Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah begitu banyak melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan Tugas Besar “DRAINASE PERKOTAAN”
ini tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan kali ini, penulis membuat tugas DRAINASE


PERKOTAAN ini guna untuk memenuhi syarat wajib dalam menempuh Ujian
Akhir Semester Mata Kuliah Drainase Perkotaan Jurusan D-III Teknil Sipil pada
Program Pendidikan Vokasi. Disini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Erich Nov Putra, ST,. MT. selaku dosen pembimbing yang telah
membantu dan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
kelompok kami dalam menyusun laporan ini.

Kelompok kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini tentu saja


masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan tugas dimasa yang akan
datang. Akhir kata, kelompok kami berharap semoga tugas DRAINASE
PERKOTAAN ini bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa D-III Teknik Sipil
serta pihak yang berkepentingan.

Kendari, 2017

Kelompok 7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam upaya untuk mengatasi/mengurangi masalah genangan air hujan


diberbagai kota di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mempunyai strategi dan
program – program di bidang Cipta Karya, dimana salah satu program tersebut adalah
Sektor Drainase.

Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya yaitu
perairan bebas yang dapat berupa sungai danau maupun laut, kedalamnya air lebih ini
dapat dialirkan. Ini merupakan fungsi utama untuk mencegah menggenangnya air
pada lahan perkotaan maupun didalam parit – parit (saluran – saluran) perkotaan.

Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini, terdapat
indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat penyediaan, utamanya
untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami proses pembangunan.

Sebab-sebab terjadi banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu akibat
kondisi alam setempat misalnya curah hujan yang relatif tinggi, kondisi topografi
yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan (back water) dari sungai atau laut.
Sebab yang termasuk akibat dari tingkah laku manusia misalnya masih adanya
kebiasaan membuang sampah kedalam saluran/sungai, hunian dibantaran sungai, dan
adanya penyempitan saluran/sungai akibat adanya suatu bangunan misalnya gorong-
gorong atau jembatan.

Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh karena belum
tertatanya dengan baik sistem drainase yang diperlukan, atau karena kurang
terpilihnya sistem drainase yang telah ada.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi permasalahan


dalam perencanaan drainase adalah sebagai berikut :
1. Debit yang melimpah sehingga dimensi untuk salurannya tidak dapat
menampung dan mengalirkan debit yang ada.
2. Perencanaan sistem drainase yang tidak menyeluruh pada setiap daerah.
3. Kurangnya pemeliharaan pada sistem drainase.

1.3. Tujuan Perencanaan Drainase

Adapun tujuan dalam perencanaan drainase ini adalah :


1. Menganalisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan.
2. Menghitung intensitas curah hujan.
3. Menghitung debit rencana
4. Merancang dimensi saluran drainase.
5. Membuat gambar rencana.

1.4. Manfaat Perencanaan Drainase

Adapun manfaat dalam perencaan drainase ini adalah :


1. Dapat mengetahui curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan.
2. Dapat mengetahui intensitas curah hujan.
3. Dapat mengetahui debit rencana.
4. Dapat mengetahui dimensi saluran drainase.
5. Dapat membuat gambar rencana.
BAB II

KRITERIA PERENCANAAN

Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail


suatu proyek maka diperlukan suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan
perencanaan pedoman tersebut biasa disebut Kriteria Perencanaan.

Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek,


agar didapat hasil seperti yang diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek
Drainase Kota terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis utama yaitu :

1. Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)


2. Kriteria Pengukuran Topografi
3. Kriteria Hidrologi
4. Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan
5. Kriteria Struktur

2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan


(Sub. Catchment Area)

Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang


melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase pada kota
tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan dari
setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sebuah sistem drainase kota
sebagai suatu kesatuan. Penentuan besarnya catchment area sangat
tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
a. Kondisi topografi daerah proyek.
b. Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
c. Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
d. Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon,
dan lain-lain.
e. Ketersediaan lahan alur saluran.
2.2. Kriteria Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi
memanjang dan melintang saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang
akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan pengukuran topografi
digunakan titik-titik tetap yang telah ada dikota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
- Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta.
- Pengukuran Water Pass (Levelling)
- Cross Section
- Pemasangan Bench Mark (BM)
2.2.1. Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
Pengukuran ini pada base line yang dibuat disebelah saluran
(pada bahu jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan prosedur
sudut polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa) dengan
menggunakan Theodolit (To).

2.2.2. Pengukuran Water Pass/Levelling


Pengukuran water pass ini menggunakan alat ukur Automatic
Levelling seperti B2 Sokhisha dan Topcon. Pengukuran dilakukan
pada titik polygon dan diikat ke titik refrensi yang dipakai.

2.2.3. Cross Section


Cross Section dilakukan setiap interval maximum 100 meter
dengan metode stadia survey dimana titik cross jalur sudah dikontrol
elevasinya dengan alat Automatic Levelling.
2.2.4. Pemasangan Bench Mark (BM)
Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-
tempat yang aman dan diikat ke sistem koordinat yang ada. BM ini
dibuat dari kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian
yang tertanam dalam tanah +70 cm yang pangkalnya dibuat kaki
(pondasi telapak) bersilang untuk pemberat dan stabilitas.
2.3. Kriteria Hidrologi

2.3.1. Data Curah Hujan


Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan
pengamatan periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data
yang dipergunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan
otomatis yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih
adalah stasiun yang terletak didaerah perencanaan/observasi (Point
Rainfall) dan pada staisun yang berdekatan dan masih memberi
pengaruh pada daerah perencanaan dengan syarat benar-benar dapat
mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut.[

Tahap awal yang perlu dilakukan daam pemilihan data curah


hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah meniliti kualitas data
curah hujan, yakni mengenai lokasi pengamatan, lama pengamatan
yang didapat di Andal adalah lebih besar dari 15 tahun. Semakin
banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan lebih akurat
karena kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.

Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak


didapatkan pada daerah perencanaan, maka analisa Intensitas Curah
Hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan
pengamatan makasimum selama 24 jam.

2.3.2. Analisa Curah Hujan


2.3.2.1. Analisa frekuensi
Analisa frekuensi adalah analisa kejadian yang diharapkan
terjadi rata-rata sekali N tahun atau dengan kata lain periode
berulangnya sekian tahun. Metode analisaa frekuensi yang
diterapkan pada perencanaan sistem drainase sangatlah
bervariasi, namum pada laporan ini ada 4 metode pendekatan
yang dilakukan yakni menggunakan metode Normal, Log
Normal, Log Pearson Type III, dan Weduwen dari Ir.J.P. Der
Weduwen. Rumus umum untuk menghitung analisa frekuensi
adalah :
a) Normal
Xtr = X + KT • Sx
Ʃ (Xi−X )²
Sx=
√ n−1

Xtr = besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun

X = curah hujan maksimum rata-rata selama pengamatan

Xi = curah hujan ke i

n = jumlah data

k = faktor frekuensi (didapat pada tabel nilai KT)

Tabel 2.1 : NILAI KT UNTUK DISTRIBUSI NORMAL

PUH PELUANG KT
1.0014 0.999 ˗ 3.05
1.005 0.995 ˗ 2.58
1.01 0.99 ˗ 2.33
1.05 0.95 ˗ 1.64
1.11 09 ˗ 1.28
1.25 08 ˗ 0.84
1.33 0.75 ˗ 0.67
1.43 0.7 ˗ 0.52
1.67 0.6 ˗ 0.25
2 0.5 0
2.5 0.4 0.25
3.33 0.3 0.52
4 0.25 0.67
5 0.2 0.84
10 0.1 1.28
20 0.05 1.64
50 0.02 2.05
100 0.01 2.33
200 0.005 2.58
500 0.002 2.88
1000 0.001 3.09

b) Log Normal
logXT = logX + KT • Slogx
Ʃ (Xi−X )²
Sx=
√ n−1

logXT = nilai Log dari besar aliran / curah hujan untuk


periode ulang tr tahun
Nilai KT pada metode Log Normal sama seperti pada
metode Normal (Lihat Tabel 2.1)

c) Log Pearson Type III

nƩ (logXi−logX )³
G=
( n−1 )( n−2 ) ( S logx) ³

Untuk perhitungan LogXT dan Sx pada Log Pearson Type III


sama.

G = Koefisien Kemencengan (Skewness)

Tabel 2.2 Tabel Faktor Frekuensi KT untuk distribusi Log


Pearson Type III (G atau Cs)
d) Weduwen

R Maks II
RT =Mn
MP

RT = Curah Hujan dengan periode ulang n tahun

Mn = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode


ulang n
Mp = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode
ulang
R maks II = Curah hujan maksimum kedua

Tabel 2.3 Koefisien Mn dan Mp


N Mn
P Mp
1/5 0.238
¼ 0.262
1/3 0.291
½ 0.336
1 0.41
2 0.49
3 0.541
4 0.579
5 0.602
10 0.705
15 0.766
20 0.811
25 0.845
30 0.875
40 0.915
50 0.948
60 0.975
70 1
80 1.02
90 1.03
100 1.05
2.3.2.2. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada


satu satuan waktu. Intensitas Curah Hujan diperhitungkan
terhadap lamanya hujan (durasi) dan frekuensinya atau dikenal
dengan Lengkungan Durasi Frekuensi (IDF Curve). Intensitas
curah hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan
(run off).
Pada perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data
curah hujan jangka pendek (5 – 60 menit), yang mana data curah
hujan jangka pendek ini hanya didapat dari data pengamatan
curah hujan otomatis dari kertas diagram yang terdapat pada
peralatan pencatatan.
Apabila data curah yang tersedia hanya merupakan data
pencatatan curah hujan rata – rata maksimum harian (R24) maka
dapat digunakan rumus Bell.
Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60 (T)

Pi = presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan


periode ulang T tahun.
P60(T) = perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit
dengan periode ulang T tahun.

Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan


jangka pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus sbb :

a. Formula Talbot
a
I=
t+b
Dimana :
(it ) ( i 2 )−( i 2 t ) (i)
a=
N ( i 2 )−( i ) (i)

(i ) ( it )−( N ) (i ² t)
b=
N ( i2 ) −( i ) (i)

b. Formula Sherman

a
I=
tᶮ

Dimana :

( logi ) ( log t ) ²−( log t log i ) (log t)


log a=
N ( logt ) ²−( logt ) (log t)

− ( log i ) ( log t ) −N ( log t log i )


n=
( log t ) ²−( log t ) (log t)

c. Formula Ishguro

a
I=
√t +b

Dimana :

( i √ t ) ( i ² )−( i √ t ) (i)
a=
N ( i ² )−( i ) (i)

( i √ t ) ( i ² )−N (i ² t)
b=
N ( i 2 )−( i ) (i)
I = Intensitas curah hujan (mm/menit)

t = lamanya curah hujan atau dimensi (menit)

i = presitas/intensitas curah hujan jangka


pendek t menit
a,b,n = konstanta yang tergantung pada lamanya
curah hujan
N = jumlah pengamatan

Seandainya data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak


didapat pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah
hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan
pengamatan maksimum selama 24 jam dan selanjutnya dihitung
dengan memakai formula Dr. Mononobe.

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu hujan atau durasi (menit)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

2.3.3. Hubungan Antara Intensitas, Durasi dan Frekuensi

Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan antara


intensitas, dan frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan
dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data
tersebut sangat dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah
hujan, ketepatan mengukur dan lamanya/panjang pengamatan.

Cara Analisa Seri Waktu


Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama
setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas maksimum tahunannya
dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. Disusun
secara berturut dan dihitung analisa frekuensinya, susun durasi hujan
menurut frekuensi.

Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemudia di plot dalam


salib sumbu dengan durasi sesuai axis dan intensitas sebagai
koordinat.

2.3.4. Periode Ulang


Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada
suau daerah sesuai Catchment Area seperti pada tabel dibawah ini

Tabel 2.4 Periode Ulang

JENIS KOTA CATCHMENT AREA (Ha)


10 10 - 100 100-500 >500
Metropolitan 1–2 2–5 5 – 10 10 – 25
Kota Besar 1–2 2–5 2–5 5 – 15
Kota Sedang 1–2 2–5 2–5 10
Kota Kecil 1–2 1–2 1–2 2–5
Kota Sangat Kecil 1 1 -

Pada tahun 1993 Ujung Pandang masuk kategori kota metropolitan


dengan jumlah penduduk kurang lebih 1 juta jiwa. Namun dalam
perhitungan desain masih dianggap kota besar. Karena
keterbatasan dana dan lahan serta sistem pengaliran yang ada
adalah gravitasi.

2.3.5. Metode Analisa Curah Hujan

Metode yang digunakan di dalam menganalisa curah hujan


adalah metode Normal. Metode Log Normal, metode Log pearson
type III dan metode Weduwen di mana hasil perhitungan yang
maksimal dari keempat metode tersebut pada tiap-tiap stasiun
merupakan curah hujan daerah perencanaan, yang akan digunakan
untuk perhitungan selanjutnya.
2.3.5.1. Metode Normal

Rumus

Xtr = X + KT • Sx
Ʃ (Xi−X )²
Sx=
√ n−1

Dimana :

Xt = Besaran yang diterapkan terjadi dalam 1 tahun

X = Harga pengamatan rata-rata

K = Faktor frekuensi (pada metode normal terdapat


Pada tabel gauss

2.3.5.2. Metode log Normal

Rumus:

Log Xtr = Logx + Kt • Sx


Ʃ ( Xi−X )²
Sx=
√ n−1

Dimana:
Log Xtr = besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun
(dalam Log)
Log𝑥̅ = Harga pengamatan rata-rata (dalam log)
KT = Faktor frekuensi (pada metode normal terdapat
pada tabel gaus)
Log Xi = data pada tahun ke-1 (dalam Log)
N = Jumlah data
Sd = Standart deviasi

2.3.5.3. Metode Log Pearson Type III

Rumus :
LogXT = LogX + KT • SX
Ʃ (LogXi− LogX) ²
Sx=
√ n−1

Ʃ ( LogXi−LogX ) ³
G=
√ ( n−1 ) ( n−2 ) Sx ³

Dimana :
LogXT = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t
Tahun (dalam Log)
LogX = Harga pengamatan rata – rata (dalam Log)
KT = Faktor frekuensi (pada metode normal dan
Log Normal terdapat pada tabrl gauss)
LogX = Data pada tahun ke-I (dalam Log)
n = Jumlah data
Sx = Standart deviasi
G = Gradien atau kemiringan Skewness (Untuk
Mencari nilai Koefisien

2.3.5.4. Metode “Weduwen”

Rumus :
Rmaks II
Rn=Mn
Mp
Dimana :
Rn = Curah hujan dengan periode ulang n tahun.
Mn = Koefisien perbandingan curah hujan
dengan periode ulang n.
Mp = Koefisien perbandingan curah hujan
dengan periode ulang.
R mask II = Curah hujan maksimum kedua.

2.3.6. Debit Aliran


2.3.6.1. Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan
Rasional Method (RM) dimana data hidrologi memberikan
kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan
debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai waktu
konsentrasi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.3.5.1.

Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut :


Qhujan = 0,278 . C . IA
Qlimbah = Pa . Qb . Kp . A
Q = Qhujan + Qlimabh

Dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
Qlimbah = Debit limbah dari area yang ditinjau (mm/jam)
Qhujan = Debit yang terjadi karena hujan (mm/jam)
I = Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve
berdasarkan waktu konsistensi.
A = Luas catchment area (km2)
Pa = Presentase air limbah (%)
Qb = Tinggi pemakain air bersih (Lt/org/hari)
Kp = Tingkat Kepadatan Penduduk (org/ha)

2.3.6.2. Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient)

Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air


hujan akan menjadi limpasan dan sebagian mengalami
infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah dan saat sesudahnya merupakan
limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien pengaliran untuk
daerah perencanaan disesuaikan dengan karakteristik daerah
pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use)
yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut. Besarnya
koefisien pengaliran dapat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 : Besarnya Koefisien Pengaliran

KONDISI KOEFISIEN KARAKTERISTIK KOEFISIEN

Pusat Perdagangan 0,70 – 0,95 Permukaan Aspal 0,70 – 0,95

Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,80 – 0,95

Rumah-rumah Tinggal 0,30 – 0,50 Permukaan Batu 0,70 – 0,85


Buatan
Kompleks Perumahan 0,40 – 0,60 0,15 – 0,35
Permukaan Kerikil
Daerah Pinggiran 0,25 – 0,40 0,10 – 0,85
Alur Setapak
Apartemen 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95
Atap
Indusrti Berkembang 0,50 – 0,80 Lahan Tanah Berpasir : 0,05 – 0,10

Industri Besar 0,60 – 0,90 Kemiringan 2% 0,10 – 0,15

Taman Pekuburan 0,10 – 0,25 Kemiringan 2-7% 0,15 – 0,20

Taman Bermain 0,10 – 0,25 Bertrap 7% 0,13 – 0,17

Lapangan dan Rel Kereta 0,25 – 0,40 Lahan Tanah Keras : 0,18 – 0,22

0,10 – 0,30 Kemiringan 2% 0,25 – 0,35

Daerah Belum Kemiringan 2-7%


Berkembang
Bertrap 7%

Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

2.3.6.3. Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air
untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju
suatu titik tijuan. Besranya waktu konsentrasi dihitung
dengan rumus :

tc = to + td (menit)

Dimana :
to = Waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat
dianalisa dengan gambar.
td = Waktu pengaliran pada saluran, besarnya dapat
dianalisa dengan rumus :
1
td = x L 1/V
3600

Dimana :
L1 = Jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke
tempat yang dituju (m)
V = Kecepatan aliran (m/dtk)

t 0=0.0195 x ( √LoS 0 )0.77


Dimana :
Lo = Jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran
terdekat (m)
S0 = Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran
diatasnya.

Titik tertinggi 2−Titik tertinggi 1


S 1=
L1

Dimana :
Tc = Waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
Td = Wktu pengaliran pada saluran sampai titik yang
ditinjau

2.4. Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan.


2.4.1. Hidrolika Saluran
2.4.1.1. Koeffisien kekasaran Manning
Besarnya koeffisien kekasaran manning ( n ) diambil :
- Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
- Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
- Tanah 0,025

2.4.1.2. Kecepatan Dalam Saluran


Kecepatan aliran dalam saluran direncenakan
sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan erosi pada
dasar dan dinding saluran serta tidak terjadi penumpukkan
sedemikian/kotoran dihulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
- Kecepatan Maksimum = 3,0 m/det pakai lining
- Kecepatan Maksimum = 1,6 m/det tanpa lining
- Kecepatan Minimum = 0,3 m/det pakai lining
- Kecepatan Minimum = 0,6 m/det tanpa lining

2.4.1.3. Kemiringan Talud


Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang
yang tersedia ( lebar tanah ) dan juga kestabilan tanahnya.
Untuk kemiringan Talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk
saluran lining ( pasangan ) dan 1,00 – 0,33 untuk saluran
tanah. Untuk kondisi – kondisi tertentu talud tegak dapat
diterapkan.

2.4.1.4. Bentuk Saluran


Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan
saluran drainase adalah trapesium, seperti terlihat pada
gambar.
Gambar 2.1

Perhitungan dimensi saluran ekonomis dalam perencanaan


dimensi saluran.

2
B= h
√3
3
A= h²
√3
6
P= h
√3
R=h/2

4
T= h
√3
W =30 % h

B = Lebar Puncak Saluran (m)

A = Luas Penampang saluran (m2)

h = Tinggi aliran saluran (m)

P = Keliling tampang basah (m)

T = Lebar muka air (m)

W = Tinggi jagaan (m)

R = Jari – jari hidrolik (m)

2.4.1.5. Tanggul Inspeksi


Apabila pada suatu daerah terntentu rencana saluran
berada terlalu rendah, maka tanggul harus dibuat dengan
timbunan dan klasifikasi sbb :

Jenis Saluran Lebar Tanggul


Saluran primer ≥ 2,00 m
Saluran sekunder 1,00 – 1,50 m
Saluran tersier < 1,00 m

2.4.1.6. Bentuk dan Dimensi Gorong – gorong


Tipikal saluran yang digunakan dalam
merencanakan saluran gorong – gorong adalah segiempat.
Perhitungan dimensi gorong – gorong adalah sebagai
berikut.

Q
A=
V

b
h=
2
3 √3

P=b+2 h

W =30 % h

h
R=
2

ε masuk x (Vsal−V gorong)²


hfI =
2 x 9.81

( Vgorong )2 x lebar jalan


hf 2=
k ² x R ¹ ´ ³³³
ε keluar x (V gorong−Vsal) ²
hf 3=
2 x 9.81

hftotal=hfI +hf 2+hf 3

Dimana :

A = Luas penampang gorong – gorong (m2)

h = Tinggi aliran saluran (m)

P = Keliling penampang basah (m)

W = Tinggi jagaan (m)

R = Jari – jari Hidrolis (m)

hfI = Kehilangan energi pada saat di gorong – gorong

hf2 = Kehilangan energi pada saat digorong – gorong

hf3 = Kehilangan energi pada saat aliran keluar dari


gorong –gorong
hftotal = kehilangan energi total dari aliran.

BAB III
METEDOLOGI PERENCANAAN DRAINASE

3.1. Gambaran Umum Lokasi


Lokasi perencanaan drainase dalam tugas besar drainase
perkotaan terletak pada jalan Manunggal BTN Wirabuana Blok M. No.
6 Lr. Anggur Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Kondisi sistem drainase
pada daerah tersebut sudah cukup baik karena telah dilakukan
pekerjaan jalan sehingga telah dilakukan perencanaan dimensi saluran
untuk memadai debit yang ada.
(Untuk gambar perencanaan Drainase Perkotaan dapat dilihat pada
lampiran gambar 1)

3.2. Waktu Pengerjaan Laporan


Waktu dalam pengerjaan laporan mulai bulan November 2017 sampai
dengan bulan ......... 2018 yang termasuk didalamnya pengambilan soal
tugas besar.

3.3. Tahapan Pengerjaan Laporan Drainase.


Dalam tahapan pengerjaan laporan drainase meliputi sebagai berikut :
1. Perhitungan data curah hujan yang hilang, yaitu untuk dapat
mengetahui data hujan yang hilang pada waktu tertentu.
2. Perhitungan uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui konsistensi
data pada daerah tersebut.
3. Perhitungan curah hujan area, yaitu dengan menggunakan metode
aritmatika dengan membandingkan tiga stasiun yang ada sehingga
didapat curah hujan area.
4. Perhitungan curah hujan rencana dengan periode ulang (T) = 2, 5,
10, 25 tahun, yaitu dengan menggunakan beberapa metode yaitu
pengukuran disperse Normal, Gumbel, Log Pearson Type III dan
Log Normal.
5. Analisis Probabilitas yaitu dengan mengurutkan data terbesar
hingga terkecil, penggambaran posisi (ploting, position), memakai
distribusi normal, gumbel, log pearson type III, dan log normal.
6. Analisis frekuensi distribusi curah hujan rencana, yaitu memakai
analisis distribusi normal, gumbe, log pearson type III, dan log
normal.
7. Melakukan uji kesesuaian dengan metode chi kuadrat dan metode
smirnov – kotmogorof (secara analitis) dngan memakai distribusi
normal, distribusi gumbel, distribusi log pearson type III, dan
distribusi log normal.
8. Perhitungan instensitas curah hujan, dengan menggunakan rumus
Dr. Mononobe, dengan periode ulang 2 Tahun, 5 Tahun, 10 Tahun,
dan 25 tahun.
9. Perhitungan debit rencana saluran.
10. Perhitungan dimensi saluran.
11. Membuat gambar rencana saluran berdasarkan data yang didapatkan
dari perhitungan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai