Anda di halaman 1dari 2

Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan 

Françoise Barré-Sinoussi dari Prancis berhasil
mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati.[5] Pada
awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus)[6] Bersama dengan Luc
Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.[6] Pada awal
tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang
disebut HTLV-III.[5][7] Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus
yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV,
atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.[8]
Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang
berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2.[5] Melalui kloning dan analisis sekuens
(susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik
berbeda.[5] Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada
glikoprotein selubung.[5] Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus
yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi
terhadap kedua jenis virus tersebut.[5]

Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika
barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal
sebagai zoonosis.[9] HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz)
yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2
merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty
mangabey, monyet dunia lama Guinea-Bissau.[9] Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan
oleh HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2.
[9]
 Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat. [9]

Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang.
Siklus HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel
inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel
dendritik, sel T, dan makrofaga.[14] Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam
(mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV.[14] Selain itu, HIV
juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.[14]
Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel
virus akan terlepas di dalam sel. [17] Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan
mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. [17] Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti
sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. [17] DNA virus yang
menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup lama di dalam sel.
[17]
 Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama
dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. [17] Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti
sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. [17] Sebagian RNA dari provirus yang
merupakan genom RNA virus.[17] Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim
hingga menjadi virus utuh. [17] Pada tahap perakitan ini, enzim HIV protease virus berperan penting
untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. [17] Apabila HIV
utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya.
[18]
 Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan
mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.[18]

Serologi HIV

Anda mungkin juga menyukai