Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016

ISBN .........................

Potensi Pisang Gedah Sebagai Bahan Baku Pembuatan


Produk-Produk Olahan Pangan

Sri Harnanik1)*
1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan
*Coressponding author : sriharnanik@gmail.com

ABSTRACT
Gedah’s banana is a kind of dessert banana that produced in South of Sumatera. This
banana is still used as banana dessert with low economic value. This study will to discuss
potency gedah’s banana as a raw material for making processed food products. Aspect that
discuss are physical and chemical characteristic, potency of processing from ripe banana
and green banana. Ripe banana can be processed as a dodol, nectar, syrup, sausages, and
dried banana. Green banana can be processed as a banana chip and banana flour. Banana
flour can be used as a substitution for bakery, snack cassava, fish cracker, and noodles.
Peel of banana can be used as raw material for pectin and substitution for crackcer.
Key words : gedah’banana, processed banana, banana flour

ABSTRAK
Pisang gedah merupakan jenis pisang yang banyak dihasilkan di wilayah Sumatera Selatan.
Selama ini pisang gedah masih dimanfaatkan sebagai pisang segar yang mudah rusak
dengan nilai ekonomi lebih rendah dibanding jenis pisang lainnya. Tulisan ini bertujuan
membahas morfologi,, karakteristik fisik dan kimia pisang gedah, serta potensi
pemanfaatan pisang gedah masak dan mentah sebagai bahan baku industri pengolahan
pangan. Pisang gedah masak berpotensi diolah menjadi produk-produk seperti sari buah,
sirup, selai, saus sambal, dan sale. Pisang gedah mentah dapat diolah menjadi keripik dan
tepung pisang. Tepung pisang dapat dimanfaatkan sebagai subtitusi sebagian pada produk
mi, bakery (bolu dan cookis/biscuit), kerupuk dan kemplang. Kulit pisang juga berpotensi
sebagai subtitusi tepung tapioka dalam kerupuk maupun bahan baku pektin.
Kata kunci: pisang gedah, pengolahan, potensi

PENDAHULUAN
Pisang gedah merupakan salah satu jenis pisang yang banyak diusahakan petani di
wilayah Sumatera selatan. Namun nilai ekonomi pisang jenis ini jauh lebih rendah
dibanding jenis lainnya seperti pisang ambon, lilin, emas dan kepok. Satu sisir pisang jenis
ini dipasaran dihargai 1000-2000 rupiah jauh lebih murah dibanding pisang kepok atau uli
yang harga persisirnya mencapai 6000-10.000 rupiah. Pemanfaatan pisang jenis ini masih
sebatas sebagai pakan burung, dijual sebagai pisang segar yang harganya murah atau
sebatas diolah menjadi makanan camilan berupa campuran rebusan kelapa dan ketan yang
tidak tahan lama.
Pisang mentah selama ini belum optimal pemanfaatannya, padahal pisang mentah
memiliki kelebihan diantaranya mengandung karbohidrat taktercerna atau pati resisten
tinggi, kaya serat, kandungan polifenol tinggi yang cocok untuk produksi tepung bernilai
indeks glikemik rendah yang baik untuk penderita diabetes maupun pencegahan kanker

496
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

kolon. Pengolahan pisang menjadi tepung pisang mempunyai beberapa keuntungan antara
lain tepungnya dapat disimpan lama, memudahkan dalam penambahan zat gizi seperti
fortifikasi vitamin dan mineral, dapat dipasarkan dengan jangkauan lebih luas dan dapat
diolah menjadi berbagai macam produk olahan lainnya seperti makanan bayi dan berbagai
macam jenis roti dan kue (Widowati, 2002). Nurhayati dan Andayani (2014) melaporkan
pisang gedah berpotensi diolah menjadi tepung pisang sebagai bahan baku biscuit.
Di wilayah kecamatan Tanjung lubuk OKI pisang gedah sering tidak dipanen dan
dibiarkan matang dipohon karena harganya yang murah terutama saat musim buah seperti
musim duku. Ditingkat petani harga jual pisang gedah berkisar 7000-15.000 rupiah per
tandan. Pengolahan pisang menjadi beberapa olahan selain dapat meningkatkan umur
simpan, menyelamatkan hasil panen juga berpeluang menghasilkan nilai ekonomi lebih.
Pisang gedah yang tersedia dengan harga murah dan kandungan gizinya yang cukup baik
berpotensi diolah menjadi berbagai olahan yang dapat diusahakan pada tingkat rumah
tangga, kelompok tani maupun industri swasta. Tulisan ini membahas karakteristik fisik
dan kimia pisang gedah, potensi pemanfaatan pisang gedah masak dan mentah sebagai
bahan baku industry pengolahan pangan.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2015. Sampel pisang gedah
diambil dari kebun percobaan Kayuagung dan desa Pulau gemantung Ilir kec
Tanjunglubuk kab OKI. Analisa fisik berupa pengamatan visual, pengukuran dan
penimbangan. Karakterisasi pisang gedah berupa kandungan proksimat, warna, tekstur, pH
dan gula dilakukan di lab THP Faperta Unsri. Ulasan aneka olahan pisang gedah
didasarkan pada hasil pengamatan, percobaan dan studi pustaka.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pisang gedah atau pisang pulut ( Musa Balbisiana Cola ABB) merupakan sebutan
jenis pisang yang dominan di daerah Sumatera Selatan. Pisang dengan nama lain yang
secara visual mirip dengan pisang gedah adalah pisang awak (di Aceh, Kalimantan barat,
Malaysia, MURA), pisang owak (Pacitan), dan pisang serawak (Jambi), pisang uter
(Yogya), pisang raja siem atau apu (Sukabumi). Pisang ini penampilannya juga mirip
pisang kluthuk yakni pisang yang banyak bijinya dan di Jawa sering digunakan sebagai
tambahan bumbu rujak petis dan pisang raja kinalun (Balitbu).

Budidaya dan pemanenan


Pisang gedah banyak dibudidayakan oleh warga di wilayah OKI dan OI di kebun,
pekarangan, pematang rawa, pinggir-pinggir jalan atau sawah. Pisang ini dapat tumbuh
tanpa perawatan yang optimal, tahan penyakit dan tahan rendaman. Menurut Suharto dkk
(1993) satu-satunya varietas pisang yang tahan dipasang surut dan banyak dibudidayakan
petani di Sumatera Selatan adalah pisang gedah/awak. Pisang gedah memiliki masa panen
yang cukup singkat dibanding pisang lainnya yakni 3-4 bulan setelah bunga mekar. Lama
pembentukan buah sisir-ke sisir setelah bunga mekar berlangsung sekitar sepuluh hari.
Pisang gedah ada dua tipe yaitu berbiji dan tidak berbiji. Pisang gedah yang berbiji salah
satu pencirinya adalah bentuk yang menggembung pada salah satu bagiannya.
Di wilayah Tanjung lubuk kab OKI dikenal dua jenis pisang gedah yaitu pisang
yang sampai habis jantung terus berbuah dan pisang gedah yang tidak sampai habis
jantung. Tinggi tanaman mencapai 4-5 meter, warna batang hijau coklat, ada yang
keunguan. Pisang ini dapat mulai dipanen jika daun paling akhir sudah mulai mengering.

497
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

Karakteristik Morfologi, Fisik dan Kimia Pisang gedah Segar


Pisang gedah memiliki ukuran yang relatif kecil. Dalam satu tandan jumlah sisir
bervariasi mulai 6-14 sisir. Panjang buah berkisar 13-14 cm. Berat persisir bervariasi dari
600 g sampai 1,2 kg. Dalam satu sisir terdapat 11- 18 buah dengan rata-rata jumlah buah
persisir umumnya 14 buah. Berat per buah 50 hingga 100 g dengan rata-rata 80 g. Berat
kulit sebuah pisang gedah mentah berkisar 27 g. Satu tandan pisang gedah berisi sekitar
7,5 kg hingga 13 kg. Dalam perdagangan buah pisang gedah di STA Tanjung lubuk OKI,
satu tandan pisang yang berisi 7 sisir kebawah hanya dihargai separuh tandan.
Bentuk pisang gedah tidak homogen dalam setiap tandannya. Umumnya bentuk
buah bulat memanjang dengan bagian tengah agak datar atau melengkung dengan ujung
membulat. Ketidakseragaman bentuk pisang gedah dapat menjadi kendala terutama dalam
usaha pengolahan keripik. Bagian pisang yang lebih lengkung menyebabkan bentuk hasil
irisan kurang seragam terutama jika dilakukan pengirisan secara membujur. Ukuran yang
relatif kecil menguntungkan dari segi efisiensi kegiatan pengecilan ukuran. Misalnya jika
dibuat sale yang memerlukan ukuran lebih kecil agar cepat kering maka pisang gedah
dapat langsung dijemur tanpa dilakukan pembelahan, lain halnya jika menggunakan pisang
ambon yang berukuran besar maka dalam pembuatan sale perlu dilakukan pengirisan.
Namun demikian untuk pembuatan tepung pisang tanpa kulit, dalam kegiatan pengupasan
diperlukan tenaga dan waktu yang lebih jika dibanding pisang berukuran besar.
Warna kulit buah pisang gedah mentah adalah hijau jika mentah dan berubah
menjadi kuning jika matang penuh (Lihat di table 1). Tingkat warna kulit dapat menjadi
indikator tingkat kematangan. Untuk keperluan industri pisang sale misalnya yang
mengharuskan tingkat kematangan atau ketuaan penuh pada kadar gula yang diinginkan
dapat dilihat dari aspek nilai L,a,b tertentu. Untuk menentukan tingkat ketuaan yang pas
untuk keripik pisang gedah misalnya dapat ditentukan jika dalam satu tandan pisang sudah
mulai 1 buah ada yang menguning.
Daging buah pisang gedah cukup keras ketika masih mentah dan akan melunak
selama pematangan, hal ini dapat terlihat dari hasil analisa menggunakan tekstur analyzer
tingkat kekerasan dapat berkurang hingga 4x (Tabel 1). Tekstur buah jika masak adalah
chewy. Data tekstur ini akan cukup bermanfaat jika ingin merancang mesin pengiris pisang
gedah dengan presisi. Dibanding dengan pisang kepok yang lebih keras atau pisang ambon
atau pisang gadis yang lebih lunak dan berair tentunya akan berbeda desain ketajaman dan
kecepatan sampel pisau pengiris dan besar lubang sampel mesinnya. Daging buah cukup
banyak getah jika masih mentah dan manis legit jika matang penuh. Hal ini terlihat dari
data total gula yang meningkat pada setiap tahap kematangan dari hijau penuh ke kuning
penuh hampir meningkat 4xnya(Tabel 1). Buah pisang yang belum masak penuh dicirikan
terdapat lapisan putih yang tebal dan lapisan ini akan menipis seiring tingkat kematangan.
Jika pisang dikonsumsi dalam kondisi lapisan putih masih tebal akan ada sedikit rasa kelat.
Pisang gedah matang yang kurang sempurna ketuaannya jika direbus meninggalkan rasa
agak sepat dan teksturnya lembek sehingga kurang cocok jika dijadikan sebagai pisang
rebus. Namun demikian jika sudah mencapai kemasakan optimak rasa sepat/kelat akan
berangsur berkurang. Rasa sepat/kelat/astringent pisang mentah dikaitkan dengan
kandungan komponen fenolik dan menurun kandungannya seiring dengan tingkat
kematangan (Kanazawa dan Sakakibara, 2000). Untuk jenis pisang gedah belum ada
literature berkenaan kandungan komponen fenoliknya.
Pisang gedah yang sudah tua akan mengalami proses pematangan baik secara alami
maupun sengaja diperam. Proses pemeraman alami menghasilkan kematangan pisang yang
tidak serempak. Untuk pisang yang tidak terlalu tua proses pematangan alami dapat terjadi
hingga hari ke 9. Sedangkan jika sudah tua penuh dapat mengalami kematangan dalam 3-4

498
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

hari saja. Pisang ini akan membusuk pada hari ke 5 setelah matang penuh jika dibiarkan
pada suhu ruang. Satu sisir pisang matang dapat memiliki bobot sekitar 680 g berisi 14
buah pisang. Daging buah pisang matang yang sudah dikupas memiliki rendemen 76 %
setelah dibuang kulit dan tangkainya, rendemen ini lebih besar dari rendemen pisang
mentah karena kulit buah yang menipis. Pisang gedah yang sudah tua akan mengalami
proses pematangan baik secara alami maupun sengaja diperam. Proses pemeraman alami
menghasilkan kematangan pisang yang tidak serempak. Untuk pisang yang tidak terlalu tua
proses pematangan alami dapat terjadi hingga hari ke 9. Sedangkan jika sudah tua penuh
dapat mengalami kematangan dalam 3-4 hari saja. Pisang ini akan membusuk pada hari ke
5 setelah matang penuh jika dibiarkan pada suhu ruang. Satu sisir pisang matang dapat
memiliki bobot sekitar 680 g berisi 14 buah pisang. Daging buah pisang matang yang
sudah dikupas memiliki rendemen 76 % setelah dibuang kulit dan tangkainya, rendemen
ini lebih besar dari rendemen pisang mentah karena kulit buah yang menipis. Pedagang
pisang umumnya membeli pisang mentah dengan harga 1000 rupiah persisir dan dijual
sebagai pisang masak dengan harga 2000-3000 rupiah persisir.
Selain warna, tekstur dan gula yang berubah, pH daging buah juga mengalami
perubahan. Keasaman atau pH pisang gedah yang tercatat pada penelitian ini berkisar 5 dan
menurun mendekati 4 dengan meningkatnya kematangan. Aurore et al (2009)
menyebutkan keasaman daging buah pisang menurun dari 5 pada fase klimakterik menjadi
4.2 pada akhir fase. Tingkat keasaman yang rendah pada pisang gedah berpengaruh pada
tingkat keawetan hasil olahannya. Misalnya pada sale pisang gedah dengan kadar air lebih
rendah, kadar gula tinggi dan keasaman yang tinggi (pH rendah) keawetannya akan
semakin lama jika disbanding jenis pisang yang kurang asam. Pada keasaman rendah
bakteri patogen umumnya tidak dapat tumbuh.
Tabel 1. Karakterisitik pisang gedah pada beberapa tingkat kematangan (indeks 1-4)
Tingkat kematangan Warna tekstur Total gula pH
L A B peak final (%)
Kulit hijau seluruhnya 51.9 -4.7 20.3 359 263.8 1.8 5.54
Kulit mulai menguning 54.5 -4.4 22.45 275.2 216.4 3.6 5.15
Warna kuning dominan dari hijau 57.35 -2.65 25.05 296.7 152.7 5.9 4.17
Warna kuning seluruhnya 57.95 8.55 24.8 153.4 64.3 7.6 4.14
Pada penelitian ini tingkat kematangan pisang yang diuji adalah pisang yang baru
mengalami proses pematangan secara bertahap dan belum dianalisa untuk pisang lewat
matang. Secara organoleptik pisang gedah yang masak penuh dan lewat masak rasanya
lebih manis dan teksturnya semakin lunak, sehingga untuk pisang lewat masak diduga
kandungan gula akan lebih tinggi dari data diatas. Pisang gedah lewat masak sangat cocok
untuk diolah menjadi produk-produk yang memerlukan kadar gula tinggi namun belum
berubah menjadi alkohol seperti sirup, sari buah, dodol, selai dan sale.
Tabel 2. Kandungan proksimat buah dan kulit pisang gedah dibanding pisang awak
Sampel Kadar air Kadar abu Kadar protein lemak karbohidrat pati
Pisang gedah mentah 63.79 0.92 2.55 1.59 31.16 12.63
Pisang gedah masak 67.76 0.80 2.01 0.75 28.58 12.38
Kulit pisang mentah 86.95 1.39 2.12 2.28 7.82 Tidak diamati
Kulit pisang masak 86.89 2.50 2.69 1.06 6.29 Tidak diamati
Pisang awak* 75.6 - 1.2 0.2 22.2 7g
Meskipun pisang gedah dan pisang awak dari segi morfologi banyak kemiripan,
tetapi dari segi kandungan kimia nampak berbeda. Selain kadar air komponen kimia pisang
gedah lebih tinggi disbanding pisang gedah. Hal ini menunjukkan keunggulan pisang
gedah jika dijadikan bahan olahan, akan diperoleh rendemen dan nutrisi yang lebih baik

499
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

disbanding pisang awak. Perbedaan kandungan kimia buah dengan varietas sama dapat
dipengaruhi oleh perbedaan keadaan tanah, iklim dan teknik budidaya.
Tabel 2. Menunjukkan kandungan pisang gedah segar pada buah maupun kulitnya.
Komposisi terbesar pisang segar adalah air. Kadar air pisang gedah 67% nampaknya lebih
mirip dengan kandungan pisang golongan plantain (65%) dibanding golongan banana atau
pisang dessert (75%) (Aurore,2009). Umumnya golongan banana digunakan sebagai
pisang segar sedangkan plantain memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi. Pada kenyataannya pisang gedah dapat dikonsumsi sebagai pisang segar juga
dapat dijadikan pisang olahan. Kadar air meningkat pada pisang masak dibanding pisang
mentah. Kadar air juga dapat dijadikan indikator untuk mengetahui rendemen produk-
produk kering seperti keripik, sale dan tepung pisang. Hal ini berarti jika pisang gedah
diolah menjadi produk kering seperti keripik, sale dan tepung akan diperoleh rendemen
yang cukup tinggi disbanding golongan pisang jenis dessert lainnya.
Selain kadar air, kadar karbohidrat pisang gedah (28%) juga lebih mirip golongan
plantain (32%) dibanding banana 21.8%. Hal ini menunjukkan pisang gedah cukup
potensial dijadikan bahan olahan berbasis karbohidrat, seperti makanan bayi, bubur, saus,
mi non terigu, atau produk-produk fermentasi. Pada analisa pati diperoleh kandungan
patinya sekitar 12 % berat basah. Hasil ini lebih besar dibanding yang dilaporkan pada
pisang awak yang memiliki kandungan pati 7 g dan gula 18 g per 100 g sampel. Pati
merupakan bentuk cadangan karbon pada pisang mentah dan akan berkurang dengan
meningkatnya kematangan buah karena diubah menjadi gula. Amilase merupakan enzim
utama yang mengubah pati menjadi gula-gula (sukrosa, glukosa, fruktosa dan sejumlah
kecil maltose dan ramnosa (Aurora et al ,2009). Komponen karbohidrat selain pati pada
pisang gedah diperkirakan sekitar 16%. Golongan karbohidrat selain pati diantaranya
adalah pectin, serat dan gula-gula.
Dilihat dari kandungan lemak, pisang gedah memiliki kandungan lemak yang lebih
tinggi (mentah 1.5 %, masak 0.7%) dari jenis pisang umumnya (masak 0.37% plantain,
0.30% banana). Kandungan lemak yang lebih tinggi dapat meningkatkan citarasa produk
olahan menjadi lebih gurih, namun untuk produk seperti tepung pisang, kandungan lemak
yang lebih tinggi akan lebih mudah rusak karena ketengikan. Sedangkan kandungan
protein pisang gedah (mentah 2.5 masak 2.1) juga cenderung lebih tinggi dari pisang
umumnya (1,1 banana % dan 1,3% plantain). Kandungan protein yang tinggi kurang
dikehendaki pada produk-produk berbasis tepung terutama tepung yang mengandung gula
pereduksi. Intensitas reaksi protein-gula akan meningkat dengan pemanasan, sehingga
produk dari tepung pisang gedah umumnya akan membuat produk menjadi lebih gelap atau
coklat, kecuali untuk produk-produk bakery yang menghendaki warna coklat maka warna
coklat dari olahan tepung pisang gedah dapat berfungsi sebagai pewarna alami.

Pemanfaatan Pisang Gedah Eksisting


Di Sumatera pisang gedah sering dimanfaatkan sebagai makanan bayi, pakan
burung dan sebagai pisang segar karena rasanya manis. Pisang gedah yang telah masak
jenis tak berbiji dapat dikonsumsi sebagai pisang segar karena rasanya manis dan
teksturnya chewy. Kandungan gula pisang ini cukup tinggi (7.6%). Pisang matang
merupakan bahan pangan yang sangat baik karena kandungan gulanya tinggi dan mudah
dicerna (Aurore et al,2009). Di beberapa tempat seperti di Aceh terdapat kebiasaan
penduduk memberikan pisang awak segar sebagai makanan pada bayi.
Pisang gedah oleh warga biasa diolah menjadi camilan berupa campuran pisang
matang yang dihancurkan ditambah ketan dan kelapa kemudian dikukus (buah
rengas/lemet) atau digoreng (cekodok pisang). Makanan sejenis ini disukai warga di sekitar

500
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

OKI karena teksturnya mirip pempek yakni kenyal dan tidak lembek serta rasa kelat pisang
sudah tidak terasa. Pisang masak dalam jumlah kecil juga dijadikan sebagai peningkat
flavor dan citarasa pada olahan bubur ketan durian. Sebagian warga telah ada yang
mengolah pisang gedah sebagai sale atau nama local rimpi pisang yang dibuat dengan cara
mengupas lalu menjemurnya. Hanya saja sale/ rimpi pisang dibuat pada skala rumahan
untuk konsumsi sendiri dan belum menjadi komoditas komersial.

Potensi pisang gedah sebagai bahan baku Pembuatan Produk-produk pangan olahan
Pisang gedah yang sudah matang karena kandungan pati dan gula yang cukup
tinggi berpotensi diolah menjadi beberapa produk yakni sari buah, sirup, puree, kue
bolu/cake, saus, dodol dan sale. Puree pisang dapat digunakan sebagai ingredient produk
kuliner seperti puding, es krim, dan selai. Hanya saja karena ada rasa after taste yaitu rasa
sepat atau kelat maka diperlukan pisang yang sudah benar-benar matang sempurna. Pisang
dengan kandungan pati dan gula tinggi juga berpotensi sebagai penghasil cuka makan dan
alkohol jika difermentasi.

Sari buah/ Sirup buah Pisang


Potensi produksi saribuah/sirup berbasis pisang masih terbuka karena dipasaran
belum banyak produk sejenis ini. Produksi saribuah/sirup berbahan baku pisang memiliki
keunggulan yakni tersedia sepanjang tahun disbanding menggunakan buah musiman.
Selain itu harga buah pisang juga relative lebih murah disbanding buah lainnya. Penelitian
mengenai sari buah dari pisang telah dilakukan. Proses pembuatan saribuah pisang meliputi
blansing, pengupasan, penghancuran buah/pembuburan, pengenceran, penyaringan bahan
tambahan sperti gula dan flavor, asam sitrat atau pengawet, dan pasteurisasi dan
pengemasan (Prabawati dkk, 2010). Proses penghancuran buah tanpa blansing akan
menghasilkan saribuah dengan rasa langu dan warna kecoklatan. Priyanto (2010) membuat
sari buah berbahan pisang dengan cara fermentasi menggunakan ragi. Hasilnya adalah
waktu fermentasi optimal 3 hari dan dapat menghasilkan saribuah jernih tanpa alcohol pada
3 varietas pisang yakni ambon, nangka dan kapok. Pisang nangka lebih disukai panelis
karena penampilan dan aroma yang lebih baik disbanding jenis pisang lainnya. Menurut
penulis pisang gedah juga berpotensi dijadikan bahan baku saribuah karena kandungan
gulanya cukup tinggi, keasaman dan flavornya juga memadai. Kandungan gula juga dapat
ditingkatkan dengan proses fermentasi terkontrol. Kendala yang mungkin dijumpai adalah
adanya rasa kelat pada saribuah yang dihasilkan. Untuk menghindari hal ini dapat
dilakukan dengan cara memilih buah yang benar-benar tua dan matang dan perlakuan
blansing.

Sale pisang
Pisang gedah sangat cocok dibuat sale karena rasanya manis dan teksturnya chewy.
Menurut Suharto dkk (1993) kegunaan pisang gedah pada masa itu adalah kosumsi segar
dan dibuat sale. Umumnya sale yang dibuat warga berwarna hitam. Sale di wilayah Sumsel
masih diproduksi skala kecil dan belum menjadi komoditas yang diusahakan dengan serius
terutama disentra penghasil pisang seperti di wilayah Tanjunglubuk kab OKI disebabkan
kendala pemasaran.
Untuk menghasilkan pisang sale yang warnanya menarik dapat dilakukan teknik
penambahan sulfit (Prabawati dkk, 2010) atau menggunakan pengering efek rumah kaca
atau pengering buatan seperti oven dimana kontak dengan udara terbatas. Penggunaan alat
pengering efek rumah kaca dapat memperbaiki mutu sale dari segi warna dan terhindar dari
kontaminasi debu dan lalat. Dibeberapa wilayah seperti Pacitan dan Sukabumi, sale pisang
501
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

awak telah diproduksi dan menjadi usaha bagi sebagian warga. Inovasi berupa tampilan
warna dan kemasan yang menarik kemungkinan dapat meningkatkan pasar sale. Di
Thailand jenis pisang semacam ini dikeringkan dalam rak rumah kaca dan dibalut dengan
coklat kemudian dikemas dalam alufo dan kardus menjadi produk yang terlihat eksklusif
dengan nama dried banana chocholate.

Keripik Pisang
Keripik pisang umumnya dihasilkan dari pisang kapok atau pisang nangka. Pisang
gedah cukup jarang dijadikan sebagai bahan baku keripik. Hal ini karena menurut
pengrajin keripik hasil keripik pisang gedah kurang disukai konsumen karena teksturnya
keras dan warnanya kurang menarik.
Pisang gedah sebenarnya juga berpotensi sebagai bahan baku keripik, hanya saja
untuk menghasilkan keripik pisang yang disukai perlu dipertimbangkan ketebalan dan
tingkat kematangan. Pisang gedah yang belum tua akan menghasilkan keripik yang
berwarna pucat, tekstur keras dan rasa agak hambar. Pisang yang baik untuk keripik adalah
pisang yang cukup ketuaannya misalnya dalam satu tandan sudah mulai ada yang masak
namun yang lainnya masih hijau, atau pada pisang dengan ketuaan sedang dapat dilakukan
pemeraman sampai buah mulai berubah kuning tetapi belum lunak. Pisang yang tua akan
menghasilkan keripik dengan rasa manis, gurih serta lebih renyah. Namun untuk pisang
yang diperam ini perlu diperhatikan ketebalan irisan. Jika irisan pisang berukuran tebal
akan dihasilkan keripik yang tidak matang/berasa mentah, namun jika ketebalannya tepat
yakni lebih tipis meskipun dipenggorengan nampak layu, setelah diangkat dari wajan
menjadi renyah.
Jika menggunakan pisang gedah dengan ketuaan sedang agar diperoleh keripik
yang renyah dapat dilakukan perlakuan perendaman dengan air soda atau dengan remasan
air daun sirih. Namun perendaman dengan soda memiliki efek mengurangi warna dan rasa,
sehingga perlu ditutupi dengan penambahan flavor atau bahan penyalut. Penggunaan
pisang gedah sebagai bahan baku memiliki kelebihan karena harganya yang murah
sehingga margin yang diperoleh dapat lebih tinggi disbanding pisang kepok atau nangka
Menurut Jackson et al (2006) blansing pisang Cavendish utuh pada suhu 69oC
selama 22 menit dapat menghasilkan keripik pisang paling renyah. Namun kombinasi suhu
dan waktu yang diterapkan jika lebih tinggi atau lebih rendah dari optimum justru
meningkatkan kekerasan. Penulis mendapati pisang gedah yang diblansing kemudian
dijemur ternyata justru menghasilkan keripik yang keras, bantat dan tidak mengembang.
Sehingga aplikasi blansing jika ditujukan untuk meningkatkan kerenyahan keripik pisang
gedah perlu dioptimasi kombinasi suhu dan waktunya.
Rendemen keripik pisang gedah dari pisang segar adalah sekitar 29%. Perbaikan
cita rasa keripik pisang dapat dilakukan dengan menambahkan berbagai flavor seperti
coklat, gula, garam, susu, flavor buah lainnya. Pisang gedah matang kemungkinan dapat
dijadikan keripik dengan cara penggorengan vakum.

Tepung Pisang
Pengolahan pisang menjadi tepung memiliki kelebihan yakni lebih tahan lama,
mudah disimpan dan dapat dijadikan aneka olahan. Pisang gedah mentah maupun matang
juga potensial diolah menjadi tepung. Produksi tepung pisang yang bermutu dapat
dilakukan menggunakan pisang gedah tua melalui teknik pengeringan spraydrying
(Nurhayati dan Andayani, 2014). Proses pembuatan tepung pisang gedah mentah cukup
sederhana yakni pengupasan, perajangan, pengeringan dan penepungan. Untuk mengurangi
resiko aftertaste pahit atau sepat dapat dilakukan proses blansir. Proses blansir yang kurang

502
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

tepat justru memicu reaksi pencoklatan serta jika terlalu lama akan dihasilkan pisang
matang sehingga chip hasil pengeringannya menjadi keras dan sulit digiling. Proses
perendaman pada asam yang biasa diaplikasikan dalam pembuatan tepung pisang kepok
juga kurang sesuai diaplikasikan pada pisang gedah. Proses perendaman justru dapat
menurunkan mutu chip pisang yang dihasilkan terutama jika pengeringan masih
mengandalkan panas matahari karena proses pengeringan akan berlangsung lebih lama.
Mutu tepung sangat ditentukan oleh proses pengeringan. Pengeringan lebih dari tiga hari
dapat menyebabkan chip pisang yang dihasilkan berwarna kehitaman dan berjamur.
Saat ini potensi pembuatan tepung pisang selain dari buahnya juga bersama
kulitnya. Tepung pisang yang dibuat dari buah utuh yakni daging dan kulit memiliki
kelebihan dari segi nutrisi. Begitu juga pisang gedah dengan melihat komposisi kulitnya
yang masih mengandung nutrisi, juga komponen fitokimia seperti total fenolik yang
ditemukan cukup tinggi pada pisang awak , maka tepung pisang gedah utuh juga
berpeluang memiliki sifat fungsional. Namum dugaan ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Olahan berbasis Tepung Pisang


Dari tepung pisang dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai olahan berbasis
tepung pisang. Beberapa penelitian menunjukkan tepung pisang dapat diolah menjadi mi
untuk subtitusi, roti, kue bolu/cake, kerupuk, kemplang/fish cracker, cookis, dan biskuit.
Tepung pisang awak telah diteliti sebagai subtitusi pembuatan kue pauh (Aizii,2007) dan
bahan baku biskuit MPASI (Nurhayati dan Andayani, 2014).
Mi yang dibuat dari pati pisang menunjukkan kecernaan yang terbatas karena
kandungan pati resisten yang tinggi dan memiliki indek glikemik yang moderat. Namun
saat ini belum ada industri yang memanfaatkan tepung pisang sebagai bahan pembuat mi.
Beberapa penelitian menyebutkan pati pisang sesuai untuk aplikasi pangan yang
memerlukan amilosa tinggi dan kurang sesuai untuk produk-roduk dingin atau beku. Pati
pisang jenis M. balbisiana memiliki potensi aplikasi pada system pangan yang memerlukan
suhu tinggi dalam prosesnya seperti jeli, saus, bakery dan produk kaleng (Aurore et al,
2009). Tepung pisang merupakan ingredient yang potensial untuk produk-produk bakery
yang mengandung karbohidrat yang lambat dicerna.
Selain untuk produk bakery tepung dari pisang mentah juga potensial sebagai
subtitusi parsial tepung tapioca pada pembuatan kerupuk dan kemplang. Tepung pisang
telah diteliti sebagai subtitusi parsial kerupuk dan kerupuk ikan oleh Wang et al (2012).
Disebutkan penggunaan tepung pisang meningkatkan nilai gizi kerupuk berupa
peningkatan kandungan serat pangan, mineral esensial, kandungan polifenol dan kapasitas
antioksidan serta menurunkan penyerapan minyak. Namun subtitusi maksimal yang dapat
diterima secara sensori adalah 40 dari 100 g pati ubi kayu pada kerupuk dan pada kerupuk
ikan subtitusi tidak melebihi 15 persen.

Kulit Pisang
Kulit pisang menurut beberapa penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan manusia. Komposisi kulit pisang gedah dapat dilihat di Tabel 2. Komponen
terbesar adalah air. Bahan padatan lainnya adalah karbohidrat. Namun belum diteliti
komponen karbohidrat apa saja penyusun kulit pisang gedah. Hanum et al (2012)
melaporkan kulit pisang raja dapat diekstrak pektinnya sebagai ingredient pangan.
Pada uji coba penggunaan kulit pisang sebagai subtitusi tapioca (1:1) dalam
pembuatan kerupuk dihasilkan kerupuk yangmemiliki tekstur renyah dengan warna
menyerupai pempek kulit ikan. Kulit pisang memiliki komponen dan nutrient penting
untuk industry pangan karena kaya serat, asam amino esensial, PUFA, potassium dan

503
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

kandungan antioksidan berupa polifenol,katekolamin dan karotenoid. Di Indonesia saat ini


mulai ada usaha pemanfaatan kulit pisang diantaranya untuk pembuatan eskrim
(mahasiswa unibraw), kerupuk (KWT Seruni Yogyakarta) dan tepung kulit pisang sebagai
subtitusi dalam pembuatan donut (balitbangnovda Sumsel).

Penelitian Yang Diperlukan


Informasi kandungan mineral, senyawa mikronutrien, antioksidan polifenol, dan
karakteristik tepung pisang gedah perlu diteliti untuk melengkapi informasi yang telah
ada.Teknik pengurangan rasa sepat pada olahan pisang juga masih perlu dilakukan untuk
meningkatkan penerimanaan konsumen.

KESIMPULAN
Karakteristik fisik dan kimia pisang gedah telah dideskripsikan. Pisang gedah
memiliki potensi sebagai bahan baku industry pengolahan pangan baik dalam bentuk
pisang masak maupun pisang mentah. Pisang masak berpotensi diolah sebagai sari buah,
sirup, dodol, saus, sale dan selai. Sedangkan pisang gedah mentah berpotensi diolah
sebagai keripik dan tepung pisang. Tepung pisang gedah dapat dijadikan bahan subtitusi
parsial untuk produk-produk bakery, cookis, mi, kerupuk dan kemplang.

DAFTAR PUSTAKA
Aizee,N.S.2007.Kesan Penggantian Tepung Gandum dengan Tepung pisang awak ( Musa
paradisiaca var awak) keatas sifat fisikokimia dan sensori kuih pauh.
Skripsi.Universitas sain Malaysia.
Aurore,G.Parfait,B Fahrasmane,L.2009. Bananas, raw materials for making processed food
product.Trends in food science and Technology vol 20 hal 78-91.
Hanum, F. Devillani K.Tarigan.2012.Ekstraksi pectin dari kulit pisang raja. JurnalTeknik
kimia. USU Vol 1. No2.
Nurhayati dan Andayani.2014. Teknologi mutu tepung pisang dengan system spraydrying
untuk biscuit. Jurnal dinamika penelitian industry.vol 5 No1. Hal 31-41.
Triyono,A.2010. pengaruh konsentrasi ragi terhadap karakteristik saribuah pada beberapa
varietas pisang (Musa paradisiaca).prosiding semnas teknik kimia
kejuangan.yogyakarta.
Suharto,Trisulo,W.Soemargono,A.Kasirin.wilayah pengembangan usahatani pisang di
somatra.Penelitian hortikultura.vol 5 no 3.
Wang ,W Yingqiang, Zhang Min,. Mujumdar Arun S. 2012. Influence of green banana
flour substitution for cassava starch on the nutrition, color, texture and sensory
quality in two types of snacks. LWT Food science and technology.hal 175-182. Vol
47.

504

Anda mungkin juga menyukai