Semangat untuk seluruh orang yang sedang membaca artikel ini.
Saya harap kalian
sedang #dirumahaja seperti instruksi dari pemerintah. Oke, artikel ini akan membahas tentang corona, agama, dan politik. Kita semua tahu bahwa dunia sedang tidak dalam keadaan baik, seluruh belahan bumi resah karena virus atas nama corona., bukan atas nama cinta ya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara resmi telah menyatakan virus corona, atau COVID-19, sebagai pandemi global. Pandemi sendiri adalah sebutan untuk penyakit menular yang menyebar di wilayah yang lebih luas, bahkan hampir di seluruh dunia. Dampak yang diberikan juga tidak tanggung bahkan sangat besar, bukan hanya segi kesehatan manusia yang diserang, tapi juga dompetnya, tatanan politiknya, bahkan sisi kemanusiaannya. Penyebaran virus corona di negara-negara dunia terhitung sangat cepat. bahkan sampai saat ini sudah lebih dari 200 negara yang terkonfirmasi akan adanya virus ini. Tingginya tingkat migrasi dan mobilisasi manusia tentu menjadi salah satu faktornya. Bahkan beberapa negara langsung mengambil keputusan darurat untuk upaya penanganannya, seperti pemerintah Korea Utara yang memutuskan akan menembak warga China yang melanggar perbatasan dengan Korea Utara. Jika berkaca pada fenomena global tersebut, Covid-19 tidak bisa hanya dimaknai sebagai wabah penyakit global. Dalam konteks politik, Covid-19 adalah bencana politik yang tercipta secara alamiah untuk menguji tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah. Keterbukaan dan sikap responsif pemerintah akan membantu masyarakat untuk berhenti berspekulasi di tengah keadaan yang dinamis seperti sekarang. Namun sampai saat ini, krisis kepercayaan terhadap pemerintahlah yang banyak dijumpai, bukan hanya di Indonesia tapi di dunia. Banyak rakyat bersuara bahwa mereka akan membenci pemerintah yang gagal dalam melindungi rakyatnya dan mengancam tidak akan memberikan suaranya untuk politisi yang sekarang memegang kuasa pada pemilu mendatang. Sebagai virus politik, virus ini juga membuat ekonomi negara mendadak kolaps dan virus ini lagi-lagi mempresentasikan politik global saat pemerintah China mengeluarkan teori konspirasi. Juru bicara Kemenlu China mengklaim bahwa militer Amerika Serikat yang membawa virus Covid-19 ini ke Wuhan, namun belum ada bukti untuk tuduhan itu. Sampai saat ini, teori konspirasi adalah hal terakhir untuk menghadapi wabah corona karena hanya akan menambah tensi ketegangan saat seluruh penjuru saling membutuhkan dukungan. Dengan adanya pandemi seserius ini kemanusiaan kita juga diuji. Virus Covid-19 memberikan kita dua opsi. Kecemasan yang memunculkan empati dan solidaritas atau kepanikan yang memantik sikap egoisme. Agama adalah salah satu medium yang dapat dijadikan sandaran bagi setiap individu untuk menepis rasa kepanikan dan kekhawatiran yang berlebih. Di dalam Islam misalnya, telah tertulis bahwa manusia itu makhluk yang sangat rentan merasakan kepanikan dan ketakutan. Entah itu terhadap kelaparan, bencana alam, ataupun kehilangan sesuatu. Hal inilah yang dapat kita saksikan dengan merebaknya pandemi Covid-19 belakangan ini. Mungkin bisa kita lihat sebagian orang memberi dukungan untuk kebijakan pemerintah dan tenaga medis. Namun sebagiannya lagi malah menjadikan ini kesempatan sebagai ladang finansial dan abai terhadap kemaslahatan orang lain seperti yang dilakukan para penimbun masker dan hand sanitizer. Semoga kita menjadi manusia yang paham mana opsi terbaik yang harus kita pilih dan bertingkah selayaknya orang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.