Penelitian Metopen Kelompok 5
Penelitian Metopen Kelompok 5
MINI RISET
Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup yang ada di bumi ini terlahir dengan adanya hak dan kewajiban
terkhususnya manusia, salah satu bagian dari hak manusia yaitu hak untuk hidup bebas dan
terhindar dari segala ancaman. Namun nyatanya beriringan dengan perkembangan zaman,
ancaman tersebut bisa datang dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun, salah satu bentuk
ancaman yang paling sering mengintai manusia adalah pelecehan seksual yang beragam
jenisnya. Salah satu ancaman pelecehan seksual yang sering terjadi di lingkungan masyarakat
yaitu secara verbal yang biasa dikenal dengan istilah catcalling.
Menurut hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik dengan persentase sebanyak
64 persen dari 38.766 perempuan, 11 persen dari 23.403 laki-laki, dan 69 persen dari 45
gender lainnya pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Kebanyakan dari korban
mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan yang diterima secara verbal, yaitu
komentar atas tubuh sebanyak 60 persen, fisik seperti disentuh sebanyak 24 persen dan visual
seperti main mata sebanyak 15 persen. (Sumber: Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik).
Walaupun hasil survei tersebut sudah terbit, namun masih banyak masyarakat yang belum
aware mengenai isu ini. Hal ini dikarenakan adanya stereotip gender yang dibentuk oleh
patriarki sehingga menimbulkan makna ganda yaitu catcalling sebagai candaan dan
catcalling sebagai pelecehan seksual.
Menurut Fakih (1996), perempuan berdandan dengan tujuan untuk membuat lawan
jenisnya yaitu laki-laki merasa tertarik terhadapnya. Menurut Supanto, keberadaan suatu
hukum, khususnya hukum pidana, berfungsi untuk menciptakan ketertiban dan keamanan
masyarakat, serta menimbulkan daya preventif untuk tidak dilakukan kejahatan. terkait
dengan tindakan catcalling ini sebaiknya hukum hadir untuk memberikan batasan terhadap
perilaku tersebut dan juga sebagai suatu tindakan preventif. Hadirnya suatu aturan mengenai
catcalling dirasa tepat karena melihat berbagai gerakan anti catcalling yang ada di
masyarakat, yang selama ini membantu menyebarkan kesadaran terhadap publik dan
mengedukasi pentingnya rasa aman di ruang publik.
B. Tujuan Penelitian :
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi para
mahasiswa secara umum dan mahasiswi secara khusus agar tidak menganggap masalah kecil
terhadap tindakan Catcalling dan berani melawan kemudian melaporkan jika menjadi korban
Catcalling karena ada undang-undang yang melindungi kaum perempuan dari tindak
Catcalling. Sehingga membuat pelaku tindak Catcalling jera.
Hasil penelitian ini nantinya juga bisa dipakai oleh peneliti selanjutnya sebagai acuan
dan referensi untuk peneitian mereka, sehingga dapat memberikan manfaat tidak hanya
kepada masyarakat umum akan tetapi kepada para peneliti kedepannya.
D. Keaslian Penelitian.
Penelitian sebelumnya tentang catcalling ini juga pernah dilakukan, akan tetapi
berfokus kepada dasar hukum serta sanksi hukum yang menanti kepada para pelaku
catcalling ini. Untuk penelitian yang kami lakukan, kami lebih berfokus kepada para korban
catcalling dan juga kami ingin mengetahui apakah ada kaitan antara gaya berpakaian pada
perempuan dengan perilaku catcalling yang mereka alami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas Catcalling masih terdengar awam ditelinga masyarakat saat ini, Catcalling
sering kali diabaikan oleh kaum perempuan, para perempuan yang pernah mengalami tindak
pelecehan seksual secara verbal ini tidak bertindak apa-apa karena masih minimnya
pengetahuan remaja terhadap catcalling yang merupakan salah satu pelecehan secara verbal.
A. Variabel Terikat
Catcalling secara sederhana diartikan sebagai godaan, siulan, teriakan, komentar,
bahkan tatapan mata yang bersifat seksual yang biasanya dialami oleh perempuan dan
dilakukan oleh laki-laki yang lewat di jalan atau biasa disebut street harassment. Benard dan
Schlaffer (1981) menyatakan bahwa ketika perempuan di jalan sering mengalami pelecehan
dan tidak memandang umur, pakaian, atau ras sekalipun.
Pelaku biasanya melakukan catcalling dengan spontan dan menganggap hal tersebut
adalah hal yang wajar, sepele, dan hanya bercanda untuk mendapatkan perhatian dari si
korban. Bahkan tak banyak dari pelaku yang menganggap perbuatan tersebut adalah pujian.
Sedangkan menurut Lystianingati, M.Psi, 2018 Catcalling adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau bergerombol orang yang dapat membentuk siulan,sapaan atau
bahkan komentar yang bersifat menggoda atau menurunkan martabat dan harkat perempuan
bisa juga disebut pelecehan seksual secara verbal.
Dalam kamus oxford, catcalling diterjemahkan sebagai siulan, panggilan, dan
komentar yang bersifat seksual. Terkadang dibarengi pula dengan tatapan yang bersifat
melecehkan yang membuat perempuan menjadi tidak nyaman. Definisi ini juga senada
dengan yang diungkapkan oleh Chun bahwa: “catcalling as the “use of crude language,
verbal expression, and non verbal expression that takes place in public areas such as
streets, sidewalks, or bus stops. Verbal expressions of catcalling tend to involve wolfwhistles
or comment that evaluate a woman’s appearance. Nonverbal expressions often include leers
as well as physical gestures that act as a means to rate a woman’s physical appearance.”
Definisi Chhun ini menjelaskan bahwa catcallling sebagai penggunaan bahasa kasar,
ekspresi verbal maupun nonverbal yang terjadi di tempat umum. Kajian penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya :
Fiana Dwiyanti (2014) yang berjudul Pelecehan Seksual Pada Perempuan di
Tempat Kerja (Studi Kasus Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta). Kajian
penelitian ini difokuskan pada bentuk kekerasan yang terjadi kantor Satpol PP
DKI Jakarta dan perlawanan dari para korban pelecehan seksual di kantor. Alur
pemikiran penelitian ini terfokus pada tiga hal yang saling berhubungan dalam
adanya pelecehan seksual yaitu, (1) faktor-faktor penyebab, (2) bentuk-bentuk
pelecehan seksual, (3) resistensi korban dalam menanggapi pelecehan seksual itu
sendiri. Karyawan perempuan yang berkerja di kantor dan juga lapangan
seringkali mengalami pelecehan seksual, yang disadari maupun yang tidak sadar.
Pelecehan seksual yang terjadi di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta memiliki
beberapa bentuk, diantaranya: (1) permintaan secara verbal; (2) komentar lisan;
(3) tampilan non-verbal. Adapun tiga faktor utama penyebab terjadinya pelecehan
seksual di Kantor Satpol PP DKI Jakarta yang terdiri dari: (a) budaya lingkungan
kerja yang di dominasi oleh laki-laki dan bersifat maskulin; (b) karakteristik
korban; dan (c) karakteristik pelaku. Studi dalam penelitian ini menggunakan
kriminologi feminis. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu tempat terjadinya
peristiwa dan fokus utama masalah penelitian. Fokus utama penelitian yang
dilakukan peneliti yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
fashion style dengan perilaku catcalling yang dialami mahasiswi di universitas
syiah kuala.
Hidayat, A. & Setyano, Y. (2019) yang berjudul Fenomena Catcalling sebagai
Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta. Kajian
penelitian ini difokuskan pada makna dari pelecehan seksual secara verbal untuk
menginformasikan kepada masyarakat bahwa catcalling tersebut adalah
pelecehan seksual terhadap perempuan yang menjatuhkan martabat wanita.
Adapun faktor utama terjadinya pelecehan seksual secara verbal terhadap
perempuan di Jakarta yaitu komunikasi 1) budaya patriarki dan 2) feminism.
Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu tempat terjadinya peristiwa dan fokus
utama masalah penelitian. Fokus utama penelitian yang dilakukan peneliti yaitu
hubungan antara fashion style dengan perilaku catcalling yang dialami mahasiswi
di universitas syiah kuala.
Kinasih (2007). Banyak yang beranggapan bahwa catcalling adalah suatu
perbuatan yang lumrah dan merupakan hal yang wajar dilakukan, bahkan faktanya
banyak yang menganggap catcalling sebagai suatu pujian atau candaan yang
disampaikan seseorang di tempat-tempat umum. Akan tetapi, nyatanya tindakan
atau perbuatan tersebut termasuk salah satu bentuk tindakan pelecehan seksual
secara verbal atau termasuk kategori pelecehan seksual nonfisik yang terjadi
kepada seseorang tanpa kesukarelaan orang tersebut.
Ariyanti(2019). Korban perbuatan catcalling termasuk orang yang mengalami
kerugian baik secara mental maupun psikisnya karena perbuatan catcalling oleh
pelaku menimbulkan rasa malu, terganggu dan ketakutan bagi korban. Korban
perbuatan catcalling ini termasuk kedalam kategori korban langsung, dimana
memiliki karakteristik korban ialah setiap orang individu ataupun kolektif,
menderita suatu kerugian baik fisik, mental, dan emosionalnya, serta mendapatkan
penindasan terhadap hak asasi manusia yang disebabkan oleh adanya perbuatan
yang dianggap suatu tindak pidana dalam hukum pidana dan disebabkan oleh
adanya penyalahgunaan kekuasaan.
B. Variabel Bebas
Variabel bebas atau independent variable pada penelitian yang berjudul ‘Hubungan
Antara Fashion Style hijab dengan Perilaku Catcalling yang dialami oleh Mahasiswi di
Banda Aceh’ adalah fashion style hijab.
Fashion berasal dari bahasa Latin, factio, yang artinya membuat atau melakukan.
Karena itu, arti kata asli fashion mengacu pada kegiatan; fashion merupakan sesuatu yang
dilakukan seseorang, tidak seperti dewasa ini, yang memaknai fashion sebagai sesuatu yang
dikenakan seseorang. Arti asli fashion pun mengacu pada ide tentang fetish atau obyek fetish.
Kata ini mengungkapkan bahwa butir-butir fashion dan pakaian adalah komoditas yang
paling di-fetishkan, yang diproduksi dan dikonsumsi di masyarakat kapitalis. Polhemus dan
Procter (dalam Barnard, 2006) menunjukkan bahwa dalam masyarakat kontemporer Barat,
istilah fashion sering digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya dan busana.
Fashion sendiri bermula dari bahasa inggris yang berarti cara, kebiasaan atau mode.
Polhemus dan Procter menerangkan bahwa "pada masyarakat kontemporer barat, sebutan
fashion sering dipakai sebagai persamaan kata dari istilah dandanan, gaya dan busana"
(Malcolm Barnard, Fashion sebagai komunikasi).
Fashion memiliki beragam pengertian, tergantung pada fakta yang biasanya timbul.
Secara umum fashion dapat digolongkan berdasarkan sifatnya yang tidak tahan lama dan
perubahan gaya yang terjadi secara terus-menerus yang menurut beberapa orang didikte oleh
desainer dan industri (Newman, 2001: 29). Pakaian merupakan obyek yang oleh sebagian
besar orang diangap bisa menyampaikan sesuatu sebagaimana yang dikemukakan oleh
Barthes mengenai “the language of fashion”, bahwa setiap bentuk fashion pasti mengandung
pesan tertentu yang kemudian ingin disampaikan oleh pemakainya. Hal ini dianggap benar
dan diakui oleh sebagian besar orang. Fash-ion merupakan obyek yang dianggap bisa
menyampaikan makna dan maksud-maksud tertentu dari pemakainya. Oleh karena itu dengan
pakaian yang dikenakan diharapkan orang bisa menilai tanda-tanda yang ditampilkan dengan
pakaian yang dikenakannya.
Menurut Featherstone (2001), fashion kerap kali dimaknai sama dengan busana,
padahal arti dari fashion bisa mencakup sesuatu yang berhubungan dengan adornment
(perhiasan), style (gaya) dan dress (pakaian).
Berhijab merupakan sebuah kemuliaan bagi wanita muslimah yang dapat terhindar
dari hal-hal negatif dan terlihat indah dan anggun pada wanita yang menggunakan hijab. hal
yang perlu diperhatiakan dalam penggunaan hijab adalah model yang tepat, dan sesuai
dengan ketentuan syari’at Islam, model hijab berdasarkan ketentuan syari’at Islam yang
digunakan adalah hijab yang menutup dada, longgar, dan nyaman dipakai saat remaja
beraktifitas, adapun bahan yang digunakan adalah tekstur bahan yang tidak transparan, tidak
menerawang, atau biasanya disebut tidak tembus pandang, akan tetapi hijab yang digunakan
tetap nyaman disaat remaja beraktifitas.
Fenomena perkembangan moslem fashion di Indonesia dapat dilihat dalam kehidupan
sehari-hari dimana tren penggunaan hijab di kalangan masyarakat muslimah semakin
meningkat. dimana disetiap sudut kotanya dapat ditemui berbagai macam galeri hijab dan
kawasan khusus dalam mengembangkan industri hijab fashion di sepanjang kawasan jalan.
Bermacam-macam tren hijab fashion seperti keberagaman model, keberagaman warna,
keberagaman motif dan keberagaman padu-padan gaya hijab dapat ditemui di sepanjang
kawasan dengan adanya berbagai galeri hijab. Menurut pengamatan Ibrahim (2007: 207),
fenomena perkembangan moslem fashion merupakan suatu tranformasi sosial yang menarik,
pergeseran selera dan gaya muslim(ah) dalam berbusana mulai menjadi bagian dari industri
fashion sejak akhir 1990-an dengan “kekayaan semiotis” fashion muslim bagaimana cara,
corak, asesoris dan gaya muslim(ah) berpakaian
Penelitian ini dilakukan dengan meninjau hubungan atau korelasi antara variabel
independen dan dependen yang diteliti, yaitu mengenai keterkaitan antara gaya berhijab dan
gaya berpakaian mahasiswi di kota Banda Aceh dengan peristiwa catcalling yang dialami.
Pada penelitian ini peneliti mencari tahu mengenai hubungan yang memengaruhi
peristiwa catcalling yang dialami oleh mahasiswi dengan cara mereka berpakaian dan gaya
hijabnya. Penelitian catcalling ini sendiri telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya namun pada penelitian yang dilakukan saat ini peneliti ingin melakukan
peninjauan lebih lanjut mengenai peristiwa catcalling yang sering kali tidak ditanggapi serius
bahkan oleh korban sendiri dengan gaya busana yang korban kenakan.
D. Hipotesis
Atas dasar latar belakang masalah, rumusan masalah dan kerangka pikiran yang
sebelumnya telah diterangkan oleh peneliti, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian
seperti berikut ini: “Tidak Adanya Hubungan Antara Fashion Style gaya berhijab dengan
Perilaku Catcalling yang dialami oleh Mahasiswi di Banda Aceh.”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
a) Variabel Terikat Catcalling
b) Variabel Bebas fashion style
B. Defenisi Operasional
a) Definisi catcalling
Benard dan Schlaffer (1981) menyatakan bahwa ketika perempuan di
jalan sering mengalami pelecehan dan tidak memandang umur, pakaian, atau
ras sekalipun. Pelaku biasanya melakukan catcalling dengan spontan dan
menganggap hal tersebut adalah hal yang wajar, sepele, dan hanya bercanda
untuk mendapatkan perhatian dari si korban. Sebagaimana dengan definisi
diatas, maka dalam penelitian ini yang akan dikaji yaitu pelecehan seksual
dalam bentuk verbal atau non verbal yang dilakukan oleh pelaku ditempat
umum terhadap korban.
b) Definisi fashion style jelbab
Pengertian Fashion sendiri berawal dari bahasa inggris yang artinya
adalah cara, kebiasaan atau mode. Polhemus dan Procter menunjukan bahwa
"dalam masyarakat kontemporer barat, istilah fashion kerap digunakan sebagai
sinonim dari istilah dandanan, gaya dan busana" (Malcolm Barnard, Fashion
sebagai komunikasi). Namun pada dasarnya fashion adalah berfungsi sebagai
penutup perlindungan, kesopanan dan daya tarik. Peran dan kegiatan
seseorang dalam kesehariannya sangat berkaitan dengan pakaian apa yang
dipakainya. Setiap orang dipengaruhi oleh status peranannya. Menurut M.
Quraish Shihab (2012:55), sekurang-kurangnya ada enam hal yang menjadi
kriteria busana muslimah menurut syariat, salah satunya yaitu Menutup
seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan, salah satu contohnya
yaitu jilbab. Jilbab berupa jenis pakaian yang menutupi seluruh tubuh disertai
cadar (mutahjjibah) maupun tidak disertai cadar (Shihab, 2010) yang dapat
dikarakteristikkan dengan berbagai jenis pakaian yaitu jilbab non syar‘i dan
jilbab syar,i (Amrullah, 2016). Jilbab yang di definisikan oleh Shihab (2010)
dan didukung oleh gaya jilbab menurut Amrullah (2016) diidentifikasi melalui
3 model penggunaan jilbab yaitu jilbab dengan cadar, jilbab non syar‘i, dan
jilbab syar‘i. Dengan demikian fokus fashion style yang dimaksud peneliti
dalam penelitian yaitu berdasarkan jilbab style yang dikenakan oleh wanita.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono
(2009: 147), penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah survei kuesioner. Menurut Suharsimi Arikunto
(1993: 86), studi survei adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya
digunakan untuk pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,
2009: 142). Dalam kuisionner tersebut dilampirkan .. item
G. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS Statistik 20.
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode uji independent sample T-
test. Dasar pengambilan keputusan uji independent sample T-test:
1. Jika nilai sig. (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti
tidak ada pengaruh perilaku catcalling antara mahasiswa yang berhijab non-syar’i dengan
mahasiswa yang berhijab syar’i.
2. Jika nilai sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti
ada pengaruh perilaku catcalling antara mahasiswa yang berhijab non-syar’i dengan
mahasiswa yang berhijab syar’I (V. Wiratna Sujarweni, 2014: 99).
Alasan digunakannya uji independent sample T-test pada penelitian ini karena kedua
sampel tidak saling berpasangan, jumlah data untuk masing-masing sampel kurang dari 30,
data yang dipakai dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, dan adanya kesamaan varians
atau homogen untuk kedua sampel data penelitian.