1442H/2020M
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Tasawuf secara Bahasa dan Istilah.............................................................3
A. Tasawuf secara bahasa.................................................................................3
B. Tasawuf secara istilah...................................................................................3
2.2 Berbagai Teori tentang Asal Kata Tasawuf..................................................................4
2.3 Kedudukan Tasawuf dalam Islam................................................................................5
2.4 Tujuan Pengamalan Tasawuf.......................................................................................7
2.5 Pembagian dan Corak Tasawuf………………………………………………………………..………………10
BAB III............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................14
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………15
i
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang tasawuf tentu erat kaitannya dengan masalah hati. Karena hati
merupakan objek kajian dari tasawuf itu sendiri. Hati memegang peranan penting bagi
manusia karena baik buruknya manusia tergantung kepada apa yang ada di dalam hatinya.
D.alam konteks inilah, tasawuf hanya dikaruniakan Allah kepada para Nabiyullah,
waliyullah, para sufi dan ahli tasawuf lainnya, karena mereka yang telah mencapai
puncak tertinggi proses penyucian rohaninya dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ajaran islam pada esensinya dibagi dalam dua aspek, yang pertama aspek
lahiriyah, dan yang kedua aspek bathiniyyah. Tasawuf sendiri merupakan ajaran islam
dalam aspek bathhiniyah, aspek lapisan dalam-ajaran islam. Sedangkan shalat, zakat,
puasa, haji dan masih banyak lagi, merupakan aspek lahiriyah, aspek luar-ajaran islam.
Keduanya harus diterapkan secara seimbang, agar keberagamaan dapat terlaksana dengan
sempurna lahir dan batin.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau dari segi bahasa, tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata “ tashowwafa –
yatashowwafu – tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni
menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu
domba/wol, walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol.1
Dari segi linguistik (kebahasaan) ini segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya
adalah akhlak yang mulia.2
Pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli bergantung kepada sudut
pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai
makhluk ber-Tuhan. 3
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak
bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia
1
Drs.H.Badrudin,M.Ag., Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang : Penerbit A-Empat, 2015), 11.
2
Prof.Dr.H.Abudin Nata,M.A., Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta :
PT.Rajagrafindo Persada, 2018), 155.
3
Ibid, 155.
3
dan dekat dengan Allah SWT. dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.4
Harun Nasution menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan kata tasawuf, yaitu :
1. Tasawuf berasal dari kata al-suffah yang berarti orang yang ikut pindah dengan Nabi
dari Makkah ke Madinah, menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan
jiwa raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah.
2. Berasal dari kata saf (Barisan) yang menggambarkan orang yang selalu berada di
barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan.
3. Berasal dari kata sufi yang berarti suci, menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat.
4. Berasal dari kata Sophos yang dalam bahasa Yunani berarti Hikmat, menggambarkan
keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
5. Berasal dari kata suf yaitu kain wol, menggambarkan orang yang hidup sederhana dan
tidak mementingkan dunia.5
Ibid, 156.
4
Istilah tasawuf akan kita temukan hanya dalam khazanah keilmuan dan kajian islam
yang disampaikan oleh para Ulama, baik Ulama fikih maupun ulama tasawuf, baik yang
disampaikan melalui karya tulisan dalam kitab-kitab kajian keislaman, maupun yang
disampaikan secara langsung melalui lisan dalam tausiah-tausiah keagamaan. Dan hal ini
telah berlangsung sejak sekitar abad ke-8 Masehi.
Pada dasarnya memang istilah tasawuf tidak terdapat secara langsung baik dalam
Alquran, maupun dalam hadis Nabi saw. akan tetapi, pada sejatinya apabila mengkaji
Alquran dan hadis Nabi lebih dalam, maka akan ditemukan pesan-pesan atau inti pokok
ajaran tasawuf itu sendiri. Karena substansi tasawuf merupakan ajaran pokok Alquran dan
tuntunan Akhlak Nabi Muhammad saw.
Para ulama ada yang membagi kandungan Alquran secara garis besar, menjadi tiga
bagian, yaitu :6
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
6
Hal ini sejalan dengan Firman Allah dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 21 :
لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل هّٰللا ِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هّٰللا َ َو ْاليَوْ َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َكثِ ْير ًۗا
( ٢١ :ٱأْل َحْ زَ اب )
Artinya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan
yang banyak mengingat Allah.
Ini juga sejalan dengan hadis Nabi yang menyatakan bahwa, sesungguhnya Nabi Muhammad
diutus untuk menyempurnakan Akhlak mulia, pada manusia.
Maka dengan ini sudah jelas bahwa sejatinya ilmu tasawuf mempunyai kedudukan
yang sangat penting didalam islam, karena tasawuf merupakan dimensi lapisan dalam ajaran
islam, sedangkan shalat, zakat, puasa, haji, dan berbagai ibadah lainnya merupakan dimensi
lapisan luar ajaran islam. Keduanya harus dilakukan secara seimbang. Seluruh ibadah dalam
islam, dibangun atas landasan akidah bertujuan untuk mengembankan Akhlak mulia yang
sumber utamanya terletak pada kesucian hati, fikiran, dan jiwa. Oleh karena itu, muara
berproses tasawuf adalah terwujudnya Akhlak karimah dalam relasi terhadap Allah, sesama
manusia, dan lingkungan hidup beserta alam yang lainnya.7
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
7
Maka dapat dipahami bahwa tujuan pengamalan tasawuf adalah sebagai berikut :
8
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 180.
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
9
3. Berupaya untuk mengaktifkan rasa dan menumbuhkan kesadaran dalam diri kita
bahwa kita manusia selalu berada dalam pengawasan Allah, karena selalu
merasa bahwa Allah itu dekat. Dengan ini manusia akan mencapai derajat ihsan
dalam ibadah. Dengan ini pula manusia akan mencapai tahapan tajalli yakni
pengalaman spiritual yang diperoleh setelah kalbu seorang yang beriman
menjadi terang dengan cahaya Allah.11 Tajalli hanya bisa diperoleh setelah
seorang hamba meraskan cinta yang mendalam kepada Allah dan mengenal-Nya
10
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 185.
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
11
12
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 197.
13
Imam Nawawi, Nashoihul Ibad (Indonesia: Al-Haramain, 2005), 57.
9
2.5 Pembagian dan Corak Tasawuf
Untuk mencapai derajat kemuliaan menjadi kekasih Allah, yaitu orang-orang yang
merasa selalu dekat dengan Allah, dalam dunia sufi dikenal dengan istilah taraqi, yaitu jalan
yang ditempuh dalam melaksanakan suatu ibadat. Taraqi sendiri merupakan pendakian
menuju Allah melalui proses riyadhah, atau proses berlatih diri untuk bisa mengenal lebih
dekat dengan Allah. jalur ini ibarat jalan terjal yang mendaki dan penuh kerikil tajam. Untuk
mencapai ke tingkat kesanggupan mengenal Allah, bahkan mencapai derajat kekasih Allah,
mungkin akan mengalami proses jatuh bangun.14 Langkah ini merupakan sebagai wasilah
atau jalan supaya tercapai kedudukan insan yang mulia, yang sangat dekat dengan Allah.
jalur taraqi ini ditempuh dengan menjalani perjalanan syari’at, thariqat, hakikat dan
ma’rifat. Dalam hal ini pendakiannya adalah untuk mencapai ma’rifatullah yakni mengenal
Allah dengan pengenalan yang hakiki. Tentang syari’at, thariqot, hakikat dan ma’rifat telah
banyak dibicarakan dalam kitab-kitab tasawuf, pembagian ini merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam pembahasannya, karena bagian ini merupakan pengantar untuk melanjut
ke tingkat pembahasan-pembahasan selanjutnya. Maka terlebih dahulu agar memahami ke-
empat bagian pokok ini sebagai dasar untuk pemahaman pada pembahasan yang akan
mendatang.
1. Syari’at
Dari segi bahasa artinya tata hukum, syari’at biasanya menekankan pada perbuatan
lahir. Didasari bahwa di dalam alam semesta ini tidak ada yang terlepas dari hukum.
Dalam hal ini termasuk manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai hamba terhadap
Tuhannya, perlu diatur dan ditata sehingga tercipta keteraturan yang mengatur hubungan
antar sesama manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Allah yang Maha
Pencipta.
Menurut kaum sufi, syari’ah itu merupakan kumpulan lambang yang memiliki makna
tersembunyi. Shalat misalnya, bagi kaum sufi bukanlah sejumlah gerakan dan kata-kata,
Basyar Isya, Menggapai Derajat Kekasih Allah, cet.1 (Bandung: Qalbun Salim Press, 1997),
14
9.
10
tetapi lebih dari itu merupakan percakapan spiritual antara makhluk dengan khaliq.
Demikian juga ibadah lain seperti puasa, zakat, dan haji.15
Dalam aplikasinya, yang menjadi beban (taklif) ialah segala aktifitas manusia,
khususnya berupa ibadah dan mu’amalah yang pada dasarnya berkenaan dengan
keharusan, larangan, kewenangan untuk memilih, dengan rincian berupa hukum yang
lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
2. Thariqat
Untuk mencapai tujuan tertentu memerlukan jalan dan cara. Tanpa mengetahui
jalannya, tentu sulit untuk mencapai suatu maksud dan tujuan, hal ini dinamakan thariqat.
Thariqat kosakata bahasa Arab yang berarti : (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2)
metode atau sistem/uslub, (3) mazhab atau aliran atau haluan, (4) keadaan. Yang pada
intinya bermakna metode, cara atau jalan menuju Allah dan Rasul-Nya, dibawah
bimbingan seorang syech (guru/munsyid) yang Arif Billah.16
Penekanan dalam thariqat itu merupakan petunjuk dalam melakukan ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, dan
dikerjakan oleh para sahabat dan tabiin, kemudian turun menurun sampai kepada para
guru-guru (munsyidin). Dengan demikian peraturan-peraturan yang terdapat dalam ilmu
syari’at dapat diterapkan pelaksanaannya.17
Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwa Syari’at merupakan rambu-rambu dan
ketetapan Allah dalam kehidupan, sedangkan Thariqat adalah bukti kepatuhan kepada-
Nya. dengan kata lain syari’at berarti peraturan, sementara thariqat merupakan
pelaksanaannya.
3. Hakikat
Istilah hakikat berasal dari bahasa Arab “Haqiqat” yang berarti “kebenaran”, “kenyataan
asal”, dan “yang sebenar-benarnya”. Menurut terminologi,hakikat dapat didefinisikan
sebagai kesaksian akan kehadiran peran serta ke-Tuhan-an dalam setiap sisi kehidupan.
Hakikat adalah kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya
15
Juhaya S. praja, Model Tasawuf Menurut Syariah, cet.1 (Surabaya: Latifah press, 1995), 4.
16
Muhammad Nizam as-Shofa, Mengenal tarekat (Naqsabandiyyah mujaddadiyah
Khalidiyah) risalah ahlu shofa wal wafa, hal 11 dan 13.
17
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu tarekat , (Solo: Ramdhani, 1995) cet.IX, h. 67.
11
serta yang disembunyikan dan ditampakkannya. Ilmu hakikat itu pada dasarnya dapat
disimpulkan dalam tiga jenis pembahasan.
Kedua, hakikat ma’rifat , yaitu mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya dengan
sungguh-sungguh dalam pekerjaan sehari-hari, dan menjaga kesucian akhlak.
Ketiga, hakikat al-haq, yaitu puncak hakikat yang dinamakan hadratal wujud. Hakikat ini
memberi batas kepada zat dan hakikat Muhammadiyyah serta memberi ma’na hakikat
yang mukminat dalam ilmu Tuhan.
Dengan demikian Ilmu Hakikat merupakan bagian ilmu batin yang kondisinya adalah
terbaik bagi salik yang dimanifestasikan dalam waspada ( muhasabah ), mawas diri
( muraqabah ), mahabbah , roja’ , khouf , rindu ( al Syauq ), dan intim ( al - Uns ). Oleh
karena itu antara syari’at , thariqat , dan hakikat merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.18
4. Ma’rifat
Kata Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa yang berarti mengenal, mengetahui, dan paham.
Ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati
sanubari. Pengetahuan ini diperoleh dengan kesungguhan dan usaha kerja keras, sehingga
mencapai puncak dari tujuan seorang salik. Hal ini dicapai dengan sinar Allah, hidayah-
Nya, Qudrat dan Iradat-Nya. sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah al-Ankabut
ayat 69 :
Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
40.
12
Menurut Dzinnun al-Misri, bahwa Ma’rifat itu adalah anugrah dari Allah dan merupakan
karunia yang agung. Ilmu-ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada orang yang ahli
Ma’rifat, baru dapat dimengerti setelah adanya pemikiran dan perenungan. Apabila hasil
pemikiran dari ahli ma’rifat itu dilihat secara sepintas, maka akan nampak seoalah-olah
bertentangan dengan syariat. Namun jika dipikir dan dikaji secara lebih mendalam, maka
ternyata hal itu tidak bertentangan (tidak menyalahi) hukum agama (syara’).19
Menurut Ibnu Arabi, seseorang bisa disebut Waliyullah apabila ia sudah mencapai tingkat
ma’rifat. Kaum sufi yakin bahwa ma’rifat itu bukan hasil pemikiran manusia, tetapi
tergantung pada kehendak dan rahmat Allah; ma’rifat merupakan pemberian Allah
kepada orang yang dipandang sanggup menerimanya. Seseorang yang dapat menangkap
cahaya ma’rifat dengan mata hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang
amat mendalam kepada Allah20.
19
(dikutip dari makalah ini (Dr.H.Badrudin, M.Ag. “Pengantar Ilmu Tasawuf”. (Serang: A-
Empat, 2015), 42.
20
Dr.H.Badrudin, M.Ag. “Pengantar Ilmu Tasawuf”. (Serang: A-Empat, 2015), 43.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tasawuf bukanlah suatu ilmu yang mudah dipahami karena tasawuf memiliki
banyak sekali ajaran-ajaran di dalamnya dan tasawuf pun bukan suatu hal yang
dapat diterima oleh logika melainkan dengan hati atau perasaan karena ajaran
tasawuf itu sendiri menyangkut tentang hati sanubari.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran yang akan disampaikan
penulis :
1. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita mempelajari tasawuf karena
tasawuf merupakan bagian integral dari ajaran islam.
2. Pembaca tentu harus memahami betapa pentingnya ajaran tasawuf ini karena
tasawuf ini akan membawa kita pada kenikmatan di dunia serta akhirat.
14
DAFTAR PUSTAKA
15