Pdfslide - Tips Laporan Field Lab Kel2
Pdfslide - Tips Laporan Field Lab Kel2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut KMK No. 39 tahun 2007 klinik dokter gigi keluarga adalah unit pelayanan
kesehatan gigi yang menyelenggarakan pelayanan dokter gigi keluarga. Dalam melaksanakan
tugasnya dokter gigi memerlukan peralatan, ketrampilan dan ilmu pengetahuan. Setiap perawatan
memerlukan obat atau material sehingga perlu dipahami bahwa material juga mempunyai peran dalam
menentukan keberhasilan suatu tindakan medis.
Seiring dengan kemajuan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang
memberi dampak dalam dunia praktek dokter gigi. Dokter gigi semakin dituntut untuk memberikan
pelayanan pada pasiennya secara holistik (menyeluruh) meliputi fisik dan psikis,1 hal ini menuntut
diupayakannya berbagai macam fasilitas untuk memenuhi keinginan tersebut, salah satunya yaitu
dengan tersedianya fasilitas musik bagi pasien dalam praktek dokter gigi (Varley, 1997).
Hal yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan atau rasa takut anak terhadap perawatan
gigi adalah sebagai berikut ini (Soeparmin et al., 2004). Pengalaman negatif selama kunjungan ke
dokter gigi sebelumnya, kesan negatif dari perawatan gigi yang di dapatkan dari pengalaman
keluarga atau temannya, perasaan yang asing selama perawatan gigi misalnya penggunaan sarung
tangan latex, masker dan pelindung mata oleh dokter gigi, merasa diejek atau disalahkan oleh karena
keadaan kesehatan rongga mulut yang tidak baik, bunyi dari alat kedokteran gigi yang sangat
memilukan, misalnya bunyi bur, ultra skeler.
Soeparmin et al. (2009) menyatakan bahwa musik dapat merangsang pengeluaran gamma
amino butyric acid (GABA), enkephalin, dan beta endorphin sehingga memberikan efek analgesia,
menenangkan, dan menyenangkan. Musik yang sarankan adalah musik klasik karena memberikan
efek relaksasi yang optimal. Musik merupakan cara termudah untuk mengalihkan perhatian anak
khususnya anak usia 8-10 tahun sehingga dapat mengurangi kecemasan, dan diharapkan anak dapat
bersikap kooperatif selama perawatan gigi.
Pertiwi et al. (2008) memberikan pendapat bahwa banyak dokter gigi tidak memberikan
perhatian khusus terhadap dekorasi ruang perawatan pasien dan perlengkapan bermain yang
memenuhi kebutuhan pasien anak padahal banyak pasien anak berkunjung ke tempat praktiknya.
Kecemasan pasien anak terhadap perawatan gigi sering kali timbul karena anak merasa takut berada
di ruang praktik dokter gigi. Ruangan praktik dokter gigi sebaiknya dibuat senyaman mungkin
sehingga anak merasa seperti di rumahnya sendiri.
Ruang tunggu merupakan faktor utama untuk timbulnya rasa cemas. Pemandangan di sekitar
ruang praktik yang dilihat oleh pasien sangat penting. Pamflet dan poster di dalam ruang tunggu dapat
memberikan efek negatif pada pasien karena gambar monster yang aneh digunakan dalam pamflet
atau poster. Susunan alat-alat, alat bor, dan instrumen lain yang dapat menakuti pasien harus
dijauhkan dari pandangan pasien. Suara juga dapat menimbulkan rasa takut pasien. Ruang praktik
diusahakan tidak terlalu dekat dengan ruang tunggu (Ellis, 2007).
Finn (2003) menyatatakan bahwa pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan
sejumlah perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah menempatkan
anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak
biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif
di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak
merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri. Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan hangat
sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat
memegang peranan penting dan
erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka.
Soeparmin et al. (2009) memberikan pendapat bahwa memperlakukan pasien anak sehingga
nyaman dalam perawatan gigi adalah hal penting yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter
gigi. Selain keterampilan dalam merawat gigi dan kemampuan menangani keadaan psikologis anak,
tata ruang perawatan gigi juga dapat memberikan efek yang positif bagi anak.
Berbagai peralatan kedokteran gigi yang dijual di pasaran pada saat ini, hampir semuanya
telah memperhatikan aspek ergonomis ketika didesain oleh pabrik pembuatnya. Namun kelebihan ini
akan berkurang nilainya apabila pada saat penempatan peralatan tidak berdasarkan prinsip desain tata
letak yang benar. Dalam makalah ini akan dibahas desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi,
namun terbatas pada alat-alat utama saja yaitu Dental Unit, Mobile Cabinet, dan Dental Cabinet.
Desain tata letak (lay out design) adalah proses alokasi ruangan, penataan ruangan dan
peralatan sedemikian rupa sehingga pergerakan berlangsung seminimal mungkin, seluruh luasan
ruangan termanfaatkan, dan menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja serta pasien yang
menerima pelayanan. Desain tata letak memegang peranan penting dalam efektifitas dan efisiensi
operasi tempat praktek dokter gigi, oleh karena itu perlu direncanakan secara matang sebelum tempat
praktek dibangun dan tidak tertutup kemungkinan untuk direvisi dikemudian hari bila dinilai sudah
tidak layak lagi.
Desain tata letak berbeda dengan gambar arsitek, desain tata letak hanya berupa sketsa yang
mengambarkan penataan ruangan, dibuat berdasarkan perhitungan pergerakan informasi, bahan, dan
manusia. Selain itu juga dengan memperhatikan pertimbangan ergonomis, medis dan kepatutan.
Secara garis besar ada 2 macam desain tata letak yaitu yang dibuat dengan memperhatikan proses dan
yang dibuat dengan memperhatikan produk, pada tempat praktek dokter gigi yang digunakan adalah
desain tata letak dengan memperhatikan proses efektifitas dan efisiensi desain tata letak dihitung dari
jumlah jarak pergerakan yang
terjadi, dengan asumsi setiap pergerakan yang terjadi menimbulkan biaya. Menimimalisasi
pergerakan adalah tujuan dari desain tata letak.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan field lab adalah sebagai berikut ini.
1. Mahasiswa dapat memahami dan mendiskusikan mengenai peralatan dan bahan dalam
praktek kedokteran gigi.
2. Mahasiwa dapat memperlajari cara penggunaan alat dan bahan di klinik gigi
3. Mahasiswa dapat mengetahui klinik gigi yang ideal.
BAB II
TEORI
Biomaterial secara umum adalah suatu material tak hidup yang digunakan sebagai perangkat
medis dan mampu berinteraksi dengan system biologis. Adanya interaksi ini mengharuskan setiap
biomaterial memiliki sifat biokompatibilitas, yaitu kemampuan suatu material untuk bekerja selaras
dengan tubuh tanpa menimbulkan efek lain yang berbahaya. Bidang biomaterial didesain untuk
memberikan pemahaman dan pengajaran di bidang fisika, kimia dan biologi dari material, dan juga
dengan berbagai bidang dari teknik secara umum seperti matematika, kemasyarakatan, dan ilmu
sosial. Sebagai tambahan, mahasiswa yang berurusan dengan bidang ini harus mencapai pemahaman
yang mendalam dan berusaha untuk memperoleh pengalaman pada penelitian biomaterial. Ketika
pemahaman mahasiswa mengenai prinsip dasar dari ilmu material teraplikasikan, pemahaman penuh
dari biomaterial dan aplikasinya dengan lingkungan biologis juga membutuhkan derajat yang lebih
tinggi dari spesialisasi ilmu yang ada.
Hal pertama dan yang terpenting adalah biomaterial tersebut tidak memperlihatkan respon
yang merugikan dari tubuh, atau kebalikannya, harus tidak beracun dan non-carcinogenic.
Persyaratan ini mengeliminasi banyak material teknik yang dapat digunakan. Selain itu, biomaterial
harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai untuk berfungsi sebagai pengganti atau
pengganda dari jaringan tubuh. Untuk penggunaan secara praktis, biomaterial tersebut harus dapat
dengan mudah dibentuk atau dilakukan proses pemesinan kedalam beberapa bentuk, mempunyai
harga yang relatif murah dan bahan bakunya banyak tersedia di pasaran.
Material yang ideal atau kombinasi material tersebut harus menunjukkan sifat-sifat seperti
berikut :
- Komposisi kimia yang cocok untuk menghindari reaksi merugikan yang terjadi pada jaringan
tubuh.
- Ketahanan yang baik terhadap degradasi (contoh : ketahanan korosi untuk logam atau
ketahanan dari degradasi biologis pada polimer).
- Ketahanan yang baik untuk mempertahankan siklus daya tahan pembebanan
dengan tulang sendi.
- Modulus yang rendah untuk meminimalisasi bone resorption.
- Ketahanan pemakaian yang tinggi untuk meminimalisasi wear-debris Generation
1. Biomaterial sintetik
Biomaterial sintetik merupakan material umum yang lazim digunakan oleh para insinyur dan
ahli material. Material ini dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :
a. Logam
Logam merupakan material yang padat dan keras, sangat banyak digunakan untuk
implantasi load-bearing.
Menurut Cahyanto tahun 2009 Logam terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
- Alkal : Lithium (Li), Natrium (Na), Potassium (K), Rubidium (Rb), Cesium (Cs), Francium
(Fr).
- Logam Alkali Tanah : Beryllium (Be), Magnesium (Mg), Calcium (Ca), Strontium (Sr),
Barium (Ba), Radium (Ra).
- Logam Transisi : Lantanida dan Aktinida.
- Logam Lainnya : Aluminium (Al), Gallium (Ga), Indium (In), Thallium (Tl), Ununtrium
(Uut), Tin (Sn), Lead (Pb), Ununquadium (Uuq), Bismuth (Bi), Ununpentium (Uup),
Ununhexium (Uuh).
b. Polimer
Berbagai jenis polimer banyak digunakan untuk obat – obatan sebagai biomaterial.
Aplikasinya mulai dari wajah/ muka buatan sampai pada pipa tenggorokan, dari ginjal
dan bagian hati sampai pada komponen – komponen dari jantung, serta material untuk
gigi buatan sampai pada material untuk pangkal paha dan tulang sendi lutut. Material
polimer untuk biomaterial juga digunakan untuk bahan perekat medis dan penutup, serta
pelapis yang digunakan untuk berbagai tujuan contohnya adalah resin (Cahyanto, 2009).
Resin sebagai basis gigi tiruan, resin akrilik dan nilon menunjukkan beberapa kelebihan
antara lain :
- Warna harmonis dengan jaringan sekitarnya sehingga memenuhi faktor estetik.
- Dapat dilapis dan dicekatkan kembali
- Relative lebih ringgan
- Teknik pembuatan dan pemolesanya mudah
- Biaya murah
Tujuan menggunakan basis logam resin adalah memanfaatkan keuntungan dari masing-
masing bahan (Gunadi, Dkk., 1993)
c. Keramik
Keranik juga telah banyak digunakan sebagai material pengganti dalam ilmu kedokteran
gigi. Hal ini meliputi material untuk mahkota gigi, tamabalan dan gigi tiruan. Tetapi
kegunaan dalam bidang lain dari pengobatan medis tidak terlihat begitu banyak bila
dibandingkan dengan logan dan polimer. Hal ini dikarenakan ketangguhan retak yang
buruk dari keramik yang akan sangat membatasi penggunanya untuk aplikasi
pembebanan (Cahyanto, 2009).
d. Komposit
Biomaterial komposit yang sangat cocok dan baik digunakan di bidang kedoteran gigi
adalah sebagai material pengganti atau tambalan gigi. Walaupun masih terdapat material
komposit lain seperti komposit karbon-karbon dan komposit polimer berpenguat karbon
yang dapat digunakan pada perbaikan tulang dan penggantian tualng sendi karena
memiliki nilai modulus elastis yang rendah, tetapi material ini tidak menampakkan
adanya kombinasi dari sifat mekanik dan biologis yang sesuai untuk aplikasinya. Tetapi
juga, material komposit sangat banyak digunakan untuk prosthetic limbs ( tungkai
buatan), dimana terdapat kombinasi dari densitas/ berat yang rendah dan kekuatan yang
tinggi sehingga membuat material ini sangat cocok (Cahyanto, 2009).
3 Way Syringe :
memberikan udara, air, atau kombinasi semprotan udara dan air. Ujung jarum suntik yang dapat
dilepas dan baik sekali pakai yang terbuat dari plastik atau logam yang autoclavable. Kontrol untuk
jarum suntik yang pada pegangan dan harus mudah untuk dioperasikan dengan jempol satu tangan.
Udara, air, dan kombinasi semprotan membantu menjaga rongga mulut bersih dan kering dan
melindungi gigi dari panas yang dihasilkan oleh drill handpiece.
Sumber tenaga listrik untuk memberikan satu daya pada semua system elektrik misal : lampu
operasi, switch valve electric, system hidrolik, dan mikromotor. Juga diaplikasikan pada system
dental chair untuk semua garakan ( naik, turun, menyandar, dan duduk ).
Sumber tenaga udara untuk memberikan pada semua sistem yang bekerja berdasarkan tekanan
udara. Udara bertekanan ini berasal dari compressor ( takanan yang dibutuhkan sekitar 2,5 atm sampai
4 atm ). Tekanan maksimal dari compressor dapat mencapai 7 atm. System atau bagian yang bekerja
berdasarkan takanan misal : turbine jet/bor jet, switch valve, spray git, scaller, dan sistem hidrolik
pada kursi atau chair dental.
Sumber tenaga air untuk digunakan pada system pendinginan turbine jet/bor jet, spray git, dan
pembuagan kotoran. Tekanan yang dibutuhkan minimal 1 atm. Walaupun tekanan air yang dihasilkan
juga berasal dari tekanan yang dihasilkan dari compressor.
SISTEM KERJA
Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi, profesi di bidang ini turut ikut
berkembang. Bila dahulu cukup hanya dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari Dentist,
Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Dentist adalah dokter gigi yang
memberikan pelayanan kedokteran gigi. Dental Hygienist bertugas mengisi Rekam Medis, serta
melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti membersihkan karang gigi secara mandiri. Dental
Assistant bertugas sebagai asisten yang membantu dokter gigi mengambil alat, menyiapkan bahan,
mengontrol saliva, membersihkan mulut, serta mengatur cahaya lampu selama suatu prosedur
perawatan sedang dilakukan. Dental Technician berkerja di Laboratorium, membuat protesa dan alat
bantu yang akan dipasang di mulut pasien. Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2
profesi kesehatan gigi diluar dokter gigi yaitu Perawat Gigi dan Tekniker Gigi. Perawat Gigi bertugas
seperti Dental Assistant dan Dental Hygienist, sedangkan Tekniker Gigi bertugas sama seperti Dental
Technician.
Pada saat suatu pelayanan kedokteran gigi dilakukan hanya akan ada 2 orang yang berada
disekitar pasien yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua orang ini berbeda namun saling
mendukung, ini kemudian melahirkan istilah Four Handed Dentistry. Konsep Four Handed Dentistry
telah diadopsi oleh para produser pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh dental unit yang
dibuat selalu dilengkapi dengan sisi Dental Asistant disebelah kiri pasien. Oleh karena itulah konsep
Four Handed Dentistry menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi.
Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar Dental
Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di
belakang kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone, arah jam 2 sampai jam 4
disebut Assisten’s Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer Zone, kemudian dari arah jam 8
sampai jam 11 disebut Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi Clock Concep
(Nusanti, 2000). Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta
tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak (Mobile Cabinet)
yang berisi Instrumen Tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien. Assistant’s Zone
adalah zona tempat pergerakan Perawat Gigi, pada Dental Unit di sisi ini dilengkapi dengan
Semprotan Air/Angin dan Penghisap Ludah, serta Light Cure Unit pada Dental Unit yang lengkap.
Transfer Zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan dokter gigi
dan tangan Perawat Gigi. Sedangkan Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi Selain
pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit, pergerakan lain yang perlu diperhatikan ketika
membuat desain tata letak alat adalah pergerakan Dokter Gigi, Pasien, dan Perawat Gigi di dalam
ruangan maupun antar ruangan. Jarak antar peralatan serta dengan dinding bangunan perlu
diperhitungkan untuk memberi ruang bagi pergerakan Dokter Gigi, Perawat Gigi, dan Pasien ketika
masuk atau keluar Ruang Perawatan, mengambil sesuatu dari Dental Cabinet, serta pergerakan untuk
keperluan sterilisasi. Pergerakan dalam Ruang Pemeriksaan (Kilpatrick, 1974).
Perhatian pertama dalam mendesain penempatan peralatan adalah terhadap Dental Unit. Alat
ini bukan kursi statis tetapi dapat direbahkan dan dinaik-turunkan. Pada saat posisi rebah panjang
Dental Unit adalah sekitar 1,8-2 Meter. Di belakang Dental Unit diperlukan ruang sebesar 1 Meter
untuk Operator’s Zone dan Static Zone, oleh karena itu jarak ideal antara ujung bawah Dental Unit
dengan dinding belakang atau Dental Cabinet yang diletakkan di belakang adalah 3 Meter; sementara
jarak antara ujung bawah Dental Unit dengan dinding depan minimal 0,5 Meter. Dental Unit
umumnya memiliki lebar 0,9 Meter, bila Tray dalam kondisi terbuka keluar maka lebar keseluruhan
umumnya 1,5 Cm. Jarak dari tiap sisi minimal 0,8 Meter untuk pergerakan di Operator’s Zone dan
Asistant’s Zone. Mobile Cabinet sebagai tempat menyimpan bahan dan alat yang akan digunakan
pada saat perawatan diletakan di Static Zone. Zona ini tidak akan terlihat oleh pasien dan terletak
dianatara Operator’s Zone dan Assistant Zone sehingga baik Dokter Gigi maupun Perawat Gigi akan
dengan mudah mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan. Bila Mobile Cabinet
lebih dari satu, maka Mobile Cabinet kedua diletakan di Operator’s Zone.
Alat besar terakhir yang berada di Ruang Perawatan adalah Dental Cabinet sebagai tempat
penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran gigi. Umumnya berbentuk bufet setengah badan
seperti Kitchen Cabinet dengan ketebalan 0,6-0,8 Meter. Bila hanya satu sisi, lemari ini ditempatkan
di Static Zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di Static Zone dan Assistant’s Zone.
Keberadaan Dental Cabinet akan menambah luas ruangan yang diperlukan untuk menempatkannya.
ERGONOMICAL AGENT
Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-
ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari menusia
terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja.
Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika, faal
kerja, higeine perusahaan dan kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika.
Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja
dan peralatannya. Ergonomi dapat mengurangi beban kerja. Dengan evaluasi fisiologis, psikologis
atau cara tak langsung, beban kerja dapat diukur dan dinjurkan modifikasi yang sesuai antara
kapasitas kerja dengan beban kerja dan beban tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin
kesehatan kerja dan meningkatkan produktivitas.
1. Disain tempat kerja: gambaran dasar untuk kenyamanan, produktifitas dan keamanan.
a. Rancangan dan arus lalulintas.
b. Pencahayaan.
c. Temperatur, kelembaban dan ventilasi
d. Mobilisasi (aktifitas kerja).
e. Fasilitas sanitasi dan drainase (tempat pembuangan limbah cair dan padat).
3. Fungsi dan tugas: fungsi dan tugas orang dengan pekerjaan yang pantas. Misalnya: Karyawan
dibagian pengecoran logam, pengepressan harus punya spesifikasi tertentu misalnya berat dan tinggi
badan ideal, dan lain-lain.
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak ergonomik:
1. Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan
2. Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa kecelakaan
3. Pekerja sering melakukan kesalahan (human error)
4. Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung, atau pinggang
5. Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja
6. Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang
7. Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau jongkok
8. Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup
9. Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan
10. Komitmen kerja yang rendah
11. Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya sikap kepedulian terhadap
pekerjaan bahkan keapatisan
Kondisi ini dijelaskan dalam literatur di bawah beberapa nama yang merujuk baik untuk
definisi mereka seperti itu, atau untuk karakter kumulatif mereka atau untuk menentukan penyebab
sebagai berikut:
1. Kerja terkait gangguan muskuloskeletal (WR-MSD);
2. Karena tugas yang berulang (RSI) Kondisi;
3. Trauma dengan efek kumulatif (CTD).
Nama di mana mereka digambarkan tidak penting, karena mereka semua mengacu pada semua
gangguan tentang tulang, otot, sendi dan saraf - untuk kondisi yang mempengaruhi misalnya tulang
punggung, sindrom carpal tunnel, dll Tendinitis
Gerakan dokter gigi dalam kantor gigi dan gerakan-gerakan khusus dia / dia bisa membuat
selama prosedur gigi (akses ke instrumen, penyesuaian sumber cahaya, perubahan posisi kerja, dll)
yang diperhitungkan dari sudut pandang ergonomis . Posisi pasien dan organisasi dari instrumen dan
peralatan yang didirikan dalam rangka untuk mempertahankan posisi kerja yang benar. Postur kerja
yang benar adalah titik awal dari semua penentuan ergonomis lainnya. Oleh karena itu, kursi gigi
masa depan akan harus menyediakan kenyamanan dokter kebutuhan selama kegiatan itu. Pengukuran
utama yang diperlukan untuk melaksanakan untuk setiap komponen dari kursi adalah: permukaan
pesawat, punggung dan kaki kursi. Kami juga dapat membangun ruang maksimum dokter gigi akses
di kursi gigi (Total lengan menyebar diperlukan untuk menyesuaikan instrumen kerja / sumber
cahaya).
Penelitian ergonomis mendirikan posisi yang benar tubuh dokter gigi harus memiliki saat bekerja:
kursi harus disesuaikan sedemikian rupa kaki harus bersandar pada lantai (sudut yang dibentuk antara
paha dan bagian bawah kaki harus minimum 90o), kolom tulang belakang harus lurus seperti itu
mungkin, lordosis fisiologis dari kolom tulang belakang lumbal harus dijaga dan bahu harus
membentuk garis, tegak lurus lurus di lantai bersama dengan pinggul. Siku harus di samping tubuh,
membungkuk untuk 90o. (Gambar 2)
Standar ISO 6385 "Prinsip Ergonomi Peralatan Merancang" berisi petunjuk penting berikut:
1. Merancang ruang kerja dan peralatan;
2. Merancang dalam hubungannya dengan kekuatan, postur otot dan gerakan tubuh;
3. Merancang lingkungan kerja.
Standar ISO 11226 "Ergonomi - penilaian postur statis bekerja" memiliki orientasi sebagai
berikut:
1. Untuk mempertahankan postur santai;
2. Untuk alternatif postur kerja (kerja yang dinamis);
3. Untuk praktek olahraga dan latihan untuk memperkuat otot korset.
Akibatnya, operator mempertahankan posisi kerja yang terbaik dan berinvestasi upaya
minimal, dan mengurangi upaya fisik dan psikis. Kondisi fisik lingkungan: mereka termasuk aspek
seperti cahaya, kenyamanan termal, kebisingan, kualitas udara di kantor gigi (beban mikroba dll),
getaran dan medan elektromagnetik. Desain kegiatan, seleksi dan spesialisasi: organisasi aktivitas
harus termasuk istirahat dan bekerja dalam shift untuk menghindari oversolicitation. Pemilihan
personil dilakukan atas dasar keterampilan khusus dan kualitas: fisik, kognitif dan sosial.
Desain organisasi dan manajemen: melibatkan tim analisis gaya yang bekerja, sehingga
aktivitas dapat dioptimalkan, biaya berkurang dan teknologi baru diimplementasikan dan terpadu
sebagai menguntungkan mungkin. Penerapan kriteria ergonomis dalam praktek gigi dapat dilakukan
dengan cara individual, memilih untuk pengaturan tertentu dalam / nya ruang konsultasi nya atau
untuk suatu konsep tertentu atas dasar konsep ISO yang dipilih, bersama dengan organisasi rasional
dari seluruh aktivitas .
Perlindungan Diri
Dalam hal ini termasuk cuci tangan, pemakaian baju praktek, penggunaan sarung tangan,
penggunaan kacamata pelindung, penggunaan masker, penggunaan rubber dam, dan imunisasi.
1. Cuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun perlu dilakukan setiap sebelum dan sesudah merawat pasien.
Setiap kali selesai perawatan, sarung tangan harus dibuang dan tangan harus dicuci lagi sebelum
mengenakan sarung tangan yang baru.
Prosedur mencuci tangan yang benar adalah seperti berikut:
a. Tangan dibasahkan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Sabun cair yang mengandung zat antiseptik dituang ke tangan dan digosok sampai berbusa.
c. Kedua telapak tangan digosok sampai ke ujung jari. Selanjutnya, kedua bagian punggung tangan
digosok. Jari dan kuku serta pergelangan tangan juga dibersihkan. Semua ini dilakukan selama sekitar
10-15 detik.
d. Tangan dibilas bersih dengan air mengalir.
e. Tangan dikeringkan dengan menggunakan tisu.
Mengeringkan tangan dengan kertas tisu adalah lebih baik dibandingkan mengeringkan tangan
menggunakan mesin pengering tangan, karena mesin pengering tangan umumnya menampung banyak
bakteri.
2. Pemakaian jas praktek
Dokter gigi dan stafnya harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci. Jas tersebut
harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi. Jas praktek harus dicuci dengan air
panas dan deterjen serta pemutih klorin, bahkan jas yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri.
Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama
beberapa hari hingga beberapa minggu.
3. Penggunaan sarung tangan
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai.
Hal ini untuk melindungi dokter gigi, staf, dan pasien. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk
mencegah bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi tubuh
lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks.
Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawat pada setiap pasien. Ada tiga macam sarung tangan
yang dipakai dalam kedokteran gigi, diantaranya:
a. Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien
atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.
b. Sarung tangan steril harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi
kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.
c. Sarung tangan heavy duty harus dipakai saat membersihkan alat, permukaan kerja, atau saat
menggunakan bahan kimia.
4. Penggunaan masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat
menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat
menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Efektifitas penyaringan dari masker tergantung dari
bahan yang dipakai (masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas) dan lama pemakaian
(efektif 30-60 menit). Sebaiknya menggunakan satu masker untuk satu pasien.
5. Penggunaan kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai dokter gigi dan stafnya untuk melindungi mata dari debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun
ultrasonik. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol, dan debris sangat diperlukan
untuk dokter gigi maupun staf.
6. Penggunaan rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol karena tidak
terjadi pengumpulan saliva diatas rubber dam. Selain untuk mengurangi kontak instrumen dengan
mukosa, rubber dam juga berguna untuk mengurangi terjadinya luka dan pendarahan.
7. Imunisasi
Pelindung yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan sebagai sumber
perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya heptavax-B untuk perlindungan
terhadap hepatitis B. Imunisasi hepatitis B terdiri atas tiga tahap yaitu tahap pertama pada hari yang
ditentukan, tahap kedua pada satu bulan kemudian, dan tahap ketiga pada enam bulan kemudian. CDC
sangat menganjurkan agar personil gigi diimunisasi hepatitis B. Imunisasi lain yang juga dianjurkan
antara lain adalah imunisasi terhadap penyakit mumps, measles dan rubella (MMR), difteri, pertusis,
dan tetanus (DPT), influenza, poliomyelitis, TBC (BCG).
A. Kaca mulut
macam permukaan kaca :
– datar
– cembung diameter kaca ada beberapa macam mulai dari nomor 3 sampai nomor 6
Kegunaan
-melihat permukaan gigi yang tidak dapat dilihat langsung mata
-membantu memperluas daerah pekerjaan yaitu dengan menahan pipi, lidah dan ,bibir.
-mengetahui adanya debris, karang gigi, lubang gigi.
-melihat hasil preparasi, tumpatan.
-melihat kelainan di dalam rongga mulut, lidah, gusi, palatum.
Kegunaan :
untuk menjepit kapas, kasa, tampon, cotton roll, cotton pellet, mata bur gigi.
Kegunaan :
mencari caries & mengukur kedalamannya
memeriksa adanya debris dan calculus.
Memeriksa adanya ferforasi atap pulpa.
Tankainya bisa untuk tes perkusi
mengetahui tumpatan atau tepi tumpatan sudah rata/belum.
D. Excavator
Kegunaan :
-membersihkan jaringan karies yang lunak dan kotoran- kotorannya atau sisa makanan -yang terdapat
di dalam kavitas.
-membongkaran tumpatan sementara.
-mengambil kelebihan fletcher, cement, amalgam.
E. Alat dental rontgen foto
Kegunaan :
untuk melihat gigi dan kelainan jaringan pendukung gigi.
F. Vitalitester
Kegunaan :
untuk viitalitas pulpa
G. Water syringe
Kegunaan
utk membersihkan caries waktu melakukan pemeriksaan gigi/setelah preprarasi gigi
A. Periodontal probe
Kegunaan :
– untuk mengukur dalamnya saku gusi (gingiva pocket)
B. Scaler
Kegunaan :
– untuk membersihkan karang gigi
Kegunaan :
– untuk meratakan permukaan akar, sehinggabebas dari karang gigi.
Kegunaan :
– untuk membersihkan karang gigi pada permukaan proximal gigi anterior.
Kegunaan :
– alat ini jarang dipakai, karena bisa menyebabkan permukaan gigi menjadi rata.
Kegunaan :
– untuk mengambil supra/sub gingival calculus pada interdental space.
Kegunaan :
– untuk mengambil sub gingival calculus, jaringan cementum dan jaringan lunak dari dinding pocket.
Kegunaan :
– ujung yang tipis dipakai untuk bagian approximal
– ujung yang permukaannya lebar, dipakai untuk bagian buccal.
– untuk membersihkan karang gigi, baik sub maupun supra gingival calculus serta debris dan stain.
Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua bentuk hidup
terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri. Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:
1. Pembersihan sebelum sterilisasi
Sebelum disterilkan, alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik, darah,
saliva. Dalam kedokteran gigi, pembersihan dapat dilakukan dengan cara pembersihan manual atau
pembersihan dengan ultrasonik. Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan deterjen
lebih aman, efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang
ditutup selama 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran air dan
dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang
sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.
2. Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinik yang baik.
Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan
menggunakan nampan terbuka yang ditutup dengan kantung sterilisasi yang tembus pandang, nampan
yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas sterilisasi, atau dibungkus secara
individu dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.
3. Proses sterilisasi
Sterilisasi dapat dicapai melalui metoda berikut:
a. Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
Siklus sterilisasi dari 134oC selama 3 menit pada 207 kPa untuk instrumen yang dibungkus
maupun yang tidak dibungkus. Cara kerja dari autoclave sama dengan pressure cooker. Uap jenuh
lebih efisien membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan perebusan maupun pemanasan kering.
Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon, aluminium foil, atau plastik
yang dapat menyalurkan uap.
b. Pemanasan kering (oven)
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif dibandingkan dengan
pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160oC
atau 170oC dan waktu yang lebih lama (2 jam atau 1 jam) untuk proses sterilisasi. Menurut Nisengard
dan Newman suhu yang dipakai adalah 170oC selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan
panas adalah 190oC, sedang untuk instrumen yang tidak dibungkus 6 menit.
c. Uap bahan kimia (chemiclave)
Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138 kPa merupakan cara
sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi.
Sterilisasi dengan uap bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave yaitu 138-176 kPa selama 30
menit setelah tercapai suhu yang dikehendaki. Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang
dapat dirusak oleh bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi
karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang
rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih
cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan
setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk
mengeluarkan uap sisa bahan kimia.
4. Penyimpanan yang aseptik
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai. Penyimpanan yang baik
sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri, karena penyimpanan yang kurang baik akan
menyebabkan instrumen tersebut tidak steril lagi. Lamanya sterilitas tergantung dari tempat dimana
instrumen itu disimpan dan bahan yang dipakai untuk membungkus. Daerah yang tertutup dan
terlindung dengan aliran udara yang minimal seperti lemari atau laci merupakan tempat penyimpanan
yang baik. Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam
waktu satu bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
Disinfeksi Permukaan
Disinfeksi adalah membunuh organisme-organisme patogen (kecuali spora kuman) dengan
cara fisik atau kimia yang dilakukan terhadap benda mati. Disinfeksi dapat mengurangi kemungkinan
terjadi infeksi. Disinfeksi permukaan dilakukan pada dental unit, kabinet, tuba dan pipa, serta
handpiece dan instrumen tangan. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat
digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau
menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedangkan disinfeksi digunakan pada benda
mati. Disinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari
toksisitasnya. Sebelum dilakukan disinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari
debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. Macam-
macam disinfektan yang digunakan di kedokteran gigi, antara lain adalah:
1. Alkohol
Larutan etil alkohol atau propil alkohol digunakan untuk mendisinfeksi kulit. Alkohol yang
dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk mendisinfeksi permukaan,
tetapi ADA tidak menganjurkan pemakaian alkohol untuk mendisinfeksi permukaan oleh karena cepat
menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
2. Aldehid
Aldehid merupakan salah satu disinfektan yang populer dan kuat, baik dalam bentuk tunggal
maupun kombinasi. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendisinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan. Alat yang selesai didisinfeksi, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan
kasa steril yang dibasahi dengan akuades karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat
mengiritasi kulit atau mukosa. Operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung
tangan heavy duty.
3. Biguanid
Klorheksidin termasuk biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi
sebagai antiseptik dan kontrok plak. Misalnya, 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical
scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak
(Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi yaitu 2% digunakan sebagai disinfeksi gigi tiruan. Zat ini
sangat aktif terhadap bakteri gram (+) maupun gram (-).
4. Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halida seperti chloros,
domestos, dan betadine. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam
dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik.
5. Fenol
Fenol merupakan larutan jernih, tidak mengiritasi kulit, dan dapat digunakan untuk
membersihkan alat yang terkontaminasi karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat
virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun, karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat
ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
6. Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai
antiseptik, seperti dettol. Aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas
sebagai disinfektan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsep Four Handed Dentistry dan ergonomis menjadi dasar dalam desain tata letak
penempatan alat kedokteran gigi, semuanya bertujuan agar seluruh luasan ruangan termanfaatkan
dengan baik serta menciptakan rasa nyaman kepada operator yang bekerja dan pasien yang menerima
pelayanan.
Ergonomi menawarkan untuk dokter, kepada anggota lain dari tim gigi kemungkinan untuk
melaksanakan kinerja potensial tanpa menempatkan pada risiko kesehatan dan kondisi fisik, dan
kemungkinan untuk memberikan yang optimal peduli kepada pasien.
Aspek terpenting adalah pencegahan penyakit akibat kerja, tanggung jawab hukum untuk
melindungi kesehatan keselamatan karyawan dan mahasiswa, pendidikan di ergonomi gigi
untuk siswa kesehatan gigi dan mulut, perkembangan akademik dan penelitian ergonomi gigi,
menggunakan model organisasi dalam gigi setiap hari praktek, dan pengembangan ergonomi di
tingkat Eropa.
REFERENSI :
Soeparmin, S., Suarjaya, Tyas, M.P. 2009. Peranan Musik Dalam Mengurangi Kecemasan Anak
Selama Perawatan Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Soeparmin S, Suarjaya, Antara, W. 2004. Rasa takut anak dalam perawatan gigi. J Kedokteran Gigi
Mahasaraswati
Pertiwi, A.S.P., Nonong, Y.H., Sasmita, I.S. 2008. Disain Ruang Praktik Bagi Pasien Anak. Bagian
Kedokteran Gigi Anak. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran
Ellis, N. 2007. Managing dental patient anxiety.
Finn, S.B. 2003. Clinical pedodontics. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 039 2007 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Varley, P. 1997. Complementary therapies in dental practice. 1st ed. Sydney: Elsevier Australia.
Dougherty, M. 2006. Information for Consideration in an Ergonomic Standard for Dentistry. Design
by Feel Papers.
Murdick, B. 1990. Service Operation Management. Boston : Allyn and Bacon.
Heizer, J. dan Render, B. Operation Management. Sixth Edition. Upper Saddle River : Prentice Hall.
Nusanti, D. 2000. Dental Surgeon Assistant. Dental Horison. Volume
Tawaka, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : Islam
Batik University Press.
Finkbeiner, B., Fainkbeiner, C. 2001. Practice Management for Dental Team. St Louis : Mosby.