Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TASAWUF

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442H/2020M
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Tasawuf secara Bahasa dan Istilah.............................................................3
A. Tasawuf secara bahasa.................................................................................3
B. Tasawuf secara istilah...................................................................................3
2.2 Berbagai Teori tentang Asal Kata Tasawuf..................................................................4
2.3 Kedudukan Tasawuf dalam Islam................................................................................5
2.4 Tujuan Pengamalan Tasawuf.......................................................................................7
2.5 Pembagian dan Corak Tasawuf………………………………………………………………..………………10
BAB III............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................14
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………15

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak luhur dalam kehidupan keseharian merupakan suatu keniscayaan bagi
seorang muslim yang muttaqin, sedangkan tasawuf menadikan agama tidak saja
dimengerti atau dipahami, tetapi juga dihayati serta dirasakannya sebagai suatu
kebutuhan, bahkan lebih dari itu suatu kenikmatan berhadapan dan dekat dengan Sang
Khalik (Pencipta alam semesta). Rasa muroqobah seorang hamba merupakan bukti
kedekatan hamba dengan Tuhannya, sehingga akan terhindar dari perbuatan-perbuatan
tercela dan menghinakan.

Berbicara tentang tasawuf tentu erat kaitannya dengan masalah hati. Karena hati
merupakan objek kajian dari tasawuf itu sendiri. Hati memegang peranan penting bagi
manusia karena baik buruknya manusia tergantung kepada apa yang ada di dalam hatinya.
D.alam konteks inilah, tasawuf hanya dikaruniakan Allah kepada para Nabiyullah,
waliyullah, para sufi dan ahli tasawuf lainnya, karena mereka yang telah mencapai
puncak tertinggi proses penyucian rohaninya dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.

Eksistensi manusia yang berkecenderungan untuk mencari nilai-nilai Ilahiyyah


merupakan bukti bahwa pada dasarnya manusia disamping makhluk jasmani ia juga
makhluk ruhani. Sebagai makkhluk jasmani manusia membutuhkan hal-hal yang bersifat
materi, begitupun sebagai makhluk ruhani manusia memerlukan cakupan kebutuhan
untuk memenuhi ruhani. Maka disinilah tasawuf berperan sebagai suatu yang dapat
mencakupi ruhani kita.

Ajaran islam pada esensinya dibagi dalam dua aspek, yang pertama aspek
lahiriyah, dan yang kedua aspek bathiniyyah. Tasawuf sendiri merupakan ajaran islam
dalam aspek bathhiniyah, aspek lapisan dalam-ajaran islam. Sedangkan shalat, zakat,
puasa, haji dan masih banyak lagi, merupakan aspek lahiriyah, aspek luar-ajaran islam.
Keduanya harus diterapkan secara seimbang, agar keberagamaan dapat terlaksana dengan
sempurna lahir dan batin.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tasawuf menurut bahasa dan istilah?


2. Dari mana teori tentang asal kata tasawuf?
3. Apa saja kedudukan tasawuf dalam ajaran islam?
4. Apa tujuan pengamalan tasawuf?
5. Apa saja pembagian dan corak tasawuf?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian tasawuf baik secara bahasa maupun istilah


2. Mengetahui dengan jelas teori asal kata dari tasawuf
3. Memahami kedudukan tasawuf dalam ajaran islam
4. Memahami dengan jelas tujuan dari pengamalan tasawuf
5. Mengetahui pembagian dan corak tasawuf

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf secara Bahasa dan Istilah


A. Tasawuf secara Bahasa

Ditinjau dari segi bahasa, tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata “ tashowwafa –
yatashowwafu – tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni
menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu
domba/wol, walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol.1

Dari segi linguistik (kebahasaan) ini segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya
adalah akhlak yang mulia.2

B. Tasawuf secara Istilah

Pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli bergantung kepada sudut
pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai
makhluk ber-Tuhan. 3

Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak
bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia

1
Drs.H.Badrudin,M.Ag., Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang : Penerbit A-Empat, 2015), 11.
2
Prof.Dr.H.Abudin Nata,M.A., Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta :
PT.Rajagrafindo Persada, 2018), 155.
3
Ibid, 155.
3
dan dekat dengan Allah SWT. dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.4

2.2 Berbagai Teori tentang asal kata Tasawuf

Harun Nasution menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan kata tasawuf, yaitu :

1. Tasawuf berasal dari kata al-suffah yang berarti orang yang ikut pindah dengan Nabi
dari Makkah ke Madinah, menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan
jiwa raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah.

2. Berasal dari kata saf (Barisan) yang menggambarkan orang yang selalu berada di
barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan.

3. Berasal dari kata sufi yang berarti suci, menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat.

4. Berasal dari kata Sophos yang dalam bahasa Yunani berarti Hikmat, menggambarkan
keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.

5. Berasal dari kata suf yaitu kain wol, menggambarkan orang yang hidup sederhana dan
tidak mementingkan dunia.5

Ibid, 156.
4

Prof.Dr.H.Abudin Nata,M.A., Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta :


5

PT.Rajagrafindo Persada, 2018), 154-155.


4
2.3 Kedudukan tasawuf dalam islam
Secara kebahasaan istilah tasawuf memang merupakan kosakata Bahasa Arab, akan
tetapi jika dilihat dalam Alquran dari surah Al-Fatihah sampai surah an-Nas bisa dipastikan
tidak akan menemukan istilah tasawuf tersebut, karena memang tidak terdapat dalam
Alquran.begitu pula tidak akan ditemukan Istilah tasawuf didalam hadis Nabi Muhammad
saw.

Istilah tasawuf akan kita temukan hanya dalam khazanah keilmuan dan kajian islam
yang disampaikan oleh para Ulama, baik Ulama fikih maupun ulama tasawuf, baik yang
disampaikan melalui karya tulisan dalam kitab-kitab kajian keislaman, maupun yang
disampaikan secara langsung melalui lisan dalam tausiah-tausiah keagamaan. Dan hal ini
telah berlangsung sejak sekitar abad ke-8 Masehi.

Pada dasarnya memang istilah tasawuf tidak terdapat secara langsung baik dalam
Alquran, maupun dalam hadis Nabi saw. akan tetapi, pada sejatinya apabila mengkaji
Alquran dan hadis Nabi lebih dalam, maka akan ditemukan pesan-pesan atau inti pokok
ajaran tasawuf itu sendiri. Karena substansi tasawuf merupakan ajaran pokok Alquran dan
tuntunan Akhlak Nabi Muhammad saw.

Para ulama ada yang membagi kandungan Alquran secara garis besar, menjadi tiga
bagian, yaitu :6

1. Ayat-ayat Alquran yang bermuatan keyakinan dasar yang disebut Aqidah


2. Ayat-ayat Alquran yang berisi peraturan, hukum, serta ketentuan-ketentuan yang
menjadi pedoman kehidupan umat muslim secara lengkap dan menyeluruh yang
disebut syari’ah
3. Ayat-ayat Alquran yang bermuatan etika dan estetika yang menjadikan kehidupan
manusia indah, terhormat, dan bermartabat. Bidang ini disebut dengan Akhlak

Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
6

Elex Media Komputindo, 2011), 48.


5
Maka “Akhlak” inilah yang merupakan esensi tasawuf yang berisi tentang etika
yaitu kesucian, dan estetika yaitu keindahan pada jiwa manusia. Kemudian tasawuf disini
sebagai pembentuk akhlak mulia dalam diri manusia, karena pokok inti ajaran tasawuf berupa
akhlak ini merupakan muatan utama Alquran.

Sebagaimana layaknya umat muslim mencontoh akhlak Nabi Muhammad saw,


karena akhlak Nabi Muhammad saw, adalah Akhlak Alquran sebagaimana yang dikatakan
oleh istri Nabi yaitu Aisyah ra.

Hal ini sejalan dengan Firman Allah dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 21 :

‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل هّٰللا ِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هّٰللا َ َو ْاليَوْ َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َكثِ ْير ًۗا‬
( ٢١ :‫ٱأْل َحْ زَ اب‬ )
Artinya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan
yang banyak mengingat Allah.

Ini juga sejalan dengan hadis Nabi yang menyatakan bahwa, sesungguhnya Nabi Muhammad
diutus untuk menyempurnakan Akhlak mulia, pada manusia.

Maka dengan ini sudah jelas bahwa sejatinya ilmu tasawuf mempunyai kedudukan
yang sangat penting didalam islam, karena tasawuf merupakan dimensi lapisan dalam ajaran
islam, sedangkan shalat, zakat, puasa, haji, dan berbagai ibadah lainnya merupakan dimensi
lapisan luar ajaran islam. Keduanya harus dilakukan secara seimbang. Seluruh ibadah dalam
islam, dibangun atas landasan akidah bertujuan untuk mengembankan Akhlak mulia yang
sumber utamanya terletak pada kesucian hati, fikiran, dan jiwa. Oleh karena itu, muara
berproses tasawuf adalah terwujudnya Akhlak karimah dalam relasi terhadap Allah, sesama
manusia, dan lingkungan hidup beserta alam yang lainnya.7

Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
7

Elex Media Komputindo, 2011), 180.


6
2.4 Tujuan Pengamalan Tasawuf
Sebagaimana yang diuraikan oleh Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.A., dalam
bukunya yang berjudul Pengembangan Diri Menjadi Akhlak Mulia, dapat dipahami bahwa
substansi tasawuf adalah kesucian jiwa, pendekatan diri kepada Allah, serta merasakan
kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. 8
Kemudian dengan memahami bahwa esensi tasawuf bermuara pada terwujudnya akhlaq al-
karimah atau akhlak mulia dalam relasi secara vertikal yaitu kepada Allah, dan secara
horizontal yaitu terhadap sesama manusia, lingkungan hidup beserta alam lainnya.

Maka dapat dipahami bahwa tujuan pengamalan tasawuf adalah sebagai berikut :

1. Berusaha menjadi pribadi yang mulia, bersih dari kekufuran, kemusyrikan,


kemunafikan, akhlak tercela, dan berbagai macam penyakit hati seperti
sombong, dengki, kikir, dan lain sebagainya. Dengan metodologi yang
dinamakan takhalli yang berarti proses pengosongan, yakni membersihkan diri
dari sifat-sifat tercela tersebut. Tentunya dengan pembersihan jiwa (tazkiyat al-
nafs) yang merupakan pokok dalam pengamalan tasawuf9 ini, sebagai kunci
untuk membuka tabir yang menghalangi kedekatan hamba dengan Tuhannya.
Sehingga buah dari pengamalan tasawuf ini adalah manjalankan ajaran islam
berupa ihsan, yaitu selalu merasa dekat dengan Allah dan tentunya menjadi
pribadi muslim yang berakhlak mulia.
2. Berjuang untuk menjadi pribadi yang dekat dengan Allah melalui syariat ibadah
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Yaitu dengan metodologi berupa

8
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 180.

Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
9

Elex Media Komputindo, 2011), 182.


7
Tahalli, yakni pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, menghiasi dan
memperindah suasana hati dengan kesucian yang hakiki.

Menurut Al-Sarraj dalam kitab Al-Luma’, tahapan tahalli harus diperkuat


dengan empat langkah :10

a. Al-Ibadat, memperbanyak ibadah kepada Allah dengan shalat, zikir, puasa,


sedakah, dan berbagai ibadah lainnya
b. Al-Riyadhat al-ruhiyyah, melakukan pelatihan rohani dengan melakukan
berbagai pendidikan mental, seperti istiqomah dalam beribadah, dan
membudayakan selalu berbuat kebaikan
c. Al-Mujahadat, yaitu berjuang atau berjihad mengendalikan diri dan melawan
hawa nafsu yang menjerumuskan kepada syahwat dan syubhat.
d. Al-Inqitha ila Allah, yaitu memfokuskan harapan untuk berubah guna
pengembangan diri dengan memohon pertolongan Allah semata.

Maka dengan terpenuhinya keempat tahapan ini maka akan menghasilkan


kesucian hati, dan dengan hati dan jiwa yang suci dapat memancarkan keindahan
akhlak mulia, baik dalam relasi kepada Allah, maupun terhadap sesama.

3. Berupaya untuk mengaktifkan rasa dan menumbuhkan kesadaran dalam diri kita
bahwa kita manusia selalu berada dalam pengawasan Allah, karena selalu
merasa bahwa Allah itu dekat. Dengan ini manusia akan mencapai derajat ihsan
dalam ibadah. Dengan ini pula manusia akan mencapai tahapan tajalli yakni
pengalaman spiritual yang diperoleh setelah kalbu seorang yang beriman
menjadi terang dengan cahaya Allah.11 Tajalli hanya bisa diperoleh setelah
seorang hamba meraskan cinta yang mendalam kepada Allah dan mengenal-Nya

10
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 185.

Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
11

Elex Media Komputindo, 2011), 193.


8
dengan pandangan mata hati (al-bashiroh), bukan hanya sekedar dengan akal
budi dan pandangan lahir.12
Dengan demikian inti dari tujuan pengamalan tasawuf tak lain adalah li taqarrub
ila Allah, yakni upaya mendekatkan diri kepada Allah, dan untuk mencapai
“ma’rifat billah” yakni mengenal Allah dengan pengenalan yang hakiki. Dengan
ma’rifat billah akan melahirkan sifat malu untuk berbuat maksiat kepada Allah.
dengan ma’rifat billah juga akan membuat seorang hamba selalu mengharapkan
Ridho-Nya, dan belas kasih-Nya.13

12
Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), 197.

13
Imam Nawawi, Nashoihul Ibad (Indonesia: Al-Haramain, 2005), 57.

9
2.5 Pembagian dan Corak Tasawuf

Untuk mencapai derajat kemuliaan menjadi kekasih Allah, yaitu orang-orang yang
merasa selalu dekat dengan Allah, dalam dunia sufi dikenal dengan istilah taraqi, yaitu jalan
yang ditempuh dalam melaksanakan suatu ibadat. Taraqi sendiri merupakan pendakian
menuju Allah melalui proses riyadhah, atau proses berlatih diri untuk bisa mengenal lebih
dekat dengan Allah. jalur ini ibarat jalan terjal yang mendaki dan penuh kerikil tajam. Untuk
mencapai ke tingkat kesanggupan mengenal Allah, bahkan mencapai derajat kekasih Allah,
mungkin akan mengalami proses jatuh bangun.14 Langkah ini merupakan sebagai wasilah
atau jalan supaya tercapai kedudukan insan yang mulia, yang sangat dekat dengan Allah.

jalur taraqi ini ditempuh dengan menjalani perjalanan syari’at, thariqat, hakikat dan
ma’rifat. Dalam hal ini pendakiannya adalah untuk mencapai ma’rifatullah yakni mengenal
Allah dengan pengenalan yang hakiki. Tentang syari’at, thariqot, hakikat dan ma’rifat telah
banyak dibicarakan dalam kitab-kitab tasawuf, pembagian ini merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam pembahasannya, karena bagian ini merupakan pengantar untuk melanjut
ke tingkat pembahasan-pembahasan selanjutnya. Maka terlebih dahulu agar memahami ke-
empat bagian pokok ini sebagai dasar untuk pemahaman pada pembahasan yang akan
mendatang.

1. Syari’at

Dari segi bahasa artinya tata hukum, syari’at biasanya menekankan pada perbuatan
lahir. Didasari bahwa di dalam alam semesta ini tidak ada yang terlepas dari hukum.
Dalam hal ini termasuk manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai hamba terhadap
Tuhannya, perlu diatur dan ditata sehingga tercipta keteraturan yang mengatur hubungan
antar sesama manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Allah yang Maha
Pencipta.

Menurut kaum sufi, syari’ah itu merupakan kumpulan lambang yang memiliki makna
tersembunyi. Shalat misalnya, bagi kaum sufi bukanlah sejumlah gerakan dan kata-kata,

Basyar Isya, Menggapai Derajat Kekasih Allah, cet.1 (Bandung: Qalbun Salim Press, 1997),
14

9.
10
tetapi lebih dari itu merupakan percakapan spiritual antara makhluk dengan khaliq.
Demikian juga ibadah lain seperti puasa, zakat, dan haji.15

Dalam aplikasinya, yang menjadi beban (taklif) ialah segala aktifitas manusia,
khususnya berupa ibadah dan mu’amalah yang pada dasarnya berkenaan dengan
keharusan, larangan, kewenangan untuk memilih, dengan rincian berupa hukum yang
lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

2. Thariqat

Untuk mencapai tujuan tertentu memerlukan jalan dan cara. Tanpa mengetahui
jalannya, tentu sulit untuk mencapai suatu maksud dan tujuan, hal ini dinamakan thariqat.
Thariqat kosakata bahasa Arab yang berarti : (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2)
metode atau sistem/uslub, (3) mazhab atau aliran atau haluan, (4) keadaan. Yang pada
intinya bermakna metode, cara atau jalan menuju Allah dan Rasul-Nya, dibawah
bimbingan seorang syech (guru/munsyid) yang Arif Billah.16

Penekanan dalam thariqat itu merupakan petunjuk dalam melakukan ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, dan
dikerjakan oleh para sahabat dan tabiin, kemudian turun menurun sampai kepada para
guru-guru (munsyidin). Dengan demikian peraturan-peraturan yang terdapat dalam ilmu
syari’at dapat diterapkan pelaksanaannya.17

Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwa Syari’at merupakan rambu-rambu dan
ketetapan Allah dalam kehidupan, sedangkan Thariqat adalah bukti kepatuhan kepada-
Nya. dengan kata lain syari’at berarti peraturan, sementara thariqat merupakan
pelaksanaannya.

3. Hakikat

Istilah hakikat berasal dari bahasa Arab “Haqiqat” yang berarti “kebenaran”, “kenyataan
asal”, dan “yang sebenar-benarnya”. Menurut terminologi,hakikat dapat didefinisikan
sebagai kesaksian akan kehadiran peran serta ke-Tuhan-an dalam setiap sisi kehidupan.
Hakikat adalah kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya

15
Juhaya S. praja, Model Tasawuf Menurut Syariah, cet.1 (Surabaya: Latifah press, 1995), 4.
16
Muhammad Nizam as-Shofa, Mengenal tarekat (Naqsabandiyyah mujaddadiyah
Khalidiyah) risalah ahlu shofa wal wafa, hal 11 dan 13.
17
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu tarekat , (Solo: Ramdhani, 1995) cet.IX, h. 67.
11
serta yang disembunyikan dan ditampakkannya. Ilmu hakikat itu pada dasarnya dapat
disimpulkan dalam tiga jenis pembahasan.

Pertama hakikat tasawuf ,ini diarahkan untuk membicarakan usaha-usaha membatasi


syahwat dan mengendalikan duniawi dengan segala keindahan dan tipu dayanya.

Kedua, hakikat ma’rifat , yaitu mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya dengan
sungguh-sungguh dalam pekerjaan sehari-hari, dan menjaga kesucian akhlak.

Ketiga, hakikat al-haq, yaitu puncak hakikat yang dinamakan hadratal wujud. Hakikat ini
memberi batas kepada zat dan hakikat Muhammadiyyah serta memberi ma’na hakikat
yang mukminat dalam ilmu Tuhan.

Dengan demikian Ilmu Hakikat merupakan bagian ilmu batin yang kondisinya adalah
terbaik bagi salik yang dimanifestasikan dalam waspada ( muhasabah ), mawas diri
( muraqabah ), mahabbah , roja’ , khouf , rindu ( al Syauq ), dan intim ( al - Uns ). Oleh
karena itu antara syari’at , thariqat , dan hakikat merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.18

4. Ma’rifat

Kata Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa yang berarti mengenal, mengetahui, dan paham.
Ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati
sanubari. Pengetahuan ini diperoleh dengan kesungguhan dan usaha kerja keras, sehingga
mencapai puncak dari tujuan seorang salik. Hal ini dicapai dengan sinar Allah, hidayah-
Nya, Qudrat dan Iradat-Nya. sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah al-Ankabut
ayat 69 :

۟ ‫َوٱلَّ ِذينَ ٰ َجهَد‬


َ‫ُوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَنَا ۚ َوإِ َّن ٱهَّلل َ لَ َم َع ْٱل ُمحْ ِسنِين‬

Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

Drs.H.Badrudin,M.Ag., Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang : Penerbit A-Empat, 2015), 39-


18

40.
12
Menurut Dzinnun al-Misri, bahwa Ma’rifat itu adalah anugrah dari Allah dan merupakan
karunia yang agung. Ilmu-ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada orang yang ahli
Ma’rifat, baru dapat dimengerti setelah adanya pemikiran dan perenungan. Apabila hasil
pemikiran dari ahli ma’rifat itu dilihat secara sepintas, maka akan nampak seoalah-olah
bertentangan dengan syariat. Namun jika dipikir dan dikaji secara lebih mendalam, maka
ternyata hal itu tidak bertentangan (tidak menyalahi) hukum agama (syara’).19

Menurut Ibnu Arabi, seseorang bisa disebut Waliyullah apabila ia sudah mencapai tingkat
ma’rifat. Kaum sufi yakin bahwa ma’rifat itu bukan hasil pemikiran manusia, tetapi
tergantung pada kehendak dan rahmat Allah; ma’rifat merupakan pemberian Allah
kepada orang yang dipandang sanggup menerimanya. Seseorang yang dapat menangkap
cahaya ma’rifat dengan mata hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang
amat mendalam kepada Allah20.

19
(dikutip dari makalah ini (Dr.H.Badrudin, M.Ag. “Pengantar Ilmu Tasawuf”. (Serang: A-
Empat, 2015), 42.

20
Dr.H.Badrudin, M.Ag. “Pengantar Ilmu Tasawuf”. (Serang: A-Empat, 2015), 43.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tasawuf bukanlah suatu ilmu yang mudah dipahami karena tasawuf memiliki
banyak sekali ajaran-ajaran di dalamnya dan tasawuf pun bukan suatu hal yang
dapat diterima oleh logika melainkan dengan hati atau perasaan karena ajaran
tasawuf itu sendiri menyangkut tentang hati sanubari.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran yang akan disampaikan
penulis :
1. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita mempelajari tasawuf karena
tasawuf merupakan bagian integral dari ajaran islam.
2. Pembaca tentu harus memahami betapa pentingnya ajaran tasawuf ini karena
tasawuf ini akan membawa kita pada kenikmatan di dunia serta akhirat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.H.Badrudin, M.Ag. “Pengantar Ilmu Tasawuf”. (Serang: A-Empat, 2015)

2. Muhammad Nizam as-Shofa, Mengenal tarekat (Naqsabandiyyah mujaddadiyah


Khalidiyah) risalah ahlu shofa wal wafa.
3. Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu tarekat , (Solo: Ramdhani, 1995) cet.IX
4. Basyar Isya, Menggapai Derajat Kekasih Allah, cet.1 (Bandung: Qalbun Salim Press,
1997)
5. Juhaya S. praja, Model Tasawuf Menurut Syariah, cet.1 (Surabaya: Latifah press,
1995)
6. Imam Nawawi, Nashoihul Ibad (Indonesia: Al-Haramain, 2005)
7. Dr.Asep Usman Ismail, M.A., Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2011)
8. Prof.Dr.H.Abudin Nata,M.A., Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta :
PT.Rajagrafindo Persada, 2018)

15

Anda mungkin juga menyukai