Anda di halaman 1dari 6

Fakta Peningkatan Kejahatan Pencurian Di Masa Pandemi

Covid-19

Putri Hasna An-Nabila

Universitas Aisyiyah Surakarta

Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57146

Email : putrihasnaannabila1211@gmail.com

Abstrak

Selama wabah pandemi Covid-19 bukan hanya kesehatan yang menjadi


permasalahan masyarakat akan tetapi permasalahan ekonomi juga menimpah masyarakat.
Sehingga banyak masyarakat yang nekat untuk mencuri . Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk
mengetahui fakta mengapa alasan terjadinya peningkatan pencurian dimasa pandemi Covid-19.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan. Metode penelitian yang berupaya
mengungkap makna secara universal dari fenomena yang dialami secara individu oleh sekelompok
individu. Data-data riset yang diambil dari berbagai hasil wawancara yang dilansir dari berbagai
media dan artikel-artikel yang berfokus pada peningkatan kejahatan pencurian di masa pandemi
Covid-19. Data-data yang sudah terkumpul akan di analisis bahwa kasus kejahatan pencurian di
masa pandemi Covid-19 bukan termasuk keadaan yang darurat, karena syarat dikatakan keadaan
yang darurat. Darurat dalam suatu pengertian adalah benar-benar terjadi atau diprediksik kuat akan
terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi belaka, dan tidak ada pilihan lain yang bisa
menghilangkan mudarat tersebut. Pemerintah telah memberikan Bantuan Sosial (Bansos) kepada
masyarakat yang tedampak wabah Covid-19, jadi kondisi itu bukan termasuk darurat
atau dibolehkan mencuri. Masyarakat tidak perlu panik, hal yang harus dilakukan adalah
menjaga pola hidup sehat dan tetap jaga jarak.

Kata Kunci : kejahatan, masa pandemi, pencurian

PENDAHULUAN
Virus corona berawal dari kota wuhan china yang kemudian menyebar ke berbagai
belahan dunia termasuk Indonesia. Virus corona ini dapat menyebabkan sindrom gangguan
pernafasan akut yang berujung pada kegagalan fungsi paru-paru, ini terbukti dengan ratusan ribu
orang sudah terjangkit virus corona . virus corona ini sangat mudah menular oleh manusia satu
dengan manusia lainnya dengan kontak fisik secara langsung. Anak-anak dan orang tua yang
sudah lanjut usia mudah terjangkit virus corona di karenakan system kekebalan tubuhnya sangat
lemah untuk menghalang virus yang masuk kedalam tubuh.
Penularan begitu massif terjadi pada awal Januari sampai April 2020. Telatnya penanganan awal
yang dilakukan pemerintah mengakibatkan penduduk yang positif virus corona semakin
bertambah, seakan tidak bisa dibendung lagi. Lemahnya kebijakan proteksi pintu masuk di suatu
daerah, kurangnya alat pelindung diri (APD) dan alat kesehatan di setiap rumah sakit yang menjadi
penyebab tidak terbendungnya jumlah penduduk yang terjangkit virus corona. Sejak jumlah
penduduk semakin bertambah tiap harinya, pemerintah melakukan langka penanganan virus
corona dengan mengeluarkan surat edaran terkait himbauan untuk Work From Home (WFH)
untuk memutus mata rantai virus corona. Belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di
rumah selalu di gaungkan oleh pak Jokowi di siaran TV, menghimbau masyarakat untuk tetap di
rumah. Ada yang mengikuti himbauan itu ada juga mengabaikan di karenakan faktor ekonomi
yang mengharuskan untuk tetap mencari uang diluar walaupun di laur rumah banyak virus corona
yang mengintai.
Berbagai dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19 ini diantaranya, masalah sektor
pengamanan perlindungan kesehatan penduduk, sektor usaha dan sektor kriminalitas. Tingkat
kriminalitas di Indonesia semakin meningkat selama pandemi Covid -19. Kita bisa melihat data
polda Bali, laporan harian Biro Operasi Polda Bali pada tanggal 10 April mencatat 12 kasus
kejahatan dan terus meningkat menjadi 15 kasus kejahatan dalam laporan harian tanggal 20 April.
Melihat dari data kriminalitas yang terus meningkat di masa pandemi Covid-19 maka penulis
tertarik untuk meneliti fakta peningkatan kejahatan pencurian di masa pandemi Covid-19.

PEMBAHASAN
Di masa pandemi Covid-19 ini masyarakat bukan hanya di hadapkan pada masalah
kesehatan, akan tetapi masyarakat di hadapkan pada masalah ekonomi. Di tengah pandemi Covid-
19 masyarakat di himbau agar tetap berada di rumah agar supaya bisa memutus mata rantai Covid-
19. Ada beberapa masyarakat yang memerhatikan imbauan pemerintah, akan tetapi tidak sedikit
juga yang menghiruakan. Dampak dari pandemi ini. Banyak masyarakat yang di PHK sehingga
yang dulunya perjaanya bisa membiayai keluargannya sekarang tidak lagi. Wabah yang bisa
dikatakan hampir 6 bulan ini bukan hari yang sedikit, banyak keluarga yang semakin terpuruk. Di
kondisi yang seperti ini ada beberapa orang yang nekat untuk melakukan tindakan criminal demi
menafkahi keluarganya.
Di masa pandemi Covid-19 ini masyarakat bukan hanya di hadapkan pada masalah
kesehatan, akan tetapi masyarakat di hadapkan pada masalah ekonomi. Di tengah pandemi
Covid-19 masyarakat di himbau agar tetap berada di rumah agar supaya bisa memutus
mata rantai Covid-19. Ada beberapa masyarakat yang memerhatikan imbauan pemerintah,
akan tetapi tidak sedikit juga yang menghiruakan. Dampak dari pandemi ini. Banyak
masyarakat yang di PHK sehingga yang dulunya perjaanya bisa membiayai keluargannya
sekarang tidak lagi. Wabah yang bisa dikatakan hampir 6 bulan ini bukan hari yang sedikit,
banyak keluarga yang semakin terpuruk. Di kondisi yang seperti ini ada beberapa orang
yang nekat untuk melakukan tindakan criminal demi menafkahi keluarganya.
Polisi menyebutkan tindak kejahatan meningkat sebanyak 10 persen ketika penerapan
Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19. Tindak kejahatan seperti
pencurian, kasus narkoba, dan penipuan. Peningkatan jumlah kejahatan ini didasarkan data
pembanding di bulan sebelumnya. Muncul anggapan, meningkatnya angka kejahatan karena
dampak dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) selama PSBB. ‘’situasi serba darurat
seperti sekarang ini telah menyebabkan banyak perubahan kehidupan. Orang yang tidak kuat
untuk bertahan dengan cara cara yang halal akan melakukan jalan pintas yang bertentangan dengan
hukum, ‘’ ucap pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad kepada
VOC Rabu,29 April. Namun, menurut Suparji, meningkatnya jumlah tindak kejahatan
tidak hanya dipengaruhi oleh PHK perusahaan yang tutup akibat Covid-19. Ada hal
lainnya yang menjadi factor pendorongnya. Dia meminta polisi melakukan pemetaan untuk
membuat langka antisipasi. ‘’Aparat penegak hukum hendaknya segera menangani dan
memetakan penyebabnya segera menangani dan memetakan penyebabnya serta membuat
langkah-langkah yang tegas agar segera diminimalisir angka kriminalitas,’’ kata Suparji.
Kriminologi Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, ada keterkaitan antara
banyaknya pemecatan atau PHK yang terjadi selama masa pandemi Covid-19 dengan peningkatan
angka kriminalitas di wilayah Jakarta. Terlebih, momentum Hari Raya Lebaran yang
semakin dekat menambah beban pikiran dari masyarakat terdampak dan berpotensi melakukan
tindak kejahatan. ‘’pada jangka waktu mendekati atau sudah lebaran, orang akan makin sensitif
pada kebutuhan materi. Yang di PHK akan cepat merasa frustasi dan tentu ada saja yang akan lari
ke kejahatan.’’ Ungkap Adrianus. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri yunus menolak
disebut naiknya persentase kejahatan berkaitan dengan pemecatan atau PHK selama PSBB . Sebab
berdasarkan data yang ada, para pelaku yang ditangkap selama pandemi Covid-19 dan
penerapan PSBB kebanyakan residivis. Tidak ada (kaitannya dengan PHK) mereka banyak
residivis, mereka keluar penjara di kasus yang sama,’’ ungkap Yusri. Peningkatan jumlah angka
kejahatan sebanyak 10 persen itu terdiri dari 17 kasus pembobolan minimarket. Dimana, 13
antaranya sudah terungkap dengan menetapkan puluhan orang sebagai tersangka. ‘’Ada 20
tersangka, 2 meninggal dunia dan 18 tersangka kita amankan. 18 tersangka ini residivis sudah,
keluar itu-itu saja,’’ tandas Yusril.
Tindak kejahatan di masa pandemi corona terlihat terjadi peningkatan. Menurut infografis
liputan6.com sebanyak 11,8% peningkatan angka kejahatan selama pemberlakuan
kebijakan PSBB. Fenomena ini dapat dianalisis melalui perspektif sosiologis. Sosiologis
prancis yaitu Durkheim membuat istilah anomie, yaitu keadaan tanpa norma dalam masyarakat.
Sosiolog Martin Merton menyatakan keadaan tanpa norma tersebut kemudian menimbulkan
perilaku yang menyimpang. Dijelaskan lebih lanjut dalam teori strain (ketegangan) yakni struktur
social menjadi akar masalah dari kejahatan. Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya individu
akan taat pada hukum, namun ketika berada di bawah tekanan besar, mereka akan melakukan
kejahatan. Durkheim dalam perspektif fungsionalis structural menyatakan ketika satu komponen
masyarakat mengalami keadaan merugikan, maka akan terjadi peristiwa disfungsi. Peristiwa
disfungsi dapat diartikan sebagai tindak kejahatan. Berdasarkan perpektif sosiologis tersebut, jelas
adanya kejahatan yang terjadi saat ini timbul karena tidak seimbangnya struktur masyarakat. Ada
yang tetap berkecukupan, tetapi tidak sedikit orang yang mengalami kesulitan akibat pandemik ini.
Kehidupan tidak berjalan sebagaimana biasanya, ketika orang tidak mampu mencukupi kebutuhan
sendiri. Maka karenanya ada komponen masyarakat yang mengalami keadaan merugi sehingga
timbul tindak kejahatan.
Setelah wabah Covid-19 dinyatakan sebagai bencana nasional dan pandemi, yang mana kemudian
terhadap beberapa wilayah harus dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini
menyebabkan dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat,
karena lapangan pekerjaan harian menjadi tidak bisa dilakukan, selain banyaknya gelombang PHK
oleh perusahaan, karena ketidakmampuan perusahaan mempertahankan karyawan dalam situasi
pandemi, maka akhirnya pemerintah memberikan bantuan sosial (Bansos) sebagai bentuk
tanggung jawab Negara kepada masyarakat. Bantuan Sosial (Bansos) yang diberikan
pemerintah, setidaknya terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain BLT (Bantuan Langsung
Tunai). Bantuan Sembako, Subsidi Listrik, penerima mamfaat program keluarga harapan,
insentif kartu pra-kerja, dan Indonesia Pintar. Kemudian mekanisme penyaluran yang
dilakukan juga terdapat dari pusat dan dari pemerintah daerah. Dengan beragamnya Bansos dan
mekanisme penyaluran, maka masalah kerumitan yang sangat terlihat adalah masalah
pendapatan warga penerima, ketidaksingkronan data dan kekhawatiran adanya double (dua kali)
penyaluran terhadap satu orang. Setelah penyaluran tahap 1 (satu) dilakukan, hingga awal juni
2020, diketahui permasalahan mengenai kerumitan pendapatan penyaluran bansos masih
menjadi perbincangan publik dan dipertanyakan banyak orang. Pemerintah merencanakan masih
akan memberikan Bansos kepada masyarakat terdampak selama wabah Covid-19 ini. Menteri
keuangan RI dalam keterangannya kepada poros diberbagai pemberitaan menyatakan
bahwa dimungkinkan selama tahun 2020 pemerintah masih akan memberikan Bansos kepada
warga terdampak Covid-19. Anggaran yang dialokasikan untuk penanggulangan wabah
virus corona berkisar sekitar Rp 677,2 Trliun, yang dibagikan dalam berbagai kebutuhan
penanganan, seperti untuk penangana medis, APD dan lain sebagainya termaksud pemberian
Bantuan Sosial (Bansos) pada saat ini, penyaluran Bansos tahap 1 (satu) telah disalurkan dengan
segala kekurangannya dan masih akan disalurkan Bansos tahap 2 (Dua) selanjutnya, maka evaluasi
dan perbaikan penyaluran Bansos perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadi kesalahan
penyaluran/ketidaktepatan penyaluran. Sebagai bukti adanya kerumitan penyaluran bansos terlihat
dari besarnya pengaduan yang diterima ombudsmen RI terkait pengaduan khusus selama wabah
Covid-19. Sebagaimana diketahui, ombudsmen RI sebagai lembaga pengawas pelayanan publik,
salah satu tugasnya adalah menerima pengaduan/laporan masyarakat sejak tanggal 29 April 2020,
ombudsmen RI membuka pengaduan khusus terkait permasalahan selama wabah Covid-19 pada
tanggal 3 Juni 2020 dalam siaran posnya, ketua ombudsmen RI menyampaikan telah menerima
pengaduan terkait permasalahan pelayanan publik dari dampak wabah Covid-19 sebanyak 1,004
aduan laporan yang mana sebanyak 817 pengaduan atau 81,37% dari seluruh aduan tersebut
merupakan permasalahan penyaluran Bansos.
Kisah pencuri pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Saat itu, beberapa pembantu Hatib bin bi
Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik pria asal Muzainah. Warga lantas membawa para
pencuri itu kepada Khalifah Umar. Umar lantas mengetahui, mereka melakukan perbuatan
buruk itu karena terpaksa. Umar lalu mengimbau Abdurrahman bin Hatib agar membayar dua kali
lipat harga unta yang dimiliki orang Muzainah itu. Dengan demikian, status unta tadi menjadi halal
yakni tidak lagi sebagai barang curian. Kebijakan Umar ini didasari nash Al-Qur’an Surah Al-
Baqarah: 173. Seorang yang mencuri karena kelaparan yang menghantarkan pada darurat
kematian, ia tidak berdosa dan tidak dihukum. Namun, bukan berarti seseorang bebas melakukan
pencurian dengan dalih ini. Ini berlaku jika memang sudah tidak ada upaya lain untuk mengatasi
rasa laparnya. Islam memberikan kemudahan kepada ummatnya apa bila dalam kondisi darurat
seseorang bisa melanggar hukum syara. Namun perlu diperhatikan, tidak setiap kondisi darurat itu
memperolahkan Kisah pencuri pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Saat itu, beberapa
pembantu Hatib bin bi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik pria asal Muzainah. Warga
lantas membawa para pencuri itu kepada Khalifah Umar. Umar lantas mengetahui,
mereka melakukan perbuatan buruk itu karena terpaksa. Umar lalu mengimbau Abdurrahman bin
Hatib agar membayar dua kali lipat harga unta yang dimiliki orang Muzainah itu. Dengan
demikian, status unta tadi menjadi halal yakni tidak lagi sebagai barang curian. Kebijakan Umar
ini didasari nash Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 173. Seorang yang mencuri karena kelaparan yang
menghantarkan pada darurat kematian, ia tidak berdosa dan tidak dihukum. Namun, bukan berarti
seseorang bebas melakukan pencurian dengan dalih ini. Ini berlaku jika memang sudah tidak ada
upaya lain untuk mengatasi rasa laparnya. Islam memberikan kemudahan kepada ummatnya
apabila dalam kondisi darurat seseorang bisa melanggar hukum syara. Namun perlu diperhatikan,
tidak setiap kondisi darurat itu memperbolehkan hal yang sejatinya telah haramkan.
Ada syarat dan ketentuan darurat yang dimaksud dalam kaidah, yaitu antara lain:
1. Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksik kuat akan terjadi, tidak semata-
mata praduga atau asumsi belaka.
Contohnya, seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang.
Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak
makan siang, ia akan mati karena alsan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka
semata.
2. Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut.
Misalnya, seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar
yang sangat memperhatinkan di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama
kambing kepunyaanya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka
ia tidak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya
dari si pengembala.
3. Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang lain.
Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan : memakan
bangkai atau mencuri makanan, maka hendaklah ia memilih memakan bangkai. Hal itu
dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak
memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia
harus tetap menggantinya.
4. Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekedar yang ia perlukan untuk
menghilangkan mudarat.
5. Kondisi darurat tersebut bebar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena
dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota badannya.

PENUTUP
Mencuri adalah suatu perilaku tercela yang dilarang oleh hukum syara, walau pun
mencuri dalam keadaan darurat diberikan pengampuhan. Darurat yang mesti dipahami di
sini yaitu jika kita tidak melakukan tidakan tersebut maka kita akan mati atau tidak ada
pilihan lain selain mencuri. Mencuri dimasa pandemi Covid-19 bukan suatu hal yang
darurat yang memungkinkan untuk bisa mencuri.

DAFTAR PUSTAKA
Nasruddin, R., & Haq, I. (2020). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan
masyarakat berpenghasilan Rendah.

Anda mungkin juga menyukai