Anda di halaman 1dari 7

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Penangkapan

Radikal Bebas DPPH Ekstrak Etanol Daun Kelor


(Moringa Oleifera) di Ende

Sisilia Leny Cahyani1, I Made Sukadana2


1
Mahasiswa Ilmu Kedokteran Reproduksi, Universitas Udayana
lechy74@gmail.com
2
Prodi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Udayana
im_sukadana@unud.ac.id

ABSTRAK

Kelor (Moringa oleifera) adalah tanaman dari familia Moringaceae dan


merupakan tanaman tropis yang familiar bagi masyarakat Indonesia. Kelor sudah
dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan sudah diperkenalkan sebagai
salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah malnutrisi dan kebutuhan
untuk pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa
kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kelor dan aktivitas penangkapan
radikal bebas DPPH. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
kelor yang diperoleh dari kota Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Daun kelor
terlebih dahulu diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian
dilakukan uji fitokimia untuk mendeteksi adanya metabolit sekunder aktif. Data
yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun kelor mengandung senyawa flavonoid, fenolat,
triterpenoid, steroid, dan tanin. Kemampuan antioksidan menangkap radikal bebas
DPPH dengan nilai IC50 4.33 mg/mL.

Kata Kunci: Moringa oleifera, metabolit sekunder, skrining fitokimia,


antioksidan

410
PENDAHULUAN
Kelor (Moringa oleifera) adalah tanaman dari familia Moringaceae dan
merupakan tanaman tropis yang familiar bagi masyarakat Indonesia. Kelor dapat
tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap
musim kemarau dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan (Mendieta -
Araica et al., 2013). Kelor sudah dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan
sudah diperkenalkan sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah
malnutrisi (Broin, 2010).Masyarakat Indonesia mengenal tanaman kelor sebagai
tanaman yang dikonsumsi untuk kebutuhan nutrisi sehari-hari, bahan pengobatan dan
ada sebagian masyarakat yang menggunakan untuk mengusir makhluk halus. Validasi
terapi kesehatan menggunakan kelor sampai saat ini terus dilakukan baik di negara
maju maupun di negara yang sedang berkembang.
Daun kelor merupakan sumber antioksidan alami oleh karena
mengandung berbagai jenis senyawa seperti asam askorbat, flavonoid, fenolat, dan
karotenoid (Anwar et al., 2005). Verna, et al (2009) melaporkan bahwa daun kelor
mengandung senyawa turunan fenol dalam jumlah major. Senyawa fenol maupun
turunannya sangat potensial sebagai penangkap radikal bebas oleh karena
kemampuannya untuk melepaskan satu elektron pada atom H dari gugus hidroksi (-
OH) untuk membentuk suatu radikal bebas. Radikal bebas dari fenol inilah yang akan
menangkap radikal-radikal bebas lain termasuk DPPH uttuk membentuk senyawa
yang lebih stabil. Foild, et al (2007) melaporkan kandungan fenol dalam daun kelor
segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6%.
Melihat berbagai khasiat dari daun kelor yang telah dilaporkan secara
etnobotani maka diperkirakan tanaman tersebut mengandung bermacam-macam
senyawa kimia yang berguna bagi kesehatan. Data untuk senyawa kimia pada daun
kelor sudah banyak di publikasikan tetapi kandungan senyawa daun kelor yang berasal
dari daerah Ende Nusa Tenggara Timur belum pernah ada yang meneliti. Mengingat
kandungan dan aktivitas dari senyawa metabolit sekunder sangat tergantung salah
satunya pada keadaan geografis dimana tanaman tersebut tumbuh serta scientific
evidence dari tanaman ini belum ada, maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder apa saja yang ada pada tanaman Kelor
yang tumbuh didaerah Ende sekaligus mengetahui potensinya sebagai penangkap
radikal bebas DPPH.

METODE PENELITIAN
Alat dan bahan, seperangkat alat ekstraksi Soxhlet, seperangkat evaporator
Buchii, alat-alat gelas, oven. plat KLT, bejana KLT, lampu UV 254 dan 366 nm serta
spektrofotometer UV-Vis Genesys (Jepang). Bahan-bahan yang dipergunakan
meliputi daun kelor (Moringa oleifera), petroleum eter p.a (E. Merk), etanol p.a (E.
merck), HCl p.a (E. Merk), H2SO4 anhidrat p.a (E. Merk), asam asetat glasial p.a (E.
Merk), benzena p.a (E. Merk), serbuk logam Mg (Reidel de Haen), pereaksi Mayer,
pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorff, AlCl3 p.a (E. Merk), FeCl3 (E. Merk), gelatin,
aseton p.a (E. Merk), dan akuades.

Cara kerja
Ekstraksi sampel daun kelor
Sebelum diekstraksi daun kelor dicuci, kemudian dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik + 6-7 hari
sampai dau kelor benar-benar kering, kemudian di blender dan di ayak sehingga
berbentuk serbuk.

411
Serbuk kering daun kelor sebanyak 35 g diekstraksi secara sokhletasi
menggunakan 350 mL petroleum eter selama 6 jam. Residunya dikeringkan untuk
proses selanjutnya. Residu kemudian dimaserasi (direndam dalam etanol selama 24
jam disertai dengan pengadukan). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan buchner
untuk memisahkan ekstrak etanol dari ampasnya. Filtrat yang terkumpul dipekatkan
dengan destilasi biasa.

Analisis skrining fitokimia


Uji flavonoid. Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana
sampai jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring. Filtrat dibagi
4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0.5 mL HCl
pekat kemudian dipanaskan pada pemanas air, jika terjadi perubahan warna merah tua
sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf). Filtrat C
ditambahkan 0.5 mL HCl dan serbuk logam Mg kemudian diamati perubahan warna
yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh flavonol
atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Filtrat D
digunakan untuk kontrol.
Uji Saponin. Uji saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL
akuades yang dipanaskan lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang
terjadi. Apabila terbentuk busa yang stabil (tidak hilang selama 30 detik) maka
identifikasi menunjukkan adanya saponin.
Uji Fenolat. Uji fenolat sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas
kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat
dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blanko, ke dalam filtrat B
ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl 3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin.
Kemudian diamati peruhan warna yang terjadi. Apabila terjadi perubahan warna maka
identifikasi adanya fenolat.
Uji Triterpenoid/ steroid. Sebanyak 1 mL sampel ditambahkan 3 tetes asam
asetat anhidrat dan H2SO4pekat, apabila terjadi perubahan warna merah-ungu maka
identifikasi menunjukkan adanya triterpenoid sedangkan terjadi perubahan warna
biru- hijau maka identifikasi menunjukkan adanya steroid.
Uji Alkaloid. Uji alkaloid dilakukan dengan cara 1 mL sampel ditambahkan
beberapa tetes H2SO42N kemudian ditambahkan pereaksi. Pereaksi yang digunakan
adalah pereaksi wagner (reaksi positif jika terjadi endapan coklat) dan pereaksi meyer
(reaksi positif jika terbentuk endapan putih).
Uji aktivitas penangkapan radikal DPPH. Uji aktivitas antioksidan
ditentukan dengan metode DPPH sesuai dengan Kikuzaki dkk (2003), dengan cara
berikut: sampel dengan berbagai konsentarasi (konsentrasi yang memberikan nilai
IC50 yakni konsentrasi fraksi yang memberikan persen aktivitas antioksidan senilai 50
% dibanding kontrol melalui suatu persamaan garis regresi linier) ditambah 1,0 mL
DPPH 0,1 mM. Campuran kemudian divorteks dan dibiarkan selama 30 pada panjang
gelombang 517 nm. Hasil yang diperoleh 4.33 mg/mL. Menginaktivasi atau
menangkap radikal merupakan salah satu cara untuk menghambat reaktivitas radikal
bebas (Winarsi, 2007). Berdasarkan hal tersebut, suatu metode uji untuk menentukan
aktivitas antioksidan dapat dilihat dari profil penangkapan radikal DPPH. DPPH
merupakan suatu radikal yang stabil dan dapat larut dalam pelarut polar seperti
metanol (Rohman dan Riyanto, 2005). Parameter yang digunakan dalam pengujian ini
adalah Inhibitory Concentration (IC50), yaitu konsentrasi senyawa uji yang dibutuhkan
untuk mengurangi radikal bebas DPPH sebesar 50% (Zou, dkk., 2004). Nilai IC50

412
diperoleh dari regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa
uji dengan persen penangkapan radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC 50 suatu
sampel uji maka sampel uji tersebut memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas
DPPH yang semakin kuat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstraksi sampel daun kelor.
Hasil ekstraksi sokhletasi 35 g serbuk daun kelor dengan 350 mL petroleum
eter diperoleh ekstrak encer berwarna hijau muda. Ekstraksi ini dilakukan untuk
mengambil komponen non polar dari sampel daun kelor. Residu dari ekstraksi sokhlet
kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam dan disertai pengadukan.
Hasil ekstrak etanol diperoleh cairan berwarna kuning kehijauan. Ekstrak etanol ini
selanjutnya digunakan untuk analisis berikutnya.
Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun kelor (moringa oleifera)
menunjukkan bahwa terdapat senyawa flavonoid, fenolat, triterpenoid, dan steroid
sebagaimana terdapat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Skrining Fitokimia Daun kelor (moringa oleifera)


No Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan Warna Keterangan
1 Flavonoid Mg-HCl pekat Hijau menjadi kuning jingga (++) flavonoid
H2SO4 pekat Hijau menjadi hijau biru (++) flavonoid
2 Saponin Akuades Timbul busa tidak stabil (-) saponin
dipenaskan
kocok
+ HCl Busa hilang (-) saponin
3 Fenolat FeCl3 Hijau menjadi biru gelap (++) fenolat
4 Triterpenoid Liebermann- Hijau bening menjadi merah (++) terpenoid
Burchard ungu
5 Steroid Liebermann- Hijau bening menjadi hijau (+++) steroid
Burchard biru
6 Alkaloid Meyer Tidak terbentuk endapan (-) alkaloid
Wagner Tidak terbentuk endapan (-) alkaloid
Keterangan: (+) terdapat kandungan kimia dan (-) tidak terdapat kandungan kimia

Hasil uji fitokimia pada daun kelor (Moringa oleifera) yang tumbuh di kota
Ende menunjukkan adanya kandungan senyawa flavonoid, fenolat, triterpenoid, dan
steroid. Pada tumbuhan flavonoid berfungsi pada proses fotosintesis, antimikroba, anti
virus. Aktivitas antioksidan juga dimiliki oleh komponen aktif flavonoid (Rajanandh,
et al., 2012). Beberapa senyawa bioaktif utama fenolatnya merupakan grup flavonoid
seperti kuersetin, kaempferol, dan lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan kuat
dengan kekuatan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E yang
dikenal sebagai antioksidan potensial (Sutrisno, 2011). Flavonoid memberikan efek
perlindungan terhadap fungsi endotel dan menghambat agregat platelet, sehingga
dapat menunrunkan risiko penyakit jantung koroner. Flavonoid memiliki efek
hipotensi dengan mekanisme menghambat aktivitas Angiotensin I Converting Enzyme
(ACE), serta sebagai diuretik (Panjaitan dan Bintang, 2014). Flavonoid dapat
menghambat ACE, diketahu ACE memegang peran dalam pembentukan angiotensin
II yang merupakan salah satu penyebab hipertensi. Angiotensin II menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan menaikkan tekanan darah. ACE inhibitor
menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga aliran darah ke jantung menjadi
lancar dan menurunkan tekanan darah (Kane, et al 2009). Fenolat sebagian besar
adalah antioksidan yang menetralkan reaksi oksidasi dari radikal bebas yang dapat

413
merusak struktur sel dan berkontribusi terhadap penyakit dan penuaan. Salah satu
antioksidan dalam kelor yaitu zeatin, merupakan antioksidan kuat tertinggi dengan
sifat antipenuaan. Zeatin memperlambat proses penuaan dengan membantu
menggantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat daripada usianya, sehingga
memberikan penampilan yang lebih muda pada kulit. Zeatin juga dari hasil penelitian
diketahui meningkatkan antioksidan yang bertindak melawan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas selama proses penuaan sel dan melindungi sel-sel jahat
dari stres kehidupan sehari-hari (Kurniasih, 2013).
Triterpenoid dan steroid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal
dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon asiklik
yaitu skualena. Senyawa triterpenoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pertahanan
terhadap serangga pengganggu pertumbuhan (Harbone, 1987). Steroid adalah satu
kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar siklopentana
perhidrofenantrena, mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini memiliki
kegunaan dalam bidang farmasi yaitu digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat
(Tohir 2010). Kenyataannya sekarang ini steroida dianggap sebagai senyawa yang
terdapat pada hewan tetapi sekarang ini makin banyak juga ditemukan pada tumbuhan
(fitosterol). Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan.
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang secara
umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan di
kulit terluarnya (Winarsi, 2007). Radikal bebas dapat ditangkal atau diredam dengan
pemberian antioksidan atau dengan mengkonsumsi antioksidan (Halliwel, 2007).
Antioksidan yang terdapat di dalam daun kelor bekerja menetralkan radikal
bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan
menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan (Srelattha dan
Padma, 2012).
Nilai IC50 merupakan konsentrasi dimana ekstrak dapat menangkap radikal
bebas sebesar 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linear y = a +
bx. Grafik dibuat dengan konsentrasi sampel uji (ppm) sebagai absis (sumbu x)
terhadap persen inhibisi sebagai ordinat (sumbu y). Menurut Blois (2005) suatu
senyawa memiliki antioksidan yang sangat kuat bila nilai IC 50 < 50 ppm, kuat bila nilai
IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang bila nilai IC50 bernilai 100-150 ppm, dan lemah bila
nilai IC50 bernilai 151-200 ppm. Daun kelor yang berasal dari Ende memiliki IC50 4.33
ppm, berarti memiliki antioksidan yang sangat kuat.

SIMPULAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sampel daun kelor yang diambil
di kota Ende Nusa Tenggara Timur mengandung senyawa flavonoid, fenolat,
triterpenoid, steroid, dan tanin, serta berpotensi sebagai antioksidan oleh karena
mampu menangkap radikal bebas DPPH dengan nilai IC 50 sebesar 4.33 mg/mL.

REFERENSI

Anwar, F. Latir, S. Ashraf, M. dan Gilan, A. 2007. Moringa Oleifera a Food Plant
with Multiple Medicinal Uses. Phytother. Res. 21:17-25

Broin. 2010. Growing and processing Moringa leaves. France: Imprimerie Horizon

Foild, N., Makkar, H., P., S. Becker. (2007). The Potential of Moringa Oleifera for
Agricultural and Industrial Uses. Mesir: Dar Es Salaam.

414
Harborne, J., B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah: Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 147.
Kane, S., R. Apte, V., A. Todkar, S., S, Mohite, S.,K. 2009. Diuretic and laxative
activity of ethanolic extract and its fractions of Euphorbia Thymifolia Linn. Int J
ChemTech Res. 1(2):149-152.

Kikuzaki, H. Hisamoto, M. Hirose, K. Akiyama, K. Taniguchi, H. 2002. Antioxidants


properties of ferulic acid and its related compounds. J. Agric. Food Chem. 50,
2161-2168.

Krisnadi. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora: Pusat Informasi dan Pengembangan
Tanaman Kelor Indonesia.

Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor untuk Penyembuhan Berbagai
Penyakit. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Mendieta, Spörndly, B., Reyes, N., Salmeròn, F., Haling, M. (2013). Biomass
production and chemical composition of Moringa oleifera under different planting
densities and levels of nitrogen fertilization. Agroforest. Syst. 87:81-92

Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of Organic Compound. New York:


Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical Literatur.

Panjaitan, R., G., P. Bintang, M. 2014. Peningkatan kandungan kalium urin setelah
pemberian ekstrak sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola). Jurnal
Veteriner.15(1) :108-13.

Rajanadh, M.G., Satishkumar, M.M., Elango, K., Suresh, B. 2012. Moringa Oleifera
Lam. A Herbal Medicine For Hyperlipedemia. A Pre – Clinical Report. Asian
Pacific Journal Tropical Disease. 2 : S 790 – S 795.

Rohman, A. dan Riyanto, S. 2005. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning
(Murraya paniculata (L) Jack) secara In Vitro. Majalah Farmasi Indonesia.
16(3)136-140.

Sreelatha, S., Padma, P.R. 2009. Antioxidant Activity and Total Phenolic of Moringa
oleifera Leaves in Two Stage of Maturity. Plant Foods Hum Nutr. 64: 303-311.

Sutrisno. Lisawati. 2011. “Efek Pemberian Ekstrak Methanol Daun Kelor (Moringa
oleifera) Meningkatkan Apoptosis pada Sel Epitel Kolon Tikus (Rattus Norvegius)
Wistar yang Diinduksi 7,12 Dimethilbenz (α) Antrasen (DMBA)”(skripsi). Malang:
Universitas Brawijaya

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan


Semimikro. Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka.
Jakarta: PT Kalman Media Pustaka

415
Tohir, A., M. 2010. Teknik ekstraksi dan aplikasi beberapa pestisid anabatic untuk
menurunkan palatabilitas ulat grayak (spodoptera liturafabr.). Buletin Teknik
Pertanian.15(1): 37-40.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas : Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

416

Anda mungkin juga menyukai