Jtptunimus GDL Dewikumala 5261 3 Bab2
Jtptunimus GDL Dewikumala 5261 3 Bab2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rosella
1. Mengenal Rosella
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa) tidak diketahui pasti berasal dari
daerah mana, namun ada yang mengatakan rosella berasal dari India namun ada
pula yang menyebut asalnya dari Afrika Barat. Rosella merupakan herba tahunan
yang bisa mencapai ketinggian 0,5–3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan
berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari,
ujung tumpul, tepi bergerigi, pangkal berlekuk. Panjang daun 6–15 cm dan
lebarnya 5–8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau, dengan panjang 4–7 cm.
Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal, artinya
pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8–11 helai
kelopak yang berbulu, panjangnya satu cm, pangkalnya saling berlekatan dan
berwarna merah (Maryani dan Kristiana, 2005).
Kelopak bunga rosella sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat.
Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.
Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari lima helaian, panjangnya 3–5 cm.
tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran
pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5 mm. putiknya
berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk kotak
kerucut, berambut, terbagi menjadi lima ruang, berwarna merah. Bentuk biji
menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih
muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu–abu (Maryani dan
Kristiana, 2005).
2. Keunggulan Rosella
Rosella memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Rosella juga memiliki
rasa yang sangat asam sehingga menjadikan keunggulan jika dibandingkan
dengan produk lain yaitu tidak harus menambahkan pengasam karena pH pada
rosella memang sudah asam. Rasa masam pada kelopak rosella yang
menyegarkan karena memiliki dua komponen senyawa asam yang dominan yaitu
asam sitrat dan asam malat (Mardiah, 2009).
Keunggulan lain dari rosella selain kandungan vitamin C yang tinggi juga
berkhasiat untuk pengobatan, diantaranya untuk antikanker, antihipertensi,
antidiabetes, antikolesterol, menurunkan berat badan, terapi gangguan liver dan
asam urat, dan masih banyak lagi manfaat lainnya (Maryani dan Kristiana, 2005).
B. Vitamin C
Kelopak bunga rosella sangat banyak mengandung vitamin C. Vitamin C
merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C
cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan
dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan
kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup
stabil dalam larutan asam. Vitamin C adalah vitamin yang paling labil (Almatsier,
2003).
1. Struktur Kimia Vitamin C
Vitamin yang tergolong larut dalam air adalah vitamin C dan
vitamin-vitamin B kompleks. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam
L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan
sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi.
Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan, mudah
dibuat secara sintetis dari gula dengan biaya yang sangat rendah (Winarno,
2004).
C. Pengemasan
Kemasan telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu kala. Sekitar tahun
8.000 SM kemasan dari bahan-bahan sederhana, seperti kulit binatang ataupun
keranjang rumput, telah digunakan sebagai wadah buah-buahan yang dipungut dari
hutan. Bangsa Cina menggunakan keramik sebagai wadah, balk untuk benda padat
maupun cair. Sedangkan bangsa Indonesia menggunakan wadah bambu (bumbung)
untuk menyimpan benda cair.
1. Fungsi Kemasan
Menurut Buckle (1987), pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan
lima fungsi - fungsi utama yaitu : (1) Dapat mempertahankan produk agar bersih
dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya. (2)
Memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen
dan sinar. (3) Berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses
pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal
ini berarti bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap pakai. (4)
Mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan, di
mana bukan saja memberi kemudahan pada konsumen misalnya kemudahan
dalam membuka atau menutup kembali wadah tersebut, tetapi juga harus
dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang
dan selama pengangkutan untuk distribusi. Terutama harus dipertimbangkan
dalam ukuran, bentuk dan berat dari unit pengepakan. (5) Memberi
pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan. Unit-unit pengepakan yang
dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang
dijual.
2. Jenis Kemasan
Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk, kemasan dapat dibedakan
atas kemasan primer, sekunder dan tersier. Kemasan primer adalah kemasan yang
langsung bersentuhan dengan makanan, sehingga bisa saja terjadi migrasi
komponen bahan kemasan ke makanan yang berpengaruh terhadap rasa, bau dan
warna. Kemasan sekunder adalah kemasan lapis kedua setelah kemasan primer,
dengan tujuan untuk lebih memberikan perlindungan kepada produk. Kemasan
tersier adalah kemasan lapis ketiga setelah kemasan sekunder, dengan tujuan
untuk memudahkan proses transportasi agar lebih praktis dan efisien. Kemasan
tersier bisa berupa kotak karton atau peti kayu (Astawan, 2008).
Sebelum abad ke-18, gelas merupakan andalan kemasan yang utama.
Karakteristik gelas yang istimewa adalah kekuatannya. Kegunaan gelas adalah
mampu melindungi isi dari kontaminasi lingkungan luar. Gelas tidak berkarat atau
bocor, dan dapat diisi dengan sesuatu yang bersuhu tinggi.
Untuk beberapa produk, seperti anggur dan kosmetik, kemasan berbahan gelas
memiliki citra lebih eksklusif dan berkualitas dibandingkan kemasan berbahan
lain. Gelas juga tahan panas tinggi dan dapat langsung dipanaskan di oven
microwave. Gelas dapat diwarnai dan didekorasi sesuai keinginan. Namun biaya
pembuatan yang mahal membuat gelas sempat tergeser PET (kemasan plastik)
yang relatif lebih murah. Selain itu gelas juga lebih berat dibanding bahan lain.
Akan tetapi dengan kemajuan teknologi, kualitas gelas ini terus menerus
ditingkatkan menjadi lebih ringan, tetapi memiliki ketahanan lebih terhadap panas
maupun terhadap benturan. Salah satu karakteristik kemasan gelas yang harus
dipahami adalah sifatnya yang tembus pandang. Gelas mungkin cocok untuk
beberapa produk yang perlu menunjukkan isi, tetapi bagi beberapa produk lain
mungkin gelas bukan pilihan yang tepat (Astawan, 2008).
Tipe-tipe plastik yang biasa digunakan untuk kemasan diantaranya PET
(polyethylene terephthalate) banyak digunakan pada minuman berakohol,
kemasan air siap minum dan barang kosmetik. Kemasan plastik tidak dapat
berkarat. Bahan lain adalah PVC (polyvinylchloride) yang dapat dibentuk menjadi
tabung, botol dan lain-lain. Kemasan PVC dapat retak dan terbelah jika terjatuh.
Karena itu proses penguatan ekstra perlu dilakukan untuk penggunaan PVC.
Intensitas penggunaan plastik sebagai kemasan pangan makin meningkat, hal ini
disebabkan oleh banyaknya keunggulan plastik dibandingkan bahan kemasan
yang lain. Plastik jauh lebih ringan dibandingkan gelas atau logam dan tidak
mudah pecah. Bahan ini bisa dibentuk lembaran sehingga dapat dibuat kantong
atau dibuat kaku sehingga bisa dibentuk sesuai desain dan ukuran yang diinginkan
(Astawan, 2008).
3. Resiko Pengemasan
Pengemasan memiliki resiko–resiko tertentu yang berhubungan dengan
bahan–bahan pengemas, proses pengemasan dan sistem distribusi. Sebelum teknik
pengepakan dan bahan–bahan pengemas dapat dipergunakan secara efisien adalah
perlu untuk menentukan mutu standar yang baik bagi bahan maupun prosesnya.
Kondisi pengemasan harus sedemikian rupa sehingga dapat menekan
kemungkinan tercemar oleh mikroorganisme. Dalam beberapa hal sangat
diperlukan jaminan bahwa telah disterilkan sebelum digunakan atau sterilisasi
dilakukan setelah wadah diisi. Resiko lainnya termasuk kemungkinan masuknya
komponen beracun dari bahan pengemas kedalam bahan pangan atau pemindahan
bau dari bahan pengemas ke produk bahan pangan (Buckle, 1987).
Tabel 1. Syarat Mutu Botol Plastik Wadah Obat, Makanan dan Kosmetik
D. Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan pada analisa daya terima jam rosella adalah
uji hedonik. Uji organoleptik jam rosella bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar daya terima masyarakat terhadap jam rosella. Jam rosella yang berasa
masam tidak semua orang menyukainya. Uji organoleptik ini yang dinilai adalah
warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji organoleptik ini menggunakan panelis agak
terlatih dengan menggunakan 20 orang sebagai panelis.
Bahan pangan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya maka konsumen tidak
akan tertarik untuk membelinya. Selain itu warna dapat digunakan sebagai
indikator kesegaran dan kematangan. Warna merah dari jam rosella merupakan
warna asli dari kelopak bunga rosella sehingga jam rosella tidak harus
menggunakan pewarna untuk memperindah warna jam. Aroma merupakan sensasi
atau rangsangan senantiasa akan menimbulkan kelezatan, yang kemudian dapat
mempengaruhi tingkat atau daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu
produk pangan tertentu.
Jam rosella merupakan produk yang berasa manis dan asam. Rasa manis
ditimbulkan dari penambahan gula dengan konsentrasi tinggi, sedangkan rasa
asam dikarenakan rosella mengandung asam sitrat dan asam malat dalam jumlah
tinggi sehingga rasa asam tersebut menjadi ciri khas produk rosella.
Menurut Winarno (2004), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan
mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian–
penelitian yang dilakukan bahwa perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat
mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi rangsangan sel
reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.
E. Kerangka Konsep
Variabel terkendali
♦ Lama/waktu pengolahan
♦ Jenis rosella yang digunakan
♦ Jenis gula yang dipakai
♦ Suhu penyimpanan
♦ Suhu pengolahan
♦ Lama penyimpanan (0
hari sebagai control,
5 hari, 10 hari dan 15
hari) ♦ Kadar Vitamin C
♦ Jenis kemasan (gelas
Jam ♦ Organoleptik
rosella
jam dan cup plastik )
Variabel terpengaruh
Variabel pengaruh
F. Hipotesa
1. Ada pengaruh variasi kemasan terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam
rosella.
2. Ada pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam
rosella.