke dalam
sistem trakea. Namun, telah ditemukan
variasi besar dalam pola ventilasi
serangga dan respirasi serangga
tampaknya sangat bervariasi. Beberapa
serangga kecil tidak menunjukkan
gerakan pernapasan terus-menerus dan
mungkin tidak memiliki kendali otot yang
menggerakkan spirakel. Namun,
serangga lain memanfaatkan kontraksi
otot perut serta kontraksi dan relaksasi
spirakel yang terkoordinasi untuk
menghasilkan pola pertukaran gas
siklikal dan untuk mengurangi hilangnya
air ke atmosfer. Bentuk paling ekstrem
dari pola-pola ini disebut siklus
pertukaran gas diskontinyu.[66]

Moluska …

Moluska umumnya memiliki insang yang


memungkinkan pertukaran gas antara
lingkungan perairan dan sistem sirkulasi
mereka. Hewan-hewan ini juga memiliki
jantung yang memompa darah yang
mengandung hemosianin sebagai
molekul penangkap oksigennya.[39] Oleh
karena itu, sistem pernapasan ini mirip
dengan ikan vertebrata. Sistem
pernapasan gastropoda dapat mencakup
insang atau paru-paru.
Tumbuhan
Tumbuhan menggunakan gas karbon
dioksida dalam proses fotosintesis, dan
menghasilkan gas oksigen sebagai
limbah. Persamaan kimia fotosintesis
adalah 6 CO2 (karbon dioksida) dan 6
H2O (air), yang di hadapan sinar matahari
menghasilkan C6H12O6 (glukosa) dan 6
O2 (oksigen). Fotosintesis menggunakan
elektron pada atom karbon sebagai
repositori untuk energi yang diperoleh
dari sinar matahari.[67] Respirasi atau
pernapasan adalah kebalikan dari
fotosintesis, yang bertujuan untuk
mengembalikan energi untuk
menyalakan reaksi kimia dalam sel.
Dengan melakukan hal itu, atom karbon
dan elektronnya digabungkan dengan
oksigen yang membentuk CO2 yang bisa
dengan mudah dihilangkan dari sel dan
tumbuhan tersebut. Tumbuhan
menggunakan kedua proses ini,
fotosintesis untuk menangkap energi
dan metabolisme oksidatif untuk
menggunakannya.

Respirasi tumbuhan dibatasi oleh proses


difusi. Tumbuhan mengambil karbon
dioksida melalui lubang, yang dikenal
sebagai stomata, yang dapat membuka
dan menutup pada bagian bawah daun
dan kadang-kadang pada bagian lain
tumbuhan. Sebagian besar
tumbuhanmembutuhkan oksigen untuk
proses katabolik (reaksi pemecahan
yang melepaskan energi). Akan tetapi,
jumlah O2 yang digunakan per jam kecil
karena mereka dilibatkan dalam kegiatan
yang membutuhkan tingkat metabolisme
aerob yang tinggi. Namun, kebutuhan
mereka akan udara sangat tinggi karena
mereka membutuhkan CO2 untuk
fotosintesis, yang hanya merupakan
0,04% dari udara lingkungan. Jadi, untuk
membuat 1 gram glukosa diperlukan
penghilangan semua CO2 dari setidaknya
18,7 liter udara di permukaan laut.
Inefisiensi dalam proses fotosintesis
menyebabkan volume udara yang
digunakan jauh lebih besar.[67][68]
Referensi
1. ^ Campbell, Neil A. (1990). Biology
(edisi ke-2nd). Redwood City, Calif.:
Benjamin/Cummings Pub. Co.
hlm. 834 –835. ISBN 0-8053-1800-3.
2. ^ Hsia, CC; Hyde, DM; Weibel, ER (15
March 2016). "Lung Structure and the
Intrinsic Challenges of Gas
Exchange" . Comprehensive
Physiology. 6 (2): 827–95.
doi:10.1002/cphy.c150028 .
PMC 5026132  . PMID 27065169 .
3. ^ West, John B. (1995). Respiratory
physiology-- the essentials .
Baltimore: Williams & Wilkins.
hlm. 1–10 . ISBN 0-683-08937-4.
4. ^ a b Gilroy, Anne M.; MacPherson,
Brian R.; Ross, Lawrence M. (2008).
Atlas of Anatomy. Stuttgart: Thieme.
hlm. 108–111. ISBN 978-1-60406-
062-1.
5. ^ a b Pocock, Gillian; Richards,
Christopher D. (2006). Human
physiology : the basis of medicine
(edisi ke-3rd). Oxford: Oxford
University Press. hlm. 315–317.
ISBN 978-0-19-856878-0.
6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u
Tortora, Gerard J.; Anagnostakos,
Nicholas P. (1987). Principles of
anatomy and physiology (edisi ke-
Fifth). New York: Harper & Row,
Publishers. hlm. 556–586 . ISBN 0-
06-350729-3.
7. ^ Kacmarek, Robert M.; Dimas,
Steven; Mack, Craig W. (13 August
2013). Essentials of Respiratory Care
- E-Book (dalam bahasa Inggris).
Elsevier Health Sciences.
ISBN 9780323277785.
8. ^ Netter, Frank H. (2014). Atlas of
Human Anatomy Including Student
Consult Interactive Ancillaries and
Guides (edisi ke-6th). Philadelphia,
Penn.: W B Saunders Co. hlm. 200.
ISBN 978-1-4557-0418-7.
9. ^ Maton, Anthea; Jean Hopkins;
Charles William McLaughlin; Susan
Johnson; Maryanna Quon Warner;
David LaHart; Jill D. Wright (1993).
Human Biology and Health . wood
Cliffs, New Jersey, USA: Prentice
Hall. ISBN 0-13-981176-1.
10. ^ a b c Fowler W.S. (1948). "Lung
Function studies. II. The respiratory
dead space". Am. J. Physiol. 154 (3):
405–416.
doi:10.1152/ajplegacy.1948.154.3.4
05 . PMID 18101134 .
11. ^ "anatomical dead space" .
TheFreeDictionary.com.
12. ^ a b Tortora, Gerard J.;
Anagnostakos, Nicholas P. (1987).
Principles of anatomy and
physiology (edisi ke-Fifth). New
York: Harper & Row, Publishers.
hlm. 570–572 . ISBN 0-06-350729-3.
13. ^ a b Koen, Chrisvan L.; Koeslag,
Johan H. (1995). "On the stability of
subatmospheric intrapleural and
intracranial pressures". News in
Physiological Sciences. 10 (4): 176–
178.
doi:10.1152/physiologyonline.1995.1
0.4.176 .
14. ^ a b West, J.B. (1985). Respiratory
physiology: the essentials. Baltimore:
Williams & Wilkins. hlm. 21–30, 84–
84, 98–101.
15. ^ Burke, TV; Küng, M; Burki, NK
(1989). "Pulmonary gas exchange
during histamine-induced
bronchoconstriction in asthmatic
subjects" . Chest. 96 (4): 752–6.
doi:10.1378/chest.96.4.752 .
PMID 2791669 .
16. ^ Taylor, D (1996). "The Valsalva
Manoeuvre: A critical review" . South
Pacific Underwater Medicine Society
Journal. 26 (1). ISSN 0813-1988 .
OCLC 16986801 . Diakses tanggal
14 March 2016.
17. ^ Maton, Anthea; Hopkins, Jean
Susan; Johnson, Charles William;
McLaughlin, Maryanna Quon; Warner,
David; LaHart Wright, Jill (2010).
Human Biology and Health.
Englewood Cliffs: Prentice Hall.
hlm. 108–118. ISBN 978-
0134234359.
18. ^ a b c Williams, Peter L.; Warwick,
Roger; Dyson, Mary; Bannister,
Lawrence H. (1989). Gray's Anatomy
(edisi ke-Thirty-seventh). Edinburgh:
Churchill Livingstone. hlm. 1278–
1282. ISBN 0443-041776.
19. ^ Lovelock, James (1991). Healing
Gaia: Practical medicine for the
Planet . New York: Harmony Books.
hlm. 21–34, 73–88. ISBN 0-517-
57848-4.
20. ^ Shu, BC; Chang, YY; Lee, FY; Tzeng,
DS; Lin, HY; Lung, FW (2007-10-31).
"Parental attachment, premorbid
personality, and mental health in
young males with hyperventilation
syndrome". Psychiatry Research. 153
(2): 163–70.
doi:10.1016/j.psychres.2006.05.006
. PMID 17659783 .
21. ^ Henry RP, Swenson ER (June 2000).
"The distribution and physiological
significance of carbonic anhydrase in
vertebrate gas exchange organs".
Respiration Physiology. 121 (1): 1–
12. doi:10.1016/S0034-
5687(00)00110-9 . PMID 10854618 .
22. ^ Diem, K.; Lentner, C. (1970). "Blood
– Inorganic substances". in:
Scientific Tables (edisi ke-7). Basle,
Switzerland: CIBA-GEIGY Ltd.
hlm. 571.
23. ^ a b "Respiration" . Harvey Project.
Diakses tanggal 27 July 2012.
24. ^ a b "Online high altitude oxygen
calculator" . altitude.org. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 29 July 2012.
Diakses tanggal 15 August 2007.
25. ^ Tyson, P.D.; Preston-White, R.A.
(2013). The weather and climate of
Southern Africa. Cape Town: Oxford
University Press. hlm. 3–10, 14–16,
360. ISBN 9780195718065.
26. ^ Diem, K.; Lenter, C. (1970).
Scientific Tables (edisi ke-Seventh).
Basle, Switzerland: Ciba-Geigy.
hlm. 257–258.
27. ^ Von Euler, U.S.; Liljestrand, G.
(1946). "Observations on the
pulmonary arterial blood pressure in
the cat". Acta Physiologica
Scandinavica. 12 (4): 301–320.
doi:10.1111/j.1748-
1716.1946.tb00389.x .
28. ^ "EPO Detection" . World Anti-
Doping Agency. Diakses tanggal
7 September 2017.
29. ^ a b Tortora, Gerard J.;
Anagnostakos, Nicholas P. (1987).
Principles of anatomy and
physiology (edisi ke-Fifth). New
York: Harper & Row, Publishers.
hlm. 444–445 . ISBN 0-06-350729-3.
30. ^ Fisher JW, Koury S, Ducey T, Mendel
S (1996). "Erythropoietin production
by interstitial cells of hypoxic monkey
kidneys". British Journal of
Haematology. 95 (1): 27–32.
doi:10.1046/j.1365-2141.1996.d01-
1864.x . PMID 8857934 .
31. ^ Wright, Jo Rae (2004). "Host
Defense Functions of Pulmonary
Surfactant". Biology of the Neonate.
85 (4): 326–32.
doi:10.1159/000078172 .
PMID 15211087 .
32. ^ West, John B. (1994). Respiratory
physiology-- the essentials .
Baltimore: Williams & Wilkins.
hlm. 21–30, 84–84, 98–101 . ISBN 0-
683-08937-4.
33. ^ Sullivan, LC; Orgeig, S (2001).
"Dexamethasone and epinephrine
stimulate surfactant secretion in type
II cells of embryonic chickens".
American Journal of Physiology.
Regulatory, Integrative and
Comparative Physiology. 281 (3):
R770–7.
doi:10.1152/ajpregu.2001.281.3.r77
0 . PMID 11506991 .
34. ^ Premature Babies, Lung
Development & Respiratory Distress
Syndrome . Pregnancy-facts.com.
35. ^ Kanaide, Hideo; Ichiki, Toshihiro;
Nishimura, Junji; Hirano, Katsuya
(2003-11-28). "Cellular Mechanism of
Vasoconstriction Induced by
Angiotensin II It Remains To Be
Determined". Circulation Research
(dalam bahasa Inggris). 93 (11):
1015–1017.
doi:10.1161/01.RES.0000105920.33
926.60  . ISSN 0009-7330 .
PMID 14645130 .
36. ^ West, John B. (2001-05). "Snorkel
breathing in the elephant explains the
unique anatomy of its pleura" .
Respiration Physiology (dalam
bahasa Inggris). 126 (1): 1–8.
doi:10.1016/S0034-5687(01)00203-
1.
37. ^ West, John B. (2002-04). "Why
Doesn't the Elephant Have a Pleural
Space?" . Physiology (dalam bahasa
Inggris). 17 (2): 47–50.
doi:10.1152/nips.01374.2001 .
ISSN 1548-9213 .
38. ^ Shoshani, Jeheskel (1998-12).
"Understanding proboscidean
evolution: a formidable task" . Trends
in Ecology & Evolution (dalam
bahasa Inggris). 13 (12): 480–487.
doi:10.1016/S0169-5347(98)01491-
8.
39. ^ a b c d e f g Campbell, Neil A. (1990).
Biology (edisi ke-2nd). Redwood
City, Calif.: Benjamin/Cummings Pub.
Co. hlm. 836 –844. ISBN 0-8053-
1800-3.
40. ^ a b Whittow, G. Causey (2000).
Sturkie's Avian Physiology . San
Diego, California: Academic Press.
hlm. 233 –241. ISBN 978-0-12-
747605-6.
41. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ritchson, G.
"BIO 554/754 – Ornithology: Avian
respiration" . Department of
Biological Sciences, Eastern
Kentucky University. Diakses tanggal
2009-04-23.
42. ^ Storer, Tracy I.; Usinger, R. L.;
Stebbins, Robert C.; Nybakken,
James W. (1997). General Zoology
(edisi ke-sixth). New York: McGraw-
Hill. hlm. 752–753 . ISBN 0-07-
061780-5.
43. ^ Romer, Alfred Sherwood (1970).
The Vertebrate body (edisi ke-
Fourth). Philadelphia: W.B. Saunders.
hlm. 323–324 . ISBN 0-7216-7667-7.
44. ^ a b c Scott, Graham R. (2011).
"Commentary: Elevated performance:
the unique physiology of birds that fly
at high altitudes". Journal of
Experimental Biology. 214 (Pt 15):
2455–2462. doi:10.1242/jeb.052548 
. PMID 21753038 .
45. ^ a b Maina, John N. (2005). The lung
air sac system of birds development,
structure, and function; with 6
tables . Berlin: Springer. hlm. 3.2–3.3
"Lung", "Airway (Bronchiol) System"
66–82. ISBN 978-3-540-25595-6.
46. ^ Krautwald-Junghanns, Maria-
Elisabeth; et al. (2010). Diagnostic
Imaging of Exotic Pets: Birds, Small
Mammals, Reptiles. Germany:
Manson Publishing. ISBN 978-3-
89993-049-8.
47. ^ a b Sturkie, P.D. (1976). Avian
Physiology. New York: Springer
Verlag. hlm. 201. doi:10.1007/978-1-
4612-4862-0 . ISBN 978-1-4612-
9335-4.
48. ^ Ritchison, Gary. "Ornithology (Bio
554/754):Bird Respiratory System".
Eastern Kentucky University.
Retrieved 2007-06-27.
49. ^ Respiratory system . Encyclopædia
Britannica.
50. ^ Gottlieb, G; Jackson, Dc (1976-03-
01). "Importance of pulmonary
ventilation in respiratory control in
the bullfrog" . American Journal of
Physiology-Legacy Content (dalam
bahasa Inggris). 230 (3): 608–613.
doi:10.1152/ajplegacy.1976.230.3.6
08 . ISSN 0002-9513 .
51. ^ a b c Campbell, Neil A. (1990).
Biology (edisi ke-Second). Redwood
City, California: Benjamin/Cummings
Publishing Company, Inc. hlm. 836 –
838. ISBN 0-8053-1800-3.
52. ^ a b c Hughes GM (1972).
"Morphometrics of fish gills".
Respiration Physiology. 14 (1–2): 1–
25. doi:10.1016/0034-
5687(72)90014-x . PMID 5042155 .
53. ^ a b c d e Storer, Tracy I.; Usinger, R.
L.; Stebbins, Robert C.; Nybakken,
James W. (1997). General Zoology
(edisi ke-sixth). New York: McGraw-
Hill. hlm. 668–670 . ISBN 0-07-
061780-5.
54. ^ a b M. b. v. Roberts; Michael Reiss;
Grace Monger (2000). Advanced
Biology. London, UK: Nelson.
hlm. 164–165.
55. ^ Cussler, E. L. (1997). Diffusion:
Mass Transfer in Fluid Systems
(edisi ke-2nd). New York: Cambridge
University Press. ISBN 0-521-45078-
0.
56. ^ Welty, James R.; Wicks, Charles E.;
Wilson, Robert E.; Rorrer, Gregory
(2001). Fundamentals of Momentum,
Heat, and Mass Transfer. Wiley.
ISBN 978-0-470-12868-8.
57. ^ a b CRC Press Online: CRC
Handbook of Chemistry and Physics,
Section 6, 91st Edition
58. ^ a b Diffusion
59. ^ Newstead James D (1967). "Fine
structure of the respiratory lamellae
of teleostean gills". Cell and Tissue
Research. 79 (3): 396–428.
doi:10.1007/bf00335484 .
PMID 5598734 .
60. ^ Romer, Alfred Sherwood; Parsons,
Thomas S. (1977). The Vertebrate
Body. Philadelphia, PA: Holt-
Saunders International. hlm. 316–
327. ISBN 0-03-910284-X.
61. ^ Gilbertson, Lance (1999). Zoology
Laboratory Manual. New York:
McGraw-Hill. ISBN 0-07-237716-X.
62. ^ William J. Bennetta (1996). "Deep
Breathing" . Diakses tanggal
2007-08-28.
63. ^ a b Pinter, H. (1986). Labyrinth Fish.
Barron's Educational Series, Inc.,
ISBN 0-8120-5635-3
64. ^ Halperin J, Ansaldo M, Pellerano
GN, Luquet CM (July 2000). "Bimodal
breathing in the estuarine crab
Chasmagnathus granulatus Dana
1851--physiological and
morphological studies". Comparative
Biochemistry and Physiology. Part A,
Molecular & Integrative Physiology.
126 (3): 341–9. doi:10.1016/S1095-
6433(00)00216-6 . PMID 10964029 .
65. ^ The Earth Life Web, Insect
Morphology and Anatomy .
Earthlife.net. Retrieved on 2013-04-
21.
66. ^ Lighton, John R. B. (1996-01).
"Discontinuous Gas Exchange in
Insects" . Annual Review of
Entomology (dalam bahasa Inggris).
41 (1): 309–324.
doi:10.1146/annurev.en.41.010196.0
01521 . ISSN 0066-4170 .
67. ^ a b Stryer, Lubert (1995).
"Photosynthesis". In: Biochemistry
(edisi ke-Fourth). New York: W.H.
FreeMan and Company. hlm. 653 –
680. ISBN 0-7167-2009-4.
68. ^ Campbell, Neil A. (1990). Biology
(edisi ke-Second). Redwood City,
California: Benjamin/Cummings
Publishing Company, Inc. hlm. 206 –
223. ISBN 0-8053-1800-3.

Pranala luar
Wikibuku Human Physiology memiliki
halaman bertajuk
The respiratory system

Wikibuku Anatomy and Physiology of


Animals memiliki halaman bertajuk
Respiratory System

Deskripsi sistem pernapasan tingkat


sekolah menengah
Pengantar sistem pernapasan
Science aid: Respiratory System
Panduan sederhana untuk siswa
sekolah menengah
The Respiratory System Tingkat
universitas (dokumen Microsoft Word)
Kuliah fisiologi pernapasan oleh
fisiologis pernapasan terkemuka John
B. West (juga dapat dilihat pada
YouTube )

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_pernapasan&oldid=17953659"

Terakhir disunting 7 hari yang lalu oleh InternetArchiveBot

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai