Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


“TEORI BEHAVIORISME (TEORI CLARK HULL, GUTHRIE, WATSON)
DALAM PEMBELAJARAN”

Dosen Pengampu :

1. Prof. Dr. Sutarto, M.Pd.


2. Dr. Sri Wahyuni, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Cici Alfiyah (200210104093)

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN IPA JURUSAN

PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkam kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik serta hidayah ehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“TEORI BEHAVIORISME (TEORI CLARK HULL, GUTHRIE, WATSON)
DALAM PEMBELAJARAN” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Sutarto, M Pd., dan Ibu
Dr. Sri Wahyuni, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
yang membimbing saya dalam pembelajaran.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Disadari adanya keterbatasan kemampuan yang manusiawi dalam diri ini.
Kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan atau penguraian makalah ini
dengan harapan dapat diterima bagi pembaca sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar pembaca.

Banyuwangi, 23 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................1

1.3 Tujuan ............................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN .................................................................................................3

2.1 Teori Belajar Behaviorisme..........................................................................3

2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme .............................................................6

2.3 Aplikasi Teori Behaviorisme ......................................................................12

2.4 Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme .....................................14

BAB 3. PENUTUP .........................................................................................................15

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan memiliki pikiran yang bertujuan untuk dimanfaatkan dengan
baik. Untuk melatih kemampuan otak dan pikiran seseorang dibutuhkan latihan-
latihan khusus tentang apa yang ingin di pelajari. Salah satu cara yang paling penting
untuk melatih pikiran tersebut yakni dengan cara belajar.
Belajar merupakan sebuah proses berlatih suatu hal sehingga membuat perubahan
tingkah laku pada seseorang untuk dapat mencapai tujuannya. Belajar merupakan
suatu kegiatan yang amat penting dan hasil dari belajar juga sangat dibutuhkan oleh
semua orang. Beberapa kegunaan pendidikan yang dapat dirasakan oleh seseorang
adalah dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dapat menentukan
penyelesaian masalah dengan bijak, dapat merancang tujuan dengan terstruktur, dan
masih banyak lagi.
Dalam proses belajar, setiap orang berhak menggunakan gaya belajar paling
efektif bagi mereka sendiri. Penggunaan gaya belajar yang beragam bertujuan agar
dapat mencapai tujuan belajar dengan baik. Sehingga dalam hal ini teori dapat disebut
sebagai gaya belajar seseorang. Sangat banyak teori yang menjabarkan tentang
proses belajar, salah satu teori tersebut adalah teori belajar Behavioristik.
Dalam teori ini menerapkan model pembelajaran hubungan stimulus-responnya,
menempatkan seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar sebagai individu
yang pasif. Teori ini memiliki konsep bahwa setiap tingkah laku manusia bisa
dimanipulasi dan dirubah sesuai dengan tujuan belajarnya. Para ahli yang membahas
tentang teori Behavioristik sangat banyak, beberapa ahli tersebut antara lain Teori
Clark Hull, Guthrie, dan Watson.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian teori belajar Behaviorisme?
1.2.2 Bagaimana penjelasan Teori Behaviorisme (Teori Clark Hull)
dalampembelajaran?

1
1.2.3 Bagaimana penjelasan Teori Behaviorisme (Teori Guthrie) dalam
pembelajaran?
1.2.4 Bagaimana penjelasan Teori Behaviorisme (Teori Watson) dalam
pembelajaran?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mendefinisikan Pengertian teori belajar Behaviorisme.
1.3.2 Mendefinisikan Teori Behaviorisme (Teori Clark Hull) dalam pembelajaran.
1.3.3 Mendefinisikan Teori Behaviorisme (Teori Guthrie) dalam pembelajaran.
1.3.4 Mendefinisikan Teori Behaviorisme (Teori Watson) dalam pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Behaviorisme


Gabungan dari prinsip-prinsip belajar yang saling berkaitan serta penjelasan pada
fakta yang ada dan sesuai dengan penemuan yang berhubungan dengan peristiwa
belajar adalah definisi dari teori belajar. Salah satu teori dalam teori belajar yakni
teori Behaviorisme. Teori Behaviorisme merupakan sebuah teori yang memegang
keyakinan bahwa dalam proses belajar lebih memfokuskan pada perubahan perilaku
yang dialami oleh peserta didik yang diakibatkan oleh adanya interaksi stimulus dan
respon.
Berdasarkan definisi teori Behaviorisme tersebut, teori belajar Behaviorisme
merupakan sutau teori yang ada dalam teori psikologi yang memfokuskan
perhatiannya pada tingkah laku yang nyata dan tidak mengaitkan dengan kontruksi-
kontruksi mental peserta didik. Secara tidak langsung dalam teori behavioristik tidak
mengakui adanya kecerdasan peserta didik, bakat, minat, dan suasana mood pada saat
proses belajar. Kegiatan belajar-mengajar semata-mata melatih tingkat refleks yang
dimiliki oleh masing-masing peserta didik sehingga mereka dapat menguasai
kebiasaan tersebut.
Para penganut teori behaviorisme meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang memberikan pengalaman-
pengalaman tertentu kepadanya. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat
dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang terjadi didalam
pikiran karena tidak dapat dilihat. Skinner beranggapan bahwa perilaku manusia
yang dapat diamati secara langsung adalah akibat konsekuensi dari perbuatan
sebelumnya. Menurut aliran psikologi ini proses belajar lebih dianggap sebagai suatu
proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi
selama itu didalam diri siswa yang belajar.
Sebagaimana pada kebanyakan aliran psikologi belajar lainnya, behaviorisme
juga melihat bahwa belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku. Ciri yang
paling mendasar dari aliran ini adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi

3
adalah berdasarkan paradigma S-R (Stimulus Respon), yaitu suatu proses yang
memberikan respon tertentu terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur dorongan (drive). Pertama seseorang
merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Kedua, rangsangan atau stimulus. Kepada seseorang diberikan
stimulus yang akan menyebabkannya memberikan respons. Ketiga, adalah respons,
di mana seseeorang akan memberikan reaksi atau respons terhadap stimulus yang
diterimanya dengan melakukan suatu tindakan yang dapat diamati. Keempat, unsur
penguatan atau reinforcement, yang perlu diberikan kepada seseorang agar ia
merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi.
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah belajar apabila ia telah dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah
masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
respons. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Mengajar menurut pandangan ini yaitu memindahkan pengetahuan ke orang yang
belajar bukan menggali makna. Peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang
sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajari.
Terdapat beberapa prinsip-prinsip teori behaviorisme, antara lain :
1. Reinforcement and punishment
Menambahkan ataTu mengurangi rangsangan
2. Primary and Secondary
Kebutuhan pokok, rangsangan dari asumsi seseorang
3. Schedules of reinforcement
Rangsangan secara terjadwal
4. Contingency management
Berhubungan dengan kesehatan mental
5. Stimulus control in operant learning
Mengendalikan rangsangan untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan

4
6. The elimination of responses
Penghapusan perilaku yang tidak diinginkan. Behaviorisme adalah saat
itu di antara berapa banyak yang memberikan sumbangan sih dalam mengkaji
terkait belajar, dan dalam pembahasan terkait belajar, teori behaviorisme ini
mengemukakan beberapa tipe dari belajar antara lain :
- Melakukan kegiatan belajar sederhana tanpa asosiasi, belajar ini dibagi
menjadi dua macam yaitu habituasi dan sensitiasi. Hanituasi dipengaruhi
oleh adanya suatu pengurangan kemungkinan perilaku respon secara
progresif dengan pelatihan pelatihan dan suatu pengurangan stimulus.
Sedangkan suatu kegiatan belajar sensitiasi yaitu kebalikan dari habituasi
terjadi penguatan positif terhadap suatu perilaku karena adanya pelatihan
dan pemulangan.
- Belajar secara asosiasi adalah suatu proses di mana suatu materi
pembelajaran yang dipelajari melalui asosiasi dengan beberapa bahan
pembelajaran yang ter bisa dan sudah dipelajari sebelumnya. Belajar ini
lebih mudah dipelajari bila terdapat keterkaitan antara materi lama dan
materi yang baru.
- Suatu pengondisian klasik, belajar sebagai suatu upaya pengkondisian
pembentukan suatu perilaku serta respon terhadap sesuatu.
- Pengondisian operan, suatu kegiatan belajar yang berguna untuk
memodifikasi perilaku spontan semisal belajar dalam membedakan.
- Belajar melalui suatu kesan, belajar dengan mengamati dan mempelajari
karakteristik sejumlah stimulus yang muncul pada setiap individu atau
menaruh kesan.
- Belajar melalui suatu kesan, belajar dengan mengamati dan mempelajari
karakteristik sejumlah stimulus yang muncul pada setiap individu atau
menaruh kesan.
- Belajar melalui kegiatan bermain, bermain sebagai suatu perilaku yang
tidak bertujuan namun mampu memperbaiki suatu kinerja di kemudian
hari bila dijumpai baik suatu kondisi atau permasalahan yang sama.
- Belajar tuntas, belajar yang menekankan kepada setiap peserta didik
untuk menguasai semua bahan ajar.

5
Pada intinya, teori behaviorisme adalah suatu teori yang menyatakan bahwa
suatu proses pembelajarn terjadi bila adanya stimulus. Pada teori behaviorisme
tujuannya adalah mencptakan stimulus respon sebanyak-banyaknya.

2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme


Dalam teori behaviorisme terdapat para ahli yang mengemukakan teori
belajar menurut versi mereka namun berlandaskan teori behaviorisme, teori yang
dikemukakan oleh ahli tersebut antara lain :
- Teori Clark Hull
Clark L. Hull mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat
dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku
seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu,
dalam teori Hull, kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull,
kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur,
hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis ini, meskipun respon mungkin bermacam-macam jenisnya.
Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajar pun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang
akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis.
Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama dengan para ahli
fungsionalis lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan Stimulus-
Respon (S-R). Menurut pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi karena adanya hubungan S-R. Namun menurut Hull, selain hubungan
antara S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh suatu proses yang terjadi dalam diri
organisme, yang tidak dapat diamati. Variabel ini kemudian dikenal dengan
nama variabel intervening (intervening variable).

6
Clark Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan
teori belajar. Prinsip-prinsip yang digunakan mirip dengan apa yang
dikemukakan oleh para behavior, yaitu dasar stimulus dan adanya penguat
(reinforcement). Clark Hull mengemukakan teorinya yaitu bahwa suatu
kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi dan
ambisi) harusada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon
dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan.10 Dalam hal ini, efesiensi
belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif
yang menyebabkan timbulnya usaha belajar oleh respon-respon yang dibuat
individu tersebut.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Hull adalah adanya
motivasi intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimulus pendorong
(drive stimulus reduction). Penggunaan secara praktis teori belajar Hull untuk
kegiatan di dalam kelas adalah sebagai berikut :
o Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus
reduction
o Instruksional objektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas
o Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan
terjadinya proses belajar
o Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah menuju kepada
yang kebih kompleks atau sulit
o Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar. Latihan
harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi
(kelelahan tidak boleh mengganggu belajar)
o Urutan mapel harus diatur sedemikian rupa sehingga mapel yang
terdahulu tidak menghambat, tapi justru harus menjadi perangsang yang
mendorong belajar mapel berikutnya.
- Teori Guthrie
Edwin Ray Guthrie dilahirkan pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun
1959. Dia adalah seorang profesor psikologi di University of Washington mulai
dari tahun 1914 sampai dengan pensiun tahun 1956. Karya dasarnya adalah
The Psychology of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada

7
1952. Gaya tulisannya mudah diikuti, penuh humor, dan menggunakan banyak
kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Edwin merupakan salah satu
tokoh yang mencetuskan teori pembelajaran dengan mengusung nilai-nilai
behavioristik. Adapun teori yang diciptakan oleh Edwin Ray Guthrie dalam
pembelajaran yaitu contiguous conditioning.
Teori contiguous conditioning adalah salah satu teori yang berlandaskan
keyakinan behavioristik. Contiguous sendiri mempunyai arti kedekatan,
sedangkan conditioning mempunyai arti kondisi. Sehingga bisa kita artikan
bahwa contiguous conditioning yaitu sebuah kedekatan kondisi yang terjadi
berdasarkan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan. Menurut
paham teori contiguous conditioning, belajar itu adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (respons). Dalam kegiatan pembelajaran akan banyak kita
jumpai berbagai conditions yang berbeda-beda termasuk pula reaksi yang akan
terjadi dengan adanya conditions tersebut. Dalam sekali pertemuan bisa kita
temukan inimal sekitar lima sampai dengan tujuh conditions dalam satu kelas.
Banyaknya conditions tersebut bisa dimanfaatkan oleh para guru dalam
mengajarkan mata pelajaran di dalam kelas.
Guthrie beranggapan tentang kaidah yang dikemukakan oleh para teoritis
seperti Thorndike dan Pavlov adalah ruwet dan tak perlu, dan sebagai
penggantinya dia mengusulkan satu hukum belajar law of contiguity (hukum
kontiguitas), yang dinyatakan bahwa kombinasi stimuli yang mengiringi suatu
gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang
Teori contiguous conditioning yang dipelopori oleh Edwin Ray Guthrie ini bisa
dibilang cukup simple dan sederhana untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan. Setidaknya ada tiga metode yang ditawarkan oleh Guthrie untuk
mengubah tingkah laku kebiasaan, yaitu:
• Metode Ambang (Threshold Ambang)
Metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan
melakukan respon lain saat petunjuk itu muncul. Misalnya ada
seorang siswa yang suka ramai di belakang kelas, untuk menghentikan

8
kebiasaan ramai siswa tersebut, guru dapat memindahkan tempat
duduknya ke baris depan.
• Metode Kelelahan (Fatigue Method)
Hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk itu dibiarkan saja
sampai pelakunya merasa bosan. Sebagai contoh ada seorang siswa
yang suka membuat catatan kecil untuk mencontek, maka untuk
menghentikan perilaku buruk itu seorang guru bisa menyuruh siswa
tersebut membuat catatan berlembar-lembar secara terus menerus
sehingga ia akan bosan dengan sendirinya.
• Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)
Metode ini menganggap manusia adalah suatu organisme yang selalu
mereaksi kepada stimulus-stimulus tertentu. Jika suatu reaksi terhadap
stimulus tertentu telah menjadi kebiasaan, maka cara untuk
mengubahnya adalah dengan cara menghubungkan stimulus dengan
reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang hendak dihilangkan.
Misalnya seorang murid yang merasa ketakutan saat disuruh gurunya
maju untuk mengerjakan soal di papan tulis, untuk menghilangkan
perasaan takut murid tersebut guru bisa menyuruh siswa maju terus
menerus tiap ada soal yang hendak dikerjakan di papan tulis.
Edwin Guthrie menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa
stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis
sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Guthrie menjelaskan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh
sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin diberikan
stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.
Kapasitas otak dari tiap siswa pasti berbeda-beda, mereka ada yang mempunyai
kapasitas yang sangat tinggi namun sebaliknya juga ada mereka-mereka yang
memiliki kapasitas yang sedang atau bahkan rendah. Bagi yang mempunyai
kapasitas daya ingat tinggi mungkin mereka akan mudah dalam belajar di
dalam kelas, tapi bagi siswa yang merasa susah dalam belajarnya seorang guru
wajib memberikan stimulus sesering mungkin agar mereka selalu ingat

9
terhadap apa yang telah diajarkan. Ada beberapa prinsip belajar yang diajukan
oleh Guthrie, yaitu:
1. Bahwa yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).
2. Prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika
3. respon lain timbul dengan adanya S-R asli.
4. Adanya persyaratan yang ditunda.
5. The law of association.
6. Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil
praktek.
Menurut Guthrie peningkatan hasil belajar itu bukanlah hasil berbagai
respon yang kompleks terhadap stimulus-stimulus yang ada, melainkan karena
dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan." Ciri khas
dari teori ini adalah contiguity atau kedekatan, sehingga bisa kita prediksi
ketika asosiasi tersebut berjarak jauh antara stimulus dengan respon tentu
peningkatan hasil belajar bisa tercipta lumayan lama. Kedekatan hubungan
antara stimulus dan respon sangat diperlukan oleh seorang guru ketika
mengajar di dalam kelas agar tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan
sempurna.
- Teori Watson
J. B. Watson merupakan seorang tokoh aliran behavioristik yang datang
setelah Thorndike. Berdasarkan pernyataan Watson, belajar merupakan suatu
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan
dapat diukur. Dengan maksud lain, meskipun dia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seorang individu selama proses belajar, tetapi dia
menganggap hal tersebut merupakan faktor yang tidak perlu diperhitungkan.
Watson tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam pemikiran
peserta didik itu sangat penting, tetapi semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni karena kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu lain seperti biologi atau fisika yang berorientasi pada
pengalaman empirik semata sejauh dapat diamati dan dapat diukur.

10
Berdasarkan asumsinya hanya dengan cara demikianlah dapat diperkirakan
perubahan-perubahan apa saja yang akan terjadi setelah seseorang melakukan
suatu proses belajar. Pemikiran Watson dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Emosi manusia yang fundamental atau yang tidak dipelajari
adalah ketakutan, kemarahan, dan cinta.
b. Perasaan-perasaan itu dapat melekat pada objek melalui
pengondisian stimulus dan respons.
c. Siapapun yang terlepas dari sifatnya dapat dilatih menjadi
apapun.
d. Manusia dapat dikondisikan untuk menghasilkan respons fisik
terhadap objek dan peristiwa.
e. Pavlov mendemonstrasikan hewan dapat merespon tingkah
laku melalui pengkondisian.
Seperti yang diketahui para tokoh aliran behavioristik cenderung tidak
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti
perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, namun demikian
mereka tetap mengakui bahwa hal tersebut penting.
Watson juga mempercayai kepribadian manusia yang terbentuk melalui
berbagai macam conditioning dan berbagai macam refleks. Watson
mengemukakan bahwa bayi pada saat kelahirannya hanya memiliki tiga respon
emosional. Ketiga respon emosional tersebut adalah takut, marah, dan cinta.
Respon takut misalkan dapat dimulai dengan meloncat atau menggerakkan
badan dan nafas yang tersengal. Kehidupan emosional kompleks orang dewasa
merupakan hasil dari conditioning atas tiga respons dasar terhadap berbagai
macam situasi. Watson juga menerapkan reflex conditioning pada respons
emosional bayi. Subjek penelitiannya adalah bayi yang dirawat selama usia
kurang lebih 2 tahun. Dalam eksperimen yang dilakukan Watson kepada bayi
telah dikondisikan pada beberapa objek berbulu lain.
Reaksi dikondisikan pertama-tama pada tikus putih. Dalam beberapa
percobaan, kemunculan tikus dihubungkan dengan suara martil yang memukul
batang baja. Pada percobaan pertama (pasangan stimuli), bayi meloncat dengan
gusar, pada percobaan kedua bayi tersebut menangis. Pada percobaan
kedelapan dari seekor tikus putih, tikus tersebut juga merasa sangat ketakutan

11
(Watson & Raynor, 1920). Lima hari kemudian, reaksi ketakutan juga tampak
pada seekor kelinci putih. Objek-objek tak berbulu lembut, tidak menunjukkan
respon ketakutan. Namun demikian, sedikit reaksi ketakutan terjadi dengan
seekor anjing dan pada jaket bulu. Respons emosional anak-anak sudah bisa
ditransferkan kepada binatang dan objek berbulu, dan tidak butuh waktu lebih
dari satu bulan.
Watson mengembangkan studi ilmiah yang ia lakukan dengan cara
meneliti mengenai tingkah laku yang bisa diamati. Pandangan behaviorisme
dipandang sebagai reaksi terhadap intropeksi dimana tiap peneliti menyediakan
subjek penelitiannya. Watson dan para behavioris awal berpendapat dalam
merespon instopeksi, bahwa studi-dtudi laboratorium yang terkontrol ialah cara
paling efektif dalam studi mengenai pembelajaran. Dengan melalui pendekatan
ini, mengendalikan lingkungan dari belajar ialah kunci dalam membantu
perkembangan. Pendekatan ini bertubrukan dengan teknik-teknik yang
memperkenankan penekanan.

2.3 Aplikasi Teori Behaviorisme


Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena
memandang pengetahuan adalah objektif, pasti tetap dan tidak berubah pengetahuan
disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan atau transfer of knowladge kepada
orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang
sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak

12
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori
behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dalam
(Sukardjo, 2009) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah
pembelajara tersebut antara lain :
• Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
• Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa
• Menentukan materi pembelajaran
• Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok
bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
• Menyajikan materi pembelajaran
• Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes
atau kuis, latihan atau tugas-tugas
• Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
• Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif
ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
• Memberikan stimulus baru
• Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
• Evaluasi belajar.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-
hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
13
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai
bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan

14
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar
harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pelajar.

2.4 Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme


Kekurangannya adalah siswa menjadi terbiasa diberikan stimulus. Dalam hal ini,
jika stimulus ditiadakan, atau guru tidak memberikan stimulus, maka tidak akan ada
respons, suatu proses pembelajaran tidak berlangsung dengan baik. Dengan adanya
stimulus, menjadikan siswanya ketergantungan untuk diberikan stimulus oleh
gurunya. Karena dalam hal ini, pembelajaran siswa terpusat pada guru. Hingga
akhirnya, hanya berorientasi pada hasil yang bisa diukur saja.
Sedangkan kelebihan adalah dengan adanya stimulus respon sebanyak-banyaknya
dalam suatu proses pembelajaran, maka suatu proses pembelajaran tersebut
menjadikan siswanya aktif dalam kegiatan belajar. Siswanya menjadi termotivasi
untuk mengerjakan suatu tugas yang diberikan oleh guru jika dalam pemberian
stimulusnya, siswa diberikan suatu reward. Dalam hal ini juga, dengan adanya
stimulus, dapat melatih kecepatan, kelenturan atau fleksibilitas, spontanitas, refleks,
dan daya tahan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar juga diartikan sebagai suatu kegiatan seseorang untuk melakukan aktivitas
belajar. Menurut piaget belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan suatu
lingkungan sosial ataupun lingkungan fisik nya. Menurut pandangan pisikologi
behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon.
Behaviorisme memandang seorang manusia dari sisi lahiriah atau jasmaniah, dan
mengabaikan beberapa aspek mental. Dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui
adanya suatu kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan yang dimiliki individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar hanya berdasarkan melatih refleks atau respon
individu sehingga terjadinya suatu kebiasaan yang dikuasai oleh setiap individu. Ahli
teori behaviorisme berpendapat mengenai belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari suatu pengalaman. Seseorang dianggap telah melakukan belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan yang terjadi pada perilakunya.
Menurut teori ini dalam suatu belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus
atau output yang berupa respons.
Clark L. Hull mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi
oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi
untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan
biologis menempati posisi sentral. Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama
dengan para ahli fungsionalis lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan
Stimulus-Respon (S-R). Menurut pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi karena adanya hubungan S-R.
Edwin Ray Guthrie merupakan salah satu tokoh yang mencetuskan teori
pembelajaran dengan mengusung nilai-nilai behavioristik. Adapun teori yang
diciptakan oleh Edwin Ray Guthrie dalam pembelajaran yaitu contiguous
conditioning. Teori contiguous conditioning adalah salah satu teori yang
berlandaskan keyakinan behavioristik. Contiguous sendiri mempunyai arti
kedekatan, sedangkan conditioning mempunyai arti kondisi. Sehingga bisa kita

16
artikan bahwa contiguous conditioning yaitu sebuah kedekatan kondisi yang terjadi
berdasarkan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan.
J. B. Watson merupakan seorang tokoh aliran behavioristik yang datang setelah
Thorndike. Berdasarkan pernyataan Watson, belajar merupakan suatu proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful., dan Z. Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka
Cipta.

Hamzah, B. Uno. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT


Bumi Aksara.

Mustofa, Ghulamul. 2019. TEORI CONTIGUOUS EDWIN RAY GUTHRIE DAN


PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH. Jurnal
UIN Sunan Kalijaga. 2(8) : 189-208.

Pane, Aprida., M.D. Dasopang. 2017. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Jurnal


Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman. 3(2): 335.

Purnamasari, N. Indah. 2020. Signifikansi Teori Belajar Clark Hull dan Ivan Pavlov bagi
Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Pendidikan Islam. 1(3) : 2-24

Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Sukmadinata, N. Syaodih. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

18

Anda mungkin juga menyukai