Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

STROKE NON HEMORAGIK DAN HEMORAGIK

Pembimbing :

Dr. Maria Ingrid Tjahjadi, Sp.S

Disusun oleh :
Ng Chor Yao
112018110

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 19 OKTOBER 2020 – 21
NOVEMBER 2020

1
1. DEFINISI STROKE

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala
dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit
ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin
Setyowati 2004)
Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda
yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang terganggu.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia,stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah


jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh
no.1di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia
punselalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan
bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkanbantuan orang lain untuk
dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati peringkat ke -97 dunia
untuk jumlah penderit a stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai
138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011. Menurut
data tahun 1990-an, diperkirakan ada 500.000 orang penderita stroke di Indonesia,
sekitar 125.000 diantaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Tetapi jumlah
sebenarnya sulit diketahui karena banyak yang tidak dibawa ke dokter karena ketiadaan
biaya atau jarak rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal. Kasus stroke di Indonesia
menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000
kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, be b e r a p a penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkanstroke berjumlah
23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawake rumah sakit tidak

2
diketahui jumlahnya (Kompas, 2008) Di Bali jumlah penderita Stroke Hemoragik dan
Stroke Non Hemoragik yang masuk ke RSUP Sanglah Denpasar tidak bisa dikatakan
sedikit.
Dari data catatan medik RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah penderita
stroke 2 tahun terakhir memang mengalami penurunan, namun jumlah kasusnya
masih tergolong banyak. Pada tahun 2011 jumlah penderita stroke yang menjalani
perawatan adalah 848 orangdimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per bulan.
Sedangkan pada tahun 2012 menjadi 715 orang dimana bila dirata-ratakan terdapat 60
kasus per bulan.

3. ETIOLOGI STROKE
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di
bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut; lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah,
oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

3
b. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark
miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium
(tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis,
arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak
yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam dan
degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
4
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
(Muttaqin, 2011)

4. FAKTOR RESIKO STROKE


Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially
modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented)
(Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur 55 th,
insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan adanya proses penuaan
(degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia
pembuluh darahnya lebih kaku karena adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini mungkin terkait bahwa
laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok ternyata dapat nerusak lapisan dari
pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg rendah (< 2500 g)
ketika lahir
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan ras kulit hitam. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita
stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam
sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. Gen berperan besar dalam
beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan

5
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke.

2. Modifiable risk factors


a. Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke,
terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan
terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar
diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi
dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan
tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan
dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan
darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi menyebabkan
aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh darah mengalami
penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan menimbulkan
perdarahan. Stroke yang terjadi paling banyak oleh karena hipertensi
adalah hemoragik.
Paparan asap rokok
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung
dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun
perdarahan. Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-
studi lainnya, perokok memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk
kedua jenis kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan
peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan
bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada
khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang
dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita.
Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri
koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula
kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan
pasien tanpa diabetes. Dari arterosklerosis dapat menyebabkan emboli

6
yang kemudian menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan
iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan akhirnya
terjadi stroke. Pada DM, akan mengalami penyakit vaskuler sehingga
juga terjadi penurunan makrovaskulerisasi. Makrovaskulerisasi
menyebabkan peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya
peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga terjadi
edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga terjadi penurunan
penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga terjadi
hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otak menurun
sehingga stroke bisa terjadi.
Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan
faktor resiko untuk semua jenis stroke, namun pada tekanan darah
berapapun, gangguan fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke
secara signifikan. Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke
meningkat seiring pertambahan usia .Selain itu, total serum kolesterol ,
LDL maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan resiko stroke
iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya
aterosklerosis pada arteri karotis.
Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kolesterol
LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl), kolesterol HDL (normal : 35-
59 mg/dl) yang rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi
dihubungkan dengan peningkatan risiko terkena stroke. Hal ini akan
diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang lain (misalnya:hipertensi,
merokok, obesitas). Berbagai penelitian epidemiologi secara konsisten
menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang
dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar kolesterol
darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%. Di lain sisi
peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) akan
menurunkan risiko stroke sebesar
Stenosis arteri karotis

7
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan
permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis.
Sickle cell disease
Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat suplay darah
ke otak
Terapi hormonal pasca menopause
Diet yang buruk
Inaktivitas fisik
Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar glukosa
darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan
pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya stroke,
terutama pada kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-94
tahun pada wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas
mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah,
gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang
peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada
daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis.
Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting pada peningkatan
resiko stroke, namun pembuktian dengan studi epidemiologi masih
kurang.

b. Less well-documented and modifiable risk factors


Sindroma metabolik
→ Penyalahgunaan alkohol
Pecandu alkohol berat memiliki resiko stroke dan kematian akibat stroke yang
lebih tinggi. Pada penelitian di Yugoslavia terdapat hubungan antara konsumsi
alkohol dengan insiden stroke perdarahan. Namun, tidak ada hubungan yang
signifikan dengan stroke sumbatan.
→ Penggunaan kontrasepsi oral
Resiko strok meningkat pada penggunaan kontrasepsi oral, terutama pada
wanita berumur lebih dari 35 tahun, dan yang memiliki faktor resiko penyakit
kardiovaskuler, seperti hipertensi dan merokok. Resiko relatif stroke pada pemakai

8
ataupun bekas pengguna kontrasepsi oral meningkat 5 kali lipat, terutama pada
kelompok perokok dan diatas usia 35 tahun.
→ Sleep-disordered breathing
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu bentuk gangguan tidur yaitu
berhentinya nafas pada saat tidur lebih dari 10 detik karena tertutupnya atau
menyempitnya saluran pernafasan. Tertutupnya saluran pernafasan itu sendiri terjadi
karena turunnya lidah dan pengenduran otot serta jaringan lunak saluran
pernafasan. Penyempitan saluran pernafasan akan menurunkan saturasi oksigen lebih
dari tiga persen, misalnya suplai oksigen ke otak dan juga melambatkan detak jantung.
→ Nyeri kepala migren
Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up- regulasi dari ikatan leukosit
spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Proses ini dihasilkan oleh
leukosit yang menyebabkan terjadinya hambatan pada endhotelium. Mekanisme ini
dapat diterangkan melalui peristiwa pada stroke dan akhirnya dihubungkan dengan
migrain.

 Kondisi medis/ Medical Condition


o Tekanan Darah hipertensi dapat sangat meningkatkan risiko stroke. Merokok,
makan diet tinggi garam, dan minum alkohol terlalu banyak semua dapat
meningkatkan tekanan darah Anda.
o darah cholesterol.High kolesterol darah yang tinggi dapat membangun
timbunan lemak (plak) pada dinding pembuluh darah. Deposito dapat
memblokir aliran darah ke otak, menyebabkan stroke. Diet, olahraga, dan
sejarah keluarga mempengaruhi kadar kolesterol darah.
o gangguan o disease.Common Jantung jantung dapat meningkatkan risiko
stroke. Misalnya, penyakit arteri koroner (CAD) meningkatkan risiko Anda
karena zat lemak yang disebut plak blok arteri yang membawa darah ke jantung.
Kondisi jantung lainnya, seperti cacat katup jantung, denyut jantung tidak
teratur (termasuk fibrilasi atrium), dan bilik jantung membesar, bisa
menyebabkan penggumpalan darah yang bisa pecah longgar dan menyebabkan
stroke.
o Diabetes. Memiliki diabetes dapat meningkatkan risiko stroke dan bisa
membuat hasil stroke parah. Diabetes adalah suatu kondisi yang menyebabkan
darah untuk membangun terlalu banyak gula bukannya memberikan kepada
9
jaringan tubuh. Gula darah tinggi cenderung terjadi dengan tekanan darah tinggi
dan kolesterol tinggi.
o Kegemukan dan obesitas. Kelebihan berat badan atau obesitas dapat
meningkatkan kadar kolesterol total, meningkatkan tekanan darah, dan
mempromosikan perkembangan diabetes.
o Sebelumnya stroke atau transient ischemic attack (TIA). Jika Anda telah
memiliki stroke atau TIA, juga dikenal sebagai "mini-stroke," ada kemungkinan
besar bahwa Anda bisa mengalami stroke di masa depan.
o penyakit sel sabit. Ini adalah kelainan darah yang berhubungan dengan stroke
iskemik, dan terutama mempengaruhi anak-anak Afrika-Amerika dan Hispanik.
Stroke dapat terjadi jika sel-sel sabit terjebak dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah ke otak. Sekitar 10% dari anak-anak dengan penyakit
sel sabit akan memiliki stroke.

• Perilaku / Behaviour
o Gunakan Tembakau. Merokok melukai pembuluh darah dan mempercepat pengerasan
arteri. Karbon monoksida dalam asap rokok mengurangi jumlah oksigen yang dapat
membawa darah Anda. Canincrease asap rokok risiko stroke bagi orang yang tidak
merokok.
o Alkohol Gunakan. Minum terlalu banyak alkohol meningkatkan tekanan darah Anda,
yang meningkatkan risiko stroke. Hal ini juga meningkatkan kadar trigliserida, suatu
bentuk kolesterol, yang bisa mengeras arteri Anda.
o Ketidakaktifan fisik. Tidak mendapatkan cukup latihan bisa membuat Anda
mendapatkan berat badan, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
kadar kolesterol. Ketidakaktifan juga merupakan faktor risiko untuk diabetes.

• Keturunan/Heredity
o Riwayat keluarga. Memiliki riwayat keluarga stroke meningkatkan kemungkinan
stroke. Cari tahu lebih lanjut tentang jenis risiko pada genomik CDC dan penyakit situs
Web pencegahan.
o Usia dan jenis kelamin. Semakin tua Anda, semakin besar kemungkinan Anda untuk
mengalami stroke. Untuk usia 65 dan lebih tua, laki-laki berada pada risiko yang lebih
besar daripada wanita untuk mengalami stroke.

10
o Ras dan etnis. Kulit hitam, Hispanik, dan Indian / Alaska Amerika Pribumi memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami stroke daripada non-Hispanik kulit putih atau
Asia. Lihat peta interaktif CDC untuk mempelajari lebih lanjut tentang ras dan risiko
stroke.

5. PATOFISIOLOGI STROKE

1. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi


atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.

Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.

6. KLASIFIKASI STROKE

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:

1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiaannya saat

11
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istorahat. Kesadaran
klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler.
Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, talamus,
pons dan serebellum
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal adari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar perenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-
2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.

12
Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid

Gejala PIS PSA


Timbunlnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsngan +/- +++
meninggal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke non hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namum
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik

Gejala (anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik


Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
Peringatan Bengun pagi/istirahat +
Nyeri kepala +50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Perdarahan retina - +
Edema pupil - +
bradikardia Hari ke-4 Sejak awal

13
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hipertensi,
di retina, koroner, perifer, aterosklerosis, penyakit jantung
emboli pada kelianan katub, hemolisis (HDH)
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
plandula pineal
angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemister/vasospasme
Ct scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial densitas
hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
oftalmoskop Fenomena silang silver wire Perdarahan retina dan korpus
art vitreum
Lumbal pungsi
Tekanan Normal Meningkat
Warna Jernih Merah
Eritrisit <250/mm3 >1000/mm3
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilah komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. ( Arif muttqin, 2008)

7. MANIFESTASI KLINIS STROKE


Manifestasi klinis dari stroke secara umum Menurut Soeharto (2002) menyebutkan
adalah sebagai berikut :
o Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
o Mual dan muntah

14
o Kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh,
terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
o Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh, terutama
jika hanya salah satu sisi.
o Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
o Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric
o Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
(kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia (ketidak mampuan
melakukan tindakan yang dipelajari).
o Gangguan persepsi
o Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
o Disfungsi kandung kemih

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:


a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)
3. Ataksia:
15
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi

16
(Smeltzer dan Bare, 2002).

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh kesisi
yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
o Mengalami hemiparese kanan
o Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o Kelainan bidang pandang sebelah kanan
o Disfagia global
o Afasia
o Mudah frustasi

Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:


a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut :

17
Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya Sering Tidak, kec lesi di
Sering batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan kesadaran Ada Ada Tidak ada
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak Sering dari awal
ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N III Tidak ada Bisa ada Tidak ada
*: Merupakan Stroke Hemoragik
PIS: perdarahan intra serebral
PSA: perdarahan subarakhnoid
(Israr, Yayan. 2008)
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat
atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar.
Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and Related
Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering
terjadi ketika pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak
permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi
kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).

18
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan gejala
prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi
apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna.
Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan
dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak
di pangkal maka lengan lebih menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

19
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola
mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),
kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi
pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti
bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan
dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari
luasnya kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal
alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.
Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.

20
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini
sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan
nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan
pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan
terjadinya gangguan bicara.
 Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,
infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
 Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.
(Arief mansyur, 2000)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK STROKE


Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis
klien stroke meliputi:
a. Angiografi Serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intracranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-
hari pertama.
c. CT Scan. Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari Computerized Tomography
scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan digunakan untuk mengetahui
adanya lesi infark di otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis stroke iskemik
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mempunyai
keterbatasan, yaitu tidak dapat memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari

21
6 jam, tidak semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada operator dan ahli
radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk pemeriksaan rutin skirining stroke
iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk. 2010) yaitu Memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. Magenetic Imaging Resonance (MRI). Dengan menggunakan gelombang magnetic
untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dar
hemoragik.
e. USG Doppler. Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
f. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Darah Rutin
h. Pemeriksaan Kimia Darah. Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
i. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
j. Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari Jantung untuk
pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan penyebab stroke
k. Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health) sebagai pengkajian
status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk menentukan status defisit
neurologis pasien dan penunjang stadium
(Muttaqin, 2011), (Anania, Pamella. 2011)

Untuk mempermudah mengenal gajal stroke, dapat digunakan Prehospital Stroke Scale :
a. Mulut Mengok (Facial drop)
Abnormal bisa satu wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
b. Arm Drift
Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun ke bawah apalagi bila diseratakan
pronasi (Pasien disuruh menutup mata dan mengangkat kedua lengan selama 10 detik.
c. Bicara Abnormal
Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara pelo (Leny, 2011; Siahaan,2011).

22
9. PENATALAKSANAAN STROKE

Penatalaksanaan stroke hemoragik


1. Terapi stroke hemoragik pada seranga akut
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian bedah saraf
c. Neurologis
 Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
 Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil ‘
 Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali selama 3-
5 hari, kemudian satu kali selama 1-3 hari.
 Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama 300.000
IU kemudian 100.000 IU 4xperhari IV; Contrical dosis pertama 30.000
ATU, kemudian 10.00 ATU x 2 perharu selama 5-10 hari
 Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
 Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
 Profilaksis Vasospasme
 Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml (10 mg per hari IV
diberikan 2 mg perjam selama 10-14 hari)
 Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid.
 Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri pulmonal, luka tekan,
cairan purulen pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan perawatan
respirasi, jantung, penatalaksanaan pencegahan komplikasi
 Terapi infus, pemantauan AGD, tromboembolisme arteri pulmonal,
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan
biokimia darah
 Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan
internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua hari sekali
Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian

23
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

10. KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan

1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi deformitas, dan
terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).

Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak
saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal
yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:

1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.

11. PENCEGAHAN

1. Hindari merokok, kopi dan alkohol


2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal ( cegah kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makkanan berkolesterol dan lemak (daging,durian,alpukat,keju dan lainnya)
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak mkan buah dan sayuran)
6. Olahraga yang teratur.

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE

PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT.

Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya
edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan
terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan
tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga
kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik
dengan kurva perfusi (tekanan darah – aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan
tekanan darah pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi
serebral.

24
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke
fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena
dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu,
pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke.

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar
pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa
kondisi dibawah ini :

1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga <
185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
> 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 – 160
mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai
target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal

25
ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.

6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya
diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25% pada jam pertama dan tekanan
darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat
meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan
pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin
luasnya hematoma (perdarahan).

Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati.
Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin
parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat
anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek
vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah
sebagai berikut :

1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.

Pemeriksaan fisik nervus kranial

1.1 Saraf Kranial 1 (Olfaktorius)


Saraf olfaktorius (saraf kranial 1) menghantarkan rangsang bau menuju otak dan kemudian
diolah lebih lanjut. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang memiliki serabut yang berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kibriformis dari tulang etmoid untuk bernafas di bulbus
olfaktorius. Dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal
bagian medial sisi yang sama.
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin. Jika klien mengeluh tidak dapat membaui sesuatu (anosmia) atau
terdapat tanda-tanda lain yang meunjukkan kemungkinan lesi pada lobus frontal atau temporal maka
saraf ini harus diperiksa.
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada saaat yang sama satu lubang hidung
ditutup, lalu klien diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanili, kolonye, dan cengkeh/ zat
yang baunya tajam seperti amonia jangan digunakan karena zat tersebut dapat mengganggu
penciuman klien dan rangsang yang tajam ini terdeteksi oleh serabut sensorik dari nervus kelima
(trigeminus)

26
Klien diminta memberi tahu saat klien mulai mencium zat tersebut dan jika mungkin mengidentifikasi
benda yang dihirup tersebut. Penyakit pada hidung (misalnya, sinusitis, alergi, dan infeksi saluran
pernapasan atas) merupakan penybab tersering kehilangan kemampuan untuk menghidung.

Gambar 2.2 Epitel Olfaktorius (N. I)

Gambar 2.3 Skema Saraf Olfaktorius

1.2 Saraf Kranial II (Optikus)


Saraf optikus (saraf kranial II) merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina
(Gambar 2.2). serabut- serabut saraf ini melewati foramen optikum dekat arteri oftalmika dan
bergabung dengan nervus dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
Tes ketajaman pengelihatan.
Tes ketajaman pengelihatan biasannya menggunakan tes Snellen. Pemeriksaan Snellen
ini dimukai dengan mendudukkan klien dikursi atau diatas tempat tidur periksa. Gantungkan
kartu Snellen detinggi kedudukan mata klien, pada jarak 6 meter dari klien. Oleh karena jarak
tembok kamar periksa jarang selebar 6 meter, maka biasanya kartu Snellen digantung pada
27
tembok yang di belakangi klien dan klien diminta untuk membaca kartu Snellen dicermin yang
digantung ditembok yang dihadapi klien sejauh 3 meter.
Tes Konfrontasi.
Untuk setiap tes yang akan dipakai diperlukan kerja sama dari klien. Tes Konfrontasi menggunakan
jari sebagai objek yang harus dilihat dalam batas medan pengelihatan. Pemeriksa berdiri berhadapan
dengan klien yang duduk diatas tempat tidur pemeriksa. Jarak antara mata klien dan pemeriksa harus
sejauh 30-40cm. Untuk memeriksa pada mata kanan klien, mata kiri klien dan mata kanan klien
pemeriksa harus ditutup. Demikian sebaliknya, saat medan pengelihatan kiri klien diperiksa, mata
kanan dan mata kiri periksa harus ditutup. Dengan dua jarinya yang digerak-gerakkan, tangan
pemeriksa memasuki medan pengelihatan masing- masing. Saat memasuki medan pengelihatan ini
jari jari pemeriksa harus tetap berada di bidang yang sama jauhnya antara mata klien dan mata
pemeriksa. Klien harus memberitahukan apakah klien dapat atau tidak dapat melihat jari itu. Medan
pengelihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan medan pengelihatan yang normal. Dikatakan
medan pengelihatan klien normal bila baik klien atau pemeriksa dapat melihat jari-jari yang berjerak
itu pada medan pengelihatan klien secara kasar

Gambar 2.4 Skema Saraf Optikus (N. II)

28
1.3 Saraf Kranial III, IV dan VI (Okulomotorius, Troklearis, dan Abdusens)
Saraf okulomotorius, troklearis, dan abdusens (saraf kranial III, IV dan VI) diperksa secara bersama-
sama, karena saraf ini bekerja sama dalam mengatur otot-otot ekstraokular (EOM). Saraf
okulomotorius juga berfungsi menangkat kelopak mata atas dan mempersaraf otot konstriktor yang
mengubah ukuran pupil. Persarafan EOM diperika dengan meminta klien mengkuti gerakan tangan
atau pensil dengan mata bergerak ke atas, ke bawah, medial, dan lateral. Kelemahan otot diketahui jka
mata tidak dapat mengikuti gerakan pada arah tertentu.
Pemeriksaan Fungsi dan Reaksi pupil. Pupil adalah lubang yang terdapat dipusat iris mata. Lubang
itu dapat mengembangkan dan menguncup seiring dengan otot polos yang dipersarafi oleh serabut
parasimpatetik (ntuk muskulus sfingter pupilae) dan serabut ortosimpatetik (untuk muskulus dlatator
pupil). Diameter pupul ditentukan oleh keseimbangan aktifitas parasimpatetik dan ortosimpatetik.
Pupil normal mempunyai diameter yang berkisar antara 2 sampai 6 mm dengan rata-rata diamter pupil
adalah 3½ mm. Tidak semua individu sehat mempunyai diamter pupil yang sama. Diantaranya 17%
menunjukkan anisokoria dengan selisih sampai 1 mm dalam diameternya. Anisokoria dianggap tidak
patogis selama kedua pupil bereaksi penyinaran dengan sama cepatnya.
Pupil yang sempit disebut miosis dan pupil yang lebar disebut midriasis. Dalam keadaan nyeri,
ketakutan, dan cemas terjadi midriasis. Dalam keadaan tidur, koma yang dalam, dan tekanan
intrakranial yang tinggi terjadi miosis. Midriasis dan miosis unilateral adalah patologis. Iritasi terdapat
saraf okulomotprius dapat menyebabkan pupil mengalami miosis. akan tetapi miosis juga dapt
dijumpai sebagai tanda paralisis sraf simpatetik bagian torakal atas. Midriasis dapat terjdi akibat
paralisis saraf okulomotorius tau hasil iritasi saaf simpatetik bagian torakal atas.
Pemeriksaan Gerakan Bola Mata. Terdapat dua pemeriksaan gerakan bola mata yang dijelaskan
sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata Volunter


Gerakan bola mata dilaksanakan oleh otot otot ocular yang diatur oleh saraf III,IV, dan
VI. Dalam gerakan tersebut kedua mata bertindak sebagai organ pengelihatan yang
tunggal,yang berarti bahwa hsil penyerapan mata kedua sisi adalah salah satu
pengelihatan yang tungggal,yang berarti bahwa hasil penyerapan mata kedua sisi
adalah suatu pengehlihatan yang tunggal. Hasil tersebut hanya dapat diperoleh jika
gambar suatu objek yang tiba di retina kedua sisi berada pada tempat yang sama.
Gerakan bola mata harus diatur oleh ketiga saraf otak tersebut agar proyeksi retina
terjadi pada tempat tempat yang identik. Gerakan istimewa itu dikenalsebagai gerakan
konjugat.

29
Pada pemeriksaan apabila bola mata kiri melirik ke kiri, maka bola mata kanan
melirik pula ke kiri secara sinkron,tanpa selisih dalam arah dan kecepatan. Bila terdapat
selisih yang sedikit dalam sinkronisasi itu,kedua bola mata tidak lagi bertindak sebagai
organ visual yang tunggal. Dan hasilnya ialah pengelihatan yang kembar atau
Diplopia.
b. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata Involunter.
Nistagmus merupakan suatu osilasi atau getaran bola mata yang timbul secara spontan.
Nistagmus sebagian besar adalah bilateral dan gerakannya bersifat konjugat asosiatif
atau diskonjugat. Gerakan bola mata involunter implus implus abnormal dari pusat
yang mengatur gerakan konjugat melalui nuclei vestibularis,yakni retina,otot
ocular,otot leher,dan alat alat keseimbangan seperti sereblum
Pemeriksaan nistagmus dimulai dengan kedua mata dalam kedaan istirahat dipertahankan
pada garis tengah oleh keseimbangan tonus antara otot okular yang berlwanan. Gangguan
tonus ini, yang bergantung pada implus dari retina, otot-otot mata itu sendiri dan bebagai
hubungan vesibuler dan sentral, membuat mata dapat melirik k satu atau lain arah. Lirikan ini
dikoreksi oleh gerakan ulang yang cepat ke posisi semula. Jika gerakan-gerakan ini terjadi
berulang-ulang, kondisi ini disebut nistagnus (suatu gerakan involunter dan berulang-ulang
dari bola mata).

Gambar 2.5 Saraf Okulomotorius (N. III)

30
Gambar 2.6 Saraf Troklearis (N. IV)

Gambar 2.7 Saraf Abdusen (N. VI)

1.4 Saraf Kranial V (Trigeminus)


Saraf trigeminus (saraf kranial V) terdiri atas serabut Sensorik dan serabut motorik. Nukleus motorik
dan nukleus Sensorik untuk sensasi Raba terletak di pons, Nukleus proprioseptif terletak Di
Mesensefalon. Sedangkan nukleus yang berhubungan dengan Sensori nyeri dan temperatur terletak
sepanjang batang otak sampai medulla spinalis vertikal atas.
Pemeriksaan Refleks Trigeminal. Dalam gerakan reflektorik, serabut saraf trigeminus merupakan
komponen Eferen dari Busur Refleks, dan yang akan menjadi bahan informasi Refleks trigeminal
adalah Refleks Maseter atau Refleks rahang bawah.
Teknik pemeriksaan Refleks masester dimulai dengan Klien diminta untuk sedikit membuka
mulutnya dan mengeluarkan suara ‘aaaaaaa’. Sementara itu Pemeriksa menempatkan jari telunjuk
tangan kirinya di garis tengah daku dan dengan Palu Reflek dilakukan pengetukan dengan tangan
kanan pada jari telunjuk tangan kiri. jawaban yang diperoleh berupa kontraksi otot maseter dan
temporalis bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba tiba. Dalam mekanisme
Refleks maseter ini komponen aferen dan eferen Busur Refleks disusun oleh oleh serabut-serabut
aferen dan eferen nervus trigeminus sendiri. Refleks maseter hilang pada paralis nuklearis dan

31
infranuklearis nervus trigeminus dan Refleks itu meninggi pada lesi Suprannuklearis nervus
trigeminus, terutama bila lesinya bilateral.
Reflek kornea adalah reflek yang paling sering diperiksa oleh karena banyak informasi yang
diungkapkannya. Teknik pemeriksaan refleks kornea dimulai dengan klien diminta melirik ke atas
atau ke samping, Agar mata jangan berkedip jika kornea hendak disentuh oleh sutas kapas. Goresan
pada korna dengan ujung seutas kapas pada satu Sisi membangkitkan kedipan Kelopak mata atas
Reflektorik baik secara bilateral. Komponen aferen dan eferen busur reflek tersebut disusun oleh
sensorik dari reflek cabang oftalmikus dari saraf V, sedangkan refleks mengedik (motorik)
diakibatkan oleh inervasi nervus fasialis pada otot-otot orbikularis okuli.

Gambar 2.8 Saraf Trigeminus (N. V)

1.5 Saraf Kranial VII (Fasialis)


Saraf fasialis (saraf kranial VII) mempunyai fungsi sensorik maupun fungsi motorik. Saraf ini
membawa serabut sensorik yang menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah dan serabut
motorik yang menpersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk senyum, mengerutkan dahi,
menyeringai dan sebagainya.
Teknik pemeriksaan. Terdapat dua teknik pemeriksaan yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Inspeksi adanya asimetri wajah
Kelumpuhan saraf VII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral, kerutan
dahi menghilang dan lipatan nasolabial mendatar. Namun, pada kelumpuhan saraf
fasialis bilateral, wajah masih tampak simetris.
2) Lakukan tes kekuatan otot
Klien diminta memandang ke atas dan mengerutkan dahi. Tentukan apakah kerutan
akan menghilang dan raba kekuatan ototnya dengan cara mendorong kerutan ke arah
bawah pada setiap sis. Gerakan ini tidak terganggu pada sisi lesi motor neuron atas (lesi
yang terjadi di atas tingkat nukleus batang otak) karena representasi kortikal dan otot-
otot ini adalah bilateral. Otot-otot ekspresi wajah lainnya biasanya terganggu pada sisi

32
lesi motor neuron atas walauppun kadang muskulus orbikularis okuli masih normal.
Pada lesi motor neuron bawah, semua otot-otot ekspresi wajah terganggu pada sisi lesi.

Gambar 2.9 saraf Fasialis (N. VII)

1.6 Saraf Kranial VIII (Vesibulokoklearis atau Akustikus)


Saraf vestibulokoklearis atau saraf akustikus (saraf kranial VIII) secara anatomi mempunyai dua
komponen, yaitu 1) koklea, dengan serabut-serabut aferen yang mengatur fungsi pendengaran, dan 2)
vestibulus yang mengandung serabut- serabut aferen yang mengatur fungsi keseimbangan. Serabut
saraf pendengaran Berasal dari organ korti dan berjalan menuju inti koklea di pons. Dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis: Serabut-serabut untuk keseimbangan dimulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis, dan
bergabung dengan serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki
batang otak melalui sudut serebelopontin. Setelah memasuki pons, serabut vestibular berjalan
menyebar melewati batang otak dan serebelum. Saraf vestibulokoklearis berfungsi mempertahankan
keseimbangan dan menghantarkan impuls yang memungkinkan seseorang mendengar.
Mempertahankan keseimbangan merupakan fungsi bagian vestibularis, sedangkan bagian koklearis
memerantarai pendengaran.
Pemeriksaan Pendengaran. Inspeksi meatus akustikus eksternus (lubang telinga) klien untuk
menentukan adanya serumen atau obstruksi lainnya dan inspeksi membran timpani untuk menentukan
adanya inflamasi atau perforasi. Kemudian lakukan tes pendengaran. Tes yang dianjurkan adalah
dengan memasukkan satu jari tangan ke dalam telinga kontralateral klien dan lepaskan jari tangan ini
secara bergantian sambil membisikkan sebuah angka pada telinga lainnya.

33
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor (neuroma akustik), degenerasi, trauma (fraktur pars petrosa
tulang temporalis), toksisitas (aspirin, streptomisin, atau alkohol), infeksi (sindroma rubela kongenital,
sifilis kongenital), ataupenyakit hatang otak garang Tuli konduktif dapat disebabkan aleh seromen,
Pemeriksaan Fungsi Vestibular. Perawat dapar memeriksa fungsi vestibular otitis media,
orocklerosis, atan penyakit Page dimulai dengan mengkaji adanya kelahan pusing. baik yang bersifat
vertigo, menunjukkan keluhan ganguan pendengaran, hendaknya fungsi vestibular juga maupun yang
kurang jelas sifatnya. Akan tetapi pada semua klien yang diperiksa. Dengan melakukan pemeriksaan
sederhana, banyak fungsi vestibular yang dapat dinilai
Pemeriksaan dimulai dengan mengobservasi sikap berdiri dan sikap badan sewaktu bergerak. Di mana
pun lokasi gangguan vestibular, setiap klien dengan gangguan kescimbangan memperlibatkan
abnormalitas umum.
Pada gangguan di funikulus dorsalis, tes Romberg dapat mengungkapkan adanya gangguan
mempertahankan sikap tubuh sewaktu berdiri. Tes Romberg banya dilakukan jika seseorang dapat
berdiri tanpa bantuan.
Sebelum klien menjalani tes Romberg, klien harus diberikan penjelasan. Klien diminta berdiri dengan
kedua kakinya yang saling berdekatan dan kedua matanya tertutup hanya selama beberapa detik saja.
Jika klien tidak dapat melaksanakan tes tersebut, maka klien diperbolehkan berdiri dengan kedua
tungkainya jauh satu dengan yang lain, tetapi dengan mata tertutup untuk sejenak.
Klien dengan lesi di susunan vestibular tidak banyak menunjukkan perbedaan sikap tubuh antara
berdiri dengan mata tertutup atau terbuka. Apabila funikulus dorsalis mengalami kerusakan, tes
Romberg akan positif, yaitu berdiri tegak dengan tungkai berdekatan dapat dilakukan jika matanya
terbuka, terapi tidak dapat dilakukan jika matanya tertutup.
Hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa penglihatan dapat memberikan kompensasi
banyak pada klien dengan gangguan keseimbangan yang disebabkan gangguan penghantaran impuls
proprioseptif, tetapi tidak dapat memberikan kompensasi yang berarti bagi gangguan keseimbangan
disebabkan kerusakan di susunan vestibular.

34
Gambar 2.10 Saraf Koklea Vestibularis (N. VIII)

1.7 Saraf Kranial IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus)


Saraf glosofaringeus (saraf cranial IX) dan saraf vagus (saraf cranial X) secara anatomi dan
fisiologi berhubungan erat. Saraf-saraf glosofaringeus mempunyai bagian sensorik yang
menghantarkan rangsangan pengecapan dari bagian posterior lidah, mempersarafi sinus karotikus dan
korpus karotikus, dan mengatur sensasi faring. Saraf glosofaringeus merupakan saraf motorik utama
bagi faring, yang memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Saraf ini mempersarafi otot
stilofaringeus yang merupakan levator dari faring. Bersama-sama dengan kontraksi otot-otot arkus
faringeus, otot stilofaringeus melaksanakan tugas memindahkan makanan dari mulut ke faring.
Bagian lain dari faring dipersarafi oleh saraf vagu. Selain tugas motorik, saraf glosofaringeus
mengatur inervasi sensorik eksteroseptif permukaan orofaring, dan pengecapan setengah bagian
belakang lidah. Gangguan terhadap saraf glosofaringeus dapat menimbulkan gangguan menelan,
gangguan pengecapan, dan gangguan perasaan protopatik di sekitar orofaring. Oleh karena
mekanisme menelan merupakan kerja terintegrasi dari saraf fasialis, glosofaringeus dan vagus maka
sebaiknya gangguan menelan dibahas sebagai manifestasi akibat kombinasi gangguan saraf otak.
Mekanisme menelan. Proses menelan dimulai dengan persiapan makanan untuk bisa ditelan,
yaitu dikunyah (saraf trigeminus) dan makanan di pindah-pindahkan (oleh lidah yang dipersarafi saraf
hipoglosus) untuk dapat di pecah-pecahkan dan di giling oleh gigi geligi kedua sisi. Kemudian
makanan di dorong ke orofarings. Pemindahan ini dilakukan oleh otot-otot lidah, arkus faringeus, dan
dibantu oleh otot stilofaringeus (saraf faringeus). Adanya tekanan di ruang mulut meningkatkan
kontraksi otot-otot pipi (saraf fasialis). Agar tekanan meninggi ini mampu mendorong makanan ke
orofaring, palatum mole menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring (saraf vagus). Agar
makanan yang dipindahkan dari ruang mulut ke orofaring tidak tiba di laring, pintu laring ditutup oleh
epiglottis (saraf vagus). Setelah makanan tiba di orofaring, makanan melalui faring diatur oleh
glosofaringeus dan vagus melalui sfingter hipofaringeus, makanan dimasukkan ke dalam esofagus.
Gambaran Klinik Gangguan Saraf Glosofaringeus. Gangguan menelan (disfagia) ringan dapat
disebabkan oleh paresis saraf fasialis atau saraf hipoglosus sehingga makanan sulit di pindah-
pindahkan untuk dapat dimamah gigi geligi kedua sisi. Selain itu, tekanan di dalam mulut tidak dapat
ditingkatkan sehingga bantuan untuk mendorong makanan ke orofaring tidak ada. Kesulitan untuk
menelan yang berat disebabkan oleh gangguan saraf glosofaringeus dan vagus. Makanan sulit ditelan
karena palatum mole tidak bekerja dan apa yang hendak ditelan keluar lagi melalui hidung. Epiglotis
tidak bekerja, sehingga makanan tiba di laring dan menimbulkan reflex batuk.

35
Gambar 2.11 Saraf Faringeus (N. IX)

Gambar 2.12 Saraf Vagus (N. X)

1.8 Saraf Kranial XI (Aksesoris)


Saraf aksessoris (saraf kranial XI) adalah saraf motorik yang secara anatomis keluar dari sel-sel kornu
anterior medula spinalis C1 sampai C5. Fungsi saraf aksesoris dapat diniai dengan memeperhatikan
adanya arofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai kekuatan oto-otot
tersebut. Untuk menguji kekuatan otot sternokleimastodeus,kien diminta untuk memutar kepala ke
salah satu bahu dan berusaha melawan usaha pemeriksa untuk menggerakan kepala ke arah bahu yang
berlawanan. Kekuatan otot sternokleidomastoideus pada sisis yang berlawanan dapat di evaluasi
dengan menguang tes ini pada sisi yang berlawanan.

36
Gambar 2.13 Saraf Aksesorius (N. XI)

1.9 Saraf Kranial XII (Hipoglosus)


Saraf hipoglosus (saraf kranial XII) mengatur otot-otot lidah (distribusi secara anatomis). Fungsi lidah
yang normal penting untuk berbicara dan menelan. Kelemahan ringan bilateral menyebabkan kien
mengalami kesulitan mengucapkan huruf konsonan dan menelan.
Kelemahan berat menyebabkan kien hampir tidak dapat berbicara dan menelan. Pemeriksa lidah
termasuk ada tidak nya asimetris,deviasi pada satu sisi,dan fasikulasi. Mula-mula pemeriksaan
dilakukan di dalam mulut dengan lidah daam keadaan istirahat,kemudian dilanjutkan dengan lidah
terjulur. Identifikasi adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus ireguler dan tidak ritmik).
Hal ini menunjukan ada nya esi saraf motorik bawah. Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pada pemeriksaan kien diminta mejulurkan lidah nya yang akan berdeviasi kearah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi UMN atau LMN unilateral. Lesi LMN dari saraf hipoglosus (saraf kranial
XII) biasanya bilateral dan menyebabkan lidah tidak bergerak dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dari saraf XI,X dan XII disebut kelumpuhan pseudobulber. Lesi LMN dari saraf XII
menyebabkan fasikulasi atrofi dan kelumpuhan, serta disatria jika lesi nya bilateral.

Gambar 2.14 Saraf Hipoglosus (N. XII)


Upper motor neuron dan lower motor neuron

37
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik
serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat.
Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi
serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot
rangka.

Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan
kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot
rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid),
ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas
UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang.

Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini
tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas
tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang,
sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang
berlawanan.

Untuk mencapai otot tubuh, pusat perintah motorik di sistem saraf pusat harus melewati upper motor
neuron dan bersinaps dengan lower motor neuron.

Upper motor neuron merupakan rangkaian awal neuron yang belum meninggalkan sistem saraf
pusat, terletak di korteks motorik. Traktus piramidalis merupakan bagian dari upper motor neuron
yang penting.

Lower motor neuron membawa pesan ke seluruh otot tubuh, terletak di anterior medula
spinalis. Lower motor neuron sendiri terdiri dari saraf-saraf kranial dan saraf-saraf spinal. Badan sel
neuron ini berada di batang otak tapi aksonnya meninggalkan sistem saraf pusat dan bersinaps dengan
otot-otot tubuh. Saraf-saraf kranial tidak seluruhnya memiliki komponen lower motor neuron; seperti
N I, N II, dan N VIII tidak memiliki komponen motorik.

Upper Motor Neuron (UMN)

Berasal dari area motoric girus presentralis dan bagian korteks lain, terutama area premotorik lobus
frontalis. Pada girus presentalis, bagian-bagian tubuh direpresentasikan secara terbalik dengan daerah
yang besar untuk kepala pada bagian bawah, daerah besar untuk tangan di atas daerah untuk kepala

38
kemudian daerah yang lebih kecil untuk lengan, badan, tungkai, dan perineum. Makin halus gerakan
suatu bagian makin besar jumlah korteks yang bertanggung jawab untuk itu.

Upper motor neuron membentuk traktur piramidalis. Terdiri dari serat kortikonuklear yang berjalan
hanya sampai batang otak, untuk berhubungan dengan serat nervus kranialis yang memiliki fungsi
motoric, dan serat kortikospinal yang berjalan menuju medulla spinalis. Traktus piramidalis berjalan ke
bawah dan ke dalam melalui hemisfer serebri, dan kemudian melalui otak tengah, pons, dan medulla
onlongata, membentuk rigi panjang di dalam medulla, pyramis, sesuai dengan namanya. Di dalam
medulla, sebagian besar serat menyilang ke sisi lain dan berjalan ke bawah dalam kolumna anterior,
tetapi mereka juga akan menyebrang. Berdasarkan hal itu, satu sisi otak mengarahkan dan mengontrol
gerakan sisi tubuh lain.

Pada medulla spinalis, serat motoric berakhir dengan bersinaps denga sel motoric dalam kornu anterior
substansia grisea.

Sistem Motorik Perifer/Lower Motor Neuron (LMN)

Sistem motorik perifer merupakan saraf-saraf yang menyalurkan impuls motorik pada bagian
perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. Serabut-serabut traktus ekstrapiramidalis beserta serabut-serabut
aferennya memasuki medulla spinalis melalui kornu posterior untuk berakhir langsung di badan sel atau
dendrit sel motor neuron alfa dan gamma; atau melalui neuron internunsial, asosiasi dan komisural
aparat neuronal intrinsic medulla spinalis. Di dalam kornu anterior, neuron-neuron ini tersusus dalam
kolom-kolom sesuai dengan susunan somatotropik. Pada daerah servikal neuron-neuron kornu anterior
kolom lateral akan meninervasi tagan dan lengan, sedangkan bagian medialnya untuk otot leher dan
toraks. Pada daerah lumbal, neuron yng menginervasi kaki dan tngkai akan terletak pada kolom lateral.
Akson-akson dari kornu anterior medulla spinalis akan keluar sebagai serabut radikular yang pada tiap-
tiap segmen sebagai radiks anterior atau radiks ventral. Tiap radiks anterior akan bergabung dengan
radiks posterior tepat di bagian distal ganglion spinalis dan selanjutnya membentuk saraf spinalis
perifer.

39
40
DAFTAR PUSTAKA

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO dalam
Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New York
: Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Volume 2.
Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit. Volume 2.Edisi
6.Jakarta :EGC
Redaksi AgroMedia. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.

41
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit
Saraf. 1986.
Sue Moorhead, P., RN dkk. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America: Mosby Elsevier.
Widjaja, Andreas C., Imam BW, Indranila Ks. 2010. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-
Dimer Plasma pada Diagnosis Stroke Iskemik. File Type PDF/ Adobe Acrobat. Dari
http://eprints.undip.ac.id/24038/1/Andreas_C._Widjaja-01.pdf Diakses pada tanggal 13
November 2012 Jam 16.00 WIB

42

Anda mungkin juga menyukai