Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Konsep Ekonomi di Rumah Sakit

DI SUSUN OLEH

NAMA : JAQLYN ANITA ZOMMER GASPERSZ

UNIVERSITAS MH THAMRIN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Konsep Ekonomi di Rumah Sakit Ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang ekonomi rumah sakit bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas ini


sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1. KONSEP EKONOMI RUMAH SAKIT.......................................................................
2.1.1 Ekonomi.....................................................................................................................
2.1.1 Ilmu Ekonomi............................................................................................................
2.1.3 Ekonomi Kesehatan...................................................................................................
2.2 ENTITAS BISNIS RUMAH SAKIT............................................................................
2.3 PERILAKU MANAJEMEN EKONOMI RUMAH SAKIT.........................................
2.3.3 Model Standar Sebuah Perusahaan yang For-Profit..................................................
2.3.4 Model Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta.......................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial sehingga dapat
melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan sesuatu. Kondisi tubuh yang sehat pada
manusia dapat kita lihat dari kebugaran tubuh. Dalam sebuah lingkungan masyarakat
terkadang mengalami beberapa masalah kesehatan, baik yang muda, tua, wanita maupun pria.
Kesehatan dapat diartikan sebuah investasi penting untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah
satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang
berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan United
National Development Program, terdapat 3 (tiga) indikator pembangunan manusia yaitu
dengan mengukur kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi. (UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan dan
pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan
seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini, pemerintah fokus
dalam permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan kesehatan mendorong
terciptanya manusia produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program pemerintah yang
ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang bersinergi dengan
pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan – perubahan baik di ruang lingkup
skala daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan lebih terfokus ke preventive serta
mengedepankan pendekatan persuasif. Serta adanya perbaikan – perbaikan sistem kesehatan
yang ada di Indonesia. Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
yang berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan United
National Development Program, terdapat (tiga) indikator pembangunan manusia yaitu dengan
mengukur kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi. (UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan dan
pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan
seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini, pemerintah fokus
dalam permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan kesehatan mendorong
terciptanya manusia produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program pemerintah yang
ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang bersinergi dengan
pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan – perubahan baik di ruang lingkup
skala daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan lebih terfokus ke preventive serta
mengedepankan pendekatan persuasif. Serta adanya perbaikan – perbaikan sistem kesehatan
yang ada di Indonesia. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dari tahun ke tahun sudah
merupakan hal yang umum diketahui, dan industri penyedia pelayanan kesehatan sudah
berupaya mengendalikannya utuk tetap bisa bertahan. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan
ini diikuti suasana perubahan struktur pengeluaran pembiayaan pelayanan kesehatan dalam
hal sumber dan penggunaannya. Perubahan yang nyata adalah pergeseran pembiayaan
pemeliharaan kesehatan dari - pembiayaan perorangan sistim outof-pocket dan pembiayaan
pemerintah bagi masyarakat kurang mampu sampai miskin - kearah asuransi kesehatan sosial
(social health insurance) (Villaverde & Manog, 2004). Pergeseran beban pembiayaan
pemeliharaan kesehatan dari out-of-pocket dan pembiayaan anggaran pemerintah menjadi
asuaransi kesehatan sosial diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
lebih adil dan merata. Melalui asuransi kesehatan sosial, dharapkan sikaya dan sedang sehat
akan mensubsidi simiskin dan sedang sakit yang akan menghasilkan suatu jaminan sosial
disektor kesehatan (Villaverde& Manog, 2004). Pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan komponen paling mahal dalam sistim pelayanan kesehatan (the most expensive
component of the health care system). Tingginya biaya infrastruktur, pengembangan
teknologi dan biaya operasional dan besarnya jumlah staf di rumahsakit, rumahsakit akan
menyerap jumlah terbesar anggaran pemerintah yang akan mempengaruhi sistim pelayanan
kesehatan. Pada tahun 1999 Philippine National Health Accounts, kombinasi pengeluaran RS
Pemerintah Daerah dan Pusat menyerap hampir 50 % pengeluaran pemerintah disektor
pelayanan kesehatan. Bahkan RS Daerah menyerap hampir 68 percent alokasi biaya
kesehatan daerah. Hal ini menyebabkan komponen sistim pelayanan kesehatanlainnya seperti
public health, health regulation, and other support services – mejadi seperti tertingal
(Villaverde& Manog, 2004). Melakukan reformasi untuk transformasi RS Pemerintah
menjadi otonom secara finansial akan memungkinkan pemerintah untuk mensosialisasikan
dan mengutip biaya pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengupayakan sumber pemasukan,
membuat suatu drug revolving funds, rasionalisasi penetapan pelayanan yang dikenai biaya
dan kebijakan tarif. Mekanisme ini akan mengurangi ketergantungan RS Pemerintah pada
subsidi dan anggaran langsung dari pemerintah. Jumlah uang dan sumberdaya yang
terbebaskan karena mekanisme ini akan dapat dipakai untuk disektor public health programs,
local health systems development, health regulation and quality assurance. Namun tidak
dapat dipungkiri adanya tekanan mengikuti tatanan safety net, seperti mengadakan social
health insurance, sebagai strategi melindungi kelompok miskin dan kurang mampu terutama
kelompok yang sangat tergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Oleh
karenanya perlu memngikuti tatanan ini dengan menyelenggarakan suatu pembiayaan
pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata yang mensubsidi pelayanan rumahsakit atau
melalui suatu social health insurance.(Villaverde& Manog, 2004) Kebutuhan penghematan
karena peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan merupakan tantangan utama yang dihadapi
sistim pelayanan kesehatan dewasa ini. Sering menjadi perdebatan bahwa kontrol biaya
merupakan tools yang efektif mengurangi baik level mapun kecepatan peningkatan
pengeluaran biaya kesehatan. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi kecil dari volume
peningkatan. Peningkatan biaya biasanya terjadi pada pemberi pelayanan kesehatan, terutama
oleh dokter, yang cenderung menyediakan bahan – bahan pelayanan kesehatan dan pelayanan
dalam upayanya meningkatkan pemasukan atau menarik kembali pemasukan yang hilang
(recapture lost revenues). Fenomena ini dikenal sebagai the behavioral offset or volume
response (Nguyen, 1995). Perkembangan perilaku ini menghasilkan banyak implikasi pada
sistim pembiayaan pelayanan kesehatan diberbagai negara. Karena keterbatasan data, tidak
selalu mungkin menganalisis dampak kontrol biaya terhadap perilaku pemberi pelayanan
kesehatan. Lebih spesifik, dapat dilihat reaksi perilaku dokter terhadap pengurangan biaya
pada level praktek pelayanan dokter pada Medicare program for 1989 and 1990. Dapat
diamati bahwa kontrol biaya saja tidak cukup menahan peningkatan biaya pelayanan
kesehatan yang berarti perlu tools tambahan untuk melakukan upaya penghematan biaya
(Nguyen, 1995). Penyelenggaraan program kesehatan masyarakat, selalu terkait dengan
efektifitas program (outcome assessment), efisiensi (economic evaluation), akses
(reachability of services) dan rasa keadilan (equal provision for equal needs). Evaluasi
ekonomi memberikan informasi objektif menyangkut jumlah biaya yang diserap program
(Lim, 1999).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KONSEP EKONOMI RUMAH SAKIT


Ekonomi dalam pelayanan kesehatan. Ini sudah lamaterjadi. Bukankahtak jarang orang
mengeluh bahwa pelayanan rumah sakit sudah terserang virus komersialisasi? Tetapi, sejauh mana
sebenarnya pelayanan rumah sakit boleh mengadopsi ilmu ekonomi? Tidak banyak orang yang tahu.
Justru buku ini terbit untuk menjawabpertanyaan ini.

Keunggulan buku ini terletak pada kemampuan penulisnya menceritakan bagaimana sebuah
rumah sakit harus dikelola sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang efisien dan bermutu tanpa
mengurangi porsinyaebagai lembaga sosial. Bagi penulisnya, apa pun produk yang dihasilkan rumah
sakit, ia harus memperhatikan aspek sosial. Tidaklah terlalu berlebihan bila buku ini pantas dibaca
oleh pihak-pihak yang terkait dengan pelayanan rumah sakit, mulai dari dokter, dokter spesialis,
manajer rumah sakit, pasien hingga pemerhati kesehatan.

2.1.1 Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu untuk membuat pilihan. Sumber daya di alam terbatas,
sedang keinginan (wants) manusia tidak terbatas. Demikian juga jumlah dokter,
perawat, obat-obatan, tempat tidur kesehatan meningkat. Karena itu sumber daya
kesehatan harus digunakan dengan efisien dan berkeadilan (equitable).
(Murti,2011) Ekonomi juga dipelajari pada berabgai tingkatan. Kita dapat
mempelajari kepututsan rumah tangga dan perusahaan, atau kita dapat
mempelajari interaksi rumah tangga dan perusahaan pada pasar barang dan jasa
tertentu. Kita juga dapat mempelajari operasi perekonomian sebagai suatu
keseluruhan, yang hanyalah merupakan jumlah dari segala kegiatan para
pembuatan kepututsan ini pada semua pasar yang ada. (N.G. Mankiw,2006)
Menurut Lubis (2009) secara garis besar teori ekonomi dapat dibagi atas dua
yaitu:
1. Micro Economics Merupakan sesuatu yang spesifik dan merupakan sesuatu
yang didefinisikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisis bagian-
bagian yang kecil dari seluruh kegiatan perekonomian. Hal yang dianalisis adalah
bagian dan sistem ekonomi seperti: Perilaku konsumen, Supply, Demand,
Elastisitas Supply dan Demand, pasar dan sebagainya.
2. Macro Economics Merupakan sesuatu yang bersifat Agregat dan merupakan
analisis atas seluruh kegiatan perekonomian. Analisis bersifat global dan tidak
memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh unit-unit kecil dalam
perekonomian. Menganalisis kajian sektor-sektor kesehatan dan hubunganya
dengan pembangunan ekonomi. Yang termasuk didalamnya antara lain: Fiskal dan
moneter terhadap pembiayaan kesehatan, Kebijakan kesehatan dan lain-lain.
2.1.1 Ilmu Ekonomi
Ilmu Ekonomi menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai pilihan yang
mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi yang
langka/terbatas, untuk memperoduksi berbagai komoditi dan mendistribusikannya
keanggota masyarakat untuk dikomsumsi. Ilmu ekonomi merupakan ilmu
mengenai bagaimana individu atau masyarakat, dengan atau tanpa uang
menggunakan sumberdayayang terbatas dengan berbagai pilihan penggunaannya,
untuk keperluan konsumsi saat ini atau dimasa mendatang. Ilmu ini mengkaji
semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada.
Definisi ini tidak terbatas hanya pada kegiatan yang berkaitan dengan manusia
saja, akan tetapi dapat diterapkan pada semua kegiatan yang menghadapi
keterbatasan atau kelangkaan sumber daya sehingga pilihan harus ditentukan.
Oleh karena itu sering dijelaskan bahwa ekonomi adalah suatu ilmu mengenai
keterbatasan atau kelangkaan sumber daya dan penentuan pilihannya. Batasan
tersebut terlihat pada analisis untuk pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan sumber daya dan pilihannya. Bidang dari ilmu ekonomi ini disebut dengan
Positive economics. Positive Economics vs Normative Economics Positive
economics merupakan bidang yang berkaitan dengan “Apa yang terjadi”, atau
“apa yang telah terjadi”, dan “Apa yang akan terjadi”. Positive Ekonomi
merupakan ilmu ekonomi yang bersifat deskriptif, mempelajari tentang bagaimana
komoditas diproduksi, didisitribusi, dikonsumsi dalam keterbatasan sumber daya.
Disamping itu ada lagi yang disebut dengan Normative Economics, yaitu bidang
ilmu ekonomi yang lebih banyak membicarakan tentang “apa yang seharusnya
terjadi”, bukan apa yang terjadi. Normative economics selalu berkaitan dengan
norma-norma atau standar yang harus diterapkan, biasanya ketidaksesuaian
mengenai hal-hal normatif akan sulit diatasi dengan mempergunakan observasi
empiris. Normatif ekonomi merupakan ilmu ekonomi yang bersifat perspektif,
mempelajari bagaimana menentukan yang seharusnya. Misalnya hal mengenai
adanya pasar bebas bagi jasa pelayanan kesehatan merupakan hal yang berkaitan
dengan Normative economics, bila berhubungan dengan nilai kebebasan
konsumen untuk memilih. Sedangkan Positive economics bila berkaitan dengan
bagaimana perilaku pasar bebas dan bagaimana praktek sehari-hari. Walaupun
Positive Economics tidak menentukan bagaimana seharusnya sesuatu
dilaksanakan, akan tetapi bidang ini tetap penting bagi pembuatan kebijaksanaan.
Misalnya sebagai pedoman dalam memperkirakan akibat dari berbagai tujuan dan
kebijaksanaan yang telah dipilih. Menurut UU kesehatan tahun 2009 Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut Mills dan Gillson (1999) mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai
penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan.
Ekonomi kesehatan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1 Alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan
2 Jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan 3
Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan 4 Efisiensi
pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya 5 Dampak upaya
pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada individu dan masyarakat
(Mills & Gillson, 1999) Ilmu ekonomi kesehatan merupakan ilmu-ilmu sosial
yang berarti tidak bebas nilai, dan merupakan salah satu cabang dari ilmu
ekonomi seperti halnya cabang lainnya seperti ilmu ekonomi lingkungan, welfares
economics dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan
status kesehatan akan terlihat pada gambar di bawah ini:
2.1.3 Ekonomi Kesehatan
Menurut Mills dan Gillson (1999) mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai
penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan.
Ekonomi kesehatan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehtan.
b. Jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan.
c. Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan.
d. Efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya.
e. Dampak upaya pencegahan , pengobatan dan pemulihan kesehatan pada
individu dan masyarakat.
Menurut Kharman (1964) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu
merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi
kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada 4 bidang yang
tercakup dalam ekonomi kesehatan yaitu :
1. Peraturan (regulation)
2. Perencanaan (planning)
3. Pemeliharaan kesehatan ( the health maintenance ) atau organisas
4. Analisis Cost dan benefict.
Pembahasan dalam ilmu ekonomi kesehatan mencakup costumer (dalam hal ini
pasien / pengguna pelayanan kesehtan) provider ( yang merupkan profesional
investor, yang terdiri dari publik maupun private), pemerintah ( government).
Ilmu ekonomi kesehatan berperan dalam rasionalisasi pemilihan dan pelaksanaan
kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan terutama yang menyangkut
penggunaan sumber daya yang terbatas. Dengan diterapkannya ilmu ekonomi
dalam bidang kesehtan, maka kegiatan yang akan di laksanakan harus memenuhi
kriteria efisiensi atau apakah kegitan tersebut bersifat Cost Efective. Ada kalanya
menerapkan ilmu ekonomi harus memenuhi kriteria interest-eficient, sedangkan
pada kesehatan adalah interest-individu. PPEKI (1989), menyatakan bahwa ilmu
ekonomi kesehatan adalah penerapan ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Perubahan mendasar terjadi pada sektor kesehatan, ketikan sektor
kesehatan menghadapi kenyataan bahwa sumberdaya yang tersedia (khususnya
dana) semakin hari semakin jauh dari mencukupi. Keterbatasan tersebut
mendorong masuknya disiplin ilmu kesehatan dalam perencanaan, managemen
dan evaluasi sektoe kesehatan. Terdapat banyak definisi ekonomi kesehatan. Salah
satunya mendefinsikan ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari suplai
dan demand sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya
pelayanan kesehatan terhadap populasi. Tentu saja definisi hanya
merepresentasikan sebagian kecil topik yang dipelajari dalam ekonomi kesehatan.
Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan
dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan sebaliknya
ekonomi mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh: 1. Kesehatan yang buruk
seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena menurunnya kemampuan
untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif.
Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup yang
lebih produktif. 2. Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan
ancaman bagi orang lain. 3. Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat
menular ke orang lain. Misalnya, AIDS 4. Kepala rumah tangga pencari nafkah
yang tidak sehat atau sakit akan menyebabkan penurunan pendapatan keluarga,
makanan dan perumahan yang buruk bagi keluarga 5. Anggota keluarga yang
harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan kehilangan waktu
untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan 6. Pekerja yang memiliki
kesehatan buruk akan mengalami menurunan produktivitas Jadi pelayanan
kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu dan
masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status
kesehatan penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan
pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara (Murti,2011).
2.2 ENTITAS BISNIS RUMAH SAKIT
Struktur Pendanaan Rumah Sakit
Struktur dana rumah sakit terbagi atas dana tidak terikat (unrestricted fund) dan dana terikat
(restricted fund).
Dana Tidak Terikat
Dana tidak terikat adalah dana yang penggunaannya tidak dibatasi tujuan tertentu
seperti dana umum di pemerintahan atau dana lancar tidak terikat dalam akuntansi
universitas.
Penggunaan dana umum untuk pencatatan sumber daya atau penerimaan dana yang
dibelanjakan dalam memenuhi aktivitas operasional utama rumah sakit. Dana umum juga
dapat menentukan batasan penyisihan atas sumber daya tertentu.
Batasan penyisihan tersebut merupakan inisiatif internal rumah sakit, sementara
batasannya ditentukan oleh pihak eksternal rumah sakit sebagai sponsor.
Dana Terikat
Dana terikat adalah dana yang penggunaannya dibatasi tujuan tertentu seperti permintaan
pihak eksternal. Dana terikat terbagi atas dana terikat sementara waktu yang berarti bersifat
sementara dan dana terikat permanen dengan batasan yang sifatnya permanen.
Struktur Transaksi Rumah Sakit
Setelah terjadi peristiwa ekonomi atau transaksi maka selanjutnya akan mengarah ke:
Siklus Pendapatan
Pemberian jasa pelayanan rumah sakit kepada pasien atau pihak lain dan penerimaan
pembayaran pasien atau tagihan pihak lain.
Siklus Pengeluaran
Pengadaan barang dan/atau jasa dari pihak lain dan pelunasan utang dan
kewajibannya.
Siklus Pelayanan
Perubahan sumber daya rumah sakit menjadi jasa layanan rumah sakit.
Siklus Keuangan
Pemerolehan dana modal (capital fund), contohnya modal kerja yang berasal dari
dana kas atau dana likuid lainnya dan sumber dana yang berjangka panjang.
Setelah melalui keempat siklus tersebut, maka akan masuk ke dalam siklus laporan
keuangan yang tidak dikaitkan dengan keempat siklus operasional sebagaimana yang telah
disinggung sebelumnya.
Siklus pelaporan keuangan mendapat data operasional dan akuntansi yang berasal
dari siklus lain dan memproses data tersebut menjadi laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi pada umumnya.
Laporan keuangan tersebut pada akhirnya digunakan oleh pengguna eksternal seperti
masyarakat, pemerintah dan donatur, maupun pengguna internal seperti manajemen
perencanaan, pengendalian, evaluasi, dan pengambilan keputusan.

Siklus Akuntansi Rumah Sakit Beserta Contohnya


Setelah mengetahui siklus transaksi di rumah sakit, maka selanjutnya akan dibahas
mengenai siklus dalam akuntansi rumah sakit. Setelah mendapatkan transaksi, maka
transaksi-transaksi tersebut akan diproses pada siklus berikut ini.
Jurnal
Pencatatan setiap transaksi ekonomi yang terjadi di rumah sakit. Jurnal berisikan tentang:
Tanggal transaksi
Nama akun dan jumlahnya yang harus didebet dan dikredit
Keterangan atas transaksi
Pencatatan debet dicatat di sisi kanan dan pencatatan kredit di sisi kiri.
Contoh Jurnal Akuntansi Rumah Sakit
Tanggal 5 Juni 2020, terjadi pembelian barang farmasi secara tunai sebesar Rp
Rp1.000.000.
Tanggal 7 Juni 2020, dicatat pendapatan dari pasien umum. Berdasarkan formulir kuitansi
yang diperoleh dari kasir, maka rinciannya yaitu biaya pendaftaran Rp20.000, biaya
pemeriksaan dan tindakan Rp50.000 dan biaya obat Rp70.000 (harga pokok obat Rp60.000)

Maka pencatatan sebagai berikut:

J1
Jurnal Umum
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit
5 Jun 20 Persediaan Barang
Farmasi Rp1.000.000 Rp1.000.000
       Kas
7 Jun 20 Kas
      Pendapatan
Pendaftaran
      Pendapatan Rp20.000
Pelayanan Rp140.000 Rp50.000
      Pendapatan Apotek Rp60.000 Rp70.000
Biaya/Beban Obat Rp60.000
      Persediaan Barang
Farmasi
       

Buku Besar
Buku besar (general ledger) adalah rekening individual yang terdapat dalam laporan
keuangan. Setiap buku besar memiliki kode akun yang sesuai dengan yang disajikan di
laporan keuangan. Buku besar juga mencatat perubahan saldo setiap rekening individual.

Jadi, terjadi pemindahan akun yang dicatat dalam buku jurnal ke dalam buku besar
Langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:

Masukkan tanggal posting, jumlah yang didebet dan yang dikredit di dalam jurnal dan ke
dalam kolom-kolom yang sesuai di dalam buku besar.
Di dalam kolom referensi pada jurnal, masukkan nomor akun buku besar.
Contoh Buku Besar Akuntansi Rumah Sakit
101
Kas
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo
1 Jun 20 Saldo awal Rp2.000.000

5 Jun 20 J1 Rp1.000.000 Rp1.000.000

7 Jun 20 J1 Rp140.000 Rp1.140.000

121
Persediaan Barang Farmasi
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo
5 Jun 20 J1 Rp1.000.000 Rp1.000.000

7 Jun 20 J1 Rp60.000 Rp940.000


 

401
Pendapatan Pendaftaran
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo
7 Jun 20 J1 Rp20.000 Rp20.000
 

402
Pendapatan Pelayanan
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo

7 Jun 20 J1 Rp50.000 Rp50.000

403
Pendapatan Apotik
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo
7 Jun 20 J1 Rp70.000 Rp70.000

501
Biaya/Beban Obat
Tanggal Keterangan Ref Debet Kredit Saldo
7 Jun 20 J1 Rp60.000 Rp60.000
 
Neraca Saldo
Penyusunan neraca saldo didasarkan atas saldo akhir yang terdapat dalam setiap
akun individual atau buku besar. Penyusunannya dilakukan pada akhir periode ketika akan
membuat laporan keuangan.
Contoh Neraca Saldo dalam Akuntansi Rumah Sakit
Rumah Sakit Harapan Warga
Neraca Saldo
30 Juni 2020
Debet Kredit
Kas Rp400.000
Piutang Pelayanan Rp100.000
Persediaan Barang Farmasi Rp940.000

Peralatan Rumah Tangga Rp200.000

Hutang Usaha Rp200.000

Hutang Gaji Rp100.000


Pendapatan diterima di muka Rp150.000

Ekuitas Rp900.000
Surplus tahun lalu Rp230.000
Pendapatan Pelayanan Rp20.000

Pendapatan Pelayanan Rp50.000

Pendapatan Apotik Rp70.000


Beban Obat Rp60.000
Beban bahan habis pakai Rp20.000

Total Rp1.720.000 Rp1.720.000


Jurnal Penyesuaian

Jurnal penyesuaian bertujuan mencatat penyesuaian akun atau rekening pada akhir
periode akuntansi rumah sakit.Hal ini dilakukan karena hal-hal seperti:
Transaksi tidak dimungkinkan untuk dicatat secara harian dengan alasan efisiensi.
Beberapa biaya tidak dicatat dalam periode waktu tertentu, karena biaya yang dimaksud
terkait dengan berlalunya waktu dan bukan sebagai akibat dari pemakaian sumber daya
sehari-hari.
Transaksi tidak dicatat dikarenakan alasan lain
Jurnal penyesuaian dikelompokkan menjadi deferrals dan accrual. Deferrals terbagi atas
prepaid expenses yang berarti beban/biaya telah dibayar tunai dan dicatat sebagai aset
sebelum digunakan atau dikonsumsi dan unearned revenue yang berarti kas telah diterima
dan dicatat sebagai hutang (kewajipan) sebelum pendapatan diperoleh.

Sementara accrual terbagi atas accrued revenues yang merupakan pendapatan telah
diperoleh tetapi kas belum diterima atau belum dilakukan pencatatan dan accrual expenses
yang merupakan beban telah terjadi tetapi kas belum dibayarkan atau belum dilakukan
pencatatan.

Contoh Jurnal Penyesuaian


Prepaid Expense
Tanggal 5 Mei 2020 membayar polis asuransi sebesar Rp1.000.00, akan jatuh tempo pada
tanggal 5 Mei 2021.
Tanggal Jurnal
Asuransi dibayar di muka           Rp1.000.000
5 Mei 20 Transaksi
Kas                                             Rp1.000.000
Beban Asuransi                          Rp100.000
31 Mei 20 Penyesuaian
Asuransi Dibayar di Muka          Rp100.000

Unearned Revenue
Tanggal 5 Mei 2020 rumah sakit menerima dan jamkesmas sebesar Rp2.000.000 dan
tanggal 31 Mei 2020 berdasarkan analisis yang dilakukan, pendapatan terealisasi sebesar
Rp1.000.000
Tanggal Jurnal
5 Mei 20 Transaksi Kas                                                   Rp2.000.000
Pendapatan diterima di muka                      
Rp2.000.000                                       
31 Mei 20 Penyesuaian Pendapatan diterima dimuka          Rp1.000.000
Pendapatan Pelayanan                   Rp1.000.000

Kemudian, siklus akuntansi akan diselesaikan pada kertas kerja (worksheet) yang
merupakan alat kerja akuntan dalam membuat laporan neraca saldo, membuat penyesuaian,
menggolongkan akun ke dalam neraca, dan menyusun laporan keuangan.
Setelah itu, baru dilanjut ke jurnal penutup yang menutup akun temporer dan
memindahkan akun surplus ke akun permanen atau neraca. Lalu ke jurnal pembalik yang
menjadi pilihan karena dapat dilakukan ataupun tidak, namun jurnal pembalik memudahkan
proses akuntansi rumah sakit di periode selanjutnya.
Agar memudahkan pembuatan akuntansi rumah sakit, Anda dapat menggunakan jasa
konsultan akuntansi seperti Rusdiono Consulting. Rusdiono Consulting membantu rumah
sakit Anda berkembang dengan memaksimalkan fungsi keuangan dan menyederhanakan
proses akuntansi.

2.3 PERILAKU MANAJEMEN EKONOMI RUMAH SAKIT

Rumah sakit secara ekonomi dibahas melalui dua pendekatan yaitu (1) model
standar perusahaan dan (2) model rumah sakit non-profit. Model standar perusahaan
mengacu pada perilaku perusahaan yang memaksimalkan keuntungan. Sebenarnya definisi
untung atau tidak untung tidak begitu jelas di Indonesia. Menurut Folland dkk (2001),
batasan non-profit adalah secara hukum tidak boleh ada pihak yang menerima atau meminta
sisa hasil usaha (SHU) lembaga tersebut. Sisa hasil usaha berarti selisih antara pendapatan
dan biaya atau yang disebut sebagai untung dalam lembaga usaha biasa. Di Amerika Serikat
terdapat dua ciri lain yang membedakan status non-profit dengan for-profit. Pembedaan
pertama adalah lembaga non-profit tidak perlu membayar pajak perusahaan dan sering
dibebaskan dari pajak bangunan dan tanah serta pajak penjualan. Kedua, sumbangan kepada
lembaga non-profit akan mengurangi pajak bagi pihak-pihak yang menyumbang. Definisi
non-profit di Amerika Serikat masih sulit dipergunakan di Indonesia dan perlakuan pajak
relatif hampir sama antara rumah sakit non-profit dengan rumah sakit for-profit. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa dalam masa transisi lembaga sosial menjadi lembaga
sosial-ekonomi, gambaran mengenai bentuk for-profit dan non-profit masih belum tegas
dalam sektor rumah sakit di Indonesia. Bab ini akan membahas berbagai bentuk rumah
sakit.

2.3.3 Model Standar Sebuah Perusahaan yang For-Profit


Tujuan perusahaan adalah menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan
berusaha mempunyai kemampuan yang cukup dalam mencapai tujuan sesuai dengan
perkembangan lingkungannya. Rumah sakit yang berbentuk perusahaan terbatas bertujuan
mencari laba, walaupun tujuan tersebut mungkin tidak dapat dicapai secepat dan sebesar
perusahaan jasa keuangan. Hal ini mungkin disebabkan oleh lingkungan ekonomi rumah
sakit yang berorientasi laba belum sekuat sektor lainnya. Dalam model Circular Flow, Katz
dan Rosen (1998) menyatakan minimal ada tiga komponen firma yaitu: (1) pekerja atau
orang yang dibayar atas gaji tetap dan mempunyai peraturan kerja; (2) manajer yang
bertangggung-jawab untuk menetapkan keputusan, dan memonitor para pekerja; dan (3)
pemilik yang mempunyai modal dan menanggung risiko keuangan usaha. Dalam model
standar perusahaan terdapat pemisahan antara pemilik dengan para manajer pelaksana.
Pemisahan antara pemilik dengan para manajer merupakan salah satu ciri lembaga usaha
yang modern. Dengan dibukanya perusahaan di pasar saham, maka kemungkinan terdapat
ribuan pemilik saham, yang tentunya sebagian besar tidak berurusan dengan keputusan-
keputusan usaha. Keadaan ini menyebabkan kepemilikan lembaga usaha menjadi tidak
personal (Scott, 1997). Pemisahan antara pemilik dengan para manajer ini menghasilkan
struktur organisasi yang merupakan standar sebuah perusahaan yaitu adanya badan yang
disebut sebagai Board of Directors dan para manajer yang menjalankan pekerjaan
manajemen sehari-hari. Pada perusahaan-perusahaan yang besar dan terbuka, pemilik saham
akan bertambah besar jumlahnya. Pemilik saham yang banyak ini, menimbulkan biaya
informasi yang cukup besar untuk mengendalikan manajer. Pemilik modal menjadi sulit
mengikuti strategistrategi yang dilaksanakan perusahaan atau yang diarahkan perusahaan.
Pada prinsipnya mekanisme pengendalian oleh pemilik modal terhadap manajer menjadi
bersifat tidak sempurna. Tugas Board of Directors dalam rumah sakit model perusahaan
tentunya serupa dengan perusahaan biasa. Board of Directors berperan sebagai tonggak
utama dalam mekanisme pengendalian internal. Dalam sistem yang mengacu pada good
corporate governance, terdapat peraturan yang menerangkan mengenai peran manajer dan
dewan. Salah satu tugas utama dewan adalah mengawasi kinerja para manajer atas nama
pemegang saham. Jika anggota dewan menilai hasil kinerja manajer tidak sesuai dengan
harapan pemegang saham, jika terjadi kesepakatan anggota dewan dapat memberhentikan
manajer dan menggantikan dengan orang lain yang dinilai lebih mampu. Adanya ancaman
pemberhentian ini mendorong para manajer bekerja memenuhi harapan pemegang saham,
yaitu semakin besarnya dividen yang diterima. Dalam perusahaan tanggung jawab Board of
Directors secara umum adalah melakukan monitoring terhadap manajer atas mandat dari
pemegang saham perusahaan. Secara rinci fungsi kuncinya antara lain adalah:
1. Me-review dan mengarahkan strategi lembaga usaha, rencana besar, kebijakan risiko,
anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan indikator kinerja, monitoring
pelaksanaan dan kinerja lembaga usaha, serta mengawasi pengeluaran modal.
2. Memilih, memberikan kompensasi, memonitor dan bila perlu mengganti direktur dan
mengawasi perencanaan penggantian
3. Mengkaji pembayaran eksekutif dan dewan direktur
4. Memonitor dan mengelola berbagai konflik yang potensial dalam manajemen. Dalam
hal ini pengembangan corporate governance rumah sakit dapat dibahas melalui dua
pendekatan, yaitu:
(1) model standar perusahaan yang memaksimalkan keuntungan; dan (2) model
rumah sakit non-profit. Dua model ini mempunyai corporate governance system agar tujuan
rumah sakit dapat tercapai. Sistem corporate governance pada rumah sakit for-profit
tujuannya adalah meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu, sistem
corporate governance pada rumah sakit non-profit bertujuan menjamin agar misi rumah
sakit dapat berjalan seefisien mungkin. Pada awalnya adanya Board of Directors (di rumah
sakit forprofit) atau Board of Trustees (di rumah sakit non-profit) lebih berfungsi sebagai
stempel-cap yang mengesahkan keputusankeputusan direksi. Fungsi awal lain yaitu
menggalang dana-dana kemanusiaan atau mendapatkan dukungan politis. Oleh karena itu,
para anggota Board banyak berasal dari kalangan politisi, pengusaha, pemimpin-pemimpin
informal di masyarakat, atau dermawan. Akan tetapi di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
fungsi Board dalam rumah sakit menjadi lebih menentukan dalam keputusan-keputusan
manajemen (Alexander dkk., 2001). Contoh corporate governance rumah sakit for-profit
adalah adanya struktur Board of Directors di University Health System Ltd. yang dimiliki
oleh Tulane University (20% saham) dan Columbia, sebuah perusahaan for-profit yang
bergerak dalam jaringan rumah sakit (80% saham) (Bulger dkk., 1999). Anggota Board
berjumlah 10 orang, terdiri atas 5 orang dari Tulane University dan 5 orang dari Columbia.
Pimpinan Board berasal dari Tulane University. Semua keputusan besar harus disetujui oleh
tiga anggota dari Tulane University dan tiga anggota dari Columbia. Keputusan yang
membutuhkan suara mayoritas dari Board adalah berkaitan dengan pengangkatan dan
pemberhentian direktur rumah sakit, pengembangan usaha atau penghapusan pelayanan
rumah sakit, modifikasi penunjang akademik, dan pembelian rumah sakit pendidikan dalam
radius 75 mil. Dalam konteks struktur corporate kemungkinan terjadi perbedaan antara
perilaku pemegang saham yang ingin memaksimalkan profit dengan manajer dan karyawan
perusahaan. Manajer mungkin mempunyai tujuan lain di samping memaksimalkan laba
antara lain meningkatkan penjualan, meningkatkan pangsa pasar, dan mengejar
pertumbuhan perusahaan yang cepat. Manajer bukan pemilik, tetapi para profesional yang
digaji untuk mengelola perusahaan. Gaji manajer cenderung meningkat sesuai dengan
kenaikan penjualan total (Baumol, 1967). Dengan demikian, dapat dimengerti apabila
manajer cenderung meningkatkan penjualan (sales maximiser). Namun, ada pula perilaku
manajer yang cenderung mencari kepuasan lain dari pekerjaan mereka. Simbol-simbol
kepuasan yang sering dipergunakan adalah: ruang kantor yang mewah, mempunyai mobil
perusahaan yang bagus, menjadi anggota klub eksekutif, dan sebagainya. Di dalam
kelompok karyawan, motif memaksimalkan keuntungan mungkin juga tidak menjadi hal
yang utama, kecuali apabila karyawan sekaligus menjadi pemegang saham. Faktor
kesenangan dan kenyamanan bekerja merupakan tuntutan karyawan yang mungkin akan
mengurangi profit. Kemungkinan karyawan menuntut adanya rekreasi tahunan untuk
keluarga atau pembangunan fasilitas olahraga di kantor. Pada suatu titik tertentu, tuntutan
karyawan dapat dilakukan dengan cara demonstrasi mogok kerja dan seringkali hal itu
terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Tujuan bekerja manajer dan karyawan bukan untuk
mencari keuntungan semata dapat memicu apa yang disebut sebagai Xinefficiency.
Perusahaan dipaksa mengeluarkan anggaran yang seharusnya tidak diperlukan untuk
kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Pertentangan klasik sering terjadi
antara para pemilik, manajer, dan karyawan dalam hal perilaku hidup ini. Pada berbagai
rumah sakit keagamaan, konflik antara karyawan dengan pemilik rumah sakit dan pihak
direksi dapat terjadi pula. Sebagai catatan, perilaku pemilik perusahaan tertentu sebagian
bertujuan mencari kepuasan lain, di luar laba dari perusahaan. Pada keadaan ini pemilik
merasakan bahwa yang penting bukan besarnya laba melainkan manfaat dari laba tersebut
yang dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat membantu, misalnya memberi
sponsorship pada perkumpulan olahraga atau memberi beasiswa. Akan tetapi, pada
umumnya para pemilik tetap ingin meningkatkan keuntungan setinggi-tingginya.

2.3.4 Model Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta


Non-Profit Seluruh rumah sakit pemerintah merupakan organisasi yang bersifat non-
profit. Walaupun muncul perkembangan baru seperti menjadi perusahaan jawatan, lembaga
teknis daerah, UPT Daerah, ataupun rumah sakit swadana, secara praktis rumah sakit
pemerintah bukan berubah menjadi lembaga pencari keuntungan. Hal yang jelas terjadi
adalah suatu proses yang mengarah pada bentuk-bentuk lembaga usaha, walaupun masih
ditemukan rumah sakit yang dikelola sebagai lembaga birokrasi. Demikian pula berbagai
rumah sakit swasta, banyak diantaranya bersifat non-profit. Rumah sakit-rumah sakit yang
bersifat non-profit pada umumnya dimiliki oleh yayasan keagamaan, sosial kemanusiaan
ataupun perorangan. Dalam membahas rumah sakit non-profit, konsep pembahasan nantinya
akan dilakukan serupa dengan rumah sakit yang berorientasi laba. Mengapa ada lembaga
non-profit ? Berdasarkan teori ekonomi, profit merupakan hal penting bagi sebuah lembaga
untuk berkembang. Pertanyaannya, mengapa masih ada lembaga non-profit di dunia?
Bertahannya lembaga usaha non profit menunjukkan bahwa tidak semua sektor kehidupan
dipengaruhi oleh pasar seperti yang digambarkan pada model Circular Flow (Bagian II).
Berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi timbul berbagai hal yang
menyebabkan kegagalan pasar, misalnya adanya eksternalitas dan adanya public goods.
Adanya eksternalitas akan membutuhkan peran pemerintah. Dengan menyediakan obat-
obatan gratis untuk sekelompok orang yang sakit Tuberkulosis, maka pemerintah dapat
lebih melindungi masyarakat sehat yang mempunyai kemungkinan tertular oleh sekelompok
penderita Tuberkulosis ini. Beberapa pelayanan kesehatan mempunyai ciri public goods
yang bersifat non-excludable. Arti dari ciri ini adalah tidak mungkin untuk membatasi jasa
yang diberikan ini dari masyarakat. Sebagai contoh, pelayanan rumah sakit yang bersifat
non-excludable bagi orang miskin. Artinya, pelayanan harus bersifat gratis kepada seluruh
orang miskin yang membutuhkannya. Dapat dibayangkan bahwa timbul kesulitan untuk
melakukan penentuan tarif karena masyarakat miskin tidak mampu membayarnya. Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai aspek eksternalitas dan sifat
public goods, pemerintah mempunyai anggaran sebagai perwujudan sikap politik negara
kesejahteraan. Dalam memberikan pelayanan muncul pilihan untuk menyelenggarakan
sendiri melalui lembaga pelayanan kesehatan pemerintah. Akan tetapi, kemungkinan
lembaga-lembaga milik pemerintah tidak cukup jumlahnya atau tidak cukup efisien untuk
menangani pelayanan. Pilihan lain dengan cara mengkontrakkan kegiatan pelayanan kepada
lembaga swasta. Dalam hal ini akan timbul keanehan apabila pemerintah memberikan
kontrak pelayanan kesehatan yang mengandung eksternalitas dan sifat public goods kepada
lembaga for-profit. Secara logika dana pemerintah dapat disalurkan kepada lembaga non-
profit melalui mekanisme subsidi ataupun pemerintah seolah-olah membeli jasa dari
lembaga non-profit ini. Apabila ditinjau dari sisi dana masyarakat, pemberian dana
masyarakat kepada lembaga non-profit masih terus bertahan. Sebagian masyarakat masih
mempunyai niat menyumbang walaupun rendah. Di Amerika Serikat, sampai dengan tahun
1996, 3% dari total pendapatan rumah sakit berasal dari dana kemanusiaan. Faktor
kemanusiaan yang melatarbelakangi sumbangan dari masyarakat ini dan pada aspek ini pula
rumah sakit non-profit dapat bergerak lebih baik dibandingkan dengan yang for-profit.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan jenis produk jasa. Dalam melakukan
pemasaran jasa, hal penting yang perlu di perhatikan adalah bagaimana personil kontaknya.
Untuk itu relationship dan komunikasi menjadi modal utama. Image positif di masyarakat
akan tercipta bila masyarakat sudah merasakan kepuasan atas pelayanan kesehatan di rumah
sakit yang di dapatnya. Bila image positif di masyarakat sudah tumbuh, maka kekurangan-
kekurangan yang mungkin terjadi akan dapat di terima oleh masyarakat.

3.2 Saran

Agar tercapainya keberhasilan dalam aktivitas pelayanan jasa kesehatan Semen Padang
Hospital maka penulis mencoba memberikan saran yang mungkin dapat menjadi masukan
positif bagi Semen Padang Hospital sebagai berikut;
1. Semen Padang Hospital di harapkan lebih cermat dalam hal peningkatan pelayanan
untuk memikat hati masyarakat.
2. Untuk meningkatkan dan memelihara mutu dari rumah sakit di harapkan agar selalu
memberikan pelayanan yang terbaik terlebih pada kecepatan dalam penanganan
masalah yang ada (respon).
3. Memudahkan lagi pelayanan administrasi bagi para pengunjung (pasien) pada Semen
Padang Hospital.
4. Pelayanan merupakan hal yang penting, karena pelayanan yang bagus merupakan
obat utama bagi pasien yang datang untuk berobat.
5. Sebaiknya pihak rumah sakit tidak membedakan kategori pasien baik itu pasien
menengah ke bawah maupun pasien menengah ke atas sehingga menyamaratakan
pelayanan karena pada dasarnya pasien juga sama – sama manusia yang butuh
pelayanan kesehatan yang baik serta pelayanan yang sama.
6. Sebaiknya pihak rumah sakit memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada
pasien menengah kebawah seperti pada pasien, karena bagaimana pun pasien BPJS
tetap membayar meski melalui tangan pemerintah. 4
7. Seharusnya pihak rumah sakit berperilaku adil dalam hal penanganan dengan tidak
membiarkan pasien menunggu lama dan mendahulukan pasien yang datang di awal
serta di akhiri pasien yang datang pada urutan akhir pula.

Anda mungkin juga menyukai