Anda di halaman 1dari 26

TEORI EKONOMI MIKRO

“KAJIAN EKSTERNALITAS BUDIDAYA KEPITING RAJUNGAN DI DESA


KADING KECAMATAN BAREBBO KABUPATEN BONE”

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

OLEH:

NAMA : MEDINAH MAHMUD


NIM : L041 17 1511
PRODI : SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
KELOMPOK : 2 (DUA)
ASISTEN : NURAMALIA HASMAN

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 0°12' - 8°LS dan 116°48' -


122°36'BT. Batas-batas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:
sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Selat Makassar,
sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat,
sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan
sebelah Selatan dengan Laut Flores. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah
45.764,53 km². Provinsi Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh iklim tropis basah
dengan rata-rata curah hujan 289 mm per tahun. Rata-rata suhu udara di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah 26,8°C dan kelembaban udara adalah 81,9% (Province
Infographic, 2013).
Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah yang memiliki luas perairan laut
cukup besar menjadikan hasil komoditi laut sebagai salah satu andalan dalam
pendapatan asli daerah Sulawesi Selatan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi
panjang garis pantai 2.500 km, perikanan laut 600.000 ton/tahun, perairan umum
40.000 ton/tahun, budidaya tambak 150.000 ha, budidaya air tawar 100.000 ha dan
areal budidaya laut 600.000 ha yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan (Arifin,
2014).
Kabupaten Bone terletak di pesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki potensi
strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia dengan
luas wilayah 4.559 km2 atau 7,3% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan, pada posisi
4°13’-5°06’ Lintang Selatan dan antara 119°42’-120°4’ Bujur Timur. Dengan batas
wilayah sebagai berikut :
 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa
 Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone
 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Barru
Kabupaten Bone berjarak 174 km ke sebelah timur Ibu Kota Propinsi
Sulawesi Selatan (Makassar), ke sebelah selatan berjarak 78 km dengan Ibu Kota
Kabupaten Sinjai dan 70 km ke sebelah utara Ibu kota Kabupaten Wajo/Sengkang,
terdiri dari 27 kecamatan,328 desa, 44 kelurahan dan 1.098 dusun serta 183
lingkungan (Data Base Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Bone, 2016).
Berdasarkan letak Geografis Kabupaten Bone memiliki berbagai potensi
Sumber Daya Alam, sehingga memberikan peluang daerah tersebut untuk
dikembangkan sebagai pusat pelayanan di Kawasan Timur Indonesia. Salah satu
potensinya yang diharapkan dapat menunjang percepatan pembangunannya adalah
melalui pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan
(Data Base Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Bone, 2016).
Salah satu alternatif pengembangan komoditas perikanan yang memiliki nilai
ekonomis dan potensial saat ini adalah usaha rajungan. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir komoditas ini menempati peringkat
keempat dari total ekspor produk perikanan di Indonesia setelah tuna, udang dan
rumput laut dengan nilai mencapai USD 200 juta. Hasil olahan rajungan atau yang
juga dikenal dengan nama Blue Swimming Crab banyak diekspor ke pasaran
Amerika, Australia, Jepang dan Uni Eropa. Selain hasil olahan daging rajungan juga
memiliki hasil samping (by product) berupa cangkang atau karapas yang mempunyai
nilai jual cukup tinggi (Panduan Teknis Budidaya Rajungan di Tambak).
B. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari praktek lapang Ekonomi Mikro ini adalah :


1. Mengindentifikasi dampak eksternalitas terhadap usaha rajungan.
2. Menganalisis faktor-faktor positif dan negatif terhadap usaha rajungan.
3. Aplikasi penerapan kebijakan pemerintah yang sesuai dengan budidaya
rajungan.
Adapun manfaat praktek lapang Ekonomi Mikro adalah sebagai bahan
perbandingan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan keaaan
sesungguhnya yang ada di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ekonomi Mikro

Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu, telah berusia lebih dari dua abad.
Bermula sejak tahun 1776 ketika Adam Smith menulis buku yang berjudul The
Wealth of Nations. Setelah itu, ilmu ekonomi berkembang dalam banyak tahapan,
Karl Marx melakukan kritik besar-besaran tentang kapitalisme dalam bukunya yang
berjudul Das Kapital. Selanjutnya John Maynard Keynes pada tahun 1935 dengan
bukinya berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money.
Beberapa pandangan ketiga tokoh tersebut mendapatkan perhatian dalam pemikiran
ahli-ahli ekonomi masa ini (Akhmad, 2014).
Beberapa pakar ekonomi yang mendefinisikan ilmu ekonomi:
 Menurut Alfred Marshal, ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan
sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak
terbatas.
 Menurut Walter Nicholson, ilmu ekonomi adalah bagian dari iomu sosial yang
mempelajari perilaku manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.
 Menurut Paul A. Samuelson, ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang perilaku
orang dan masyarakat dalam memilih menggunakan sumber daya yang langka
dan memiliki berbagai alternatif penggunaan, dalam upaya memproduksi
berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya baik saat ini maupun di
masa yang akan datang kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam
masyarakat.
Ekonomi mikro mempelajari tentang kegiatan - kegiatan ekonomi secara
individual. Teori Ekonomi Mikro juga sering disebut Teori Harga (Price Teory). Hal ini
disebabkan karena setiap barang ekonomis baik itu berupa output maupun input
pasti akan memiliki harga. Seandainya barang itu tidak memiliki harga (price) maka
teori ekonomi pasti tidak akan ada (Rusmijati, 2017).
Ekonomi mikro adalah ilmu ekonomi yang khusus embahas perilaku unit
ekonomi yang lebih kecil (mikro) memfokuskan kepada, misalnya: harga pasar,
perilaku konsumen, perlaku produsen, dan lain sebagainya. Materi ekonomi mikro
bertumpu pada prinsip-prinsip yang dipakai sebagai pengambilan keputusan
seorang komsumen, dan prinsip-prinsip yang dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan produsen atau sebuah badan usaha. Dengan demikian pembahasan
dalam ekonomi mikro umumnya berhubungan dengan aktivitas dalam unit-unit lebih
kecil secara individu-individu dengan fokus pembahasannya adalah rumah tangga
perseorangan dan perusahaan (Syamsudin & Karya, 2018).
Eksternalitas (eksternality) muncul ketika seseorang terlibat dalam kegiatan
yang mempengaruhi kesejahteraan orang lain, namun tidak membayar dan atau
menerima kompensasi atas dampak tersebut. Apabila dampak yang di timbulkan
oleh kegiatan itu buruk, maka disebut eksternalitas negatif. Sebaliknya apabila
dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut adalah baik, maka disebut
eksternalitas positif (Akhmad, 2014).
B. Jenis - Jenis Eksternalitas

Eksternalitas (eksternality) muncul ketika seseorang terlibat dalam kegiatan


yang memengaruhi kesejahteraan orang lain, namun tidak membayar dan atau
menerima kempensasi atas dampak tersebut (Akhmad, 2014).
Jika ditinjau dari segi efek yang ditimbulkan, definisi eksternalitas menunjukkan
umumnya pasar gagal untuk mencapai eksternalitas. Penekanannya pada hilangnya
peran pasar dan inefisiensi dalam tawarmenawar informasi yang tidak lengkap. Efek
rumah kaca adalah salah satu contoh konsekuensi dari eksternalitas tetapi masih
banyak contoh eksternalitas yang lainnya. Pada awalnya, eksternalitas tidak
dipandang sebagai masalah ekonomi, tetapi lamakelamaan keberadaan
eksternalitas dipandang menjadi sebuah teori ekonomi (Prasetyia, 2013).
Sifat eksternalitas secara umum dibagi menjadi dua yaitu eksternaitas positif
dan eksternalitas negatif :
1. Eksternalitas Positif
Eksternalitas positif merupakan dampak yang menguntungkan bagi penerima
eksternalitas. Keuntungan tersebut dapat berupa manfaat yang didapatkan penerima
eksternalitas. Misalnya saja penambahan lapangan pekerjaan baru.
2. Eksternalitas Negatif
Eksternalitas negatif merupakan kebalikan dari eksternalitas positif, yaitu dampak
merugikan bagi penerima eksternalitas. Kerugian ini menyebabkan masyarakat
sebagai penerima eksternalitas akan mengeluarkan biaya tambahan untuk menutupi
kerugian yang dirasakan.
Sedangkan macam - macam eksternalitas jika ditinjau dari segi pihak – pihak
yang melakukan dan pihak yang menerima akibat dari eksternalitas dapat dibagi
menjadi empat yaitu (Prasetyia, 2014):
1. Eksternalitas produsen terhadap produsen
Eksternalitas produsen terhadap produsen terjadi ketika output dan input yang
digunakan oleh suatu perusahaan mempengaruhi output dan input yang digunakan
oleh perusahaan lain. Contoh eksternalitas produsen terhadap produsen adalah
produksi output perusahaan hulu sungai mencemari air di hilir sungai sehingga
menghancurkan sumber daya perikanan dan mempengaruhi industri perikanan.
Selain itu contoh lainnya adalah di negara berkembang pengoperasian hotel dekat
pantai dapat menyebabkan pencemaran sumber daya laut, sehingga merusak
industry perikanan serta keindahan pemandangan bawah air.
2. Eksternalitas produsen terhadap konsumen
Dalam kasus eksternalitas produsen terhadap konsumen eksternalitas terjadi
ketika fungsi utilitas konsumen bergantung pada output dari produsen. Jenis
eksternalitas terjadi dalam kasus polusi suara oleh pesawat udara, dan efek dari
emisi pabrik. Contoh lain yang sering terjadi adalah suatu pabrik yang mengeluarkan
asap proses produksinya, akan menyebabkan polusi udara. Udara kotor tersebut
akan dihirup oleh masyarakat yang bertempat tinggal disekitar pabrik. Hal ini
menyebabkan utilitas masyarakat tersebut untuk tinggal disekitar pabrik menjadi
turun karena pabrik tidak memberikan ganti rugi apapun kepada masyarakat.
3. Eksternalitas konsumen terhadap produsen
Jenis eksternalitas konsumen terhadap produsen jarang terjadi didalam praktek.
Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi efek dari kegiatan konsumen
terhadap output perusahaan. Contoh eksternalitas konsumen terhadap produsen,
ketika ibu - ibu menyuci baju di sungai menggunakan detergen pasti sisa air
detergen dibuang ke dalam sungai. Hal ini bisa menyebabkan polusi sungai
sehingga misalnya ada pabrik es yang sangat bergantung pada air sungai untuk
menjalankan produksinya, tentu sangat dirugikan karena dia harus mengeluarkan
dana untuk membersihkan air sungai yang sudah tercemar air detergen.”
4. Eksternalitas konsumen terhadap konsumen
Eksternalitas konsumen terhadap konsumen terjadi ketika kegiatan suatu
konsumen mempengaruhi utilitas konsumen lain. Contohnya orang yang
mengendarai motor dapat menyebabkan orang yang disekitarnya menjadi sesak
napas begitu juga dengan orang yang merokok yang akan mengganggu orang-
orang yang ada disekitarnya. Dan contoh lainnya adalah timbulnya rasa iri jika
teman kita punya barang-barang baru (Prasetyia, 2014).
Jenis - jenis eksternalitas yang lainnya adalah :
1. Eksternalitas uang (Pecuniary externalities)
Menurut Dagupta dan Pearce , eksternalitas berupa uang merujuk pada pengaruh
produksi atau utilitas pada pihak ketiga karena perubahan permintaan. Eksternalitas
negatif berupa uang dapat terjadi ketika peningkatan produksi suatu Industri
menyebabkan peningkatan harga input yang digunakan oleh industri lain.
Eksternalitas berupa uang juga mempengaruhi penawaran pasar dan kondisi
permintaan. Intinya eksternalitas uang hanya mempengaruhi harga tanpa
mempengaruhi kemungkinan teknis produksi atau komsumsi.
2. Eksternalitas teknikal (Technical Eksternalities)
Eksternalitas teknikal mengacu pada efek dimana fungsi produksi atau fungsi
utilitas terpengaruh. Eksternalitas teknikal mengacu pada eksternalitas yang secara
langsung mempengaruhi produksi perusahaan dalam fungsi utilitas individu. Jadi
eksternalitas teknikal adalah tindakan seseorang dalam konsumsi maupun produksi
akan mempengaruhi tindakan konsumsi atau produksi orang lain tanpa adanya
konpensasi (Prasetyia, 2014).
C. Kebijakan Pemerintah di Bidang Usaha Rajungan

Perlindungan dan pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang


harus di awasi saat ini adalah penangkapan terhadap Lobster (Panulirus spp.),
Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) yang sedang bertelur
dan benih dari komoditas ekonomis tinggi ini dengan ukuran yang jelas. Latar
belakang dari masalah ini adalah populasi ketiga komoditas ini terus mengalami
penurunan yang drastik dan mengkhawatirkan kalau tidak ada regulasi yang
mengatur upaya pemanfaatannya.
Pada saat ini sangat jelas bahwa sesuai dengan pasal (2) Setiap orang
dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.),
dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur. Pada pasal ini
Kementerian kelautan dan Perikanan sangat fokus untuk menjaga populasi benih
Lobster, Kepiting dan Rajungan agar induk sedang bertelur tidak dijadikan
komoditas komersial. Adapun pengaturan ukuran penangkapan komoditas Lobster,
Kepiting dan Rajungan sebagaimana pada pasal 3, ayat (1). Penangkapan Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.)
dapat dilakukan dengan ukuran (Permen KP, 2015) :
1. Lobster (Panulirus spp.) dengan ukuran panjang karapas >8 cm (di atas delapan
sentimeter);
2. Kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di atas lima belas
sentimeter); dan
3. Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di
atas sepuluh sentimeter).
Ayat (2) Cara Pengukuran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan
Rajungan (Portunus pelagicus spp.) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pada aturan ini kita
juga diwajibkan mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya pemulihan
sumberdaya sesuai dengan pasal 4 pada aturan ini, bahwa Setiap orang yang
menangkap Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus
pelagicus spp.) wajib :
1. melepaskan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan
(Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika masih dalam keadaan hidup;
2. melakukan pencatatan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan
Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang tertangkap dalam
keadaan mati dan melaporkan kepada Direktur Jenderal melalui kepala
pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan
Ikan (Permen KP, 2015).
D. Permintaan dan Penawaran

Menurut Gilarso, dalam ilmu ekonomi istilah permintaan (demand) mempunyai


arti tertentu, yaitu selalu menunjukkan pada suatu hubungan tertentu antara jumlah
suatu barang yang akan dibeli oang dan harga barang tersebut. Permintaan adalah
jumlah dari suatu barang yang mau dan mampu dibeli pada berbagai kemungkinan
harga, selama jangka waktu tertentu (Syamsudin & Karya, 2018).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang dan jasa
adalah :
1. Harga barang tersebut;
2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut;
3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat;
4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat;
5. Cita rasa masyarakat;
6. Jumlah penduduk;
7. Ramalam keadaan di masa datang.
Pada umumnya hukum permintaan menyatakan bahwa: apabila harga suatu
barang semakin menurun maka jumlah barang yang diminta atau dibeli akan
bertambah banyak. Sebaliknya apabila harga suatu barang naik maka jumlah
barang yang diminta akan semakin sedikit, dengan asumsi faktor-faktor lain
dianggap konstan (Syamsudin & Karya, 2018).

Penawaran adalah jumlah komoditi (barang dan jasa) yang ditawarkan pada
tingkat harga dam pasar tertentu, serta periode waktu tertentu. Fungsi yang
menunjukkan hubungan antara jumlah barang atau jasa dengan harga barang
tersesebut disebut fungsi penawaran. Artinya banyak sedikitnya barang atau jasa
yang dijual tergantung pada tinggi rendahnya barang (Syamsudin & Karya, 2018).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang yaitu:
1. Harga jual barang yang ditawarkan;
2. Penawaran input yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang tersebut;
3. Teknologi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut;
4. Harapan memperoleh laba dalam penawaran barang tersebut;
5. Faktor lain yang tak terkendali (iklim, cuaca, stabilitas sospol dan sebagainya).
Pada umumnya hukum penawaran menyatakan bahwa: Semakin tinggi harga
suatu barang, maka semakin banyak jumlah barang yang akan ditawarkan oleh
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang, maka semakin sedikit jumlah
barang yang ditawarkan (Syamsudin & Karya, 2018).

E. Usaha Penangkapan Rajungan

Rajungan merupakan salah satu komoditas penting perikanan. Sampai saat ini
seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di
laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam. Penangkapan
induk dan benih yang berlebihan dapat mengakibatkan berkurangnya kelimpahan
benih rajungan di alam. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan benih
tersebut, diperlukan unit-unit pembenihan yang dapat menghasilkan benih dengan
jumlah yang mencukupi, berkualitas tinggi, dan tidak tergantung kepada alam.
Langkah awal untuk meningkatkan produksi rajungan dari sektor budidaya adalah
penyediaan benih rajungan siap tebar. Perbaikan teknologi pembenihan masih terus
diupayakan untuk memperoleh perbaikan dalam peningkatan tingkat kelangsungan
hidup larva (Mardjono dkk, 2002).
Penangkapan rajungan dengan menggunakan alat tangkap bubu telah banyak
digunakan mulai dari skala kecil, menengah, sampai skala besar. Penggunaan bubu
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan alat tangkap lain, yaitu
merupakan alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan; hasil tangkapan
memiliki tingkat kesegaran yang tinggi; daya tangkapnya bisa diandalkan; dan bisa
dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa dioperasikan
(BBPPI, 2014). Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan jenis kepiting yang
memiliki habitat alami hanya di laut. Jenis ini biasanya ditemukan dalam pasang
surut dari Samudera Hindia dan Samudra Pasifik dan Timur Tengah sampai pantai
di Laut Mediterania. Rajungan sangat populer dimanfaatkan sebagai sumber pangan
dengan harga yang cukup mahal. Rajungan lebih suka tinggal terkubur di bawah
pasir atau lumpur. Binatang ini keluar untuk mencari makan selama pasang tinggi
untuk mencari makanannya yaitu organisme seperti ikan dan alga. Berbeda dengan
kepiting, rajungan tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama jika keluar dari air
(Setiyowati, 2016).
F. Faktor Produksi

Produksi sering diartikan sebagai penciptaan guna, yaitu kemampuan barang


dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini mencakup
pengertian yang luas yaitu meliputi semua aktifitas baik penciptaan barang maupun
jasa-jasa. Proses penciptaan ini pada umumnya membutuhkan berbagai jenis faktor
produksi yang dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu. Istilah faktor
produksi seringpula disebut “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut
dikorbankan untuk menghasilkan barang-barang produksi (Soekartawi, 2003).
Secara umum faktor produksi dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu
(Soekartawi, 2003) :
1. Sumberdaya alam
Sumberdaya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam yang
dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sumberdaya alam di
sini meliputi segala sesuatu yang ada di dalam bumi, seperti:
 Tanah, tumbuhan, hewan.
 Udara, sinar matahari, hujan.
 Bahan tambang, dan lain sebagainya.
2. Sumberdaya Manusia atau tenaga kerja
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
dihitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari
tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula
diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga
kerja adalah :
a) Tersedia tenaga kerja, setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yan
cukup memadai.
b) Kualitas tenaga kerja, dalam proses produksi selalu diperlukan seorang
spesialisasi.
c) Jenis kelamin
d) Tenaga kerja musiman
e) Upah tenaga kerja
3. Modal
Dalam proses produksi modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu odal tetap
dan tidak tetap ( biasanya disebut modal variable). Pervedaan tersebut disebabkan
karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah,
bangunan dan mesin mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap.
Sebaliknya modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya benih, pupuk,
obat, atau pembayaran tenaga kerja.
4. Manajemen
Dalam proses produksi, peranan manajemen menjadi sangat penting dan
strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai “sei” dalam merencanakan,
mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi.
Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang ( tenaga kerja ) dari berbgai
tingkatan, makan manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang orang
tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi.
III. METODOLOGI PRAKTEK

A. Waktu dan Tempat

Adapun pelaksanaan praktek lapang teori ekonomi mikro bertempat di Dusun


Kampung Baru Desa Kading, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone. Pada tanggal
12 Oktober 2018.
B. Metode Praktek

Adapun metode pengambilan data yang digunakan dalam praktek lapang


ekonomi mikro adalah :
1. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan
sengaja, yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang
diselidiki.
2. Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan
pertanyaan langsung kepada seorang informan atau masyarakat yang berwenang
dalam suatu masalah.
3. Studi pustaka adalah metode pengambilan data melalui dara dari pustaka.
C. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam praktek lapang ekonomi mikro ini
adalah:
1. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan
pertama).
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada
atau dari pemerintah setempat.
IV.PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi

1. Letak Geografis
Kabupaten Bone merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Propinsi
Sulawesi Selatan, tepatnya sekitar 174 kilometer sebelah timur Kota Makassar.
Secara geografis Kabupaten Bone memiliki letak yang sangat strategis karena
merupakan pintu gerbang pantai timur Sulawesi Selatan yang merupakan pantai
barat Teluk Bone. Salah satu kecamatan yang menjadi sentra pengembangan
kepiting rajungan adalah Kecamatan Barebbo. Wilayah ini memiliki luas panjang
garis pantai 138 km yang terbagi kedalam 18 desa/kelurahan diantaranya Desa
Kading dengan luas wilayah 11,420 Km2.
Desa Kading memiliki 4 dusun salah satunya adalah Dusun Kapung Baru.
Dusun tersebut melakukan usaha penangkapan Rajungan (Portunus pelagicus spp.)
berganti berdasarkan musim. Pada musim timur dan musim barat masyarakat
melakukan penangkapan rajungan. Dilihat dari ukuran rajungan, harga jual rajungan
yang besar berkisar Rp 40.000 - 43.000/Kg.
Umumnya metode penangkapan kepiting rajungan yang digunakan adalah
rakkang. Rakkang adalah alat yang terbuat dari bahan bambu dan tali plastik. Satu
bilah bambu dibentuk menjadi tongkat pada bagian ujung bawah runcing. Satu bilah
bambu lainnya dibentuk lingkaran berfungsi sebagai tempat anyaman tali plastik.
rakkang hanya bisa digunakan untuk menangkap kepiting rajungan di perairan yang
dangkal di sekitar pantai.
2. Sarana dan Prasarana

Kegiatan wilayah pesisir yang di lakukan oleh masyarakat pesisir kecamatan


Barebbo terdiri dari kegiatan wilayah pesisir penangkapan (nelayan) dan pengelohan
kepiting rajungan. Aktivitas usaha penangkapan (nelayan) dan pengelohan kepiting
rajungan dilakoni Kecamatan Barebbo oleh 762 Rumah yang terbagi di dalam 4
desa wilayah pesisir yakni Kading sebanyak 300 Rumah Tangga Perikanan (RTP),
Tengnge 178 Rumah Tangga Perikanan (RTP), Polewali 140 Rumah Tangga
Perikanan (RTP), Kampung Baru 144 Rumah Tangga Perikanan (RTP). Untuk
mendukung usaha perikanan, terdapat Prasarana dan Sarana Usaha Penangkapan
Kepiting Rajungan di Desa Kading yaitu :
Tabel 1. Prasana dan Sarana

No Jenis Jumlah
1. Masjid 2
2. Kantor desa 1
3. Sekolah Dasar 2
4. Sekolah Menengah Pertama 1
5. Sekolah Menengah Atas 1

Sumber Data : Data Primer 2018

B. Keadaan Umum Responden

Adapun data responden yang didapatkan pada praktek lapang ekonomi mikro

di desa Kading, antara lain:

Tabel 2. Data Responden

Nama Umur Pendidikan Pekerjaan


Asse 39 Tahun SMA Nelayan Kepiting Rajungan
Bahrun 45 Tahun SMP Nelayan Kepiting Rajungan

Sumber Data Primer, 2018


Dari data responden diatas dapat dijelaskan bahwa pada responden pertama
yaitu Bapak Asse, merupakan seorang yang memiliki pekerjaan tetap sebagai
nelayan kepiting rajungan. Dalam penangkapan, umpan yang digunakan untuk
kepiting rajungan adalah ikan kecil dengan harga Rp 10.000/kg. Jika satu kali turun
ke laut memproduksi sebanyak 1-3 Kg., jika produksi banyak biasanya dalam sehari
5-7kg, tergantung pada musim panen. Selama satu minggu responden melaut setiap
hari kecuali hari minggu . secara keseluruhan modal yang digunakan biasanya
mencapai Rp 5.000.000,-, dimana perahu yang dipakai seharga Rp 4.500.000 per 5
tahun dan sisanya untuk perlengkapan seperti mesin Rp 450.000 per tiga tahun dan
rakkang Rp 50.000 per 3 tahun sedangkan umpan yang digunakan sebanyak 26 kg
dengan harga Rp 10.000/kg dan bahan bakar mencapai Rp 1.170.000 per bulan
terkhusus pada musim paceklik dengan hasil panen 52 kg per bulan. Sedangkan
pada musim non paceklik umpan yang digunakan mencapai 26kg dengan harga Rp
10.000/kg dan bahan bakar mencapai Rp 780.000 per bulan dengan hasil panen
156 kg per bulan. Presponden mengatakan ia menjual kepiting rajungan dengan
harga 43.000/kg. Pada saat penangkapan kepiting rajungan yang sering menjadi
penghambat yaitu pada ombak cuaca ataupun angin.
Sedangkan pada responden kedua yaitu Bapak Bahrun merupakan seorang
yang memiliki pekerjaan nelayan kepiting rajungan. Mengelolah dan menangkap
kepiting rajungan adalah pekerjaan pokok bagi Bapak Bahrun. Alat tangkap yang
dipakai adalah Rakkang yang sejenis bubu, selama satu minggu responden melaut
hanya setiap hari kecuali di hari Jumat. Dalam sehari penangkapan modal yang
dipakai sebesai Rp 45.000,- sudah termasuk uang bahan bakar, umpan dan lain-
lainnya. Modal awal yang digunakan sebesar Rp 5.000.000 dimana perahu Rp
4.50.0000, mesin Rp 450.000 per 26 bulan tahun dan rakkang Rp 50.000 juga per
26 bulan sedangkan umpan yang digunakan mencapai 26 kg per bulan dengan
harga sebesar Rp 43.000/kg dan bahan bakar seharga Rp 780.000 perbulan
terkhusus pada musim paceklik dengan hasil panen sebanyak 52 kg. Sedangkan
pada musim non paceklik, umpan yang digunakan sebanyak 26 kg dengan harga
mencapai Rp 10.000/kg dengan hasil panen 156 kg per bulan. Dalam musim
paceklik biasanya hasil tangkapan sebanyak 1-3 kg dengan musim non paceklik
sebanyak 5-7 kg. Harga kepiting rajungan yang besar Rp 43.000/kg.
C. Faktor-faktor Eksternalitas Usaha Rajungan

Faktor eksternalitas yang terjadi dalam usaha penangkapan rajungan di Desa


Kading umumnya adalah cuaca, iklim dan pasang surut air. Menurut responden
yang diwawancarai cuaca yang tidak menentu sering mengakibatkan kurangnya
produksi kepiting rajungan. Apabila musim paceklik tiba hasil produksi kepiting
rajungan menurun, sedangkan apabila musim non paceklik hasil produksi kepiting
rajungan meningkat.
D. Perubahan Produktivitas Akibat Eksternalitas
Adapun data produktivitas yang didapatkan pada praktek lapang ekonomi
mikro di Desa Kading Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone, yaitu:

Produktivitas Per Siklus


Responden Paceklik Non Paceklik Selisih
(Rp)
Panen Jumlah Panen Jumlah
(kg) (Rp) (kg) (Rp)
Asse 52 3.120.000 156 9.360.000 6.240

Bahrun 52 2.080.000 156 6.240.000 4.160

Sumber Data Primer diolah, 2018.


A) Produktivitas Responden
Sehingga dari data diatas dapat diperoleh, yaitu:
Responden 1 : Asse (39 Tahun)
1. Musim Paceklik
a. Biaya Tetap
1) Perahu = Rp. 4.500.000
4.500 .000
=
60 Bulan
=Rp 7.5000
2) Mesin = Rp. 450.000,-
450.000
=
36 Bulan
= Rp 12.500
3) Rakkang = Rp. 50.000,-
50.000
=
12 Bulan
= Rp 4.100
Total Biaya Tetap = Rp. 7.5000 + Rp 12.500 + Rp. 4.100
= Rp 91.600,-
b. Biaya Variabel
1) Umpan = 26 Kg × Rp 10.000 = Rp 260.000,-
2) Bahan Bakar = Rp. 45.000 x 26 hari
= Rp 1.170.000,-
Total Biaya Variabel = Rp. 260.000 + Rp. 1.170.000
= Rp. 1.430.000,-
c. Pengolahan Data
1) Output = Hasil Panen × Harga
= 52 kg × Rp 43.000
= Rp 2.236.000,-
2) Input = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 91.600 + Rp.1.560.000
= Rp .1.651.600,-
Sehingga,
Output
Produktivitas=
Input
2.236 .000
Produktivitas=
1.651.600
Produktivitas=¿ 1,35
Jadi, produktivitas dari responden 1 dimusim non paceklik adalah sebesar 1,35
dimana artinya >1 yang artinya usaha yang dilakukan layak untuk diteruskan.
2. Musim Non Paceklik
a. Biaya Tetap
1) Perahu = Rp. 4.500.000
4.500 .000
=
60 Bulan
=Rp 7.5000
2) Mesin = Rp. 450.000,-
450.000
=
36 Bulan
= Rp 12.500
3) Rakkang = Rp. 50.000,-
50.000
=
12 Bulan
= Rp 4.100
Total Biaya Tetap = Rp. 7.5000 + Rp 12.500 + Rp. 4.100
= Rp 91.600,-
b. Biaya Variabel
1. Umpan = 26 Kg × Rp 10.000 = Rp 260.000,-
2. Bahan Bakar = Rp. 45.000 x 26 hari
= Rp 1.170.000,-
Total Biaya Tetap = Rp. 260.000 + Rp. 1.170.000
= Rp 1.430.000,-
c. Pengolahan Data
1) Output = Hasil Panen × Harga
= 156 Kg × Rp 43.000
= Rp 6.708.000,-
2) Input = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 91.600 + Rp.1.560.000
= Rp .1.651.600
Sehingga,
Output
Produktivitas=
Input
6.708.000
Produktivitas=
1.651.600
Produktivitas=¿ 4,06
Jadi, produktivitas dari responden 1 dimusim non paceklik adalah sebesar
4,06 dimana artinya >1 yang artinya usaha yang dilakukan layak untuk diteruskan.
Responden 2 : Bahrun (45 Tahun)
1. Musim Paceklik
a. Biaya Tetap
1) Perahu = Rp. 4.500.000
4.500 .000
=
60 Bulan
=Rp 7.5000
2) Mesin = Rp. 450.000,-
450.000
=
36 Bulan
= Rp 12.500
3) Rakkang = Rp. 50.000,-
50.000
=
12 Bulan
= Rp 4.100
Total Biaya Tetap = Rp. 7.5000 + Rp 12.500 + Rp. 4.100
= Rp 91.600,-
b. Biaya Variabel
1. Umpan = 26 Kg × Rp 10.000 = Rp 260.000,-
2. Bahan Bakar = Rp 30.000 x 26 hari
= Rp 780.000,-
Total Biaya Variabel = Rp. 260.000 + 780.000
= Rp 1.040.000,-
c. Pengolahan Data
1. Output = Hasil Panen × Harga
= 52 kg × Rp 43.000
= Rp 2.236.000,-
2. Input = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 91.600 + Rp.1.040.000
= Rp . 1.131.600

Sehingga,
Output
Produktivitas=
Input
2.236.000
Produktivitas=
1.131.600
Produktivitas=¿ 1,97
Jadi, produktivitas dari responden 1 dimusim paceklik adalah sebesar 1,97
dimana artinya >1 yang artinya usaha yang dilakukan layak untuk diteruskan.
2. Musim Non Paceklik
a. Biaya Tetap
1) Perahu = Rp. 4.500.000
4.500 .000
=
60 Bulan
=Rp 7.5000
2) Mesin = Rp. 450.000,-
450.000
=
36 Bulan
= Rp 12.500
3) Rakkang = Rp. 50.000,-
50.000
=
12 Bulan
= Rp 4.100
Total Biaya Tetap = Rp. 7.5000 + Rp 12.500 + Rp. 4.100
= Rp 91.600,-
b. Biaya Variabel
1. Umpan = 26 Kg × Rp 10.000 = Rp 260.000,-
2. Bahan Bakar = Rp. 30.000 x 26 hari
= Rp 780.000,-
Total Biaya Variabel = Rp. 260.000 + Rp. 780.000
= Rp 1.040.000,-

c. Pengolahan Data
1. Output = Hasil Panen × Harga
= 156 Kg × Rp 43.000
= Rp 6.708.000,-
2. Input = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 91.600 + Rp.1.040.000
= Rp .1.131.600,-
Sehingga,
Output
Produktivitas=
Input
6.708.000
Produktivitas=
1.131.600
Produktivitas=¿ 5,92
Jadi, produktivitas dari responden 1 dimusim non paceklik adalah sebesar 5,92
dimana artinya >1 yang artinya usaha yang dilakukan layak untuk diteruskan.
Dari data diatas dapat dikatakan bahwa hasil pendapatan dari kedua
responden mengalami penurunan pada musim paceklik. Produktivitas tertinggi
terdapat pada responden pertama dan terendah pada responden kedua. Perbedaan
produktivitas dari kedua responden diatas dipengaruhi oleh jumlah input yang
digunakan untuk budidaya kepiting rajungan. Dibawah ini merupakan kurva
perbandingan tingkat produktivitas hasil panen antara musim paceklik dengan non
peceklik.

Produktivitas

6
5 4,06
4
3 1,35
2
1

Gambar 1. Kurva produktivitas responden pertama


Dari kurva di atas dapat diketahui bahwa produktivitas responden pada
musim non-paceklik lebih tinggi dari musim paceklik. Pada musim non-paceklik
produktivitas responden mencapai 4,06 sedangkan pada musim paceklik
produktivitasnya 1,35. Hal ini disebabkan karena hasil panen pada musim non-
paceklik lebih besar yaitu 156 kg, dibandingkan pada musim paceklik yaitu 52 kg.

Produktivitas

5 5,92

2 1,97
1
Kurva produktivitas responden kedua pada musim non paceklik produktivitasnya
0 non-paceklik
mencapai 5,92 dan pada Paceklikmencapai 1,97. Hal ini
musim paceklik produktivitasnya
disebabkan karena hasil panen pada musim non-paceklik sebesar 156 kg, dibanding
pada musim paceklik yaitu 52 kg.
Adapun perbandingan antara produktivitas pada musim Non Paceklik dan
musim paceklik terdapat pada gambar di bawah ini.

Produktivitas

5,92

5
4,06
4

2 1,35 1,97
1

0 non-paceklik Paceklik

Dari kurva diatas dapat dilihat selisih produktivitas antara responden pertama
dan kedua, dimana responden kedua lebih tinggi produktivitasnya dibanding dengan
responden pertama.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari hasil praktik lapang yang telah
dilakukan di Desa Kading adalah :
1. Dampak eksternalitas terhadap penangkapan rajungan antara lain faktor
cuaca.
2. Berbagai permasalahan dalam hal produksi penangkapan rajungan terhadap
di semua tingkat, mulai proses pra-produksi, hingga pemasaran. Masalah
tersebut berkaitan dengan permodalan, alat-alat penangkapan dan
pemasaran, seta kondisi saat panen, pasce panen dan harga jual.
3. Perbedaan yang mencolok hasil produksi penangkapan rajungan pada saat
musim non-paceklik dengan musim paceklik.
B. Saran
Adapun saran untuk praktek lapang dan asisten yaitu :
1. Praktek Lapang
Lokasi praktek lapangnya bagus, sesuai dengan apa yang diteliti, hanya saja
dalam hal alat penangkapan kurang memadai.
2. Asisten
Tetap mempertahankan kebijakannya sebagai asisten. Tetap mengajar
praktikan dan bersikap baik.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmad. 2014. Ekonomi Mikro dan Teori Aplikasi Dunia Usaha. CV ANDI OFFSET,
Yogyakarta.
Effendy, S., Sudirman, S. Bahri, E. Nurcahyono, H. Batubara, M. Syaichudin. 2006.
Petunjuk Teknis Pembenihan Rajungan Portunus pelagicus Linnaeus.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar., Sulawesi Selatan.
Prasetyia, Ferry. 2014. Teori Eksternalitas. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Malang.
Province Infographic. 2013. Sulawesi Seatan
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1/PERMEN-KP/2015
Rusmijati. 2017. Teori Ekonomi Mikro I. Graha Cendekia. Yogyakarta.
Syamsudin, S., Karya, D. 2018. Mikro Ekonomi Untuk Manajemen. PT RajaGrafindo
Persada, Depok.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi ( Dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ukra, Gunadil. 2016. Data Base Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Bone Tahun
2016. Bagian Administrasi Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten
Bone. Watampone.

Lampira 3. Denah Responden


: Kantor Desa

: Masjid

:Responden 1 : :Responden2

Anda mungkin juga menyukai