Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

W DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


RETENSI URINE DIRUANG CEMPAKA RSUD KRT SETJONEGORO
WONOSOBO

SIGIT ZUDIANTORO
A2 1000 379

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TIINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2012
BAB I
GANGGUAN ELIMINASI URINE (RETENSI URINE)

A. DEFINISI
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Eliminasi merupakan kebutuhan manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan hemostatik
melalui pembuangan sisa-sisa metabolism. Secara garis besar sisa metabolism tersebut
berasal/dari saluran cerna yang dibuang menjadi feses ataupun melalui saluran lain
seperti urine, CO2, nitrogen, H2O. (Fundamental of Nursing hal.1679, 2001).
Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang individu mengalami
gangguan dalam pola berkemih ( fundamental of nursing hal 1079, 2001 )
RENTENSI URINE
Definisi Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika
urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam
akndung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adlah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine
adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan
untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).
Retensi
1. Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung
kemih untuk mengosongkan diri.
2. Menyebabkan distensi kandung kemih
3. Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml
4. Urine ini merangsang refleks untuk berkemih.
5. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 –
4000 ml urine
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua Timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini
bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
B. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan
Leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra.
Pengkajian
1. Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
2. Frekuensi
a. Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan
b. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
c. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum
tidur dan berkisar waktu makan.
3. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi, tergantung usia Jumlah / hari
a. Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
b. Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
c. Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
d. Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
e. 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
f. 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
g. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
h. 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
i. 14 tahun – dewasa 1500 ml
j. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang
dewasa, maka perlu lapor.
C. ETIOLOGI
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Mempengaruhi jumlah pengeluaran urine, Tingkat pertumbuhan dan perkembangan
juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung
kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering
berkemih.
2. Sosiokultural
Pada pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus
mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sosial klien.
3. Psikologis
Pada keadaan stress dan cemas akan meningkatkan stimulasi untuk berkemih.
4. Kebiasaan Pribadi/gaya hidup
Kebiasaan pribadi seperti berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih dengan
menggunakan pot urine. Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi
frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
5. Tonus Otot/respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya
urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas
kandung kemih yang lebih daripada normal
Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan berkembang.
6. Intake Cairan dan Makanan
Minuman seperti Alkohol, teh, kopi, coklat, dapat meningkatkan pembuangan urine.
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine,
seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
7. Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine akan
menurun.
8. Pengobatan Diurit
Meningkatkan output urine antikolinergi dan antihipertensi menimbulkan retensi
urine.
9. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi
T12 L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis,
misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa
sakit yang hebat.
10. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM
atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
11. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis.

12. Dapat disebabkan oleh kecemasan/stres,pembesaran porstat, kelainan patologi urethra


(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih
dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
13. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi (hidralasin).
14. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan
eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan
dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.

D. PATOFISIOLOGI
Ginjal
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi
anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh
lapisan lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di
filtrasi di ginjal.
Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1
juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine.
Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini
membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah
dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran besar
(proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya
glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan
sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan
eletrolit.
Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur
tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah
hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya hipoksia
(penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis
(produksi dan pematangan eritrosit) dengan merubah sel induk tertentu menjadi
eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini
sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur aliran
darah pada saat terjadi iskemik ginjal (penurunan suplai darah). Fungsi renin adalah
sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen (substansi yang disentesa oleh hati)
menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal (paru-paru),
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin III. Angeotensin II
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron
dari korteks adrenal.
Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah. Angiotensin
III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih ringan. Efek
gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran
darah ginjal.
Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggungjawab
untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D. Klien dengan gangguan fungsi
ginjal tidak membuat metabolik vitamin D menjadi aktif sehingga klien rentan pada
kondisi demineralisasi tulang karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.
Ureter
Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di
dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk
dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa yang berlanjut
sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah merupakan serabut
polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi
oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa
yang menyokong ureter.
Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk
semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring.
Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter
selama proses berkemih (mikturisi) dengan menekan ureter pada sambungan
uretrovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih).
Kandung Kemih
Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot
serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria dapat menampungan
sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum (suatu daerah
segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria) merupakan dasar dari
kandung kemih.
Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin berfungsi
sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter
(parasimpatis : disadari).
Uretra
Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang
terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.
Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi mengalami infeksi.
Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah perineum. Uretra pada ria
merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi
dengan panjang 20 cm.
(fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001)
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Glomerulonefritis kronik

Glomerulus

Infeksi

Kompleks Ag-Ab

Aktivasi Komplemen

Kerusakan
F. Inflamasi Membran
Struktur Ginjal Basalis Glomerulus

G.
Defisiensi ↑ Permeabilitas
Eritropoietin membran basalis
H.

Proteinuria
↓ Eritropoiesis

Hipoalbuminemia ↓ GFR
I.
Anemia

Retensi urine
Tekanan Osmotik ↑
Produksi urine
menurun
Transudasi cairan intra Azotemia
ke ekstravaskular

↑ Uremia
Hipovolemia

Edema ↑ Reabsopsi Urea


↓ Perfusi ginjal

↓ Tekanan perfusi Retensi Na+ + H2O ↑ Volume ECF


dlm arteriola aferen

Aldosteron ↑ Tekanan darah ↑


Pelepasan renin ↑

ACE

Angiotensinogen Angiotensin I Angiotensin II Vasokonstriksi


Perifer
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih
dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna
radiopaq secara intra vena.
2. Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh
gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner
temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem
pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal
berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
3. Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan
perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar,
berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
4. Prosedur Invasif
a. Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya
lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki
selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku
selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan
sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
b. Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan
mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik
mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan
(tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c. Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri ginjal.
Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk
mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya
massa (cnth: neoplasma atau kista)
d. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto
saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan
kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal,
stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
e. Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai melalui
arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan akan mengalir dalam
arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi :
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks, untuk
pengetahuan pielonefritis kronik.
d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
5. Pemeriksaan Urine
Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat kejanggalan
dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
6. Tes Darah
Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi, intravenus,
pyelogram.
(fundamental of nursing hal 1700 - 1704,2001)

K. TANDA DAN GEJALA


1. Ketidaknyamanan daerah pubis.
2. Distensi kandung kemih
3. Ketidak sanggupan unutk berkemih.
4. Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
5. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
6. Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

L. MASALAH KEPERAWATAN
1. Urgensi adalah merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
2. Disuria adalah merasa nyeri atau sulit berkemih
3. Frekuensi adalah berkemih dengan sering
4. Keraguan poliuria adalah sulit memulai berkemih
5. Oliguria adalah haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk
6. Nokturia adalah berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
7. Dribling adalah kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap
pengeluaran urine
8. Hematuria adalah terdapat darah dalam urine
9. Retensi adalah akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan
kandung kemih untuk benar-benar mengosongkan urine
10. Residu urine adalah volume urine yang tersisa setelah berkemih
( fundamental of nursing hal 1690, 2001)
M. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI
1. Retensi urine berhubungan dengan Setelah tindakan keperawatan
retensi natrium, penurunan filtrasi ginjal diharapkan; 1. Observasi hasil lab: BJ. Urine,
Pengeluaran urine 1-1,5 cc,kg Albumin, elektrolit, darah (kalium
bb/jam dan natrium)
Oedema berkurang 2. Pantau dan laporkan tanda dan gejala
kelebihan cairan :
3. Observasi tanda vital tiap 2 jam
4. Eksekusi pemasangan DC
5. Eksekusi pemberian furosemid
6. Ukur dan catat intake dan output
setiap 4-8 jam
7. Jelaskan pada pasien pentingnya
pembatasan cairan
8. Timbang BB tiap hari pada waktu,
alat dan pakaian yang sama
9. Catat jumlah dan karakteristik urine
10. Ukur berat jenis urine tiap jam dan
timbang BB tiap hari
11. Kolaborasi dengan gizi dalam
pembatasan diet natrium dan protein
12. Berikan es batu untuk mengontrol
rasa haus dan maasukan dalam
perhitungan intak
13. Pantau elektrolit tubuh dan
observasi adanya tanda kekurangan
elektrolit tubuh
Hipokalemia : kram
abd,letargi,aritmia
Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
Hipokalsemia : peka rangsang pada
neuromuskuler
Hiperfosfatemia:
hiperefleksi,parestesia, kram otot,
gatal, kejang
Uremia : kacau mental,
letargi,gelisah
14. Kaji efektifitas pemberian elektrolit
parenteral dan oral
15. Observasi hasil lab: BJ. Urine,
Albumin, elektrolit, darah (kalium
dan natrium)
HASIL LABORATORIUM 29/1/2013

Hb 11,5 Gr/dl 11,7-15,5


Leukosit 13,0 10^/ul 3,6-11,0
Eosinofil 10,9 % 2,00-4,00
Basofil 0,4 % 0-1
Netrofil 67,30 % 50-70
Limfosit 17,3 % 25-40
Monosit 4,1 % 2-8
Hematokrit 34 % 35-47
Eritrosit 4,4 10^6/ul 3,80-5,20
Trombosit 352 10^13/ul 150-140
MCV 76 Fl 80-100
MCH 26 Pg 26-34
MCHC 54 Gr/dl 32-36
Kimia klinik
GDS 530 Mg/dl 70-150
Ureum 16,7 Mg/dl <50
Creatinin 0,4 Mg/dl 0,40-0,90
Cholesterol total 182
Trigliserida 289
SGOT 22.0
SGPT 36
Total Protein 5,11
Albumin 2.30 3,8-5,3
Globulin 2,81
Theraphy;
Infus Nacl 10 tts/menit
Injeksi
o Cefriakson 2x1 gram
o Furosemid 2x1 ampule
o Pantoprazole 2x1
o Ondancetron 2x1
Resep oral
o Glimepiride 4 mg 1x1
o Metformin 3x1
o Sinral 2x1
o Spirolacton 2x1
o Bicnat 3x1
o Bisoprolol 1x1
o Biocurlive 1x1
o Liscopel 1x1

ANALISA DATA

NO TANGGAL DATA PROBLEM ETIOLOGI


1. 28/1/2013 DS; Retensi urine retensi natrium dan
Klien mengatakan BAK H2O2, penurunan
sedikit, tidak lancar dan filtrasi ginjal
berwarna keruh
Klien mengatakan
merasa wajah sembab,
kedua kaki bengkak
Klien mengatakan perut
terasa membesar
DO;
Terpasang kateter
Urine tampung kurang
dari 100 cc//12 jam
Tampak urine keruh
seperti teh
Oedema pada kedua kaki
Tampak ascites
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI
1. Retensi urine berhubungan dengan Setelah tindakan keperawatan 1. Observasi hasil lab: BJ. Urine,
retensi natrium, penurunan filtrasi ginjal diharapkan; Albumin, elektrolit, darah (kalium
Pengeluaran urine 1-1,5 cc,kg dan natrium)
bb/jam 2. Pantau dan laporkan tanda dan gejala
Oedema berkurang kelebihan cairan :
Ascites berkurang 3. Observasi tanda vital tiap 2 jam
4. Eksekusi pemasangan DC
5. Eksekusi pemberian furosemid
6. Ukur dan catat intake dan output
setiap 4-8 jam
7. Jelaskan pada pasien pentingnya
pembatasan cairan
8. Timbang BB tiap hari pada waktu,
alat dan pakaian yang sama
9. Catat jumlah dan karakteristik urine
10. Ukur berat jenis urine tiap jam dan
timbang BB tiap hari
11. Kolaborasi dengan gizi dalam
pembatasan diet natrium dan protein
12. Berikan es batu untuk mengontrol
rasa haus dan maasukan dalam
perhitungan intak
13. Pantau elektrolit tubuh dan
observasi adanya tanda kekurangan
elektrolit tubuh
Hipokalemia : kram abd, letargi,
aritmia
Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
Hipokalsemia : peka rangsang pada
neuromuskuler
Hiperfosfatemia:
hiperefleksi,parestesia, kram otot,
gatal, kejang
Uremia : kacau mental, letargi,
gelisah
14. Kaji efektifitas pemberian elektrolit
parenteral dan oral
15. Observasi hasil lab: BJ. Urine,
Albumin, elektrolit, darah (kalium
dan natrium)
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TANGGAL INTERVENSI RESPON VERIFICAT
/JAM OR
1. 28/1/2013 Memperkenalkan diri kepada Klien membalas dengan ramah SIGIT
klien dengan ramah
Mengkaji pola berkemih klien
dirumah
Monitor tetesan infus dan aliran
oksigen
Berikan posisi semifowler untuk Klien merasa nyaman
meningkatkan kenyamanan
Menganjurkan klien untuk Klien mendengarkan anjuran
membatasi minum paling perawat
banyak 400 ml/2 gelas saja
Menjelaskan klien alasan Klien memahami pentingnya
pembatasan konsumsi cairan, pembatasan air minum dan diit
dan konsumsi garam rendah garam
Memotivasi klien terhadap diit
Memberi injeksi furosemid
Memonitor balance cairan intake
dan output
Mencatat karakteristik urine Urine tampak keruh produksi
urine; 1000 ml
1. 29/1/2013 Memonitor intake dan output Intake –output; negatif 100 cc SIGIT
klien
Monitor tetesan infus dan aliran
oksigen
Mendiskusikan kembali Klien memahami pentingnya
pentingnya pembatasan cairan diit
dan diit rendah garam
Kaji oedema Oedema pada kedua kaki (+)
Motivasi klien meninggikan
kedua kaki dengan diganjal
bantal
Motivasi diit
Motivasi minum obat Klien berharap segera sembuh
Memberikan injeksi furosemid dan bersedia minum obat
apapun
Mengingatkan kepada klien Klien mengatakan tetap sholat
pentingnya beribadah sekalipun sekalipun sakit
saat sakit, dan menanyakan klien
apakah bisa bertayamum atau
tidak ?
1. 30/1/2013 Memonitor karakteristik urine Urine tampak jernih SIGIT
Mengobservasi oedema Oedema berkurang
Mereview kembali terhadap diit
Memonitor balance cairan
intake-output
Memberikan injeksi furosemid
EVALUASI
NO TANGGAL NO DIAGNOSA SOAP VERIFICAT
/JAM OR
1. 30/1/2013 1. S; SIGIT
17.00 Klien mengatakan sekarang sudah
terpasang selang untuk BAK, jadi tidak
merasakan saat BAK
Klien mengatakan saat ini bengkak kedua
kaki mulai berkurang sedikit, dan pada
plastik penampung urine sudah sering
terlihat banyak
O;
Oedema mulai tampak berkurang
Produksi urine 2000 ml/jam
A;
Masalah belum teratasi
P;
Perencanaan semua dipertahankan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marilyn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran ECG

Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2011.


Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

Lynda Juall Capernito,Marilynn E Doengoes)

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai