Anda di halaman 1dari 114

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN EFIKASI DIRI

ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) (Studi di PSMP


Paramita Mataram)

SKRIPSI

Oleh
FATHUL AZIZ
NIM: 153.134.072

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) MATARAM
2017

i
PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN EFIKASI DIRI
ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) (Studi di PSMP
Paramita Mataram)

SKRIPSI
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram
untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

FATHUL AZIZ
NIM: 153.134.072

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) MATARAM
2017

ii
iii
iv
v
vi
MOTTO :

  


            
    

    


  
     

Artinya : Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu,
dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf : 111)

vii
PERSEMBAHAN

Aku persembahkan skripsi ini kepada :

1. Ibundaku dan Ayahandaku yang tercinta yang tiada henti-hentinya berdo’a


dan memberikan kasih sayang yang tulus serta dorongan moral dan materi
kepada ananda dan yang telah menjadikan saya sebagai pelita hidup .
2. Buat kakak dan adikku yang tiada pamrihnya memberi bantuan berupa tenaga
dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Buat teman–teman yang saya sangat sayangi yang membuatku merasa lebih
berarti dalam menjalani kehidupan karena banyak memberikan motivasi
kepada saya.
4. Almamater tercinta yang membuatku menjadi seseorang yang lebih berguna
bagi bangsa dan Negara.

viii
KATA PENGANTAR

Alahamdulillah penulis panjatkan puji dan syukur khadirat allah SWT berkat

limpahan rahmat, nikmat, taufik dan inayahnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Peran Pekerja Sosial dalam

Pembentukan Efikasi Diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) (Studi di PSMP

Paramita Mataram), salawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam

nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, daan semua pengikutnya

yang setia sampai akhir zaman.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dengan ihklas baik materi maupun moril serta memberikan bimbingan,

saran-saran dan informasi yang sangat berharga lainnya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Dr.H. L. Ahmad Zaenuri,Lc, MA selaku Dosen Pembimbing I dan M.

Syarifuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktunya untuk membimbing dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Faizah, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah.

3. Dr. H. Mutawalli, M.Ag, selaku Rektor UIN Mataram

4. Bapak dan Ibu dosen, staf dan karyawan dan seluruh civitas akademika UIN

Mataram yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

ix
5. Kepada Bapak Kepala dan Staf PSMP Paramita Mataram yang telah bersedia

melayani peneliti dalam memberikan informasi dan data yang di perlukan oleh

peneliti selama melakukan penelitian.

6. Ayahanda, Ibundaku, dan Istriku tercinta, yang telah banyak memberikan

perhatian, mengharapkan, dan membiayaiku dengan penuh keihklasan, kesabaran

untuk keberhasilanku.

Penulis menyadari bahwa sekripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu

saran dan kritik yang konstruktif dari berbgai pihak sangan penulis harapkan, sekian

dan terimakasih.

Mataram,……………2017

penulis

x
ABSTRAK

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN EFIKASI DIRI


ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) (Studi di PSMP Paramita
Mataram)
FATHUL AZIZ
NIM: 153.134.072

Dalam proses pembentukan efikasi diri ini diperlukan adanya dukungan dari
keluarga serta lingkungan. Maka guna berjalannya secara lebih aktif dan lancar anak
berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut harus tinggal di dalam panti. Fokus
Penelitian 1) Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang
berhadapan dengan hukum, 2) Bagaimana peran pekerja sosial dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum da, 3) Apa hambatan Pekerja Sosial
dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP
Paramita Mataram? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendiskpsikan 1) bentuk-bentuk
pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang berhadapan dengan hukum, 2) peran pekerja
sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan, 3)
hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan dengan
Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram.
Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan memanfaatkan teori
yang dihubungkan dengan kenyataan dilapangan, pengumpullan data dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi. Analisis data mengunakan
model Huberman dan Miller dengan pola reduksi data, display data, menarik
kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Bentuk- bentuk pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh anak- anak di PSMP Paramita Mataram yaitu pencurian yang
cendrung disebabkan oleh faktor kebutuhan yang mendesak, pemerkosaan yang
disebabkan oleh adanya pola pergaulan yang tidak terjaga antara yang satu dengan
yang lain dan perkelahian yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan serta
seringnya saling mengolok olok, 2) Pekerja Sosial memiliki peran dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram. Hal ini
terbukti dari adanya berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka menumbuhkan efikasi
diri bagi anak berhadapan dengan hukum. Adapun peran tersebut dapat dilihat dari
terlaksananya a) program edukasi senter sebagai pusat pembinaan bagi anak berhadapan
dengan hukum, b) program perubahan berkala yang dimaksudkan untuk pembinaan lanjutan,
c) program pembentukan karakter diri, , 2) Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram,
yaitu a) terbatsanya jumlah pekerja sosial, b) berbedanya respons anak binaan yang
disebabkan oleh berbedanya latar belakang sosial dan latar belakang keluarga, c)
kurangnya media pelayanan dalam pelaksanaan pembentukan efikasi anak.

Kata Kunci, Peran Peksos, Pembentukan Efikasi Diri,

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i


HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... iii
NOTA DINAS............................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................... xi
ABSTRAK ................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian ........................................................................ 1


B. Fokus Penelitian ............................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 7
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .......................................... 8
E. Telaah Pustaka .............................................................................. 8
F. Kerangka Teoritik ......................................................................... 11
1. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)................................ 11
2. Pembinaan Anak ...................................................................... 12
3. Efikasi Diri .............................................................................. 19
4. Pekerja Sosial .......................................................................... 25
G. Metode Penelitian ......................................................................... 29
1. Pendekatan Penelitian............................................................... 29

xii
2. Kehadiran Peneliti .................................................................... 31
3. Lokasi Penelitian ...................................................................... 32
4. Penentuan Subyek Penelitian (Informan) ................................. 32
5. Sumber Data ............................................................................. 33
6. Tehnik Pengumpulan Data ....................................................... 34
7. Analisis Data ............................................................................ 36
8. Keambsahan Data ..................................................................... 39
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 42
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Lembaga PSMP
Paramita Mataram .................................................................. 42
2. Tugas Pokok PSMP Paramita Mataram ................................. 44
3. Sasaran Pelayanan PSMP Paramita Mataram ....................... 44
4. Kebijakan-kebijakan PSMP Paramita Mataram .................... 45
5. Tujuan Pelayanan PSMP Paramita Mataram ........................ 46
6. Program dan Kegiatan PSMP Paramita Mataram .................. 46
7. Sumber Daya Manusia ........................................................... 51
8. Gambaran Anak di PSMP Paramita Mataram ....................... 54
B. Paparan Data dan Temuan .......................................................... 60
1. Bentuk-bentuk Pelanggaran yang dilakukan Anak yang di
Bina pada Lembaga PSMP Paramita Mataram ...................... 60
a. Kasus Pencurian ........................................................... 61
b. Kasus Pemerkosaan ...................................................... 63
c. Kasus Perkelahian ........................................................ 64
2. Peran Pekerja Sosial memiliki peran dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
di PSMP Paramita Mataram ................................................... 66
3. Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan

xiii
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
di PSMP Paramita Mataram ................................................... 72
BAB III PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Pelanggaran yang dilakukan
oleh Anak yang di Bina pada Lembaga PSMP Paramita
Mataram ..................................................................................... 78
B. Peran Pekerja Sosial memiliki peran dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
di PSMP Paramita Mataram ................................................... 83
C. Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan
efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)
di PSMP Paramita Mataram ................................................... 86
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 90
B. Saran ........................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAK

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Salah satu tujuan Bangsa Indonesia adalah mewujudkan suatu masyarakat adil

dan makmur yang merata secara materiil maupun spiritual. Disebutkan pula bahwa

hakekat Pembangunan adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

masyarakat seluruhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan dan hakikat tersebut akan tercapai bila didukung partisipasi

masyarakat dalam prosesnya, termasuk pembangunan bidang kesejahteraan anak UU

No. 7 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan usaha kesejahteraan

sosial dilakukan bersama-sama oleh Pemerintah dan masyarakat yang brtujuan untuk

mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas ceria dan berakhlak mulia.1

Bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum sebaiknya mereka berada

dalam suatu lembaga sosial, misalnya mereka berada dalam Panti Asuhan ataupun

Lembaga Sosial yang dapat menjamin dan membantu mereka untuk meraih masa

depan yang lebih baik. Panti Sosial ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan

anak dengan cara mengasuh, mendidik, membimbing, mengarahkan, memberikan

kasih sayang serta memberikan keterampilan-keterampilan yang dapat menjadi bekal

masa depan anak-anak tersebut. Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang

tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

1
UU. NO. 7 Tahun 2007 UU Kesejahteraan dan Perlindungan Anak ( Jakarta: Sinar Grafika,
2005), h. 50.
2

anak (Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2007 ). Jadi dari

sini jelas yang harus mengusahakan perlindungan terhadap anak adalah setiap

anggota masyarakat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Anggota masyarakat,

Bangsa dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya seperti panti asuhan/ lembaga

sosial juga ikut serta bertanggung jawab terhadap perlindungan anak yang

berhadapan dengan hukum ataupun anak yang terlantar.

Dalam hal ini lembaga sosial PSMP (Panti Sosial Marsudi Putra) Paramita

Mataram melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi kepada Anak yang berstatus anak

yang berhadapan dengan hukum (ABH) yang berstatus offender/ pelanggar adalah

untuk diberikan rehabilitasi sosial serta keterampilan sebagai bekal dalam kehidupan

bermasyarakat sedangkan defender/ pelindung di fungsikan untuk membina dan

membimbing dalam menjalankan fungsi sosialnya. PSMP Paramita Mataram dengan

luas 30.674 m. memiliki fasilitas untuk menjalankan berbagai kegiatan dengan

menggunakan sarana dan prasarana sebagai berikut : Gedung kantor, Auditorium,

Ruang pertemuan, Ruang pendidikan, Poliklinik, Guest house, Rumah Dinas

Pegawai, R. Komputer, Aula terbuka, Gudang, Sarana rekreatif, Kendaraan

Operasional.2

Kategori ABH yang berstatus offender/ pelanggar dan defender/ pelindung

meliputi pelaku, saksi maupun korban yang terlibat dalam tindakan pelanggaran

hukum. Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Sosial RI berupaya melakukan

2
Profil Panti Sosial Marsudi Putra Paramita Mataram, Kementerian Sosial Republik
Indonesiah. 1.
3

rehabilitasi bagi anak yang pernah terlibat maupun menunjukkan indikasi keterlibatan

dalam tindakan pelanggaran hukum melalui PSMP Paramita Mataram yang

merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah koordinasi langsung

Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI. Tujuan program ini adalah

memulihkan fungsi sosial mereka yang pernah melakukan tindakan pelanggaran

hukum agar diterima secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun konsep yang telah disahkan pada Undang-undang RI No. 23 tahun

2002 tentang Kesejahteraan Anak pada bab I mengenai ketentuan umum pasal I yang

dimaksudkan kesejahteraan anak adalah: Pertama, kesejahteraan anak adalah suatu

tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjadi pertumbuhan dan

perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Kedua,

usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan

anak, terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak (UU No. 23 tahun 2002). Pasal

tersebut mengandung makna bahwa kesejahteraan anak berarti tercapainya suatu tata

kehidupan (lingkungan) dan secara biologis, psikologis dan sosial yang terkandung

di dalamnya aspek spiritual kultural.3

Untuk memaksimalkan pertumbuhan anak, dibutuhkan keterlibatan orang-

orang dewasa untuk mengawal dan mendampingi mereka melalui pelatihan dan

pendidikan, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang

berguna bagi dirinya dan orang lain. Dalam ajaran Islam memelihara dan mendidik

3
Albert Aries,” Kesejahteraan Anak”, dalam http//www. Hukumonline. Net/ pusat data/ UU/
No.23 Tahun 2002, diambil pada tanggal 27 Desember 2017, pukul 01.55 WITA.
4

anak adalah sangat dianjurkan. Mengenai anak yang berhadapan dengan hukum dan

pemberdayaan serta pembinaannya, Islam memiliki konsep tersendiri, dimana konsep

tersebut, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Nabi di jelaskan sebagai berikut :

‫س ُْ ُل هللاِصلى هللا علي ً َسلم‬ َ ًُ َّ‫ي َرةَ؛ أَو‬


ُ ‫قَا َل َر‬:‫كانَيَقُ ُْ ُل‬ ْ ‫َع ْهأَبِ ي ٌُ َر‬
ًِ ِ‫ساو‬ َ َ ْ
ِّ َ‫فأبَ َ ُايُيُ ٍَ ِّ ُدَاوِ ًِ َيُى‬.‫فِط َر ِة‬
َ ِّ‫ص َراوِ ًِ َيُ َمج‬ ْ
‫ َما ِم ْه َم ُْلُ ُْ ٍد إِاليُ ُْل ُد َعلى ال‬.
َ َ َّ

Artinya

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah


Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang
Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi (H.R. Bukhori).4

Dari hadits di atas dapat dijelaskan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan

suci, peranan orang tua sangat penting dalam membimbing dan mendidik anak-

anaknya supaya berakhlak mulia. Menurut beberapa ahli psikologi bahwa Pada

dasarnya tindakan anak yang melanggar hukum di sebabkan oleh 2 faktor yaitu: 5

1. Faktor keluarga dan

2. Faktor lingkungan.

Kedua faktor itulah yang menyebabkan anak terpengaruh melakukan

tindakan yang melanggar hukum. Sehingga untuk mencegah dan mengurangi

terjadinya tindakan kriminal anak. Pada akhirnya keterampilan ini akan

dipergunakan untuk membantu dirinya sendiri serta dapat membantu orang lain yang

membutuhkannya. 6

4
Ahmad Soenarto dkk, Terjemah Shahih Bukhori, (Semarang: CV As-Syifa, 1993), h 30
5
Kartini Kartono, Psikologi Anak ( Bandung: CV Mandar Maju, 2007), h. 224.
6
Soedharyo Soimin, Himpunan Dasar Pengangkatan Anak (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.
32.
5

Adanya dua faktor di atas mendorong anak yang memiliki latar belakang

keluarga yang kurang harmonis melakukan pergaulan di lingkungannya yang

mendorong adanya kesalahan dalam bergaul sehingga anak terjebak pada pola

pergaulan yang salah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutaraka oleh

Syahrunnadlir yang mengatakan bahwa

Penyebab utama anak terjebak dalam pergaulan yang kurang baik yaitu

adanya kondisi lingkungan keluarga yang kurang harmonis. Kondisi ini

menyebabkan anak melakukan pergaulan di luar kelurganya. Anak akan mencari

teman bergaul yang menyebabkan ia merasa nyaman. Namun tidak selamanya

lingkungan tersebut memiliki pergaulan yang baik. Tidak jarang anak yang

mengalami masalah dalam lingkungan keluarganya dikordinir oleh orang yang tidak

bertanggungjawab. Bahkan tidak jarang, anak dipaksa menjadi pengamen. Dalam

lingkungan pergaulannya tersebut anak terbiasa dengan perilaku yang keras yang

berakhir dengan perkelahian. 7

Dalam rangka mengembalikan kondisi mental anak maka diperlukan upaya

pembinaan yang berkelanjutan dengan memberikan pemahaman terhadap posisi diri

anak dalam suatu lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh

Kasi Peksos yang mengatakan bahwa

Secara umum anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang dibina di PSMP

Paramita Mataram merupakan anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dari

lingkungan keluarganya maupun lingkungan sosial tempat ia tumbuh. Anak akan


7
Syahrunnadlir, TU, Wawancara Tanggal 1 April 2017.
6

terbawa oleh pola pikir yang ditanamkan oleh lingkungan bermainnya. Dalam

rangka mengembalikan kepercayaan diri anak maka diperlukan adanya pembinaan

secara khusus dengan mengacu pada pola pembentukan karakter melalui

pembentukan efikasi diri secara berkelanjutan. Dalam proses pembentukan efikasi

diri ini diperlukan adanya dukungan dari keluarga serta lingkungan. Maka guna

berjalannya secara lebih aktif dan lancar anak berhadapan dengan hukum (ABH)

tersebut harus tinggal di dalam panti.8

Hasil observasi menunjukkan bahwa anak berhadapan dengan hukum,

diberikan pembinaan oleh para pekerja sosial. Pekerja sosial yang bekerja di PSMP

Paramita Mataram rata-rata merupakan alumni BK, dan hanya sebagian kecil yang

alumni BKI. Anak berhadapan dengan hukum diberikan pembinaan melalui

permainan-permainan yang bersifat mendidik. Hal terlihat dari pemberian permainan

dalam bentuk main petak umpat. Bagi yang kalah diberikan tugas untuk membaca

ayat-ayat pendek.9

Guna melihat lebih jauh tentang hal tersebut maka perlu dilakukan kajian

serta penelitian terhadap permasalahan tersebut guna melihat secara lebih detail

tentang PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN EFIKASI

DIRI ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) (Studi di PSMP

Paramita Mataram).

8
Mukhlis, wawancara tanggal 2 April 2017, jam 14.00
9
Observasi tanggal 4 April 2017
7

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas maka fokus penelitian ini yaitu

1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang

berhadapan dengan hukum yang di pada Lembaga PSMP Paramita Mataram?

2. Bagaimana peran pekerja sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak

Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram?

3. Apa hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak

Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka tujuan penelitian ini yaitu

a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang

berhadapan dengan hukum yang di pada Lembaga PSMP Paramita Mataram.

b. Untuk mengetahui peran Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak

Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram.

c. Untuk mengetahui Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak

Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis; Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang positif dalam peran bimbingan konseling dalam pembinaan anak yang

berhadapan dengan hukum, sehingga mampu meningkatkan mentalitas dan

keterampilan bakat yang dimiliki.


8

b. Manfaat Praktis; Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan perubahan

sikap dan prilaku terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan

menjadikan mereka merasakan hidup yang lebih baik.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Ruang lingkup kajian pada penelitian ini adalah berkaitan pola pembentukan

efikasi diri pada anak yang berhadapan dengan hukum yang dilakukan oleh para

pekerja sosial. Pentingnya dilakukan kajian terkait hal tersebut disebabkan karena

dalam membina anak berhadapan dengan hukum (ABH), diperlukan adanya

penguatan mental dalam rangka mengembalikan rasa percaya diri anak untuk dapat

berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa adanya rasa deskriminasi. Sementara itu

yang menjadi setting ataupun lokasi penelitian ini dilakukan adalah Lembaga Sosial

PSMP Paramita Mataram yang beralamatkan di Jln. TGH. Saleh Hambali, Desa

Bengkel, Kec. Labuapi Kab. Lombok Barat, NTB. Lokasi ini dipilih karena pada

lembaga ini oleh pemerintah dijadikan sebagai sarana untuk menampung, membina

serta memberikan bimbingan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

E. Telaah Pustaka

Telaah Pustaka adalah upaya untuk memadukan penelitian yang telah

dilakukan dengan penelitian terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi,

plagiasi, repetisi, serta menjamin keaslian dan keabsahan penelitian yang

dilaksanakan peneliti untuk mendapatkan atau menemukan beberapa pendapat. Hasil

penelitian yang relevan dengan tema penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah :
9

1. Penelitian Jamiatun Hasanah dengan judul skripsi “Peranan Pekerja Sosial dalam

Menumbuhkan sikap sosial pada anak berhadapat dengan hukum di Panti Asuhan

Al-Amin Kediri.10

Fokus penelitian dalam penelitian tersebut adalah bagaimana Peranan

Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan sikap sosial pada anak berhadapat dengan

hukum di Panti Asuhan Al-Amin Kediri. Metode penelitian yang digunakan

adalah kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pekerja sosial

memiliki peranan dalam Menumbuhkan sikap sosial pada anak berhadapat

dengan hukum di Panti Asuhan Al-Amin Kediri. Hal ini terbukti dari adanya

perubahan sikap sosial anak panti yang beru setelah dilakukan pembinaan secara

berkelanjutan oleh pihak pengurus panti Al-Amin yang yang merupakan orang

yang bertugas sebagai pekerja sosial yang mengarahkan dan membina anak yang

tinggal di Panti Asuhan Al-Amin Kediri. Perubahan tersebut dapat dilihat dari

kemampuan bergaul anak panti dengan masyarakat yang tinggal di sekitar panti

Al-Amin Kediri.

2. Penelitian yang ditulis oleh Samsul Hadi yang berjudul “Peran Panti Sosial

Peduli Anak Dalam Upaya Pemberdayaan Anak Melalui Pendidikan Non Formal

di Desa Langko Kecamatan Lingsar Lombok Barat”.11

10
Jamiatun Hasanah , Peranan Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan sikap sosial pada anak
berhadapat dengan hukum di Panti Asuhan Al-Amin Kediri ( Skripsi Fakultas Dakwah, IAIN
Mataram, 2012), h. 7.
11
Samsul Hadi, Peran Panti Sosial Peduli Anak Dalam Upaya Pemberdayaan Anak Melalui
Pendidikan Non Formal Di Desa Langko Kecamatan Lingsar Lombok Barat (Skripsi Fakultas
Dakwah, IAIN, Mataram 2013), h. 7.
10

Dalam penelitiannya dipaparkan tentang peranan panti asuhan dalam

melakukan pemberdayaan anak terlantar melalui pendidikan non formal adalah

upaya membangun kemampuan anak terlantar supaya mereka dapat mandiri dan

dapat menampilkan prilaku yang baik. Adapun hasil penelitian yang dilakukan

peneliti lebih terfokus pada kesejahteraan anak terlantar melalui pelayanan sosial,

seperti keterampilan menjahit, otomotif, pendidikan non formal dan lain-lain.

Metode pendekatan masalah yang digunakan peneliti adalah melalui metode

Kualitatif Deskriptif.

3. Penelitian yang ditulis oleh Mukhlis berjudul “ Strategi Tokoh Agama Dalam

Pembinaan Kenakalan Remaja Di Dusun Tibu Baru Desa Batu Putih”. 12 Dalam

penelitian ini memaparkan pembaharuan dari penelitian sebelumnya tentang

strategi tokoh agama dalam pembinaan kenakalan remaja di Dusun Tibu Baru

Desa Batu Putih. Adapun hasil penelitian tentang strategi tokoh agama dalam

melakukan pembinaan terhadap kenakalan remaja adalah melalui Ceramah

Umum, Ormas Islam.

Dari penelitian di atas terdapat perbedaan dan persamaan dengan

penelitian sebelumnya mengenai pola pembinaan anak yang berhadapan dengan

hukum adalah sama-sama memberi pelatihan keterampilan bagi anak oleh panti

sosial dan strategi para pendidik/ Pembina. Sedangkan perbedaannya yaitu judul

yang peneliti angkat di sini adalah Pola Pembinaan Anak Yang Berhadapan

12
Mukhlis, Strategi Tokoh Agama Dalam Pembinaan Kenakalan Remaja Di Dusun Tibu Baru
Desa Batu Putih (Skripsi Fakultas Dakwah, IAIN, Mataram 2011), h. 58.
11

Dengan Hukum Yang Berlokasi Di PSMP Paramita Mataram, Jln. TGH. Saleh

Hambali, Desa Bengkel, Kec. Labuapi Kab. Lombok Barat, NTB.

Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan pendekatan Kualitatif

Deskriptif, metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Jadi, alasan peneliti

mengangkat judul ini karena ingin mendapatkan informasi yang lebih mendalam

terkait dengan pola pembinaan anak yang berhadapan dengan hukum yang

bertujuan untuk mencegah dan mengurangi aktivitas kenakalan remaja.

F. Kerangka Teoritik

1. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Hukum internasional telah menetapkan standar perlakuan yang harus dan/

atau dapat dirujuk oleh setiap negara dalam menangani anak yang berhadapan

dengan hukum. Hukum internasional mensyaratkan negara untuk memberikan

perlindungan hukum dan penghormatan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum melalui pengembangan hukum, prosedur, kewenangan, dan institusi

(kelembagaan).

Secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum (children in

conflict with the law), dimaknai sebagai: “Seseorang yang berusia di bawah 18

tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang

bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana”.13 Sedangkan

menurut lembaga perlindungan anak , memaknai bahwa: “ anak yang berhadapan

13
Anna Volz, “ Advocacy Strategies Trainining Manual,” dalam http: General Comment No.
10: Children’s Right in Juvenile Justice, Defence for Children Internatonal, 2009, diakses tanggal 05
mei 2014, Pukul 20.00 WITA.
12

dengan hukum adalah anak yang telah melakukan tindakan yang bertentangan

dengan hukum yang berlaku (peraturan perundang-undangan)”.14

Dengan demikian istilah sistem peradilan pidana anak dipergunakan

untuk menggambarkan sistem peradilan pidana yang dikonstruksikan pada anak.

Dengan demikian, istilah sistem peradilan pidana anak merujuk pada legislasi,

norma dan standar, prosedur, mekanisme dan ketentuan, institusi dan badan yang

secara khusus diterapkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

2. Pembinaan Anak

a. Pengertian Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan

masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)

hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang

lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang

perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep

diri, dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin

pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan

pertumbuhannya. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan

14
Bang Opick, “Perlindungan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum,” dalam
http://bangopick.wordpress.com/2008/12/17, diakses tanggal 6 mei 2014, Pukul 09.00 WITA
13

tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan

seiring dengan pertambahan usia pada anak sehingga akan berdampak pada

prilakunya pada waktu tertentu.

Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan

negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus cita-

cita bagi kemajuan suatu bangsa. Hak asasi anak dilindungi di dalam Pasal 28

(B)(2) UUD 1945 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Semenjak zaman

dahulu, manusia telah dipersoalkan oleh masalah tentang bagaimana cara

mendidik anak. Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan manusia,

maka berkembang pula cara dan tujuan mendidik anak.15 Terdapat dua

pandangan mengenai konsep anak, yaitu pandangan jiwa lama yang lahir

sebelum tahun 1900, dan ilmu jiwa baru yang lahir setelah tahun 1900, yang

bisa juga disebut sebagai ilmu jiwa modern. Kedua ilmu ini sangat

berpengaruh terhadap pandangan tentang anak-anak.16

Ilmu jiwa lama berpandangan bahwa anak dianggap sebagai manusia

dewasa dengan ukuran kecil. Maka perlakuan yang diberikan, harapan,

tuntutan, serta sikap, terhadap anak sama seperti orang dewasa, hanya saja

15
Moh. Kasim, Ilmu Jiwa Perkembangan Bagian Ilmu Jiwa Anak (Surabaya : Usaha Nasional,
1983), h. 9.
16
Ibid., h. 10.
14

masih dalam bentuk yang lebih sederhana dan dalam taraf pertumbuhan.17

Berbeda dengan pandangan jiwa modern yang memandang anak bukan sebagai

bukan sebagai manusia dewasa dalam bentuk kecil. Akan tetapi memandang

anak sebagai manusia yang sedang dalam taraf perkembangan, yang

mempunyai perasaan, kehendak, dan pikiran tersendiri,yang kesemuanya itu,

merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta strukturnya berlainan pada setiap

fase-fase perkembangan.18

Dalam hal pertumbuhan, tingkat pertumbuhan tiap anak sangat berbeda

antara ras, bangsa dan tingkat sosial ekonominya. Menurut penelitian yang

dilakukan di berbagai tempat di dunia, terdapat rentangan sebesar 9 inci atau

22,5 cm di antara anak-anak dalam ukuran pendek, misalnya di Asia Tenggara,

Oceania, dan Amerika Selatan, sedangkan anak-anak dari Eropa Utara Dan

Tengah, Australia Timur dan Amerika Serikat pertumbuhannya lebih tinggi.

Walaupun terdapat perbedaan keturunan, pertumbuhan tersebut juga sangat

dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Anak-anak yang tumbuh paling tinggi

biasanya dalam hidupnya tidak mengalami kekurangan gizi dan infeksi

penyakit merupakan masalah utama dalam kehidupan. Di samping itu juga

karena perbedaan tempat tinggal biasanya anak-anak yang berasal dari

keluarga kurang mampu serta lingkungan kurang baik dan tidak sehat.19

17
Moh. Kasim, Ilmu…, h. 10.
18
Ibid., h. 11.
19
Mulyani Sumantri, Nana Syaodih, Perkembangan Peserta didik ( Jakarta : Universitas
Terbuka, 2006), cet.12, h. 2.3 - 2.4.
15

Begitu juga dengan perkembangan anak, perkembangan anak dibagi

menjadi beberapa periodesasi, di mana periodesasi perkembangan anak

tersebut didasarkan dengan beberapa aspek, salah satunya adalah periodesasi

berdasarkan biologis, salah satu tokoh yang memaparkan hal tersebut adalah

Maria Montessori. Menurut Maria, pembagian tingkat perkembangan anak

mempunyai arti biologis, sebab perkembangan itu adalah melaksanakan kodrat

alam, dengan asas pokok, asas kebutuhan vital (masa peka) dan asas kebutuhan

sendiri. Adapun tingkat perkembangan tersebut antara lain :

a. Periodesasi I; umur 0 s/d 7 tahun, yaitu periode penangkapan dan

pengenalan dunia luar dengan panca indera.

b. Periode II; umur 7 s/d 12 tahun, yaitu periode abstrak, di mana anakmulai

menilai perbuatan manusia atas dasar baik dan buruk dan mulai timbulnya

insan kamil.

c. Periode III; umur 12 s/d 18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan

kepekaan masa sosial.

d. Periode IV; umur 18 ke atas, yaitu periode pendidikan perguruan tinggi.20

Begitu juga dengan tokoh psikologi terkenal, Sigmund Freud yang

membagi fase periodesasi berdasarkan biologis, akan tetapi lebih menekankan

pada cara reaksi bagian-bagian tubuh tertentu. Fase-fase tersebut antara lain :

20
Moh. Kasim, Ilmu…, h. 44.
16

1. Fase oral : umur 0 s/d 1 tahun. Pada usia ini, anak mendapatkan kepuasan

seksual melalui mulutnya.

2. Fase anal : umur 1 s/d 3 tahun, pada usia ini, anak mendapatkan kepuasan

seksual dari anusnya.

3. Fase fhalik : umur 3 s/d 5 tahun, pada usia ini, kepuasan seksual telah

berpusat pada alat kelamin.

4. Fase latent : umur 5 s/d 12 tahun

Pada usia ini, anak tampak dalam keadaan tenang. Dorongan – dorongan

Nampak selalu tertekan dan tidak mencolok.

5. Fase pubertas : umur 12 s/d 18 tahun

Pada fase ini, dorongan – dorongan mulai muncul kembali, dan bila

dorongan tersebut dapat disalurkan dengan baik, maka anak akan sampai

pada kematangan terakhir.

6. Fase genital : umur 18 s/d 20 tahun

Pada fase ini, dorongan seksual yang pada fase latent dikatakan telah tertidur,

kini muncul kembali dan mulai sungguh- sunguh menyukai lawan jenis.21

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, tampak bahwa pubertas

berada pada usia antara 12 s/d 20 tahun. Pada rentangan usia inilah anak

dikatakan sebagai remaja, di mana anak tersebut telah menampakkan tanda-

21
Moh. Kasim, Ilmu…, h. 43.
17

tanda pubertas dan berlanjut hingga tercapainya kematangan seksual, tinggi

badan secara maximum dan pertumbuhan mental secara penuh.22

b. Konsep Pembinaan Anak

Generasi muda Islam mesti tampil dengan citra ibadah yang kokoh serta

teguh di dalam menegakkan amal ma’ruf nahi munkar. Dalam proses

pembinaan anak, sebaiknya yang pertama dilakukan adalah memberikan

keteladanan kepada mereka dengan mengokohkan kecintaan kepada negeri,

memperkaya potensi percaya diri, dan memberikan mereka kemandirian

sesuai dengan bimbingan agama.23

Generasi kedepan wajib digiring menjadi taat hukum di mulai dari

lembaga keluarga dan rumah tangga dengan memperkokoh peran orang tua

serta kepada semua lembaga lapisan masyarakat secara efektif dalam

menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur dan aqidah

yang benar kepada generasi muda. Orang tua dalam hal ini memliki tanggumg

jawab untuk mendidik anak dengan penuh kesabaran dan kesungguhan.

Sehingga mereka dapat menjadi anak yang beriman dan bertanggung jawab

kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia. Hal ini berkaitan dengan sebuah

firman Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang menyatakan:

  


       

22
Muhammad Al Mighwar, Psikologi Remaja, ( Bandung : Pustaka Setia, 2006 ), h. 60.
23
Abidin Mas’oed, Akhlak Remaja Hari Ini dan Prospeknya di Masa Depan (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 75.
18

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka”..24
Ada pula sebuah firman Allah SWT yang menjelaskan tentang pembinaan

anak yaitu dalam surah An-Nisa’ ayat 9 yang berbunyi:

              

 
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh karena itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.25

Demikianlah konsep pembinaan dalam islam yang menjelaskan dengan

detil bahwa membimbing dan mendidik anak sangatlah penting, karena anak

adalah penerus bangsa dan menjadi harapan dalam lingkungan keluarga. Para

psikolog menyebut keluarga sebagai sebuah benteng kokoh dan dasar utama dalam

pembentukan sebuah masyarakat. Oleh karena itu, di sanalah mesti diletakkan

dasar pertama pembentukan sebuah lingkungan keluarga.anak-anak yang hidup di

masa sekarang merupakan individu masyarakat yang berharga di masa mendatang.

Dengan demikian dari keluargalah mereka mengambil pelajaran, baik kehidupan

individual maupun sosial.26

24
Depag, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: YPPI, 2003), h. 87
25
Ibid, h. 143
26
Ali Qaimi” Kudakon e- Syahid” dalam MJ Bafaqih, Single Parent: Peran Ganda Ibu Dalam
Mendidik Anak (Bogor: Cahaya, 2003), h. 3.
19

3. Efikasi Diri

a. Pengertian Efikasi Diri

Menurut Ghupron Efikasi diri merupakan salah satu aspek

pengetahuan tentang diri atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam

kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki

ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan

untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan berbagai

kejadian yang akan dihadapi.27

Jeanne Ellis Ormrod menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan

bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan

tertentu.28 Menurut Albert Bandura dalam Robert A. Baron & Donn Byrne,

self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau

kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau

mengatasi hambatan.29 Sedangkan menurut Robert A. Baron & Donn Byrne

self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau

kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan atau

mengatasi sebuah hambatan.30

Judge dalam Nur Ghufron & Rini Risnawita, menganggap bahwa

efikasi diri adalah indikator positif dari core self evaluation untuk melakukan

27
Gufron, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Usaha Nasional, 2014), h 73
28
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan (Jakarta : ERLANGGA, 2008) h. 20
29
Robert A. Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial (Jakarta : ERLANGGA, 2003) h. 183
30
Ibid
20

evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Efikasi diri merupakan salah

satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling

berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang

dimiliki ikut mempengaruhi indifidu dalam menentukan tindakan yang akan

Efikasi diri merupakan kemampuan seseorang mengenal dan

memahami karakter yang dimilikinya sehingga dapat menempatkan,

mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat yang dimilikinya secara

kontiyu.31

Sementara itu pendapat lain mengatakan bahwa efikasi diri merupakan

kerangka konsep seseorang tentang jalan hidup yang akan ditempuh dengan

penuh semangat dan rasa percaya diri untuk mewujudkannya sehingga

interaksi dalam pergaulannya dapat dilakukan dengan baik dalam setiap

interaksi pergaulannya.32 Seseorang dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa

mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di

sekitarnya. Sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap

dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada di

sekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi diri yang rendah

cenderung akan mudah menyerah.

31
Tohirin, Bimbingan dan Konseling Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 65
32
Nugroho Hadi, Perubahan Mental Anak, (Jakarta: PT. Renika Cipta, 2013), 53
21

b. Perkembangan Efikasi Diri

Efikasi diri akan mengalami perkembangan sesuai dengan pengalaman

yang dialami oleh individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi

tertentu. Perkembangan efikasi diri ini sangat ditentukan oleh kondisi

lingkungan tempat tinggalnya. 33

Secara umum perkembangan efikasi diri ini sejalan dengan

pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikologis anak yang berkaitan

erat dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Masing-masing

tahapan perkembangan tersebut yaitu

1) Umur 0-5 tahun anak akan berusaha mengenal lingkungan yang paling

dekat dengan dirinya

2) Umur 6-10 tahun, anak akan berusaha memperhatikan lingkungannya

serta menyesuaikan diri secara perlahan namun pasti

3) Umur 11-12 tahun anak akan berusaha mencari pengalaman baru dengan

berusaha melihat dan memperhatikan orang yang ada di sekitarnya serta

menyesuaikan diri namun sudah terdapat rasa percaya diri yang cukup

besar untuk melakukan interaksi dengan orang terdekat maupun orang

lain yang ada di sekitarnya.

4) Umur 13-15 tahun anak sudah mampu bergaul dengan orang lain baik

yang dekat maupun orang yang baru dikenalnya.34

33
Gufron, Bimbingan Konseling….., h 75
34
Tohirin, Bimbingan dan Konseling ….., h. 65
22

Persepsi seseorang mengenai dirinya dibentuk selama hidupnya

melalui reward dan punishment dari orang-orang di sekitarnya. Unsur penguat

(reward dan punishment) lama-kelamaan dihayati sehingga terbentuk

pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri.

c. Aspek- Aspek Efikasi Diri

Efikasi diri pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu

dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi tersebut yaitu: 1) Dimensi

tingkat (Level), 2) Dimensi kekuatan (Strength), 3) Dimensi generalisasi

(Generality). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Dimensi tingkat (Level): Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan

tugas ketika individui merasa mampu untuk melakukannya. Apabila

individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat

kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada

tugas-tugas yang mudah, sedang, bahkan meliputi tugas-tugas yang paling

sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi

tuntutan prilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi

ini dimiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba

atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu

dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas

kemampuan yang dirasakannya.

2) Dimensi kekuatan (Strength): Dimensi ini berkaitan dengan tingkat

kekutan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai


23

kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh

pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang

mantap mendorong individu tetap bertahan pada usahanya. Meskipun

mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini

biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu semakin tinggi

tarap kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk

menyelesaikannya.

3) Dimensi generalisasi (Generality): Dimensi ini berkaitan dengan luas

bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin terhadap

kemampuannya dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situsi

tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.35

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa self-efficacy sebagai

“keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran

pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di

lingkunngannya,” dan dia juga yakin kalau “self-efficacy adalah fondasi

keagenan manusia.”manusia yang percaya dapat melakukan sesuatu, memilki

potensi untuk mengubah kejadian-kejadian di lingkungannya, lebih suka

bertindak, dan lebih dekat pada kesuksesan daripada yang rendah self-

efficacy-nya.36

35
Ibid, h 67
36
Mulyati, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2007), 74
24

Self-efficay itu didapatkan, dikembangkan atau diturunkan melalui

salah satu dari kombinasi dari empat sumber berikut: 1). Pengalaman-

pengalaman tentang penguasaan (masterys experiences), 2) pemodelan sosial

(social modeling), 3) persuasi sosial (social persuasion), dan 4) kondisi fisik

dan emosi (physical and emotional states). Pada setiap metode, informasi

tentang diri dan lingkungan diproses secara kognitif dan bersama-sama

rekoleksi terhadap pengalaman-pengalaman sebelumnya, mengubah self-

efficacy yang dimilki. Adapun penjelasannya sebagi berikut:

1) Pengalaman-pengalaman tentang penguasaan: Sumber paling

berpengaruh bagi self-efficacy adalah pengalaman-pengalaman tentang

penguasaan (mastery experiences), yaitu performa-performa yang sudah

dilakukan di masa lalu. Biasnya kesuksesan kinerja akan membangkitkan

ekspektansi-ekspektansi terhadap kemampuan diri untuk mempengaruhi

hasil yang diharapkan, sedangkan kegagalan cenderung merendahkannya.

2) Pemodelan Sosial: Sumber kedua self-efficacy adalah pemodelan sosial;

yaitu pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences) yang

disediakan orang lain. Self-efficacy memningkat ketika manusia

mengamati pencapaian orang lain yang setara kompetensinya, tetapi

menurun ketika melihat kegagalan seorang rekan. Apabila orang lain

tidak setara dengan kita, pemodelan sosial hanya memberikan efek kecil

saja bagi self-efficacy.


25

3) Persuasi social: Self-efficacy dapat juga diraih atau dilemahkan lewat

persuasi sosial. Efek-efek sumber ini agak terbatas namun, dalam kondisi

yang tepat, persuasi orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan

self-efficacy. Kondisi seseorang harus percaya kepada sang pembicara.37

Aspek efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau

self-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal

ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam

menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di

dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.

4. Pekerja Sosial

a. Pengertian Pekerja Sosial

Pekerja sosial merupakan orang yang memiliki tugas untuk

menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan yang ada

dalam lembaga atau instansi yang berkaitan dengan pekerjaan sosial.38

Pendapat lain mengatakan bahwa pekerja sosial merupakan sekumpulan

masyarakat yang berusaha memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat

yang ada di sekitarnya.39

Pekerja sosial sebagai profesi masih dapat dikatakan sebagai profesi

yang baru muncul pada awal abad ke-20, meskipun demikian, ia mempunyai

akar sejak timbulnya revolusi industri. Berbeda dengan profesi lain yang

37
Gufron, Bimbingan Konseling….., h 77
38
Tohirin, Bimbingan Konseling Sekolah, … h. 75
39
Gufron, Bimbingan Konseling….., h 45
26

mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka

pekerjaan sosial lebih berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu

ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek.40

Menurut International Federation Of Social Worker (ISFM), pekerjaan

sosial (social worker) adalah orang yang memiliki profesi yang mendorong

perubahan sosial, memecahkan masalah dalam kaitannya dengan relasi

kemanusiaan, memberdayakan, dan membebaskan masyarakat untuk

meningkatkan keseja hteraannya.41 Pekerja sosial adalah orang yang memiliki

aktivitas professional, untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat

dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial

dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai

tujuan tersebut. Menurut Abu Ahmadi, pekerjaan sosial merupakan profesi

yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya, dan

individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya.

Pandangan ini mengacu pada konsep “fungsi sosial” yang terkait dengan

kinerja (performance) dari berbagai peranan sosial yang ada pada

masyarakat.42

Mulyati mendefinisikan Pekerjaan sosial sebagai berikut “profesi

pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan

40
Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 11
41
Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.Refika
Aditama, 2009), h. 25
42
Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV.Wacana Prima, 2006), h.75
27

relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan

manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku

manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada

titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-

prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan

sosial.43

Dari pandangan di atas, permaslahan dalam bidang pekerjaan sosial,

erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial (social functioning ), yaitu

kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai tuntutan

lingkungannya. Oleh karena itu usaha -usaha untuk memberikan pelayanan

sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk

membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi

sosialnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial merupakan

sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk menyelesaikan

permasalahan-permasalahan sosial dalam suatu instansi, lembaga maupun

masyarakat. Dalam konteks penelitian ini pekerja sosial yang dimaksud

adalah sekumpulan orang yang memiliki tugas untuk menangani

permasalahan sosial yang ada di PSMP Paramita Mataram.

b. Peran Pekerja Sosial

43
Mulyati, Psikologi Umum, (Jakarta: Usaha Nasional, 2006), h. 45
28

Pekerja sosial sebagai salah satu unit kerja yang ada dalam instansi

pemerintah yang bernaung di bawah Kementrian Sosial memiliki peran yang

kompleks. Hal ini disebabkan karena setiap permasalahan yang dialami oleh

masyarakat dan diajukan ke instansi Kementrian Sosial merupakan

tanggungjawab yang harus diselesaikan sekalipun dalam praktiknya harus

dilakukan secara kolektif. Pekerja sosial sebagai sebuah tim yang membidangi

hal tersebut memiliki peran sebagai berikut:

1) Memberikan pembinaan secara berkelanjutan kepada setiap klien yang masuk

di Kementrian Sosial.

2) Memberikan pendampingan kepada klien selama proses pembinaan dilakukan

3) Melakukan penilaian terhadap kemajuan selama proses pembinaan

dilakukan44

4) Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya,

menanggulangi dan secara efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya.

5) Menghubungkan klien dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Ibarat

memancing, dalam konteks memberdayakan masyarakat, jika dulu cukup

memberikan kailnya saja. Dengan memberikan pelatihan skill tertentu

(misalnya kewirausahaan) kepada rakyat miskin, mungkin sudah cukup

menyelesaikan problem kemiskinan.

6) Meningkatkan kinerja lembaga -lembaga sosial dalam pelayanannya, agar

berjalan secara efektif. Pekerja sosial berperan dalam menjamin agar


44
Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, …h. 76
29

lembaga-lembaga sosial dapat memberikan pelayanan terhadap klien secara

merata dan efektif. Langkah ini dilakukan karena lembaga-lembaga sosial

dianggap sebagai salah satu peranti untuk mencapai tujuan-tujuan dari disiplin

ilmu pekerjaan sosial.

7) Mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan

sosial yang berpihak.

8) Memberdayakan kelompok-kelompok rentan dan mendorong kesejahteraan

sosial maupun ekonomi. Kelompok rentan yang dimaksud seperti orang lanjut

usia , kaum perempuan, gay, lesbian, orang yang cacat fisik maupun mental,

anak berhadapan dengan hukum

9) Mengembangkan dan melakukan uji keterampilan atau pengetahuan

professional. Pekerjaan sosial diharapkan memiliki dasar-dasar keterampilan

dan pengetahuan yang mencukupi dalam praktiknya.45

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah Metode pendekatan kualitatif. Dalam

penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan

studi lapangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan memaparkan data

mengenai Pola Pembinaan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum di PSMP

45
Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial , (Yogyakarta :Pustaka
Pelajar, 2009), h. 28
30

Paramita Mataram.46 Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini, dikarenakan

pendekatan kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu prilaku dan ilmu-ilmu sosial.

Esensinya adalah sebagai sebuah metode pemahaman terhadap dinamika sosial

dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Selain itu, kajian ini

juga dimaksudkan untuk memahami situasi sosial secara mendalam.47 Bukan

hanya itu, alasan penulis memilih pendekatan kualitatif adalah karena kajian

kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata dan

gambar akan tetapi bukan angka . kalaupun ada angka sifatnya hanya sebagai

penunjang.48

Penelitan Kualitatif menggunakan observasi terstruktur dan tidak

terstruktur serta interaksi komunikatif sebagai alat mengumpulkan data, terutama

wawancara mendalam/ in depth interview dan peneliti menjadi instrument

utamanya. Sehingga dalam penelitian ini lebih banyak mendapatkan data dari

wawancara dan lapangan. Adapun data yang diperoleh dari wawancara melalui

informan kunci dan informan utama yaitu Kasi Resos, Kasi Pas( Program advokasi

sosial), dan Kasi Peksos. Sedangkan data yang di peroleh dari lapangan melalui

informan tambahan meliputi ABH/ penerima manfaat, satpam.

46
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2010), h.
248- 250.
47
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif ( Bandung:
Alfabeta, 2007), h. 399.
48
Muhammad Irwan Jayadi, Penelitian ” Pemenuhan Kebutuhan Bagi Anak Terlantar ( Skripsi
Fakultas Dakwah, 2011) h. 23.
31

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti berperan sebagai instrument

sekaligus sebagai pengumpul data sehingga keberadaannya di lokasi penelitian

muthlak diperlukan.49 Karena jika dalam pengumpulan data peneliti hanya

meminta bantuan pihak ketiga untuk melakukan observasi yang bersifat

partisipatif atau wawancara mendalam, maka data hasil penelitian yang diperoleh

akan menjadi bias, deviasi dan bahkan mengalami distorsi.50 Karena

bagaimanapun, ketika berada di lapangan, peneliti akan banyak berhadapan

dengan berbagai fenomena. Dimana fenomena-fenomena tersebut perlu didekati

oleh peneliti dalam situasi yang real. Tidak cukup hanya dengan cara meminta

bantuan atau sebatas mendengar penuturan secara jarak jauh. Akan tetapi

kehadiran peneliti tentunya diawali dengan proses perizinan. Hal ini dimaksudkan

agar peneliti terarah dalam menjalankan tugas untuk mengumpulkan data. Dalam

penelitiannya dapat dijalankan secara terbuka.51 Sehingga dalam pelaksanaannya

peneliti mendapat kemudahan dalam mengumpulkan data.

Adapun tahap awal yang dilakukan peneliti adalah melalui proses perizinan

kepada pihak lembaga sebagai pemberitahuan untuk melakukan penelitian. Dalam

proses penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data melalui 3 cara,

meliputi: wawancara, observasi dan dokumentasi.

49
Pedoman Penulisan Penelitian, ( IAIN Mataram, 2010) h. 13.
50
Sudarman Denim, Menjadi…, h. 151.
51
Ibid., h. 154
32

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)

Paramita Mataram, yang berlokasi di jln. TGH. Saleh Hambali, Desa Bengkel,

Kec. Labuapi Lobar NTB. Alasan peneliti tertarik memilih lokasi ini adalah karena

anak binaannya. Anak binaan yang berada di panti sosial ini tidak seperti yang ada

di panti-panti sosial pada umumnya.

Namun sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu memasukkan

surat izin penelitian, hal ini dilakukan agar nantinya dalam melaksanakan

penelitian, data-data yang ingin dikumpulkan, bisa mendapatkan bantuan dari

pegawai dan pengurus panti, sehingga penelitian ini diharapkan dapat berjalan

dengan lancar.

4. Penentuan Subyek Penelitian (Informan)

Penentuan Kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari

hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya

sampel dan populasi. Subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus

penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian ini menjadi informan yang

akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan penelitian ini terdiri dari beberapa macam, antara lain:

a. Informan Kunci: dan Informan Utama memliki kesamaan yaitu mereka yang

mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian yang meliputi: Kasi Peksos, dan Kasi Pas.


33

b. Informan Tambahan: yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak terlibat langsung dalam penelitian.52 yang meliputi: ABH/

penerima manfaat, juru masak, satpam dan tukang sapu.

Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah informan kunci yaitu

koordinator humas dan kepegawaian atau yang mewakili di PSMP Paramita

Mataram, informan utama yaitu staf dari lembaga rehabilitasi sosial di PSMP

Paramita Mataram, sedangkan sebagai informan tambahan yakni orang-orang atau

anak-anak yang menjadi sasaran pembinaan.

5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berkompeten di

bidang yang akan diteliti, karena seorang informan bisa menentukan valid atau

tidaknya sebuah penelitian. Adapun sumber data tersebut antara lain dibagi

menjadi 2 yaitu :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari informan yang ada di lapangan melalui wawancara. Wawancara

di sini dilakukan kepada pimpinan dan beberapa petugas atau pengurus

PSMP Paramita Mataram.

52
Asrul Harahab, Penelitian “ Management Pengelolaan Dana Zakat Untuk Dana
Pengembangan Usaha Kecil Bina Keluarga Mandiri”. (Skripsi Fakultas Dakwah, 2011) h. 43.
34

b. Sumber Data Sekunder

Sementara sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh

secara langsung di lapangan, seperti dokumentasi, dan sebagainya yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah berkaitan dengan fokus masalah penelitian. Mulai dari

dokumen-dokumen program yang dijalankan, upaya yang dilakukan, serta

beberapa kendala yang dihadapi dalam menjalankan keberlangsungan panti

sosial ini. Termasuk juga tentang anak-anak binaan yang tertera dalam arsip

lembaga PSMP Paramita. Adapun orang yang terlibat di sini adalah meliputi:

ABH/ penerima manfaat, juru masak, satpam.

6. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, tekhnik yang digunakan peneliti untuk memperoleh

data antara lain:

a. Wawancara

Metode interview/wawancara merupakan metode pengumpulan data

yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek

atau responden.53

Sedangkan menurut Arikunto adalah sebuah dialog yang dilakukan

oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari yang terwawancara.54

Interview/wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

53
Ibid, h. 82.
54
Arikunto Suhasimi, 1998, h. 145.
35

berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-

keterangan. Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan interview bebas

terpimpin yaitu kombinasi antara interview bebas dengan interview terpimpin.

Dalam hal ini peneliti menggunakan pedoman yang hanya merupakan garis

besar tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Adapun tujuan peneliti menggunakan metode ini adalah untuk

mendapatkan informasi tentang 1) peran Pekerja Sosial dalam pembentukan

efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita

Mataram, 2) mengetahui hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Pekerja

Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan dengan Hukum

(ABH) di PSMP Paramita Mataram.

b. Observasi

Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan

sengaja, sistematik mengenai fenomena sosial dan gejala-gejala psikis untuk

kemudian dilakukan pencatatan.55 Sedangkan menurut pendapat Arikunto

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan observasi adalah pemusatan

pemikiran terhadap suatu obyek yang menggunakan seluruh alat indera. 56 Di

sisi lain dikatakan bahwa metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan

55
Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktik (Bandung: Rineka Cipta.1999), h. 63.
56
Arikunto Suharsimi., h.136.
36

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian.57

Adapun tujuan peneliti menggunakan metode observasi ini adalah

untuk mendapatkan data tentang proses pembentukan efikasi diri di PSMP

Paramita Mataram.

c. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, studi dokumentasi sangat dibutuhkan oleh

peneliti. Hal ini dikatakan karena dalam mengumpulkan data, perlu

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hal-hal yang diteliti yang

berfungsi untuk memperkuat penelitian ilmiah ini. Hal-hal yang dibutuhkan

dalam hal tekhnik ini antara lain : mengumpulkan data melalui sumber-

sumber tertulis seperti dokumen-dokumen resmi, makalah-makalah yang

relevan dengan penelitian ini, termasuk juga data penting yang berasal dari

PSMP Paramita, baik berupa data sarana prasarana, data pendidikan, data

anak-anak, dan data-data pendukung lainnya. Dengan demikian, studi

dokumen resmi yang dilakukan peneliti adalah mengumpulkan data melalui

pencatatan atau data tertulis.

7. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menyusun ke dalam pola, memilih


57
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: PT SIC, 2001), h. 99.
37

mana yang penting dan yang akan dipelajari, sehingga mudah di pahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan memiliki hubungan yang erat antara

teori dan pola pembinaan anak yang dilakukan di lembaga PSMP Paramita

Mataram. Di mana menurut teori pembinaan bahwa pada proses pembinaan itu

memiliki konsep yang sama dengan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga

PSMP Paramita Mataram. Dalam sebagian teori bahwa anak dianggap sebagai

manusia dewasa dengan ukuran kecil. Maka perlakuan yang diberikan, harapan,

tuntutan, serta sikap, terhadap anak sama seperti orang dewasa, hanya saja masih

dalam bentuk yang lebih sederhana dan dalam taraf pertumbuhan. Sedangkan pola

pembinaan yang ada di lembaga PSMP Paramita Mataram memberikan pembinaan

melalui pelatihan dan keterampilan.

Dengan demikian, konsep antara teori dengan konsep yang ada di lembaga

PSMP Paramita Mataram memiliki kesamaan pandangan terkait dengan pola

pembinaan anak secara umum dan khususnya anak yang berhadapan dengan

hukum. Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa antara teori dan

pola pembinaan anak yang berhadapan dengan hukum memiliki kesamaan dari

segi pembinaan.

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah selanjutnyaadalah

menganalisis data. Yang dimaksud analisis data adalah proses mencaridan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,catatan

lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan datakedalam


38

kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa,menyusun kedalam

pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, danmembuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupunorang lain. Sedangkan analisis

kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatuanalisa berdasarkan data yang

diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi kesimpulan awal.58

Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga diperoleh

suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesa59. Kemudian definisi lain

mengemukakan bahwa analisis data adalah sebagai proses formal untuk

menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai

usaha untuk memberikan bantuan pada tema.60 Untuk memperjelas penulisan ini

maka peneliti menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif yaitu

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah

untuk dipahami dan disimpulkan.

Adapun data kualitatif dalam analisis pada umumnya dilihat menurut

isinya atau yang disebut analisis isi, karena data yang digunakan sifatnya non

statistik. Sedangkan teknik yang digunakan bisa dengan metode deduksi

induksi.61 Analisis deduksi yaitu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum

atau penemuan yang khusus dari yang umum atau proses penalaran dari satu atau

lebih pernyataan umum (premis) untuk mencapai kesimpulan logis

58
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 206.
59
Subagyo, Metode Penelitian, h.106.
60
Moleong Lexy, Metode Penelitian, h.103.
61
Sugiyono, Metode Penelitian, h. 330.
39

tertentu. Metode deduksi akan membuktikan suatu kebenaran baru berasal dari

kebenaran-kebenaran yang sudah ada dan diketahui sebelumnya

(berkesinambungan).62

Induksi adalah cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu

kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.

Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-

pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam

menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.63

8. Keabsahan Data

keabsahan data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh

peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam kenyataan. Untuk

memperoleh keabsahan data atau data yang valid diperlukan teknik pemeriksaan,

dalam penelitian ini digunakan teknik-teknik sebagai berikut:

a. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan

urutan peritiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan

ketekunan pengamatan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali

apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak, selain itu peneliti juga

62
Ibid., h. 33.
63
Ibid., h. 86.
40

dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang

diamati.64

b. Triangulasi

Triangulasi dalam penelitian ini adalah untuk mengecek data tertentu

dengan membandingkan data yang diperoleh dengan sumber lain.65

Triangulasi yang dipergunakan adalah triangulasi sumber, dan triangulasi

metode. Triangulasi sumber dilakukan untuk mendapatkan informasi dari

informan atau sumber lain yang berbeda. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

cara :

1) Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumentasi.

3) Membandingkan persepsi orang dengan pendapat dan pandangan orang

lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan triangulasi metode adalah dengan

menggunakan berbagai teknik pengumpulan data yang ditujukan untuk

memperoleh informasi yang serupa. Triangulasi metode dapat dilakukan

dengan cara :

1) Pengecekan hasil penemuan, melalui beberapa teknik pengumpulan data.

2) Pengecekan hasil penemuan, dari beberapa sumber dengan menggunakan

metode yang sama.

64
Moleong Lexy, Metode Penelitian, h. 103.
65
Ibid., h. 87.
41

c. Kecukupan Referensial

Referensi yang dipakai adalah bahan dokumentasi, catatan-catatan

sewaktu melakukan penelitian. Dengan referensi, peneliti dapat mengecek

kembali data informasi-informasi yang peneliti dapatkan di lapangan.


42

BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya PSMP Paramita Mataram

Permasalahan sosial yang ada di masyarakat yang selama ini sangat

membutuhkan adanya berbagai program dan pendekatan. Di antaranya adalah

program pelayanan dan rehabilitasi sosial. Di mana permasalahan sosial yang

membutuhkan program pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah masalah anak dan

remaja nakal yang secara konseptual mereka disebut sebagai anak yang

berhadapan dengan hukum.

Dalam masalah sosial, anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)

merupakan masalah yang tidak berdiri sendiri. Ia sangat dipengaruhi sekaligus

mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan sosial masyarakat di sekitarnya.

Adapun yang dipengaruhi karena prilaku anak nakal adalah hasil dari proses

internalisasi nilai budaya keluarga dan masyarakat di sekitarnya, misalnya orang

tua yang tidak mampu membina dan mendidik anaknya akibat faktor kemiskinan,

menurunnya kontrol sosial masyarakat akibat perubahan sosial yang begitu cepat,

termasuk kegagalan Negara dalam mencegah masuknya informasi dan budaya

melalui tekhnologi informasi yang begitu cepat berkembang.66

66
Sukardi, Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Rehbilitasi, (Mataram: PSMP Paramita
Mataram, 2012), h. 3.
43

Masalah ABH selanjutnya mempengaruhi kehidupan masyarakat akibat

prilaku mereka yang menyimpang, melawan orang tua, membuat pelanggaran

hukum oleh anak dan remaja. Akibatnya adalah selain meresahkan dan

mengganggu ketentraman masyarakat ABH juga menjadi indikator penurunan

kualitas bangsa. Hal ini mengingat mereka adalah bagian dari generasi muda yang

akan melanjutkan pembangunan nasionalis.

Dalam rangka pemecahan masalah sosial di atas Kementerian Sosial RI

melaksanakan berbagai program dan pelayanan, salah satunya dengan pelayanan

dan rehabilitasi sosial berbasis kelembagaan melalui sistem panti. PSMP Paramita

Mataram merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas

melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penanganan ABH.

UPT yang beralamat di Jl. Tgh. Saleh Hambali, Desa Bengkel kecamatan Labuapi

Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini berdiri tahun

1986 sudah mulai beroperasi dan disahkan melalui SK Mensos RI No. 06/HUK

1989 Tanggal 28 Februari 1989. Meskipun pada awalnya PSMP Paramita

memiliki kapasitas tampung sebanyak 75 orang, namun seiring dengan

permasalahan anak nakal di masyarakat, maka kapasitas tampungnya menjadi 100

orang.67

67
Ibid, h 9.
44

2. Tugas Pokok Pekerja Sosial di PSMP Paramita Mataram

Tugas pokok PSMP Paramita Mataram adalah memberikan bimbingan

pelayanan dan rehabilitasi yang bersifat preventif, kuratif, mental sosial, dan

pelatihan keterampilan, resosialisasi, serta bimbingan lanjut bagi anak nakal agar

mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta

pengkajian penyiapan standar rujukan.68

3. Sasaran Pelayanan Pekerja Sosial di PSMP Paramita Mataram


a. Anak

Dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1) Anak dengan kenakalan dan (ABH).

2) Berusia maksimal 18 tahun.

3) Membawa surat keterangan sehat dari dokter/ puskesmas.

4) Sehat jasmani dan rohani dan tidak mengidap penyakit menular.

5) Membawa foto copy STTB 2 lembar disertai dengan STTB asli/

terlegalisir.

6) Fas fotowarna 2x4 sebanyak 5 lembar.(latar merah).

7) Surat pernyataan orang tua/wali dari calon penerima manfaat tentang

kesanggupan untuk mengikuti seluruh program pelayanan dan rehabilitasi

di panti yang diketahui oleh pihak desa setempat.

68
Ibid, h. 9.
45

b. Keluarga penerima manfaat

c. Masyarakat, terutama masyarakat/ lingkungan asuh setempat.

4. Kebijakan PSMP Paramita Mataram pada Pekerja Sosial

Sebagai UPT KEMENSOS, maka PSMP Paramita Mataram yang fungsi

utamanya memberi pelayanan langsung (Direct Services) kepada ABH sekaligus

menjadi lembaga sosial lainnya. Dengan fungsi tersebut maka selain

menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial, lembaga ini juga melakukan

koordinasi dengan berbagai instansi pemerintah se-NTB (sosial, tenaga kerja,

kesehatan dan lain-lain) serta kepolisian, BAPAS serta LSM.

Pada dasarnya PSMP Paramita Mataram merupakan lembaga UPT yang

tidak memiliki wewenang untuk membuat kebijakan di luar garis kebijakan yang

dibuat direktorat pelayanan sosial anak, ditjen pelayanan dan rehabilitasi sosial

kementerian sosial RI.69

Meskipun demikian, bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi PSMP

Paramita sebaga UPT pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada anak yang

berhadapan dengan hukum, ada beberapa kebijakan tekhnis antara lain:

1. Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada anak korban anak

berhadapan dengan hukum pada tahun 2007.

69
Suherman, Profil PSMP Paramita Mataram (Mataram: PSMP Paramita Mataram, 2012), h.
7.
46

2. Mendirikan Shelter perlindungan sosial kepada anak-anak yang

membutuhkan perlindungan khusus(RPSA) sejak tahun 2007.

Beberapa kebijakan di atas merupakan implementasi kebijakan Dirjen

PRS untuk meningkatkan fungsi panti-panti sosial dalam memberikan multi

layanan bagi anak-anak penyandang masalah sosial yang khusus sesuai amanat

UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 serta SKB antara Dirjen PRS

DEPSOS RI dengan Dirjen pemasyarakatan DEPHUKHAM tahun 2005.70

5. Tujuan Pelayanan Pekerja Sosial PSMP Paramita Mataram

Adapun tujuan pelayanan dari PSMP Paramita itu sendiri adalah untuk

memulihkan kondisi fisik, mental, keberfungsian sosial anak sehingga mereka

dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi

sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas serta berakhlak

mulia.

6. Program dan kegiatan Pekerja Sosial di PSMP Paramita

Guna mewujudkan Visi dan Misi di atas, PSMP Paramita Mataram

memiliki program dan kegiatan sebagai berikut:

a) Program perlindungan sosial

Memberikan perlindungan kepada AN/ABH dan anak yang

membutuhkan perlindungan khusus lainnya,seperti korban trafficking, korban

penculikan, perkosaan serta permasalahan sosial lain yang tidak tertangani

oleh lembaga pelayanan sosial konvensioanal lainnya.


70
Ibid, h. 9.
47

b) Program Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial

Menyelenggarakan layanan dan rehabilitasi prilaku anak terhadap

kelompok AN/ABH serta anak yang membutuhkan perlindungan khusus

lainnya melalui:

1) Penyediaan asrama

2) Pemenuhan kebutuhan fisik (olahraga, makan, kesehatan, serta pakaian).

3) Bimbingan mental dan spiritual.

4) Bimbingan kelompok dan organisasi

5) Bimbingan etika agama dan sosial

6) Pengembangan kepribadian

7) Bimbingan penegakan hukum (law inforcement)

8) Bimbingan disiplin dan sebagainya.71

c) Program Pengembangan Keterampilan Kerja

Dalam upaya menyiapkan anak-anak penerima pelayanan yang ada,

PSMP Paramita juga menyelenggarakan pengembangan sikap kerja, melalui:

1) Pelatihan tekhnik elektro ( teknik dingin) seperti perbaikan air condition

(AC) ruangan dan kendaraan.

2) Pelatihan tekhnik otomotif khususnya perawatan dan perbaikan kendaraan

mobil dan motor (roda dua dan roda empat).

3) Pelatihan las (listrik dan karbit)

71
Ibid, h. 9
48

Ketiga jenis pelatihan keterampilan di atas merupakan jenis pelatihan

keterampilan pokok, sedang keterampilan ekstra lainnya ialah 1) Pelatihan

operator computer, 2) Pelatihan sablon dan 3) Pelatihan pertukangan kayu.72

Dalam rangka meningatkan keterampilan anak penerima layanan tersebut,

PSMP Paramita Mataram memiliki kegiatan prakter belajar kerja (PBK) yang

merupakan kegiatan pemagangan anak-anak di berbagai bengkel seusai

pelatihan keterampilan. Selain itu, kegiatan lainnya adalah pembinaan

lanjutan kepada anak-anak penerima layanan yang ada di masyarakat.73

Tabel: 2

Sarana dan Prasarana PSMP Paramita Mataram tahun 201774

No Nama Unit Jumlah

1. Bangunan perkantoran 2 unit

2. Ruangan pertemuan dan ruangan data 1 unit

3. Aula serba guna "GRAHA DEPSOS" 1 unit

Ruangan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga 1 unit


4.
(LK3)

5. Bangunan Poliklinik 1 unit

6. Asrama kelayan 7 unit

7. Ruangan kelas 2 unit

72
Ibid, h. 8.
73
Ibrahim Firdaus, Staf TU, Wawancara Tanggal 17 Maret 2017.
74
Dokumentasi di ambil tanggal 17 Maret 2017.
49

8. Ruangan pelatihan keterampilan 1 unit

9. Ruangan pelatihan komputer (Eksrakurikuler) 1 unit

10. Ruang gedung 1 unit

11. Ruang rekreasi dan music 1 unit

12. Ruang perpustakaan 1 unit

13. Musholla 1 unit

14. Guest House 1 unit

15. Ruang makan kelayan 1 unit

16. Ruang dapur 1 unit

17. Rumah dinas Pembina 9 unit

18. Bangunan dinas shelter work shop 1 unit

19. Kolam budi daya air tawar 5 unit

20. Lapangan upacara 1 unit

21. Satu unit pelayanan professional 1 unit

22. Lapangan olahraga bola voly 1 unit

23. Lapangan olahraga sepak takrow 1 unit

24. Lapangan olahraga badminton 3 unit

25. Sarana air bersih

26. Sarana penerangan (listrik)


50

Tabel: 3

Perlengkapan dan peralatan pendukung kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial di


PSMP “Paramita” Mataram tahun 2017:75

No. Jenis Perlengkapan

1. Perlengkapan Perkantoran

2. Perlengkapan Asrama

3. Perlengkapan Dapur dan Ruang Makan

4. Perlengkapan Ruang Pertemuan dan Ruang Data

5. Perlengkapan Peralatan dan Keterampilan

6. Perlengkapan Peralatan Kesenian

7. Perlengkapan Kesenian

8. Perlengkapan Ruangan Pendidikan

9. Perlengkapan dan Peralatan Poliklinik dan Ruang Kesehatan

10. Pelengkapan dan Peralatan Kebersihan

11. Perlengkapan dan Peralatan Ruang Tamu

12. Perlengkapan dan Peralatan Guest House

13. Perlengkapan dan Peralatan Shelter Work Shop

14. Perlengkapan Gardu Satpam

15. Perlengkapan Multimedia: Komputer, Telepon, dan Faximile

16. Peralatan Visualisasi Data

17. Sarana Transportasi

75
Dokumentasi di ambil Tanggal 17 Maret 2017.
51

7. Sumber Daya Manusia

a. Pekerja Sosial
Jumlah pekerja sosial fungsional PSMP “Paramita” Mataram sebanyak

10 orang dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut

Tabel: 4

Jumlah Pekerja Sosial PSMP Paramita Mataram tahun 201776

No. Pendidikan Jumlah

1 Sarjana kesejahteraan social 3 orang

2 Sarjana muda kesejahteraan sosial 2 orang

3 Sekolah menengah pekerjaan sosial

4 Sarjana muda hokum 1 orang

5 Sekolah menengah atas 3 orang

6 Sekolah tekhnik menengah 1orang

b. Seksi Rehabilitasi Sosialisasi


Jumlah tenaga tekhnis pelayanan rehabilitasi sosial pada seksi

rehabilitasi sosial berjumlah 6 orang dengan latar pendidikan sebagai

berikut:

76
Dokumentasi diambil tanggal 17 Maret 2017.
52

Tabel: 5

Seksi Rehabilitasi PSMP Paramita Mataram77

No Pendidikan Jumlah

1. Sarjana pekerjaan social 3 orang

2. Sarjana psikologi 1 orang

3. Sarjana hukum 1 orang

4. Sarjana muda akademik publisistik


1 Orang

c. Seksi Program dan Advokasi Sosial


Jumlah tenaga seksi program dan advokasi sosial sebanyak 2 orang

dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:

Tabel: 6

Seksi Program dan Advokasi Sosial PSMP Paramita Mataram tahun


201778

NO Pendidikan Jumlah

1. Sarjana pekerjaan sosial 1 orang

2. Sarjana hukum 1 orang

Sarjana pendidikan luar


3. sekolah 1orang

77
Dokumentasi diambil tanggal 17 Maret 2017.
78
Dokumentasi diambil tanggal 17 Maret 2017.
53

d. Sub Bagian Tata Usaha


Jumlah tenaga penunjang pada bagian tata usaha sebanyak 11

orang dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:

Tabel: 7

Sub Bagian Tata Usaha PSMP Paramita Mataram79

No Pendidikan Jumlah

1. Magister Sosiologi Kesos 1 orang

2. Sarjana Ekonomi Managemen 1 orang

3. Sarjana Pendidikan Luar Sekolah 1 orang

4. Sarjana Hukum 2 orang

5. Sarjana Administrasi Negara 2 orang

6. Sarjana Muda Kesejahteraan Sosial 1 orang

7. Sekolah Menengah Atas 1 orang

8. Sekolah Tekhnik Menengah 1 orang

9. Sekolah Menengah Ekonomi Atas 1 orang

e. Tenaga Pendukung lainnya


Jumlah tenaga pendukung lain baik di bidang tekhnik operasional

maupun ketatausahaan sebanyak 16 orang ( Tenaga Honorarium) yaitu:

pranata komputer, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, sopir,

79
Dokumentasi di ambil tanggal 17 Maret 2017.
54

satpam/ penjaga malam, tukang kebun dan juru masak dengan latar

belakang pendidikan sebagai berikut:80

Tabel: 8

Tenaga Pendukung lainnya PSMP Paramita Mataram tahun 201781

Pendidikan Jumlah

1. Sarjana Managemen 1 orang

2. Sarjana Muda Ekonomi 1 orang

3. Sekolah Menengah Atas 8 orang

4. Sekolah Menengah Pertama 3 orang

5. Sekolah Dasar 3 orang

f. Tenaga pendukung profesi pekerjaan sosial terdiri dari:


1) Psikolog = 1 orang

2) Tokoh agama = 2 orang

3) Instruktur keterampilan = 2 orang

8. Gambaran Anak di PSMP Paramita Mataram

PSMP Paramita Mataram merupakan UPT yang ada di NTB yang bertugas

untuk melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penanganan

80
Dokumentasi di ambil tanggal 17 Maret 2017.
81
Fathurrahman, Seksi Kepegawaian, Wawancara Tanggal 17 Maret 2017.
55

anak nakal dan anak yang dengan hukum. Seperti KDRT, Narkoba, dll. Yang berasal

dari seluruh NTB.82

Berikut ini adalah daftar nama peserta penerima manfaat yang

berada di PSMP Paramita Mataram 2017

Tabel : 9

Nama-nama Anak binaan PSMP Paramita Mataram tahun 201783

Bentuk
No Nama Lengkap Pelanggaran Asal

1 Wahu Edo Putera Pencurian Kota Bima

2 Ramdin Perkelahian Kota Bima

3 Irfan Perkelahian Kota Bima

4 Hijairil Perkelahian Kota Bima

5 Hari Mahardaika Pencurian Kota Bima

6 Erwiansyah Perkelahian Kota Bima

7 Erwin Aryadi Pencurian Kota Bima

8 Armansyah Pencurian Kota Bima

9 Anaf Riandi Perkelahian Kota Bima

10 Suwandi Pemerkosaan Kota Bima

11 Sirajudin Perkelahian Kota Bima

12 Muhidin Perkelahian Kota Bima

82
Dokumentasi di ambil tanggal 17 Maret 2017.
83
Data Pendaftaran Anak Tahun 2017.
56

13 M. Fauzi Perkelahian Kota Bima

14 Ardiansyah Pencurian Kota Bima

15 Abdul hakim Perkelahian Kota Bima

16 M. Tri Zulfikar Raabani Pencurian Kabupaten Dompu

17 M. Taufik Pencurian Kabupaten Dompu

18 Faraihin Perkelahian Kabupaten Dompu

19 Rusdiyanto Pencurian Kabupaten Dompu

20 Muhamad Fauzi Perkelahian Kabupaten Dompu

21 Egi Saputera Pencurian Kabupaten Dompu

22 Abdul Haris Perkelahian Kabupaten Dompu

23 Vahat Sanjaya Perkelahian KSB

24 Suparto Perkelahian KSB

25 Sudirman Pencurian KSB

26 Rodi Ardiansyah Perkelahian KSB

27 Jamaludin Pencurian KSB

28 Angga Ismaya Pencurian KSB

29 Yogi Saputera Perkelahian KSB

30 Sapriadi Perkelahian KSB

31 Rozi Abu Bakar Pencurian KSB

32 Muslihan Perkelahian KSB

33 Fahruz Pencurian KSB

34 Bois Saputera Perkelahian KSB


57

35 Wawan Septiandi Pencurian KSB

36 Toni Perkelahian Lombok timur

37 Tafsir Marodi Pencurian Lombok timur

38 Suryadi Perkelahian Lombok timur

39 Supardi Pencurian Lombok timur

40 Roy Suhendra Perkelahian Lombok timur

41 Muzani Pencurian Lombok timur

42 Muhsyid Perkelahian Lombok timur

43 M. Subahairil Suhada Pencurian Lombok timur

44 Joni Iskandar Perkelahian Lombok timur

45 Hamzan Wadi Pencurian Lombok timur

46 Antoni Perkelahian Lombok timur

47 Wawan Apriyanto Pencurian Lombok timur

48 Subandi Perkelahian Lombok utara

49 Sari Dana Pencurian Lombok utara

50 Samsul Hadi Perkelahian Lombok utara

51 Sahlan Pencurian Lombok utara

52 Rahmad Amin Pencurian Lombok utara

53 Nasrul Hadi Perkelahian Lombok utara

54 Lalu Hadi Hartono Pencurian Lombok utara

55 Hadni Perkelahian Lombok utara

56 Febriyanto Pencurian Lombok utara


58

57 Wawan Septiawan Perkelahian Lombok utara

58 Sukriawan Pencurian Lombok utara

59 Suhardiyanto Perkelahian Lombok Tengah

60 Rodiharjo Pencurian Lombok Tengah

61 Rizal Umami Perkelahian Lombok Tengah

62 Munawar Hadi Pemerkosaan Lombok Tengah

63 Muhammad Syarif Azhari Pencurian Lombok Tengah

64 Muhammad Zuhaini Perkelahian Lombok Tengah

65 Ma’rifat Pencurian Lombok Tengah

66 Lau Nur Bagus Kukuh Perkelahian Lombok Tengah

67 L. Zaenudin Zani Pencurian Lombok Tengah

68 L. Muhammad Zaman Perkelahian Lombok Tengah

69 Jumariawan Pencurian Lombok Tengah

70 Jumadil Awal Perkelahian Lombok Tengah

71 Iskandar Perkelahian Lombok Tengah

72 Andrian Saputera Perkelahian Lombok Tengah

73 Ahmadi Perkelahian Lombok Tengah

74 Ahmadd Rizwan Pencurian Lombok Tengah

75 Ahmad Riadi Perkelahian Lombok Tengah

76 Abdul Hafiz Pencurian Lombok Tengah

77 Saeful Hadi Perkelahian Lombok Barat

78 Robi Sugara Pencurian Lombok Barat


59

79 Murtazam Perkelahian Lombok Barat

80 Murdan Pemerkosaan Lombok Barat

81 M.Abdul Aziz Pencurian Lombok Barat

82 Khairul Muzi Perkelahian Lombok Barat

83 Indri Septiawan Pencurian Lombok Barat

84 Hamdi Haris Perkelahian Lombok Barat

85 Firman Pencurian Lombok Barat

86 Fatoni Perkelahian Lombok Barat

87 Fahrurrozi Pencurian Lombok Barat

88 Bohri Rahman Perkelahian Lombok Barat

89 Ahmad Sapri Perkelahian Lombok Barat

90 Abdul Rahman Perkelahian Lombok Barat

91 Abdul Muhid Perkelahian Lombok Barat

92 Abdul Gafar Pencurian Lombok Barat

93 Julhadi Imron Perkelahian Lombok Barat

94 Zihan Riadaen Pencurian Kota Mataram

95 Suriyanto Perkelahian Kota Mataram

96 Sukriadi Pencurian Kota Mataram

97 Setiyawan Perkelahian Kota Mataram

98 Sobirin Jayadi Pemerkosaan Kota Mataram

99 Sahdin Pencurian Kota Mataram

100 Ryan Ahmad Hidayat Perkelahian Kota Mataram


60

101 Rio Aprian Widandi Pencurian Kota Mataram

102 Nova andi styawan Perkelahian Kota Mataram

103 M. Fadli Pencurian Kota Mataram

104 Marwan Perkelahian Kota Mataram

105 Jumritul Akbar Pencurian Kota Mataram

106 Juliandi Perkelahian Kota Mataram

Keterangan : Lampiran Surat Keputusan Panti Sosial Marsudi Putra


“Paramita” Mataram Nomor: 28/Rehsos/PSMPP/vi/2017 Tanggal 21
Maret 2017

Secara umum dari nomor 1 sampai nomor 106, melakukan pelanggaran

hukum dalam bentuk pencurian, perkelahian dan hanya 2 orang yang mengalami

kasus pemerkosaan. Dengan melihat fenomena tersebut, maka bentuk pelanggaran

hukum yang paling banyak adalah pencurian dan perkelahian. Hal ini berarti bahwa

pembinaan terhadap mentalitas anak serta pola interaksi yang aktif sangat diperlukan

dalam proses pembinaan yang diberikan.

B. Paparan Data dan Temuan

1. Bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang berhadapan

dengan hukum yang di pada Lembaga PSMP Paramita Mataram

Adapun bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak yang

berhadapan dengan hukum yang di bina pada lembaga PSMP Paramita Mataram,

Peneliti akan memaparkan satu saja yaitu :


61

a. Kasus Pencurian

PSMP Paramita Mataram sebagai lembaga sosial, secara intensif

melakukan pembinaan dan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan

hukum, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan kasus pencurian. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara dengan Syahrunnadlir, Kasubag TU di PSMP

Mataram yang mengatakan bahwa

Maraknya kasus pencurian saat ini, menyebabkan pihak kami secara

aktif melakukan identifikasi dan melakukan koordinasi dengan pihak

kepolisian dan polisi pamong praja. Hasil identifikasi dan koordinasi tersebut

telah menyebabkan adanya temuan bahwa beberapa kasus pencurian,

pelakukanya merupakan anak di bawah umur. Pada saat kami melakukan

pengecekan terhadap pelaku diketahui bahwa anak tersebut mencuri akibat

diajak teman yang sebaya dengannya.84

Untuk melakukan kroscek tentang kebenaran kasus tersebut dilakukan

wawancara dengan seorang anak yang terkena kasus tersebut yaitu HS. ia

mengatakan bahwa

Saya mengambil barang berupa helm di Rumah Sakit Biomedika

Mataram, hal ini saya lakukan karena diajak oleh teman saya yaitu HN,

sebenarnya awalnya saya tidak mau. Namun karena saya diancam, apabila

84
Syahrunnadlir,Kasubag TU, Wawancara Tanggal 21 Mei 2017.
62

tidak mengikutinya tidak akan diajak lagi untuk mengamen. Hal inilah yang

menyebabkan adanya keberanian untuk ikut dengannya mengambil helm. 85

Sementara itu, terdapat juga anak yang melakukan pencurian akibat

tidak adanya uang jajan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan

Suhendra yang mengatakan bahwa

Saya mencuri helm di parkiran sebuah Kampus. Menurut pelaku, ini

merupakan aksi yang kedua kalinya di tempat yang sama, dimana aksi yang

pertama berhasil dan helm tersebut dijual dengan harga Rp. 100 ribu. Pelaku

mengaku mencuri karena butuh uang jajan.86

Disamping itu juga, HM salah seorang anak yang berasal dari Labuapi

yang mencuri akibat kebiasaannya merokok dan tidak memiliki uang untuk

membeli rokok. HM mengatakan bahwa

Saya mengambil makanan ringan, sebungkus rokok dan uang belasan

ribu dari sebuah warung kec. Labuapi. Hal ini saya lakukan karena melihat

kondisi warung yang sedang rame sekali dan pemiliknya tidak melihat saya

mengambil. Pada saat itu saya berpura-pura mengambil sampah bungkus nasi

dan mencoba mengambil makanan ringan serta satu bungkus rokok. Pada saat

mengambil rokok, salah seorang dari pembeli yang ada melihat dan berteriak

85
HS, Wawancara tanggal 23 Mei 2017
86
Suhendra, Wawancara tanggal 24 Mei2017
63

mengatakan copet. Hal inilah yang menyebabkan saya dibawa ke kantor Pol-

PP.87

Sementara itu kaitannya dengan perlakuan terhadap pelaku pencurian

yang dilakukan oleh anak di bawah umur tersebut Syahrunnadlir,Kasubag TU

PSMP mengatakan bahwa

Pemeriksaan ketiga kasus di atas harus mengacu pada UU

Perlindungan anak dan UU Peradilan anak. Apabila kemudian diputus hakim

terbukti bersalah, maka pendekatan pendidikanlah diperlukan dalam

pembinaan selama menjalani hukumannya.88

b. Kasus Pemerkosaan

Dalam kasus ini, apabila anak berstatus korban maka pihak lembaga

mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada anak, sehingga bisa

diselesaikan melalui proses rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak

(RPSA) untuk diberikan perlindungan khusus dalam meringankan beban baik

secara mental maupun psikis. Oleh karena itu, pihak korban merasa dilindungi

dan tidak terbebani atas masalah yang dihadapinya.89

Kondisi tersebut sejalan dengan hasil wawancara dengan salah seorang

yang berinisal AS yang mengatakan bahwa

Adapun permasalahan yang menyebabkan saya berada di Panti ini


adalah satu bulan yang lalu saya diajak oleh teman-teman sesama
pengamen ke Daerah Cakra dan disana ada seorang pegamen

87
HM, Wawancara Tanggal 23 Juni 2017
88
Syahrunnadlir,Kasubag TU, Wawancara Tanggal 25 Juni 2017.
89
Agnes Rosalia, Kasi Prog. Dan Advok. Sosial, Wawancara Tanggal 21 Juni 2017.
64

perempuan yang menjadi teman dalam mengamen, usai mengamen


saya dan teman perempuan tersebut pergi ke rumahnya yang berada
di dekat lokasi pembuangan sampah yang ada di Cakara, ternyata di
rumah tersebut lagi sepi karena kami capek mengamen akhirnya
ketiduran, pada saat bangun ternyata teman perempuan tersebut juga
tertidur persis dekat saya. Saya teringat teman saya pernah cerita
bahwa ia pernah berciuman dengan seorang perempuan dan saya
mencoba mencium teman saya tersebut dan tanpa disadari saya dan
teman tersebut melakukan hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang
yang belum menikah…, sedang asik melakuannya tiba-tiba
orantuanya datang, pada saat itu juga saya dilaporkan ke POL-PP.
karena usia saya belum 15 tahun akhirnya saya di bawa ketempat
ini.90

Ungkapan tentang penyebab diberikannya bimbingan konseling yang

berkaitan dengan Anak Berhadapan Hukum juga diutarakan oleh RH yang

mengatakan bahwa

Saya adalah seorang pedagang asongan yang sering berjualan di Pom


Bensin, suatu hari saya diajak oleh teman laki-laki yang juga seorang
penjual asongan untuk membantu memidahkan barang-barangnya
karena akan pindah kost. Karena kecapean saya tertidur di tempat
kost barunya. Entah siapa yang memulai kami tersadar bahwa kami
melakukan hal-hal yang salah namun keburu orang-orang yang ada di
kost tersebut mengetahui perbuatan kami dan kami dilaporkan kepada
pemilik kost dan kami dilaporkan ke POL-PP akhirnya kami berdua
dibawa ke tempat ini untuk diberikan pembinaan.91

c. Kasus Perkelahian

Pada kasus ini, pelaku dan korban seringkali melakukan suatu hal

yang sepele, seperti mengejek, menghina, menyindir dan sebagainya.

Sehingga pada saat mereka hilang kesadaran mereka tidak segan- segan

untuk saling lempar bahkan saling pukul menggunakan parang ataupun batu.

90
AS, wawancara tanggal 20 Juni 2017
91
RH, Wawancara tanggal 21 Juni 2017
65

Disamping itu juga , pengangguran bisa berdampak pada perkelahian yang

menimbulkan permusuhan yang berkepanjangan.92

Kondisi tersebut sejalan dengan ungkapan yang diutarakan oleh HI

yang mengatakan bahwa

Penyebab saya berada di tempat ini adalah saya sudah berkelahi


dengan salah seorang teman pengamen yang usianya lebih tua dari
saya, dia sering mengejek saya karena hasil saya ngamen selalu lebih
sedikit dari dia, akhirnya karena saya sakit hati saya kejar dia dan
melemparnya dengan batu yang menyebabkan dia terluka pada
bagian kepala. Pada saat kejadian ternyata ada seorang Polisi
Pamong Praja yang sedang lewat dan untuk menghindari
pengeroyonkan dari teman-temannya saya dan beberapa temannya di
bawa ke kantornya. Akhirnya saya dibawa ketmpat ini untuk diberikan
bimbingan.93

Seirama dengan ungkapan tersebut, ST mengatakan bahwa

Dorongan utama yang menjadi penyebab kami seringa berkelahi


adalah adanya suatu kebiasaan kami saling mengejek sesama
pengamen, kadang penyebabnya karena rebutan tempat, kadang
karena saling olok karena hasil yang diperoleh lebih sedikit. Tidak
jarang juga disebabkan karena saling rebutan cewek. Suatu ketika
kami sedang saling ejek yang berujung pada perkelahian dan hal
tersebut dketahui oleh Polisi Pamong Praja Kota Mataram. Akhirnya
saya di bawa ketempat ini untuk memperoleh bimbingan.94

Fenomena tersebut merupakan cerminan dari banyaknya kejadian anak

berhadapan dengan hukum yang memerlukan adanya pembinaan secara intensif

melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Adanya lembaga PSMP Paramita

92
Agnes Rosalia, Kasi Prog. Dan Advok. Sosial, Wawancara Tanggal 20 Juni 2017.
93
HI, wawancara tanggal 20 Juni 2017
94
ST, Wawancara tanggal 20 Juni 2017
66

Mataram diharapkan mampu menjadi jalan keluar dari permasalahan yang

terjadi.

2. Peran Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram.

PSMP Paramita Mataram merupakan salah satu lembaga yang bertugas

memberikan perbaikan mental bagi masyarakat yang memiliki perilaku kurang

baik. Dalam pelaksanaannya kegiatan rehabilitasi mental tersebut

diselenggarakan berdasarkan fungsi dan tugas masing-masing pekerja yang ada

di dalamnya. Pekerja sosial sebagai pelaku dalam membentuk kepribadian bagi

setiap anggota binaan yang ada di lingkunagn PSMP Paramita Mataram termasuk

bagi anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Proses pembinaan yang dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum (ABH) memiliki perbedaan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap

anggota binaan yang disebabkan oleh faktor lain. adapun strategi yang dilakukan

guna memberikan hasil yang optimal oleh pihak pekerja sosial di PSMP

Mataram adalah sebagai berikut

a. Program Edukasi Senter

Kerangka acuan dalam proses pembinaan anak berhadapan dengan

hukum agar terbangun sikap percaya diri (self efecation) yan dilakukan di

PSMP Paramita Mataram adalah dengan melakukan tahapan melalui

keikutsertaan semua anak berhadapan dengan hukum (ABH) di program

edukasi senter. Dalam praktik pelaksanaan program tersebut, pihak yang


67

paling berperan adalah pekerja sosial. Pekerja sosial sebagai komponen

yang paling bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Hal

ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh kordinator pekerja sosial

yang ada di PSMP Matarama Ahmad Zarkasi yang mengatakan bahwa

Pekerja sosial memiliki peran untuk melakukan pengarahan dan

pembinaan pada program eudaksi senter. Masing-masing anak berhadapan

dengan hukum (ABH) dikelompokkan dalam beberapa anggota kelompok

untuk diberikan arahan dan pembinaan secara umum yang mengacu pada

terbangunnya mental kebersamaan di kalangan anak berhadapan dengan

hukum. Arahan yang dilakukan lebih bersifat permainan edukatif sehingga

anak merasa nyaman dan muncul keceriaan. 95

Hal ini selaras dengan pendapat yang diutarakan oleh Husnul

Hamdi, salah seorang anggota pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Dalam pelaksanaan pembinaan yang dilakukan di edukasi senter

pekerja sosial harus melakukan inovasi permainan sehingga peserta binaan

tidak mengalami kejenuhan. Masing-masing pekerja sosial berusaha

memasukkan unsur-unsur pendidikan karakter dalam permainan yang

dilakukan. Aktivitas para pekerja sosial harus mampu menjadi teladan

bagi peserta anak berhadapan dengan hukum (ABH). Hal ini disebabkan

95
Ahmad Zarkasi, kordinator pekerja sosial, wawancara tanggal 4 April 2017
68

karena tiap anak memiliki kecendrungan untuk mengikuti apa yang dilihat

dalam proses pergaulan yang dilakukan. 96

Hasil observasi menunjukkan bahwa para pekerja social

melakukan pembinaan dengan memberikan pencerahan kepada anak

berhadapan dengan hokum yang dilakukan di pusat pembinaan secara

berkelompok. Masing-masing kelompok dibina oleh satu orang pekerja

social.97

b. Program Perubahan Berkala

Program lanjutan yang harus diikuti oleh anak berhadapan dengan

hukum (ABH) setelah melakukan proses pembinaan di edukasi senter

adalah mengikuti program perubahan berkala. Program ini bertujuan

untuk pembinaan lanjutan pada masing-masing jenjang kelompok yang

disesuaikan dengan hasil pembinaan pada program edukasi senter. Orang

yang bertugas untuk melakukan klasifikasi dalam pengelompokan anak

berhadapan dengan hukum adalah pekerja sosial. Hal ini disebabkan

karena orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan edukasi senter

adalah para pekerja sosial.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Humaidi, ia

mengatakan bahwa

96
Husnul Hamdi, pekerja sosial, wawancara tanggal 7 April 2017
97
Observasi tanggal 8 April 2017
69

Para pekerja sosial harus mampu melakukan klasifikasi secara

spesifik terhadap masing-masing sifat yang dimiliki oleh anak berhadapan

dengan hukum (ABH). Hal ini disebabkan oleh pengelompokan dalam

program program perubahan berkala lebih mengedepankan aspek

pembinaan yang mengacu pada terbangunnya interaksi aktif secara

pundamental bagi kelompok pada tiap anak berhadapan dengan hukum

(ABH). Perubahan sifat yang diharapkan harus mengacu pada

terbentuknya perubahan akhlak yang sejalan dengan perkembangan anak

pada tataran seusianya. 98

Kondisi di atas sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh

Ahyar Ramli seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Pada program perubahan berkala dilakukan kegiatan pembinaan

secara berkelompok dengan mengacu pada tindakan khusus yang

disesuaikan dengan sifat dasar anak yang mengacu pada pola permainan

edukatif sehingga anak tetap semangat dalam mengikuti kegiatan yang

dilakukan. Kualitas layanan yang diberikan bertumpu pada terbangunnya

sikap mandiri pada tiap anak yang dibina. 99

c. Program Pembentukan Karakter Diri

Upaya lanjutan yang dilakukan dalam rangka pembinaan sifat

anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah program

98
Humaidi, pekerja sosial, wawancara tanggal 8 April 2017
99
Ahyar Ramli, pekerja sosial, wawancara tanggal 9 April 2017
70

pembentukan karakter diri. Program ini dilakukan dengan menanamkan

sikap kolaboratif antara permainan dengan penanaman nilai diri sehingga

sifat yang muncul akan mengacu pada terbangunnya sikap kejujuran,

kepedulian dan kebersamaan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

diutarakan oleh Faisal Basri yang mengatakan bahwa

Sifat jujur merupakan sikap yang harus melekat pada diri anak

dengan menjadikannya sebagai perilaku mendasar dalam setiap pergaulan

yang dilakukan baik ketika bergaul dengan orang yang lebih besar,

keluarga maupun orang lain dalam suatu masyarakat. Perubahan sikap

tersebut membutuhkan pembiasaan yang merupakan tugas dari pekerja

sosial. Pekerja sosial harus melakukan pendampingan guna melihat

perkembangan sikap anak yang berada di bawah kontrolnya. 100

Hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Novi

Wahyuni salah seorang pekerja sosial perempuan yang mengatakan bahwa

Masing-masing pekerja sosial harus mampu memberikan

pengawasan dan pengendalian terhadap anak asuh yang menjadi

binaannya. Klasifikasi layanan pada program perubahan karakter

disebabkan karena pada program ini merupakan ranah atau tahapan yang

paling penting dalam rangka mewujudkan terbangunnya sifat dasar dari

anak berhadapan dengan hukum (ABH). 101

100
Faisal Bisri, pekerja sosial, wawancara tanggal 11 April 2017
101
Novi Wahyuni, pekerja sosial, wawancara tanggal 12 April 2017
71

Pendapat di atas sejalan dengan ungkapan yang diutarakan oleh

Zainal Arifin salah seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Sikap kooperatif dari masing-masing pekerja sosial merupakan

modal utama untuk mewujudkan stabilitas mental pada tiap-tiap anak

yang dibimbingnya. Sikap kooperatif ini harus diwujudkan melalui adanya

keterampilan dasar bermain yang penuh dengan nuansa pendidikan

sehingga secara perlahan dapat dijadikan sebagai sifat dasar pada anak

tanpa adanya perasaan terpaksa. Sinergi yang paling optimal dalam rangka

menumbuhkan hal tersebut adalah dengan menggabungkan permainan

tradisional dan modern yang di dalamnya disisipkan nilai-nilai kejujuran,

kepedulian dan kebersamaan. 102

Hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Nurman

salah seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Pekerja sosial harus jeli dalam memberikan pengawasan terhadap

masing-masing anak. Hal ini disebabkan oleh tahap program pembentukan

karakter merupakan tahap akhir dari proses pembinaan dalam rangka

mengubah perilaku anak sehingga rasa kepercayaan diri (sel efication)

anak terbangun sedemikian rupa. 103

Hasil observasi menunjukkan bahwa para pekeja social

memberikan arahan dan pembinaan agar anak berhadapan dengan hukum

102
Zainal Arifin, pekerja sosial, wawancara tanggal 16 April 2017
103
Nurnan, pekerja sosial, wawancara tanggal 17 April 2017
72

memiliki karakter yang baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

Pola yang dilakukan yaitu dengan menanamkan karakter jujur melalui

pemberian tugas bersama. Jika dalam kelompok tersebut ada yang tidak

jujur maka akan diberikan hukuman dalam bentuk menyelesaikan tugas

baru. 104

3. Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak

Berhadapan dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram

Dalam setiap pelaksanaan program kerja, meskipun telah dirancang

sedemikian rupa namun dalam praktiknya tetap tidak terlepas dari kendala dan

hambatan. Setiap hambatan yang terjadi harus dijadikan sebagai acuan dalam

evaluasi kerja pada pembinaan berikutnya. Adapun hambatan yang dialami

dalam pelaksanaan pembentukan kepercayaan diri (self efication) di PSMP

Paramita Mataram adalah sebagai berikut:

a. Terbatasnya Jumlah Pekerja Sosial

Kegiatan pembentukan kepercayaan diri atau efikasi diri (self

efication), yang dilakukan oleh para pekerja sosial di PSMP Paramita

Mataram memerlukan jumlah personil yang tidak sedikit. Dalam praktinya

jumlah pekerja sosial yang menangani masalah tersebut masih tergolong

sedikit jika dibandingkan dengan jumlah peserta binaan yang ada di PSMP

Paramita Mataram. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh

104
Observasi tanggal 8 April 2017
73

Ahmad Zarkasi kordinator pekerja sosial yang ada di PSMP Paramita

Mataram yang mengatakan bahwa

Pelaksanaan program pembentukan kepercayaan diri atau efikasi

diri (self efication), membutuhkan tenaga pendamping yang disesuaikan

dengan jumlah anak binaan. Pentingnya pendampingan secara khusus ini

disebabkan karena mentalitas anak berhadapan dengan hukum tergolong

masih labil. Namun demikian dalam praktinya jumlah pekerja sosial yang

bertugas sebagai pendamping di PSMP Paramita Mataram masih

tergolong terbatas jika dibandingkan dengan jumlah anak binaan yang

dibina. Hal ini merupakan bentuk kendala yang sangat dirasakan oleh saya

selaku kordinator pekerja sosial. 105

Hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Aminullah

seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Terbatasnya jumlah pekerja sosial menjadi salah satu pemicu

kelambatan dalam proses pembentukan efikasi diri (self efication) pada

anak binaan di PSMP Paramita Mataram. Kendala ini sangat dirasakan

manakala dilakukannya tahap pelaksanaan program perubahan karakter

diri. Hal ini disebabkan karena pada tahap tersebut masing-masing anak

dikelompokkan menjadi 4-5 orang yang dipimpin oleh seorang pekerja

sosial. 106

105
Ahmad Zarkasi, kordinator pekerja sosial, wawancara tanggal 17 April 2017
106
Aminullah, pekerja sosial, wawancara tanggal 19 April 2017
74

Hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Rauhun

salah seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Jumlah pekerja sosial yang kurang menjadi kendala yang cukup

besar dalam melaksanakan berbagai program terutama dalam program

efikasi diri. Hal ini disebabkan oleh tahap ini merupakan tahap

pembentukan sifat yang harus menjadi pijakan anak dalam pergaulan di

masyarakat ketika pembinaan telah selesai dilakukan. Tahap yang paling

penting dari proses ini adalah pada saat pelaksanaan program

pembentukan karakter diri. 107

b. Berbedanya Respons Anak Binaan

Hal lain yang menjadi kendala dalam mewujudkan terlaksananya

program efikasi diri (self efication) di PSMP Paramita adalah berbedanya

respons anak binaan pada saat program pembinaan dilaksanakan.

Perbedaan respons ini disebabkan karena pada dasarnya anak yang dibina

merupakan anak yang cendrung memiliki masalah dalam keluarga. Hal ini

sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Husnul Hamdi yang

mengatakan bahwa

Respons tiap anak dalam menerima pembinaan yang dilakukan

cukup bervariasi. Variasi sikap ini disebabkan oleh adanya latar belakang

permasalahan yang cukup rumit terjadi pada anak yang bersangkutan baik

107
Rauhun, pekerja sosial, wawancara tanggal 21 April 2017
75

dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial yang ada di sekita

anak sebelum mereka dibina di PSMP Paramita Mataram. 108

Hal ini selaras dengan pendapat yang diutarakan oleh Husnul Fikri

salah seorang pekerja sosial yang mengatakan bahwa

Berbedanya respons anak pada saat diberikan pembinaan lebih

disebabkan oleh berbedanya latar belakang serta lingkungan keras yang

dimiliki anak sebelum mereka masuk dan dibina di PSMP Paramita

Mataram. Perbedaan latar belakang serta keluarga tersebut oleh para

kereja sosial harus mampu dilakukan perubahan secara mendasar sehingga

anak yang dibina hanya menjadikan pengalaman yang sudah dilaluinya

tersebut sebagai bahan renungan. 109

Pandangan tersebut selaras dengan pendapat yang diutarakan oleh

Novi Wahyuni salah seorang pekerja sosial perempuan yang cukup lama

menjadi pembina di lingkungan PSMP Paramita Mataram, ia mengatakan

bahwa

Perbedaan respons anak binaan dalam proses pembinaan oleh

pihak pekerja sosial harus mampu disatukan dalam ruang gerak yang

selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pekerja sosial

sebagai garda depan dalam mewujudkan hal tersebut harus mampu

melakukan inovasi secara kreatif agar peserta binaan merasa masa lalu

108
Husnul Hamdi, pekerja sosial, wawancara tanggal 25 April 2017
109
Husnul Fikri, pekerja sosial, wawancara tanggal 27 April 2017
76

sebagai bagian yang hanya harus direnungi dan bukan untuk diulangi

lagi.110

c. Kurangnya Media Pembinaan

Permasalahan lain yang menjadi kendala dalam pelaksanaan

program efikasi diri (self efication) di PSMP Paramita Mataram adalah

kurangnya media pembinaan yang dapat dijadikan alat peraga untuk

menjelaskan berbagai perilaku menyimpang yang harus dihindari oleh

anak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Ahmad Zarkasi

selaku kordinator pekerja sosial di PSMP Paramita Mataram, ia

mengatakan bahwa

Alat bantu dalam menjelaskan konsep maupun praktik dari sikap

yang harus dilakukan dan sikap yang harus dihindari oleh anak setelah

selesai dilakukannya pembinaan jumlahnya masih terbatas. Keterbatasan

jumlah sarana ini merupakan kendala yang cukup dirasakan oleh pihak

pekerja sosial dalam melaksanakan pembinaan di PSMP Paramita

Mataram. Dalam rangka mewujudkan perbaikan terhadap alat bantu

tersebut kami telah mengajukan kepada instansi terkait dalam hal ini

Dinas Sosial untuk memberikan tambahan alat bantu tersebut.111

Keluhan yang sama juga diutarakan oleh Nurman, salah seorang

pekerja sosial, ia mengatakan bahwa

110
Novi Wahyuni, pekerja sosial, wawancara tanggal 3 Meil 2017
111
Ahmad Zarkasi, kordinator pekerja sosial, wawancara tanggal 4 Mei 2017
77

Terbatasnya jumlah alat bantu dalam pelaksanaan program

merupakan kendala yang cukup besar dirasakan oleh para pekerja sosial

termasuk dalam hal pembinaan untuk mewujudkan efikasi diri (self

efication) pada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Hal ini

sangat besar dampaknya terutama berkaitan dengan tingkat pemahaman

yang lahir dari peserta binaan pada saat dijelaskan tentang materi sikap

yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak setelah selesainya

dilakukan pembinaan di PSMP Paramita Mataram. 112

Hal ini selaras dengan ungkapan yang diutarakan oleh Husnul

Hamdi salah seorang pekerja sosial, ia mengatakan bahwa

Terbatsnya jumlah media yang dijadikan sebagai alat dalam

pelaksanaan pembinaan efikasi diri (self efication) di PSMP Paramita

Mataram berdampak pada adanya perbedaan pemahaman anak binaan

dalam memahami konsep yang diberikan. Dalam kerangka itu masing-

masing pekerja sosial harus mampu melakukan inovasi yang lebih kreatif

jika ingin program yang telah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan

harapan. Demikian pula halnya dengan pihak pimpinan harus memikirkan

langkah strategis untuk melengkapi jumlah kekurangan sarana yang ada

saat ini sehingga di masa yang akan datang proses pembinaan dapat

berjalan sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan. 113

112
Nurnan, pekerja sosial, wawancara tanggal 7 Mei 2017
113
Husnul Hamdi, pekerja sosial, wawancara tanggal 13 Mei 2017
78

BAB III

PEMBAHASAN

A. Bentuk- Bentuk Pelanggaran Hukum Yang Dilakukan Oleh Anak Di PSMP

Paramita Mataram

Peneliti mencoba mencari hubungan korelasional antara gejala kejahatan pada

umumnya dan khususnya pada perilaku kenakalan remaja (Juvenile Delinquency)

dengan kondisi sosio kultural lingkungan di dalam lingkup pandangan kriminologis,

biasanya dikategorikan dalam kajian atau analisa sosiologi kriminologis. Dari

berbagai pendekatan kajian dan analisa sosiologi kriminal tersebut, dikenal berbagai

macam teori dari beberapa ahli kriminologi.114

Menurut Michalowski, bahwa kriminalitas adalah kategori yang dibuat

menurut kacamata orang yang melihatnya dan tingkah laku tertentu disebut dengan

kejahatan karena orang yang melihatnya merumuskan dan memberikan reaksi sesuai

dengan yang dikategorikannya perbuatan tersebut sebagai kejahatan. Oleh karena itu,

menurutnya kejahatan dalam teori ini didapati setelah adanya interaksi antara pelaku

dan pengamat yang kemudian menghasilkan label kejahatan. Label tersebut diberikan

kepada orang-orang yang terlibat dalam tingkah laku yang disebut sebagai kejahatan.

Karena pemikiran ini memandang kejahatan atau penyimpangan berdasar kepada

penilaian orang lain. Dengan demikian, menurut pemikiran interaksionis, kejahatan

bersifat relatif. Tidak ada kategori benar dan salah.

114
Kartini Wartono, Kenakalan Remaja, ( Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1986), h. 25.
79

Aliran pemikiran intreraksionis juga identik dengan aliran pemikiran labeling

atau suatu pendekatan reaksi sosial terhadap kejahatan. Michalowski dalam bukunya

Kartini Kartono menyebutkan bahwa aliran pemikiran interaksionis memiliki asas-

asas sebagai berikut:115

1. Kriminalitas bukan merupakan ciri yang melekat pada perilaku, tetapi merupakan

respon terhadap perilaku tersebut. Suatu perilaku merupakan kejahatan hanya

karena pengamat yang potensial memberikan respon seperti itu.

2. Perilaku yang direspon sebagai kejahatan, diberi label kejahatan. Dengan merespon

suatu perilaku sebagi kejahatan kita memperlakukan perilaku tersebut sebagai

perilaku yang berbeda dengan perilaku lain.

3. Setiap individu yang perilakunya dicap sebagai kejahatan juga di cap sebagai

penjahat.

4. Orang-orang dilabel sebagai penjahat melalui proses interaksi. Label hanya dapat

diterapkan melalui proses interaksi yang melibatkan baik pengamat maupun

pelaku.

5.Terdapat kecenderungan bagi setiap orang yang dicap sebagai penjahat

mengidentifikasi sebagai penjahat.

Para penganut Teori Labeling memandang para kriminal bukan sebagai orang

yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan salah tapi mereka adalah individu yang

115
Ibid..,, h. 28.
80

sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian sistem peradilan pidana

maupun masyarakat secara luas.116

Adapun alasan anak yang ada di PSMP Paramita Mataram melakukan

tindakan kriminalitas seperti di bawah ini adalah:

a. Pencurian

Adapun yang melatarbelakangi anak untuk melakukan pencurian adalah

karena perekonomian keluarganya yang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-

hari. Di samping itu juga alasan mereka mencuri adalah karena ingin merokok dan

minum minuman keras, sehingga anak tersebut melakukan tindakan kriminal tanpa

dia memikirkan dampak dan akibat dari perbuatannya itu.

Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam kasus kriminal yang

terjadi adalah Dolus. Dimana Dolus merupakan kesalahan yang dilakukan dengan

sengaja (merupakan kesengajaan). Kesalahan terjadi sebab perbuatan pidana di

mana si pelaku dapat dihukum karena telah mengambil barang milik orang lain

yang sudah dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, serta tidak ada dasar yang sah

(dasar pembenar ataupun dasar pemaaf).

Dasar pemaaf tercantum dalam :

1. Pasal 44 KUHP mengenai ketidakmampuan seseorang untuk berpikir.

2. Pasal 48 KUHP mengenai overmacht atau daya paksa dalam arti relatif sempit.

116
Muslihin Al-Hafizh, “Teori Labeling”, dalam http: //www. scribd. Com/ doc/ 32184119/ makalah-
lifeskill, diakses tanggal 23 Maret 2015, Pukul 16.00 WITA.
81

3. Pasal 49 ayat (2) KUHP mengenai pembelaan melampaui batas (Noodweer

Excess)

Pasal 51 ayat (2) KUHP mengenai perintah jabatan tanpa wewenang dengan

i’tikad baik.

Dasar pembenar tercantum dalam :

1. Pasal 48 KUHP mengenai keadaan darurat.

2. Pasal 49 ayat (1) KUHP mengenai bela paksa (noodweer).

3. Pasal 51 ayat (1) KUHP mengenai perintah jabatan yang sah dikeluarkan oleh

pihak yang berwenang.

b. Pemerkosaan

Korban pemerkosaan yang dialami oleh anak usia dini atau biasanya

remaja pada umumnya yang berusia sekitar 13- 17 tahun sering mengalami

gangguan mental yang berdampak pada kesehatan jasmani maupun rohani. Pada

dasarnya korban melakukan tindakan tersebut karena terpaksa dan takut dibunuh

sehingga korban pelecehan seksual ini melayani pelaku pemerkosaan tersebut

demi keselamatan jiwanya. Namun di satu sisi korban telah mencemari nama baik

keluarganya dan di cap sebagai orang yang telah melakukan tindakan

penyimpangan.

Dalam pasal 285 KUHP tentang perkosaan dirumuskan sebagai tindakan

“… dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan

istrinya bersetubuh dengan dia…”. Unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana
82

ini antara lain: dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; memaksa perempuan

yang bukan istrinya; untuk melakukan hubungan seksual (bersetubuh).

KUHP sebagai landasan hukum positif dalam bidang kepidanaan harus segera

di perbaharui. Karena saat ini hakim dan penegak hukum lainnya tidak lagi hanya

sebagai corong undang-undang, tetapi juga harus kritis dalam menerapkan

hukum agar tercipta keadilan dalam masyarakat.

c. Perkelahian

Pada dasarnya tindakan perkelahian ini muncul berawal dari pengangguran

atau perkumpulan sebuah kelompok remaja yang biasanya berkumpul di tepi jalan

atau tempat keramaian hanya untuk bersantai- santai dan mengisi waktu kosong.

Namun dari perkumpulan tersebut seringkali terjadi interaksi saling menghina

antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya sehingga terjadilah

perkelahian antar kelompok tersebut dan masalah akan lebih besar jika terjadi

pembunuhan dari masalah sepele itu.

Adapun Undang- undang yang membahas tentang perkelahian adalah

sebagai berikut:

Pasal 182

Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, diancam:


83

(1) Barang siapa menantang seorang untuk perkelahian tanding atau rnenyuruh

orang menerima tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian

tanding;

(2) Barang siapa dengan sengaja meneruskan tantangan, bilamana hal itu

mengakibatkan perkelahian tanding.

Pasal 183

Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda

paling tinggi tiga ratus rupiah, barang siapa di muka umum atau di hadapan pihak

ketiga mencerca atau mengejek seseorang oleh karena yang bersangkutan tidak rnau

menentang atau menolak tantangan untuk perkelahian tanding.

B. Peran Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram

Pekerja sosial sebagai salah satu komponen paling dasar dalam upaya

mewujudkan sikap kepercayaan diri pada anak berhadapan dengan hukum (ABH) di

PSMP Paramita Mataram. Peran serta pekerja sosial menjadi pilar yang dapat

meningkatkan kinerja PSMP Paramita Mataram secara keseluruhan. Tanpa ketekunan

dari para pekerja sosial dalam melaksanakan program yang telah dibuat dapat

mengakibatkan sebagian besar program yang ada di PSMP Paramita Mataram akan

menjadi terbengkalai. Pentingnya peran serta pekerja sosial ini selaras dengan

pendapat yang diutarakan oleh Abu Ahmadi yang mengatakan bahwa


84

Pekerja sosial sebagai salah satu tenaga teknis yang bertugas sebagai pemberi

pelayayanan konseling agar terbangun sumber daya manusia yang memiliki rasa

percaya diri berpotensi untuk mengembangkan diri bagi anak yang dibina dalam

lingkungan lembaga sosial.117

Peran dan fungsi tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh

Tohirin yang mengatakan bahwa

Pelayanan sosial diadakan untuk melindungi, mengadakan perubahan, atau


menyempurnakan kegiatan-kegiatan pendidikan, asuhan anak, penanaman
nilai, dan pengembangan hubungan sosial yang di masa lampau menjadi
fungsi keluarga, lingkungan tetangga, dan kerabat. Perkembangan pelayanan
sosial yang sangat cepat, motivasi yang beraneka ragam, diantara para
penyusunnya dan besarnya beban kasus maupun tenaga yang terlibat di
dalamnya menyebabkan perlunya menggunakan pelayanan.Pelayanan sosial
cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada golongan masyarakat
yang membutuhkan pertolongan dan perlindungan khusus.118

Menurut Fahrudin menjelaskan tentang fungsi-fungsi pelayanan sosial adalah

1) pelayanan-pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, 2) pelayanan-pelayanan

untuk terapi, pertolongan, dan rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan

perawatan pengganti. 3) pelayanan-pelayanan untuk mendapatkan akses, informasi,

dan nasihat, 4) menumbuhkan efikasi diri anak. 119

Pelayanan sosial merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk

membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, sehingga mereka dapat berkembang dan mereka

bisa mendapatkan sebuah perlindungan. Selain itu dengan adanya pelayanan sosial

117
Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2007), h. 67
118
Tohirin, Bimbingan Konseling Sekolah, (Jakarta: Usaha Nasional, 2006), h. 54
119
Fahrudin, Pelayanan Rehabilitasi Anak (Jakarta: Rineka Cipta, 20011), h. 43
85

masyarakat bisa mendapatkan akses, informasi dan nasihat yang pada akhirnya

mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada melalui tindakan-

tindakan kerjasama ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di

masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.

Penyelenggaraan pelayanan bertujuan untuk meningkatkan dan

mempertahankan keberfungsian sosial seseorang agar kembali seperti biasanya dan

memperbaiki kualitas kehidupan dengan sumber pendukung yang memadai. Maka

jelas pelayanan sosial dibutuhkan seiring modernisasi dewasa kini agar mampu

membantu orang yang memiliki permasalahan sosial. Pemeliharaan dan menjaga

keseimbangan atau kelangsungan keberadaan nilai-nilai dan norma sosial serta

aturan-aturan kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk hal-hal yang bertalian

dengan definisi makna dan tujuan hidup; motivasi bagi kelangsungan hidup seseorang

dalam perorangan, kelompok ataupun di masyarakat.

Kegiatan system sosial dilakukan untuk mencapai tujuan semacam itu

meliputi kegiatan yang diadakan untuk sosialisasi terhadap norma-norma yang dapat

diterima, peningkatan pengetahuan dan kemampuan untuk mempergunakan sumber-

sumber dan kesempatan yang tersedia dalam masyarakat melalui pemberian

informasi, nasihat dan bimbingan, seperti penggunaan system rujukan, fasilitas

pendidikan, kesehatan dan bantuan sosial lainnya.


86

C. Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram

Setiap aktivitas pekerjaan, tentu tidak terlepas dari hambatan dan rintangan

termasuk yang dialami oleh para pekerja sosial dalam menumbuhkan efikasi anak

yang berhadapan dengan hukum. Dalam pelaksanaan aktivitas kerjanya para pekerja

sosial mengalami berbagai hambatan sehingga pelaksanaan proses tumbuhnya efikasi

anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan secara cermat dan

berkelanjutan.

Bentuk hambatan yang terjadi adalah 1) terbatasnya jumlah pekerja sosial, 2)

berbedanya respons anak binaan, 3) kurangnya jumlah media alat pembinaan.

Dalam kerangka itulah hambatan yang dialami dalam pelaksanaan peran dan fungsi

pekerja sosial harus mampu disikapi secara kooperatif oleh semua pihak yang ada di

PSMP Paramita Mataram. Perubahan yang ada dalam setiap proses pembinaan harus

dilakukan secara seksama dengan berbagai metode. Hal ini sejalan dengan pendapat

yang diutarakan oleh Mukhtar yang mengatakan bahwa

Dalam rangka mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan peran dan fungsi

pekerja sosial, maka secara garis besar, ilmu dan metode penyembuhan sosial (Social

treatment) pekerjaan sosial, terdiri atas pendekatan mikro dan makro. Dalam

penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang berada di


87

Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos), terutama pada gelandangan dan pengemis,

kedua metode penyembuhan sosial tersebut dapat digunakan.120

Pendekatan mikro merujuk pada berbagai keahlian pekerja sosial, untuk

mengatasi masalah yang dihadapi oleh individu, keluarga dan kelompok. Masalah

sosial yang ditangani pada umumnya, berkenaan dengan problema psikologis, seperti

stress atau depresi, hambatan relasi, penyesuaian diri, kurang percaya diri, alienasi

atau kesepian dan keterasingan, apatisme hingga gangguan mental. Dua metode

utama, yang digunakan dalam setting mikro ini adalah terapi.121 perseorangan

(casework ) dan terapi kelompok (groupwork ), yang di dalamnya melibatkan

berbagai tekhnik penyembuhan, atau terapi psikososial seperti terapi berpusat pada

klien (client-centered therapy), terapi perilaku (behavior therapy), terapi keluarga

(family therapy), terapi kelompok (group therapy).

Sedangkan pendekatan makro adalah, penerapan metode dan tekhnik

pekerjaan sosial, dalam mengatasi masalah yang di hadapi masyarakat dan

lingkungannya (sistem sosial), seperti kemiskinan, ketelantaran, ketidakadilan sosial,

dan eksploitasi sosial. Tiga metode utama, dalam pendekatan makro adalah terapi

masyarakat (Community development), manajemen pelayanan kemanusiaan (Human

service managemen), dan analisis kebijakan sosial (Social policy analysis).

Selain itu, perbedaan respons para warga binaan juga menjadi fenomena yang

cendrung menjadi tantangan para pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya.

120
Mukhtar, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial , (Yogyakarta :Pustaka Pelajar,
2009), h. 28
121
Ibid, h. 38
88

Perbedaan karakter ini disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang sosial anak

maupun latar belakang keluarga. Masing-masing komponen yang menjadi pemicu

adanya perbedaan sifat tersebut merupakan ranah yang harus menjadi perhatian para

pekerja sosial sehingga perbedaan perlakuan pada setiap anak binaan harus dilakukan

dalam rangka mewujudkan persamaan respons dan pemahaman di kalangan anak

berhadapan dengan hukum.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Abu Ahmadi yang

mengatakan bahwa

Perbedaan respons anak pada saat dilakukan kegiatan pembinaan merupakan

fenomena yang harus mampu disikapi dengan arif oleh para pekerja sosial. Hal ini

disebabkan karena kesamaan resfons dan pemahaman tersebut merupakan hal yang

mutlak diperlukan dalam rangka mewujudkan perbaikan mental anak. 122

Hal berbeda yang timbul juga yaitu terbatasnya jumlah media yang akan

dijadikan sebagai sarana dalam pelaksanaan pembinaan agar terbangun efikasi diri

pada anak. Komponen yang diperlukan tidak selamanya sejalan dengan alat yang

dimiliki. Pemanfaatan medium yang ada menjadi solusi yang dapat dilakukan oleh

para pekerja sosial dalam rangka mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan

terbatasnya media pelayanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tohirin yang

mengatakan bahwa

Terbatasnya media pelayanan dalam pelaksanaan peran dan kewajiban pekerja

sosial harus mampu disikapi secara professional sehingga pelaksanaan program kerja
122
Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan…. h. 42
89

yang telah direncanakan tidak mengalami hambatan yang berarti. Adanya kultur yang

sejalan dengan respons anak binaan harus menjadi prioritas para pekerja sosial.123

Dengan demikian hambatan yang dialami oleh para pekerja sosial yang harus

disikpi secara professional dalam kaitannya dengan peran pekerja sosial di PSMP

Paramita Mataram yaitu 1) terbatasnya jumla pekerja sosial, 2) bervariasinya respons

anak binaan 3) kurangnya jumlah media pelayanan. Masing-masing komponen

tersebut harus menjadi perhatian yang harus mampu disikapi secara matang oleh

pemerintah sehingga pada masa yang akan datang dapat dikurangi.

123
Tohirin, Bimbingan Konseling…. H. 98
90

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasrkan paparan datan dan temuan maka dapat disimpulkan bahwa

1. Bentuk- bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak- anak di PSMP

Paramita Mataram yaitu pencurian yang cendrung disebabkan oleh faktor

kebutuhan yang mendesak, pemerkosaan yang disebabkan oleh adanya pola

pergaulan yang tidak terjaga antara yang satu dengan yang lain dan perkelahian

yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan serta seringnya saling mengolok

olok.

2. Pekerja Sosial memiliki peran dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram. Hal ini terbukti dari adanya

berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka menumbuhkan efikasi diri bagi

anak berhadapan dengan hukum. Adapun peran tersebut dapat dilihat dari

terlaksananya a) program edukasi senter sebagai pusat pembinaan bagi anak

berhadapan dengan hukum, b) program perubahan berkala yang dimaksudkan

untuk pembinaan lanjutan yang dilakukan dengan berdasarkan perkembangan

anak pada saat dilakukan program edukasi senter, c) program pembentukan

karakter diri, yang merupakan program tahap lanjutan dalam rangka membentuk

kepribadian sehingga dapat melakukan interaksi dengan masyarakat ketika sudah

selesainya pelaksanaan pembinaan.


91

3. Hambatan Pekerja Sosial dalam pembentukan efikasi diri Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH) di PSMP Paramita Mataram, yaitu a) terbatsanya jumlah

pekerja sosial yang menangani anak berhadapan dengan hukum, b) berbedanya

respons anak binaan yang disebabkan oleh berbedanya latar belakang sosial dan

latar belakang keluarga, c) kurangnya media pelayanan dalam pelaksanaan

pembentukan efikasi anak.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada

4. Pekerja sosial, agar dapat melakukan tugasnya secara berkelanjutan dan saling

pengertian dengan sesama pekerja sosial

5. Anak berhadapan dengan huku, agar senantiasa mengikuti program kerja yang

telah dibuat oleh pihak pekerja sosial yang ada di PSMP Paramita Mataram

6. Pemerintah, diharapkan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana terutama

yang berkaitan dengan peralatan dalam kegiatan pembinaan bagi anak

berhadapan dengan hukum

7. Peneliti lain, diharapkan melakukan penelitian yang berkaitan dengan peran

pekerja sosial serta mengkaji hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian

ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Mas’oed, Akhlak Remaja Hari Ini Dan Prospeknya Di Masa Depan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan, Bandung: CV Wacana Prima 2007

Albert Aries,” Kesejahteraan Anak”, dalam http//www. Hukumonline. Net/ pusat data/ UU/
No.23 Tahun 2002, diambil pada tanggal 21 Maret 2015, pukul 14.55 WITA.

Ali Qaimi Kudakon e- Syahid” dalam MJ Bafaqih, Single Parent: Peran Ganda Ibu
dalam Mendidik Anak, Bogor: Cahaya, 2003
Anna Volz, “ Advocacy Strategies Trainining Manual,” dalam http: General
Comment No. 10: Children’s Right in Juvenile Justice, Defence for Children
Internatonal, 2009, diakses tanggal 05 Februari 2016, Pukul 20.00 WITA.
Asror Harahab. Management Pengelolaan Dana Zakat Untuk Dana Pengembangan
Usaha Kecil Bina Keluarga Mandiri. Mataram: Skripsi Fakultas Dakwah,
2011.
Bang Opick, “Perlindungan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum,” dalam
http://bangopick.wordpress.com/2008/12/17, diakses tanggal 6 Februari
2016, Pukul 09.00 WITA.

Dadang Yunus, “Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup”, dalam http:// pkbmpls.


wordpress. Com /2008 /02/ 06/ pengertian- pendidikan- kecakapan- hidup-
live- skill, diakses tanggal 03 maret 2015, pukul 09.45 WITA.
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1990

Hendayat Soetopo dan Wanti Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan


Kurikulum,Jakarta: Bina Aksara, 1982
I Djumhur, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, Bandung: CV. Ilmu, 2003
James A.Black, dan J.Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung:
PT. Reffika Aditama, 1990
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, Jakarta: Rajawali,
1985
KBBI,”Pelatihan atau Magang”, dalam http: /Wikipedia. org/ wiki/ Pelatihan diakses
pada tanggal 25 Februari 2015, Pukul 19.45 Wita.

Lexy J. Moleong. Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,


2010.
Moh. Kasiram. Ilmu Jiwa Perkembangan Bagian Ilmu Jiwa Anak. Surabaya: Usaha
Nasional, 1983.
Muhammad Irwan Jayadi, Penelitian “Pemenuhan Kebutuhan Bagi Anak Terlantar,
Skripsi Fakultas Dakwah, 2011
Muhammad Al Mighwar, Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Mukhlis. Srategi Tokoh Agama Dalam Pembinaan Kenakalan Remaja di Dusun Tibu
Baru Desa Batu Putih. Mataram: Skripsi Fakultas Dakwah, 2011.
Mulyani Sumantri. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.
Muslihin Al-Hafizh, “Keterampilan Dalam Hidup”, dalam http: //www. scribd. Com/
doc/ 32184119/ makalah- lifeskill, diakses tanggal 29 Februari 2016, pukul
16.00 WITA.

Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Managemen


Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) Ed. 1.
Cet. 3.

Prayitno, Eman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta,
2004
Rumenah, Pola Pembinaan Remaja Dalam Meningkatkan Perubahan Sikap
Beragama Remaja Masjid Nurul Hikmah Belunsuk Kecamatan Kuripan
Lobar NTB. Mataram: Skripsi Fakultas Dakwah, 2011.
Salim Bahraiy. Riadhusshalihin. Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1987.
Samsul Hadi, Peran Panti Sosial Peduli Anak Dalam Upaya Pemberdayaan Anak
Melalui Pendidikan Non Formal di Desa Langko Kecamatan Lingsar
Lombok Barat. Mataram: Skripsi Fakultas Dakwah, 2013.
Sayuti Tahib. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia,
1985.
Soedharyo Soimin. Himpunan Dasar Pengangkatan Anak. Jakarta: sinar grafika,
2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Bandung: Alfabeta, 2007
Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.
UU. NO. 7 Tahun 2007 UU Kesejahteraan dan Perlindungan Anak ( Jakarta: Sinar Grafika,
2005),

Wahyu Budi Setiyawan, “Pengertian Keterampilan dan Jenisnya”, dalam


http://id.shvoong. com/business-management/ human- resources/ 2197108-
pengertian- keterampilan- dan - jenisnya/ ixzz1d1UiqOiF, diakses pada
tanggal 27 Februari 2016, pukul 01.30 WITA.
Foto Bimbingan konseling untuk menumbuhkan Foto interaksi Bimbingan konseling dalam
efikasi diri menumbuhkan efikasi diri

Foto Tim Bimbingan Foto Bimbingan Fisik untuk menumbuhkan efikasi


diri
Foto interaksi Bimbingan Individu Foto Tim Bimbingan Individu

Foto Tim Bimbingan Konseling


Kegiatan pembinaan dalam rangka membentuk Kegiatan pembinaan dalam rangka membentuk
efikasi diri efikasi diri

Kegiatan pengarahan dalam rangka membentuk Bimbingan Rohani dalam rangka membentuk
efikasi diri efikasi diri

Anda mungkin juga menyukai