Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“ACTIVITY BASED MANAGEMENT (ABM)”

Oleh :
ZAHARA SAPUTRI
001104302020

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya

terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Activity Based Manajemen (ABM)”. Penulisan makalah ini merupakan salah

satu tugas yang diberikan oleh Ayahanda Prof. Dr. Mursalim Laekkeng, ASEAN CPA dalam

mata kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Univesitas Muslim Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,

khususnya kepada Ayahanda yang telah memberikan tugas dan petunjuk, sehingga dapat

menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak

kekurangan baik pada teknik pemulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang

saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi

penyempurnaan makalah ini.

Makassar, 29 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Kata Pengantar .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Activity Based Manajemen ................................................................................... 3
2.2 Proses Value Analysis (PVA) ............................................................................... 6
2.3 Aktivitas .............................................................................................................. 7
2.4 Klasifikasi Aktivitas ............................................................................................ 9
2.5 Pengikuran Kinerja Aktivitas ............................................................................... 11
2.6 ABM & Akuntansi Pertanggungjawaban ............................................................. 12
2.7 Manufacturing Cycle Efficiency ........................................................................... 15
2.8 Sistem Westinghouse ........................................................................................... 17
2.9 Pengelompokan Activity Based Management (ABM) ........................................... 17
2.10 Activity Based Management (ABM) Model Component ..................................... 19
2.11 Penerapan Activity Based Management (ABM).................................................. 21
2.12 Proses Activity Based Management (ABM)........................................................ 22

BAB III ANALISI/EVALUASI ...................................................................................... 23


3.1 Contoh Kasus ...................................................................................................... 23
3.2 Analisis Contoh Kasus ......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 30


LAMPIRAN ................................................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan aktivitas (activity based management) merupakan suatu proses
pengidentifikasian aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan, penentuan nilainya bagi
perusahaan, pemilihan serta pelaksanaan aktivitas yang menambah nilai bagi konsumen,
mengidentifikasikan atau menghilangkan semua aktivitas tak bertambah nilai dan
memperbaiki aktivitas bernilai tambah sehingga menghasilkan penurunan biaya.
Pengidentifikasian aktivitas dapat dibagi menjadi dua yaitu, aktivitas yang benilai tambah
(value added activity) dan aktivitas yang tak bernilai tambah (non value added activity).
Metode untuk mengelola aktivitas tersebut dinamakan manajemen berdasarkan aktivitas
(Activity Based Management).(Christanty J R Muskitta1, Jenny Morasa2, 2018)
Permintaan akan informasi akuntansi manajemen yang lebih akurat dan relevan
telah mengarah pada perkembangan manajemen berdasarkan aktivitas. Manajemen
berdasarkan aktivitas adalah suatu pendekatan di seluruh sistem dan terintegrasi, yang
memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas, dengan tujuan meningkatkan
nilai untuk pelanggan (customer value) dan laba sebagai hasilnya.
Pengelolaan aktivitas (activity management) merupakan suatu proses
pengidentifikasian aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan, penentuan nilainya bagi
perusahaan, pemilihan serta pelaksanaan aktivitas yang menambah nilai bagi konsumen,
mengidentifikasikan atau menghilangkan semua aktivitas tak bertambah nilai dan
memperbaiki aktivitas bernilai tambah sehingga menghasilkan penurunan biaya.
Pengidentifikasian aktivitas dapat dibagi menjadi dua yaitu, aktivitas yang benilai tambah
(value added activity) dan aktivitas yang tak bernilai tambah (non value added
activity).Miller (2008:7) mendefenisikan Aktivitas yang tak bernilai tambah (non value
added activity) adalah kegiatan yang dianggap tidak memberikan kontribusi terhadap nilai
pelanggan atau kebutuhan organisasi itu.Metode untuk mengelola aktivitas tersebut
dinamakan manajemen berdasarkan aktivitas (Activity Based Management-
ABM).(Runtu3, 2019)
Manajemen berdasarkan aktivitas memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai bagi
pelanggan dengan mengelola aktivitas. Nilai bagi pelanggan adalah fokus utama karena
perusahaan dapat menciptakan keunggulan kompetitif dengan menciptakan nilai bagi
pelanggan yang lebih baik dengan biaya yang sama atau lebih rendah dari pesaing atau

1
menciptakan nilai yang sama dengan biaya lebih rendah dari pesaing. Nilai bagi
pelanggan adalah selisih antara apa yang pelanggan terima (realisasi untuk pelanggan)
dengan apa yang pelanggan serahkan (hal yang dikorbankan pelanggan). Apa yang
diterima, disebut sebagai produk total (total product). Produk total seluruh manfaat baik
wujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) yang pelanggan terima dari produk
yang dibeli. Pengorbanan pelanggan meliputi biaya meliputi biaya pembelian produk,
waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan mempelajari cara
menggunakan produk, dan biaya-biaya paska pembelian, yang didefinisikan sebagai biaya
penggunaan, pemeliharaan, dan menjual kembali produk tersebut. Meningkatkan nilai
bagi pelanggan berarti meningkatkan realisasi untuk pelanggan, menurunkan
pengorbanan pelanggan, atau keduanya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan activity based management ?
b. Bagaimana tujuan dan manfaat activity based management ?
c. Bagaimana model dimensi penerapan activity based management ?
d. Bagaimana proses value analysis dalam penerapan activity based management ?
e. Bagaimana ABM & Akuntansi Pertanggungjawaban ?
f. Bagaimana tahapan pelaksanaan ABM ?
g. Apa saja faktor – faktor yang mendukung keberhasilan penerapan ABM ?
h. Bagaimana proses ABM ?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk memahami maksud activity based management.
b. Untuk memahami dan mendeskripsikan tujuan dan manfaat activity based
management.
c. Untuk memahami dan mendeskripsikan model dimensi penerapan activity based
management.
d. Untuk memahami dan mendeskripsikan proses value analysis dalam penerapan
activity based management.
e. Untuk memahami dan mendeskripsikan ABM & Akuntansi Pertanggungjawaban.
f. Untuk memahami dan mendeskripsikan tahapan pelaksanaan ABM.
g. Untuk memahami faktor – faktor yang mendukung keberhasilan penerapan ABM.
h. Untuk memahami dan mendeskripsikan proses ABM.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Activity Based Management
2.1.1 Definisi
Activity Based Management adalah suatu pendekatan yang terintegrasi di seluruh
sistem yang memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas yang bertujuan
meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba yang dihasilkan. Manajemen Berbasis Aktivitas
menekankan pada perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing-ABC) dan
analisis proses (Hansen dan Mowen 2014:13).
Hilton, dkk (2006:180) menyatakan manajemen berdasarkan aktivitas digunakan oleh
manajemen untuk mengevaluasi biaya-biaya dan nilai-nilai dari kegiatan proses untuk
mengidentifikasi peluang untuk peningkatan efisiensi. Blocher, dkk (2011:239) menyatakan
bahwa Activity-Based Management (ABM) yaitu mengelola sumber daya dan aktivitas untuk
memperbaiki nilai produk atau jasa bagi pelanggan serta meningkatkan kompetisi dan
profitabilitas perusahaan.(Runtu3, 2019)
Sedangkan menurut Supriyono (1999; 354), manajemen berbasis aktivitas (MBA)
adalah suatu disiplin (sistem yang luas dan pendekatan yang terintegrasi) yang memusatkan
perhatian manajemen pada aktivitas – aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai yang
diterima oleh konsumen dan laba yang diperoleh dari penyediaan nilai tersebut. Dari definisi
– definisi di atas, dapat diketahui bahwa ABM merupakan manajemen berbasis aktivitas yang
berfokus pada kepengelolaan secara terpadu dan bersistem pada aktivitas yang bertujuan
untuk peningkatan dan perbaikan nilai customer dan laba.
Di dalam manajemen tradisional, proses produksi dan penyerahan jasa dipecah ke
dalam bagian – bagian yang lebih kecil karena diyakini jika pengerjaan bagian – bagian yang
lebih kecil dilaksanakan secara berkualitas dan efisien, maka proses produksi dan penyerahan
jasa secara keseluruhan akan berkualitas dan efisien. Di dalam era yang di dalamnya
konsumen memegang kendali, pembagian proses produksi dan penyerahan jasa ke bagian –
bagian kecil menyebabkan rendahnya perhatian manajemen pada proses produksi secara
keseluruhan, yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan konsumen. Oleh karena itu, ABM
berusaha memadukan kembali proses produksi dan penyerahan jasa dengan fokus
pengelolaan secara terpadu dan berbasis sistem.
ABM bertujuan untuk meningkatkan customer value secara berkelanjutan dan
penghilangan pemborosan. Dengan hilangnya pemborosan, biaya dapat berkurang, sehingga

3
laba akan meningkat. Pemborosan diakibatkan oleh adanya aktivitas bukan penambah nilai
dan aktivitas penambah nilai yang tidak dilaksanakan secara efisien. Dengan demikian, fokus
ABM adalah penyebab terjadinya biaya itu sendiri, yaitu dengan menghilangkan aktivitas
bukan penambah nilai dan memperbaiki aktivitas penambah nilai yang akibatnya adalah
menurunkan biaya dan meningkatkan laba.
2.1.2 Dimensi ABM
Manajemen berdasarkan aktivitas meliputi penghitungan biaya produk atau Activity
Based Costing (ABC) dan analisis nilai proses atau Process Value Analysis (PVA). Jadi,
model manajemen berdasarkan aktivitas memiliki dua dimensi: dimensi biaya dan dimensi
proses. Dimensi biaya memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas, produk
dan pelanggan (dan objek biaya lainnya yang diperlukan). Tujuan dimensi biaya adalah
memperbaiki keakuratan pembebanan biaya. Sebagaimana disebutkan pada model tersebut,
sumber biaya ditelusuri pada aktivitas, dan kemudian biaya aktivitas dibebankan pada produk
dan pelanggan. Dimensi penghitungan biaya berdasarkan aktivitas berguna untuk
penghitungan biaya produk, manajemen biaya strategis, dan analisis taktis.
Dimensi kedua, dimensi proses, memberikan informasi tentang aktivitas apa yang
dikerjakan, mengapa dikerjakan, dan seberapa baik dikerjakannya. Dimensi inilah yang
memberikan kemampuan untuk berhubungan dan mengukur perbaikan berkelanjutan (Hansen
dan Moven, 2014).

Model Dua Dimensi ABM


a. Dimensi Biaya
Dimensi biaya memberikan informasi biaya mengenai sumber, aktivitas, produk,
dan pelanggan. Tujuan dimensi biaya untuk menyempurnakan keakuratan biaya pada
objek – objek biaya dengan cara:

4
1. Mengidentifikasi sumber – sumber biaya.
2. Menelusuri sumber – sumber biaya pada aktivitas – aktivitas.
3. Membebankan biaya pada objek – objek biaya misalnya berbagai produk atau
konsumen yang mengkonsumsi aktivitas – aktivitas.
b. Dimensi Proses
Dimensi proses atau analisis nilai proses adalah dimensi ABM yang
mengendalikan aktivitas – aktivitas dengan cara :
1. Menganalisis driver – driver biaya. Analisis driver biaya adalah mengidentifikasi
faktor – faktor yang menyebabkan biaya atau menjelaskan mengapa biaya aktivitas
terjadi (analisis driver aktivitas).
2. Mengidentifikasikan aktivitas. Mengidentifikasikan aktivitas adalah menilai aktivitas
– aktivitas apa yang dilaksanakan.
3. Menganalisis kinerja. Menganalisis kinerja adalah mengevaluasi aktivitas – aktivitas
yang dilaksanakan untuk menilai seberapa baik kinerja.
2.1.3 Tujuan dan Manfaat ABM
Tujuan ABM adalah untuk meningkatkan nilai produk atau jasa yang diserahkan ke
kosumen. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk mencapai laba ekstra dengan menyediakan
nilai tambah bagi konsumennya. ABM memusatkan pada akuntabilitas aktivitas – aktivitas
dan bukan pada biaya, ABM menekankan pada maksimalisasi kinerja secara luas daripada
kinerja individual.
Manfaat ABM menurut Supriyono (Supriyono, 1999) adalah :
a. Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (non keuangan) organisasi dan aktivitas
– aktivitasnya.
b. Menentukan biaya – biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe produk dan
jasa.
c. Mengidentifikasikan aktivitas – aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah.
d. Mengelompokkan aktivitas – aktivitas (faktor – faktor yang men-driver biaya – biaya)
dan mengendalikannya.
e. Mengefisiensikan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas – aktivitas tak
bernilai tambah.
f. Menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian didasarkan
pada isu – isu bisnis yang luar dan tidak semata berdasarkan pada informasi keuangan.
g. Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasaan
konsumen.

5
2.2 Proses Value Analysis (PVA)
Process Value Analysis (PVA) atau analisis nilai proses merupakan landasan
akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas, hal ini lebih memfokuskan pada
akuntabilitas aktivitas, bukan pada biaya, dan hal ini menekankan maksimalisasi kinerja
sistem yang luas, bukan pada kinerja individual. Akuntansi pertanggungjwaban berdasarkan
aktivitas menurut Hansen dan Mowen (2014) adalah sistem akuntansi pertanggujawaban
yang dikembangkan bagi perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang terus –
menerus menuntut perbaikan. Analisis nilai proses membantu mengubah konsep akuntansi
pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dari dasar konseptual ke dasar operasional.
Munculnya akuntansi aktivitas adalah faktor utama yang dibutuhkan untuk
pengoperasionalan sistem akuntansi pertanggungjawaban perbaikan berkelanjutan. Proses
adalah sumber dari banyak kesempatan perbaikan yang muncul dalam suatu organisasi.
Proses terjadi dari aktivitas yang berhubungan untuk menampilkan suatu tujuan spesifik.
Perbaikan proses berarti perbaikan cara aktivitas yang dilakukan. Jadi, manajemen aktivitas,
bukan biaya, adalah kunci keberhasilan pengendalian bagi perusahaan yang beroperasi dalam
lingkungan perbaikan berkelanjutan. Realisasi bahwa aktivitas berperan penting untuk
penghitungan biaya produk dan untuk pengendalian yang efektif telah mengarah pada suatu
pandangan baru terhadap proses bisnis yang disebut manajemen berdasarkan aktivitas
(Hansen dan Mowen, 2014).
Process Value Analysis (PVA) berkaitan dengan (Mulyadi &Johny S;2001) :
a. Analisis Pemacu (Driver Analysis)
Pemacu adalah penyebab timbulnya konsumsi sesuatu. Ada dua macam pemacu biaya
(cost driver) yaitu resource driver dan activity driver. Resource driver adalah faktor yang
menjadi penyebab konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Activity driver adalah faktor yang
menjadi penyebab timbulnya konsumsi aktivitas oleh cost object. Sebagai contoh, kuantitas
produk yang dipesan oleh customer merupakan pemacu aktivitas proses pengelolaan produk,
sehingga kuantitas produk merupakan activity driver.
Aktivitas proses pengelolaan produk menjadi penyebab konsumsi bahan baku, karena
besarnya bahan baku ditentukan oleh kuantitas produk yang dipesan oleh customer. Analisis
pemacu adalah usaha untuk mencari faktor penyebab timbulnya biaya suatu aktivitas. Jika
penyebab timbulnya biaya diketahui, dapat dicari tindakan untuk melakukan improvement
terhadap aktivitas. Sebagai contoh, dari analisis pemacu, diketahui bahwa pemindahan bahan
baku disebabkan oleh tata letak pabrik. Oleh karena itu, biaya pemindahan bahan baku dapat
dikurangi dengan melakukan penyusunan kembali tata letak pabrik.

6
b. Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas merupakan inti dari PVA. Analisis aktivitas adalah proses
pengidentifikasian, penggambaran dan evaluasi aktivitas yang dilaksanakan oleh organisasi.
Analisis aktivitas dilaksanakan dalam empat langkah yaitu :
1) Aktivitas apa yang dikerjakan,
2) Berapa orang yang terlibat dalam aktivitas,
3) Waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas,
4) Penaksiran value aktivitas bagi organisasi, termasuk rekomendasi untuk memilih dan
mempertahankan hanya aktivitas yang menambah nilai.
Analisis aktivitas mencoba mengidentifikasi dan akhirnya menghilangkan aktivitas
bukan penambah nilai, dan sekaligus meningkatkan efisiensi aktivitas penambah nilai.
c. Pengelolaan aktivitas
Dalam tujuan pelaksanaan pengelolaan aktivitas, perlu diketahui aktivitas bukan
penambah nilai yang perlu dikurangi dan dihilangkan serta aktivitas penambah yang perlu
dijadikan efisien dalam pelaksaannya, serta bagaimana pengelolaannya.
d. Pengelolaan Kinerja
Penilaian terhadap bagaimana aktivitas (dan proses) diselenggarakan merupakan dasar
yang melandasi usaha untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Pengukuran kinerja aktivitas dilaksanakan baik dalam bentuk keuangan dan non keuangan.
Pengukuran ini didesain untuk menilai bagaimana aktivitas dilaksanakan dan hasil yang
diperolehnya. Pengukuran kinerja aktivitas juga didesain untuk mengungkapkan apakah perlu
dilaksanakan improvement berkelanjutan terhadap aktivitas untuk menghasilkan value untuk
customer.

2.3 Aktivitas
2.3.1 Definisi Aktivitas
Aktivitas secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan. Dalam lingkup
pembahasan tentang akuntansi, khususnya akuntansi biaya, aktivitas yang dimaksud meliputi
aktivitas dalam rangka memproduksi atau menghasilkan output barang dan jasa. Aktivitas
tersebut menggambarkan cara yang digunakan perusahaan termasuk waktu dan sumber daya
untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Supriyono (1999), aktivitas merupakan suatu
kombinasi dari organisasi, teknologi, bahan baku, metode dan lingkungan untuk
menghasilkan produk dan jasa. Aktivitas itu menggambarkan apa yang dilakukan oleh suatu

7
perusahaan, yaitu cara waktu digunakan dan prosedur untuk menghasilkan keluaran (output)
dari proses.
Berkaitan dengan hal ini dapat dikatakan pula bahwa aktivitas merupakan suatu proses
yang mengkonsumsi sumber daya untuk menghasilkan output. Pada intinya fungsi dari
aktivitas adalah untuk mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, teknologi) menjadi
output atau produk. Sekumpulan aktivitas yang dihubungkan oleh tujuan bersama disebut
dengan fungsi.
2.3.2 Hirarki Aktifitas
Aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan mempunyai hirarki aktivitas. Hirarki ini
menunjukkan bahwa suatu aktivitas dapat dipecahkan menjadi aktivitas yang lebih spesifik
maupun digabung menjadi satu aktivitas yang bersifat umum. Hirarki aktivitas adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi
Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang mempunyai tujuan tertentu dalam bisnis.
Aktivitas – aktivitas yang membentuk suatu fungsi, tidak berkaitan satu dengan yang lainnya.
Satu – satunya hal yang menghubungkan aktivitas – aktivitas tersebut adalah kesamaan
tujuan secara umum. Contoh aktivitas pada tingkat fungsi adalah tanggung jawab atas nama
mutu. Dalam hal ini terdapat beberapa aktivitas, antara lain: aktivitas perencanaan mutu,
desain produk, inspeksi mutu proses pengolahan, aktivitas pengerjaan kembali. Aktivitas –
aktivitas ini memiliki kesamaan tujuan yaitu menghasilkan produk bermutu bagi
konsumennya.

b. Proses Bisnis
Proses bisnis terdiri dari aktivitas – aktivitas yang saling berhubungan dalam satu
jaringan kerja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan ini ditujukan
dengan timbulnya aktivitas yang lain karena adanya aktivitas yang terjadi sebelumnya.
Aktivitas – aktivitas tersebut memiliki hubungan sebab akibat yang kuat. Keluaran yang satu
akan menjadi masukan bagi aktivitas yang lain.
c. Aktivitas
Aktivitas adalah tindakan – tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan
dan sasaran – sasaran fungsi dengan mengkombinasikan manusia, tekonologi, bahan mentah,
metode dan lingkungan secara bersama – sama untuk menghasilkan produk atau jasa.
d. Tugas

8
Tugas merupakan kombinasi elemen – elemen kerja atau operasi suatu aktivitas.
Tugas menunjukkan bagaimana aktivitas dilaksanakan. Tugas dapat dipecah menjadi
beberapa operasi.
e. Operasi
Operasi adalah suatu unit kerja terkecil yang digunakan untuk tujuan perencanaan dan
pengendalian. Operasi terdiri dari bagian – bagian yang nyata, yang disebut elemen.
2.4 Klasifikasi Aktifitas
2.4.1 Aktivitas Bernilai Tambah (Value Added Activity)
Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang harus dilaksanakan dalam proses
bisnis atau menciptakan nilai yang dapat memuaskan para konsumennya (Supriyono, 1999).
Aktivitas ini jika dieliminasi akan mengurangi pelayanan produk kepada konsumen dalam
jangka panjang. Artinya, apabila perusahaan mengeliminasi aktivitas ini maka kecil
kemungkinan perusahaan dapat bertahan karena produk yang dihasilkan tidak dapat
memuaskan pelanggan lagi, sehingga banyak pelanggan tidak akan membeli atau
mengkonsumsi produk perusahaan tersebut dan akan menyebabkan kekalahan dalam
persaingan di dalam pasar.
Rumus : Biaya pertambahan nilai = SQ x SP
Ket : SQ = Tingkat keluaran nilai tambah untuk suatu kegiatan
SP = Harga standar per unit ukuran keluaran kegiatan
Aktivitas dapat disebut aktivitas bernilai tambah apabila secara bersamaan memenuhi
ketiga kondisi berikut ini (Hansen dan Mowen, 2014): 1. Aktivitas yang menghasilkan
perubahan 2. Perubahan tersebut tidak dapat dicapai oleh aktivitas sebelumnya, dan 3.
Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain untuk dilakukan.
Aktivitas bernilai tambah adalah suatu aktivitas yang berkontribusi terhadap
pelanggan (customer value) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau memuaskan
kebutuhan organisasi. Yang dimaksud dengan nilai pelanggan adalah selisih antara
pengorbanan yang dilakukan oleh pemakai dan manfaat yang diterima bagi perusahaan. Jadi
ini memberikan pengertian bahwa perusahaan ingin memberikan timbal balik kepada
pelanggan dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan karena mau mengorbankan
sesuatu untuk mengkonsumsikan hasil produksi dari perusahaan sehingga perusahaan
mendapatkan manfaatnya.
2.4.2 Aktivitas Tidak Bernilai Tambah (Non Value Added Activities)
Menurut Hansen dan Mowen (2014) “Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas
yang dapat dikurangi biayanya tanpa mengurangi pelayanan produsen kepada konsumen,

9
sehingga perusahaan tetap dapat memuaskan pelayanan walaupun menghilangkan aktivitas
ini karena tidak akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Selain itu, aktivitas tidak
bernilai tambah juga mempunyai arti.”
Menurut Supriyono (2004): “aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas –
aktivitas yang tidak perlu atau aktivitas – aktivitas yang perlu namun tidak dilaksanakan
secara efisien dan dapat disempurnakan.”
Berdasarkan beberapa definisi aktivitas tidak bernilai tambah tersebut, tentunya
perusahaan berusaha untuk mengeleminasi aktivitas tidak bernilai tambah karena hanya
menambah biaya yang tidak berguna dan menghalangi kinerja penuh. Perusahaan juga
bekerja keras untuk mengoptimalkan aktivitas yang bernilai tambah.
Rumus : Biaya Non-Nilai Tambah = (AQ - SQ) SP
Ket : SQ = Tingkat keluaran nilai tambah untuk suatu kegiatan
SP = Harga standar per unit ukuran keluaran kegiatan
AQ = Jumlah aktual yang digunakan dari sumber daya fleksibel atau kapasitas
kegiatan praktis diperoleh untuk sumber daya yang berkomitmen.
Suatu aktivitas dapat dikategorikan sebagai aktivitas tidak bernilai tambah apabila
aktivitas tersebut tidak memenuhi satu dari ketiga kondisi kriteria aktivitas bernilai tambah
yang telah disebutkan sebelumnya. Perusahaan mengklasifikasikan aktivitas bernilai tambah
dan aktivitas tidak bernilai tambah dengan tujuan supaya biaya perusahaan dapat
diminimumkan dengan mengeleminasi biaya yang telah terjadi karena aktivitas tidak bernilai
tambah yang tidak dieliminasi secara otomatis akan menyebabkan meningkatnya biaya
produksi pada perusahaan. Suatu aktivitas tidak bernilai tambah tidak mempunyai kontribusi
pada customer value atau terhadap kebutuhan – kebutuhan organisasi.
Dalam operasional manufaktur, ada lima aktivitas utama yang sering disebut sebagai
suatu yang sia – sia dan tidak perlu (Hansen dan Mowen, 2014):
1. Penjadwalan
Penjadwalan adalah suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk
menentukan kapan produk yang berbeda memiliki akses untuk pemrosesan (atau kapan dan
berapa banyak persiapan harus dilakukan) dan berapa banyak akan diproduksi.
2. Pemindahan
Pemindahan adalah suatu aktivitas yang mengunakan waktu dan sumber daya untuk
memindahkan bahan, barang dalam proses dan barang jadi dari satu departemen ke
departemen lainnya.
3. Penantian

10
Penantian adalah suatu aktivitas di mana suatu bahan atau barang dalam proses
menggunakan waktu dan sumber daya dengan menunggu proses selanjutnya.
4. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu aktivitas di mana waktu dan sumber daya dikeluarkan untuk
memastikan bahwa produk memunuhi spesifikasi.
5. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya
ketika suatu barang atau bahan disimpan dalam persediaan.

2.5 Pengukuran Kinerja Aktifitas


Pengukuran kinerja aktivitas didesain untuk melihat bagaimana suatu aktivitas dan
proses dilaksanakan, dan hasil yang diperolehnya. Pengukuran kinerja aktivitas juga didesain
untuk mengungkapkan apakah perlu dilaksanakan perbaikan berkelanjutan terhadap aktivitas
sehingga mampu menghasilkan nilai bagi customer. Pengukuran kinerja aktivitas
dilaksanakan baik dalam bentuk keuangan maupun non keuangan.
Pengukuran kinerja aktivitas berpusat pada tiga dimensi utama, yaitu: efisiensi, kualitas
dan waktu (Hansen dan Mowen, 2014). Efisiensi memfokuskan hubungan antara masukan
dan keluaran aktivitas. Kualitas berkaitan dengan apakah aktivitas sudah dilakukan dengan
benar sejak pertama kali aktivitas tersebut dilaksanakan. Waktu yang digunakan dalam
menjalankan suatu aktivitas juga merupakan faktor penting. Karena semakin lama waktu
untuk menjalankan suatu aktivitas maka semakin banyak pula sumber daya yang dikonsumsi
untuk menjalankan aktivitas tersebut. Dalam hal ini, ukuran kinerja keuangan harus dapat
memberikan informasi mengenai dampak perubahan kinerja aktivitas yang dinyatakan dalam
satuan uang (Supriyono, 1999). Oleh karena itu, ukuran keuangan harus mampu
menunjukkan pengurangan biaya yang sesungguhnya dicapai maupun yang secara potensial
dapat dicapai.
Untuk memungkinkan manajemen dalam mengelola aktivitas, maka sistem informasi
biaya yang ada harus memisahkan biaya bernilai tambah dan biaya yang tidak bernilai
tambah. Pemisahan biaya – biaya tersebut diperlukan agar manajemen (Mulyadi dan Johny
S., 2001):
 Dapat lebih memusatkan perhatian terhadap biaya yang tidak bernilai tambah
 Menyadari besarnya pemborosan yang sedang terjadi
 Memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas dengan menyajikan biaya yang
tidak bernilai tambah kepada manajemen dalam bentuk perbandingan antar periode.

11
Ukuran kinerja non-keuangan atau ukuran operasional adalah ukuran-ukuran kinerja
penting non-keuangan untuk meningkatkan keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
(Supriyono, 1999). Waktu merupakan ukuran kinerja nonkeuangan. Dua karakteristik
penting dalam ukuran kinerja waktu adalah (Supriyono, 1999): (1) reliabilitas, reliabilitas
waktu adalah pengiriman keluaran aktivitas tepat waktu dan (2) ketertanggapan,
ketertanggapan adalah kemampuan perusahaan atau kelompok aktivitas dalam merespon
permintaan konsumennya. Ukuran ukuran ketertanggapan adalah waktu daur, kecepatan, dan
Manufacturing Cycle Efficiency (MCE).

2.6 ABM & Akuntansi Pertanggungjawaban


Akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental dari kontrol manajerial dan apa
adanya didefinisikan oleh empat elemen penting: (1) menetapkan tanggung jawab, (2)
membangun kinerja mengukur atau tolok ukur, (3) mengevaluasi kinerja, dan (4) menetapkan
imbalan. Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk mempengaruhi perilaku seperti
itu cara inisiatif individu dan organisasi diselaraskan untuk mencapai kesamaan tujuan atau
sasaran.
Tiga jenis sistem akuntansi pertanggungjawaban telah berkembang dari waktu ke
waktu: berbasis keuangan (fungsional), berbasis aktivitas, dan berbasis strategis. Sistem
akuntansi tanggung jawab berbasis keuangan (fungsional) menetapkan tanggung jawab
kepada unit organisasi dan mengungkapkan ukuran kinerja dalam keuangan istilah. Pada
dasarnya, perusahaan memilih sistem akuntansi pertanggungjawaban yang kompatibel
dengan persyaratan dan ekonomi lingkungan operasi khusus mereka. Perusahaan yang
beroperasi di lingkungan yang stabil dengan produk standar dan proses dan tekanan
persaingan yang rendah kemungkinan akan menemukan yang kurang kompleks, berbasis
keuangan sistem akuntansi pertanggungjawaban cukup memadai.
Akuntansi pertanggungjawaban berbasis aktivitas adalah akuntansi
pertanggungjawaban sistem yang dikembangkan untuk perusahaan yang beroperasi di
lingkungan perbaikan berkelanjutan. Sistem akuntansi ini memberikan tanggung jawab untuk
memproses dan menggunakan keduanya secara finansial dan ukuran kinerja nonfinansial,
dengan demikian menekankan baik finansial maupun perspektif proses. Perbandingan
masing-masing dari empat elemen tanggung jawab model akuntansi untuk setiap sistem
tanggung jawab mengungkapkan perbedaan utama antara dua pendekatan.
Perbandingan Tanggung Jawab Berbasis Keuangan dengan Tanggung Jawab
Berbasis Aktivitas

12
2.6.1 Pemberian Tanggungjawab
Perbedaan dalam tanggungjawab tugas antara dua sistem. Akuntansi tanggung jawab
berbasis keuangan berfokus pada unit organisasi fungsional dan individu. Pertama, tanggung
jawab pusat diidentifikasi. Pusat ini biasanya merupakan unit organisasi seperti pabrik,
departemen, atau lini produksi. Apapun unit fungsionalnya, tanggung jawab diberikan kepada
individu yang bertanggung jawab. Tanggung jawab didefinisikan dalam istilah keuangan
(untuk misalnya, biaya). Penekanannya adalah pada pencapaian hasil keuangan yang optimal
di tingkat lokal (misal., tingkat unit organisasi). Tampilan tersebut mengungkapkan bahwa
dalam aktivitas- atau berbasis proses sistem tanggung jawab, titik fokus berubah dari unit dan
individu menjadi proses dan tim. Pengoptimalan seluruh sistem adalah penekanannya. Juga,
finansial tanggung jawab terus menjadi penting. Alasan perubahan fokus itu sederhana.
Dalam lingkungan perbaikan berkelanjutan, perspektif keuangan diterjemahkan menjadi terus
meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya, dan meningkatkan pemanfaatan aset.
Menciptakan Pertumbuhan dan peningkatan berkelanjutan ini membutuhkan organisasi untuk
terus menerus meningkatkan kemampuannya dalam memberikan nilai kepada pelanggan dan
pemegang saham. Sebuah proses perspektif dipilih daripada perspektif unit organisasi karena
proses adalah sumber nilai bagi pelanggan dan pemegang saham dan karena merekalah
kuncinya untuk mencapai tujuan keuangan organisasi. Pelanggan bisa internal atau di luar
organisasi. Pengadaan, pengembangan produk baru, manufaktur, dan layanan pelanggan
adalah contoh proses.
Tanggung Jawab Berbasis Keuangan Tanggung Jawab Berbasis Aktivitas
1. Unit organisasi 1. Proses
2. Efisiensi operasi lokal 2. Efisiensi seluruh sistem
3. Akuntabilitas individu 3. Akuntabilitas tim
4. Hasil keuangan 4. Hasil keuangan

2.6.2 Penetapan Ukuran Kinerja


Menetapkan Ukuran Kinerja Setelah tanggung jawab ditentukan, ukuran kinerja harus
diidentifikasi dan standar ditetapkan sebagai tolok ukur untuk pengukuran kinerja. budgeting
dan standard costing adalah dasar dari aktivitas benchmark untuk sistem berbasis keuangan.
Ini, tentu saja, menyiratkan bahwa ukuran kinerja bersifat obyektif dan finansial. Selain itu,
mereka cenderung mendukung status quo dan relatif stabil dari waktu ke waktu. Pertama,
ukuran kinerja berorientasi pada proses dan, dengan demikian, harus memperhatikan atribut
proses seperti waktu proses, kualitas, dan efisiensi. Kedua, standar pengukuran kinerja

13
disusun untuk mendukung perubahan. Oleh karena itu, standar bersifat dinamis. Mereka
berubah untuk mencerminkan kondisi baru dan tujuan baru dan untuk membantu
mempertahankan kemajuan yang telah dicapai. Misalnya, standar dapat ditetapkan yang
mencerminkan beberapa tingkat perbaikan yang diinginkan untuk suatu proses. Setelah
tingkat yang diinginkan tercapai, standar diubah untuk mendorong peningkatan tambahan.
Dalam lingkungan di mana perbaikan terus-menerus diupayakan, standar tidak boleh statis.
Ketiga, standar optimal memainkan peran penting. Mereka menetapkan target pencapaian
akhir dan, dengan demikian, mengidentifikasi potensi perbaikan. Terakhir, standar harus
mencerminkan nilai tambah oleh aktivitas dan proses individu. Mengidentifikasi standar nilai
tambah untuk setiap aktivitas jauh lebih ambisius daripada sistem tanggung jawab keuangan
tradisional. Ini memperluas kontrol untuk mencakup seluruh organisasi.
Tindakan Berbasis Keuangan Tindakan Berbasis Aktivitas
1. Anggaran unit organisasi 1. Standar berorientasi proses
2. Biaya standar 2. Standar nilai tambah
3. Standar statis 3. Standar dinamis
4. Standar yang dapat dicapai saat ini 4. Standar yang optimal
2.6.3 Evalusi Kinerja
Dalam kerangka berbasis keuangan, kinerja diukur dengan membandingkan hasil
aktual dengan hasil yang dianggarkan. Pada prinsipnya, individu dimintai
pertanggungjawaban hanya atas hal-hal yang mereka kendalikan. Kinerja keuangan, yang
diukur dengan kemampuan untuk mengukur atau mengalahkan standar keuangan yang stabil,
sangat ditekankan. Dalam kerangka kerja berbasis aktivitas, kinerja berkaitan dengan lebih
dari sekadar perspektif keuangan. Perspektif proses menambahkan waktu, kualitas, dan
efisiensi sebagai dimensi kinerja yang penting. Mengurangi waktu yang dibutuhkan proses
untuk mengirimkan hasilnya kepada pelanggan dipandang sebagai tujuan yang vital. Dengan
demikian, langkah-langkah nonfinansial yang berorientasi pada proses seperti waktu siklus
dan pengiriman tepat waktu menjadi penting. Kinerja dievaluasi dengan mengukur apakah
ukuran ini meningkat dari waktu ke waktu. Hal yang sama berlaku untuk ukuran yang
berkaitan dengan kualitas dan efisiensi. Memperbaiki suatu proses harus diterjemahkan ke
dalam hasil keuangan yang lebih baik. Oleh karena itu, ukuran pengurangan biaya yang
dicapai, tren biaya, dan biaya per unit output merupakan indikator yang berguna tentang
apakah suatu proses telah membaik. Kemajuan dalam mencapai standar optimal dan standar
sementara perlu diukur. Tujuannya adalah untuk menyediakan produk berbiaya rendah dan
berkualitas tinggi, yang dikirimkan tepat waktu.

14
Berbasis Aktivitas Berbasis Keuangan Evaluasi Kinerja Evaluasi Kinerja
1. Efisiensi keuangan 1. Pengurangan waktu
2. Biaya terkendali 2. Peningkatan kualitas
3. Aktual versus standar 3. Pengurangan biaya
4. Pengukuran keuangan 4. Pengukuran tren
2.6.4 Pemberian Penghargaan
Sistem penghargaan dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban berbasis keuangan
dirancang untuk mendorong individu mencapai atau mengalahkan standar anggaran. Dalam
sistem tanggung jawab berbasis aktivitas, sistem penghargaan lebih rumit: Individu
bertanggung jawab atas kinerja tim serta individu. Karena peningkatan terkait proses
sebagian besar dicapai melalui upaya tim, penghargaan berbasis kelompok lebih cocok
daripada penghargaan individu.
Imbalan Berbasis Keuangan Imbalan Berbasis Aktivitas
1. Dasar kinerja keuangan 1. Basis kinerja multidimensi
2. Imbalan individu 2. Imbalan kelompok
3. Gaji meningkat 3. Gaji meningkat
4. Promosi 4. Promosi
5. Bonus dan pembagian keuntungan 5. Bonus, bagi hasil, dan bagi hasil

2.7 Manufacturing Cycle Efficiency (MCE)


Fokus manajemen ditujukan untuk meminimumkan rasio hubungan antara masukan dan
keluaran.Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran, maka
semakin efisien aktivitas dalam mengkonsumsi masukan. Dengan kata lain, semakin banyak
keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tersebut semakin produktif aktivitas
yang dilakukan manajemen untuk menghasilkan keluaran yang mempunyai nilai bagi
konsumen.
Manufacturing Cycle Efficiency (MCE) adalah ukuran yang menunjukkan seberapa
besar nilai suatu aktivitas bagi pemenuhan kebutuhan konsumen.MCE dihitung dengan
menggunakan data throughput time dan data processing time.Throughput time merupakan
waktu sesungguhnya yang tersedia untuk mengerjakan suatu aktivitas.Throughput time dibagi
menjadi empat komponen, yaitu: waktu pengolahan, waktu gerakan, waktu inspeksi, dan
waktu tunggu. Processing time atau waktu pengolahan termasuk kedalam aktivitas bernilai
tambah, sedangkan waktu gerakan, waktu inspeksi, dan waktu tunggu termasuk kedalam

15
aktivitas tidak bernilai tambah. Proses produksi yang ideal akan menghasilkan throughput
time yang sama dengan processing time.
Manufacturing Cycle Efficiency (MCE) dapat dirumuskan sebagai berikut (Supriyono, 2003):

𝒘𝒂𝒌𝒖 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒐𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏
𝑴𝑪𝑬 =
(𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒐𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏 + 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒈𝒆𝒓𝒂𝒌𝒂𝒏 + 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒊𝒏𝒑𝒆𝒌𝒔𝒊 + 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖
Diperlukan dua langkah untuk dapat melakukan perhitungan MCE, yaitu:
1. Menentukan throughput time
Throughput time merupakan waktu sesungguhnya yang tersedia untuk mengerjakan
suatu aktivitas.Throughput time dapat dihitung dengan menggunakan rumus: χ x j x 19 x
3600 detik. Setelah throughput time ditentukan, kemudian menentukan processing time,
untuk dapat melakukan perhitungan MCE.
2. Menentukan processing time
Processing time merupakan waktu yang diakibatkan oleh aktivitas bernilai
tambah.Processing time dapat dihitung dengan mengalikan waktu standar dengan pemicu
biaya.Setelah processing time dan throughput time dapat ditentukan, maka perhitungan MCE
dapat dilakukan.
Untuk dapat menentukan throughput time dan processing time, ditentukan dahulu
waktu rata-rata, waktu normal, waktu cadangan dan waktu standar.Sebelum dapat
menentukan waktu rata-rata, harus mengambil sampel data waktu dengan menggunakan time
study.Time study adalah prosedur untuk menentukan lama waktu yang dibutuhkan untuk
setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin atau kombinasi aktivitas (Marvin E. Mundel
(1994; 1).Peralatan yang digunakan dalam melaksanakan time study adalah
stopwatch.Setelah mendapatkan sampel data waktu, waktu rata-rata dapat dihitung.Untuk
menghitung waktu normal, waktu rata-rata dikalikan dengan rating performance.Rating
performance didapatkan dengan menggunakan sistem penyesuaian westinghouse.
Jika dalam perhitungan MCE menghasilkan angka sebesar 1, maka usaha unuk
mengurangi waktu tidak bernilai tambah menjadi nol, telah berhasil. Jadi, idealnya suatu
perusahaan harus berusaha mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah dengan cara
mengurangi waktu tidak bernilai tambah menjadi nol. MCE yang sempurna atau ideal adalah
sebesar 1. MCE dapat sempurna hanya dengan cara menurunkan aktivitas tidak bernilai
tambah dan diikuti oleh pengurangan biaya.
Sebagai contoh, suatu aktivitas dengan MCE sebesar 0.70 berarti aktivitas tersebut
menyerap 70 % aktivitas bernilai tambah dan 30 % masih mengkonsumsi aktivitas tidak
bernilai tambah, ini dapat dikatakan belum sempurna dan masih dapat ditingkatkan lagi.

16
2.8 Sistem Westinghuose

Sistem Westinghouse pertama kali diterapkan dan dikembangkan oleh Westinghouse

Electric Corporation pada tahun 1940. Sistem Westinghouse merupakan cara untuk

menentukan rating factor atau faktor penyesuaian seorang operator (Blocher, 2007).

Penentuan rating factor atau faktor penyesuaiandiperlukan karena, selama pengukuran

berlangsung dapat saja terjadi ketidakwajaran, misalnya bekerja tanpa sungguh-sungguh,

bekerja sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau kesulitan-kesulitan yang terjadi seperti

kondisi kerja yang buruk. Jadi jika pada waktu rata-rata diketahui diselesaikan dengan

kecepatan tidak wajar oleh operator, maka harga rata-rata tersebut harus dinormalkan dengan

melakukan penyesuaian atau menentukan faktor penyesuaian (rating factor).

Sistem Westinghouse menentukan faktor penyesuaian berdasarkan pada empat faktor

(Sutalaksana, 2006), yaitu ketrampilan, usaha, kondisi kerja dankonsistensi.Pertama,

ketrampilan. Ketrampilan dapat didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang

ditetapkan. Keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan masing-masing ciri-cirinya.

2.9 Pengelompokan Activity Based Management


Cooper & Kaplan mengelompokkan penerapan ABM ini kedalam 2 kategori,yaitu:
1) ABM Operasioal
Berusaha untuk meningkatkan efisiensi operasi&tingkat penggunaan asset serta
menurunkan biaya,fokusnya adalah melakukan sesuatu dengan benar&melakukan aktivitas
dengan lebih efisien.
2) ABM Strategis
Berusaha meningkatkan permintaan akan aktivitas&profitabilitas pada efisiensi
aktivitas saat ini atau efisiensi aktivitas yang tlah ditingkatkan.ABM strategis berfokus pada
pemilihan aktivitas yang tepat untuk operasi perusahaan. ABM bertujuan untuk
mengelola&mengendalikan kinerja usaha dengan menggunakan informasi berdasarkan
aktivitas sebagai sumber dalam mendukung proses pengambilan keputusan manajemen.
2.9.1 Pentingnya ABM
Lima output informasi dasar dari ABM menurut Miller adalah:
1) Biaya dari aktivitas&proses bisnis
2) Biaya dari non value added activity

17
3) Pengukuran aktivitas berdasarkan kinerja perusahaan
4) Biaya produk/jasa akurat
5) Pemicu biaya
Keunggulan yang dimiliki oleh ABM menurut Blocher,adalah:
1) ABM mengukur efiktifitas proses&aktivitas bisnis dan mengidentifikasi bagaimana
proses&aktivitas tsb bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya&meningkatkan nilai
bagi pelanggan.
2) ABM memperbaiki fokus manajemen dengan cara mengalokasikan sumber daya
untuk menambah nilai aktivitas kunci,pelanggan,&metodee untuk mempertahankan
keunggulan bersaing perusahaan.
Adanya keunggulan-keunggulan diatas menyebabkan ABM memiliki manfaat yang
cukup banyak bagi perusahaan khususnya pihak manajemen. Beberpa manfaat dari ABM
menurut Tunggal,adalah:
1) Menyediakan suatu cara untuk proses berkesinambungan
2) Memfokuskan pada biaya-biaya penting
3) Menciptakan suatu hubungan antara biaya0biay bisnis&menciptakan nilai
4) Menyertakan semua fungsi bisnis dalam suatu orgnisasi
5) Mengikuti peran perubahan perilaku dalam sistem pelaporan
2.9.2 Tahapan Pelaksanaan ABM
1) Activity analysis , Pengendalian dimulai dari pemahaman kegiatan yang dikerjakan.
2) Market Targetting. ABM menuntut pihak manajemen senior untuk selalu menetapkan
apa yang dibutuhkan pelanggan&menyiapkan target operasional untukmencapai
kebutuhan tsb.
3) Bussiness Process Improvement. Manajer harus menyelaraskan bermacam-macam
proses yang ada dalam perusahaan
4) Activity Improvement. Pemfokusan perhatian terhadap perbaikan jasa,proses
bisnis&aktivitas
5) Procces control. Pengendalian terhadap proses merupakan tindakan untuk
meyakinkan bahwa proses(aktivita) yang dilaksanakan untuk menghasilkan output
beroperasi secara efektif dan konsisten.
2.9.3 Faktor – faktor yang mendukung keberhasilan penerapan ABM
1) Budaya organisasi. Budaya organisasi mencerminkan kerangka berfikir dari karyawan
termasuk perilaku,nilai,&keyakinan yang dianut oleh karyawan.

18
2) Dukungan&komitmen manajemen puncak. Penerapan ABM membutuhkan
waktu&sumber daya,sehingga dukungan&peran dari manajemen puncak sangat
diperlukan untuk keberhasilan penerapannya.
3) Perubahan proses. Perubahan bisa terjadi apabila diterapkannya suatu proses yang
sudah dirancang untuk menghasilkan nperubahan tsb. Perbaikan dari proses yang
sudah ada sangat mendukung keberhasilan penerapannya.
4) Pelatihan berkelanjutan. Memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengikuti
pelatihan serta meningkatkan keahlian mereka terhadap lingkungan kerja mereka
yang cepat berubah sangatlah penting.

2.10 Activity Based Management (ABM) Model Component

Activity Based Management(ABM) merupakan payung bagi perubahan budaya yang


diperlukan untuk persaingan global. Komponen-komponen yang mendukung keberhasilan
ABM meliputi :
1. Just In Time (JIT)
Merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen
persediaan dimana bahan baku dan suku cadang dibeli dan diproduksi sebanyak yang
dibutuhkan dan pada saat yang tepat pada setiap tahap proses produksi.
2. Strategi Planning
Suatu perencanaan yang menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan strategi
perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk pencapaian tujuan perusahaan
melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.

3. Activity Accounting
Akuntansl yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas di dalam operasi perusahaan.

4. Life Cycle Management


Melibatkan manajemen aktivitas mulai dari tahap pengembangan untuk menjamin
agar biaya daur hidup secara total jumlahnya lebih rendah dibandingkan kompetitor.

5. Performance Management
Suatu kegiatan mengelola kinerja yang berorientasi kepada pandangan strategic ke masa
depan sehingga kinerja tersebut dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak
yang membutuhkannya.

19
6. Investmen Management
Bagaimana seorang manajer investasi mengelola uang, dimana dalam proses
ini dibutuhkan pemahaman terhadap berbagai piranti investasi, dan berbagai strategi
yang dapat digunakan untuk menyeleksi piranti tersebut.
7. Contiuous Improvement
Teknik manajemen dimana para manajer dan pekerja setuju terhadap program continuous
improvement dalam hal kualitas dan factorkeberhasilan kritis.
8. Benchmarking
Proses mengidentifikasikan faktor keberhasilan kritis(critical success factor)
yang dicapai perusahaan lain atau unit lain di perusahaan dengan tujuan
mengimple mentasikannya sebagai perbaikan dalam proses perusahaan untuk mencapai
kinerja yang baik.
9. Target Costing
Menentukan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga
yang kompetitif sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan.
10. Customer Value Analysis
Suatu analisa yang dilakukan untuk menentukan apakah suatu aktivitas memiliki nilai
(value) bagi pelanggan atau tidak dengan cara melihat apa yang diperoleh pelanggan
dibandingkan dengan pengorbanan untuk memperoleh suatu produk atau jasa. Komponen-
komponen tersebut digunakan untuk mengelola aktivitas-aktivitas agar dapat mengeliminasi
pemborosan. Misalnya mengeliminasi pemborosan dengan menekan persediaan (persediaan
nol), mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah, mengefisiensikan aktivitas
bernilai tambah yang tidak efisien, mengeliminasi kerusakan (kerusakan nol), mengeliminasi
pengerjaan kembali (pengerjaan kembali nol), mengurangi setup mesin (menjadi satu),
meningkatkan ketrampilan karyawan.

Pada dasarnya terdapat keterkaitan antara ABM dan ABC. Keterkaitannya adalah
ABC memfokuskan perhatian pada aktivitas dalam mengalokasikan biaya overhead pada
produk sedangkan ABM lebih memfokuskan perhatiannya pada pengaturan aktivitas-aktivitas
untuk mengurangi biaya. Meskipun terdapat keterkaitan antara keduanya akan tetapi ada
beberapa hal yang tidak dapat dijelaskan melalui teori ABC ini yaitu mengenai
penganalisisan aktivitas untuk mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah (non value
added activities) dan mengoptimalkan aktivitas bernilai tambah pada suatu perusahaan.

20
2.11 Penerapan Activity Based Management (ABM)
Activity based Management lebih komprehensive dibandingakn ABC. ABM dapat
dipandang sebagai suatu sistem yang memliki 2 tujuan utama, yaitu:
a. Meningkatkan kualitas pengambilan keputuan dengan menyajikan informasi biaya yang
lebih akurat
b. Melakukan pengurangan biaya dengan mendorong dilakukannya program-program
pengurangan biaya.

Tujuan penting dari ABM adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas
dan biaya tak bernilai tambah.Aktivitas yang tidak bernilai tambah adalah operasi yang (1)
tidak perlu dan tidak penting (2) perlu tapi tidak efisien dan tidak dapat dikembangkan. Biaya
yang tidak bernilai tambah adalah hasil dari beberapa aktivitas, biaya dari beberapa aktivitas
yang bisa dihilangkan tanpa mengurangi kualitas produk, daya guna, dan nilai yang
dirasakan.

Berikut adalah lima langkah yang menyediakan strategi untuk menghilangkan biaya tak
bernilai tambah pada perusahaan manufaktur dan jasa, yaitu
1. Mengidentifikasi aktivitas, langkah pertama adalah analisis aktivitas, yang
mengidentifikasi semua aktivitas penting organisasi.
2. Mengidentifikasi aktivitas tak bernilai tambah, tiga kriteria untuk menentukan aktivitas
yang bernilai tambah adalah:
 Apakah aktivitas tersebut perlu ?
 Apakah aktivitas tersebut efisien ?
 Apakah aktivitas tersebut kadang bernilai tambah, kadang tidak ?
3. Memahami rantai aktivitas, akar masalah, dan pemicunya, dalam mengidentifikasi
aktivitas yang tidak bernilai tambah, sangat penting untuk memahami jalan dimana
aktivitas terhubung bersama.
4. Menetapkan ukuran kinerja, dengan pengukuran kenerja secara terus-menerus dan
membandingkan kinerja dengan tolak ukur, perhatian manajemen mungkin terarah pada
aktivitas yang tidak perlu dan tidak efisien.
5. Melaporkan biaya yang tidak berlilai tambah, biaya tak bernilai tambah harus disoroti
pada laporan pusat biaya. Dengan mengedintifikasi akktivitas tak bernilai tambah, dan
melaporkan biayanya, manajemen dapat bekerja keras untuk mengembangkan proses
dan menghilangkan biaya tak bernilai tambah.

21
2.12 Proses Activity Based Management (ABM)
Business process analysis :
1. Pengurangan biaya (cost reduction) dilandasi oleh keyakinan bahwa pemahaman secara
mendalam terhadap proses bisnis dan improvement berkelanjutan terhadap proses
tersebut merupakan penentu efektivitas pengelolaan biaya.
2. Pergeseran paradigma terhadap organisasi; dari organisasi sebagai sekelompok
fungsi/departemen ke organisasi sebagai sekumpulan proses.

Business Process Analysis dilakukan dengan tujuan untuk:


1. Memberikan panduan dalam program pengurangan biaya dan cycle time
2. Improvement terhadap kualitas proses
3. Usaha lain dalam meningkatkan kinerja organisasi.

Tahap Business Process Analysis :


1. Mengidentifikasi business process
2. Mengidentifikasi subprocess dan activities
3. Melaksanakan process value analysis
4. Mengembangkan rencana improvement

22
BAB III
ANALISIS/EVALUSI
3.1 Contoh Kasus “PT. INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR, Tbk CABANG
BITUNG”

PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk cabang Bitung merupakan divisi
pembuatan mie instan (noodle division). PT Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk
cabang Bitung adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi beberapa produk
mie instan antara lain indomie, supermi, sarimi, sakura dan pop mie. PT. Indofood
CBP Sukses Makmur, Tbk cabang Bitung memiliki siklus produksi yang cukup
panjang mulai dari proses penerimaan bahan baku, pemilihan bahan baku, pemrosesan
bahan baku, pengolahan, pengemasan, sampai penilaian barang jadi yang mana
produk tersebut layak dijual atau tidak layak dijual dan juga aktivitas operasional
perusahaan lainnya. Dalam menjalankan kegiatan produksinya perusahaan perlu
memperhatikan mengenai aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi.
Untuk itu yang perlu dilakukan oleh perusahaan guna meningkatkan efisiensinya yaitu
dengan melakukan identifikasi terhadap aktivitas-aktivitas produksi yang terjadi.
Dalam mengelola aktivitas tersebut dinamakan activity based management atau
manajemen berdasarkan aktivitas. Metode manajemen berdasarkan aktivitas
merupakan metode yang mengelola suatu aktivitas untuk meningkatkan value (nilai)
yang diterima oleh pelanggan dan juga untuk meningkatkan laba melalui value
tersebut.(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)

Penelitian ini dilakukan pada departemen produksi PT. Indofood CBP Sukses
Makmur, Tbk Cabang Bitung. Penelitian ini bersifat penelitian kualitatif deskriptif
yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Penelitian ini
dilakukan dengan cara mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang ada di depertemen
produksi kemudian mengklasifikasikan aktivitas tersebut menjadi dua bagian yaitu
value added activity dan non value added activity. Aktivitas tidak bernilai tambah
akan dieliminasi atau digabungkan dengan aktivitas yang sejenis sehingga biaya tidak
bernilai tambah yang muncul dari aktivitas tidak bernilai tambah dapat di kurangi
jumlahnya. Data yang digunakan yaitu data kuantitatif berupa laporan biaya produksi
tahun 2016 dan laporan biaya aktivitas serta data kualitatif yaitu sejarah, aktivitas
produksi dan sarana prasarana perusahaan.

23
3.2 Analisis Contoh Kasus
Hasil Penelitian
Data biaya produksi tahun 2016 PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk
cabang Bitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Sumber :(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)


Setelah diidentifikasi setiap aktivitas yang ada pada tabel 4.2 selanjutnya dilakukan analisis
aktivitas.
1. Menerima Tepung dengan angkutan truck
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah. Hal ini disebabkan karena
aktivitas ini merupakan awal perusahaan untuk mendapatkan bahan baku tepung. Jika
aktivitas ini dihilangkan, maka perusahaan tidak bisa melakukan proses produksi karena
ketiadaan bahan baku.
2. Penyeleksian Tepung oleh BPDQC (Branch Process Development and Quality Control
Manager)
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah. Hal ini disebabkan karena
penyeleksian tepung dilakukan untuk melihat apakah dalam keadaan fisik tepung masih
utuh dan tidak tercemar dan juga apakah kondisi truck masih dalam kondisi tersegel serta
penyeleksian tepung juga bertujuan agar produk yang dihasilkan nanti berkualitas.

24
3. Mengelompokkan tepung sesuai kode pengelompokkan
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, karena aktivitas ini dilakukan
agar sistem FIFO dapat berjalan dengan baik. Tepung yang masuk lebih awal akan
diletakan pada kode yang telah ditetapkan agar pada saat pengambilan tepung dapat
diketahui mana yang masuk lebih awal.
4. Menyimpan tepung digudang
Aktivitas ini merupakan aktivitas tidak bernilai tambah, karena tidak memberikan
perubahan dan penyimpanan bahan baku tepung yang terlalu lama akan mengurangi
kualitas produk yang akan dihasilkan akibat terlalu lama waktu penyimpanan.
5. Mengangkut tepung ke screw conveyor.
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah. Hal ini disebabkan karena
mengangkut tepung ke screw conveyor merupakan awal proses produksi akan
dilangsungkan.
6. Melaksanakan proses pengayakan tepung
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, karena aktivitas ini bertujuan
untuk memisahkan tepung dari kutu dan kotoran-kotoran lain yang ada di tepung.
7. Melaksanakan proses pemcampuran tepung, air dan alkali.
Aktivitas ini merupakan aktivitas berniali tambah, karena aktivitas ini betujuan
untuk membentuk adonan yang cukup kadar air dan mempunyai struktur gluten yang
dapat membentuk lembaran adonan yang baik pada proses pengepresan nantinya.
8. Melaksanakan proses pengepresan.
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, tujuan aktivitas ini untuk
membentuk struktur net gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar
adonan menjadi lembut dan elastic. Kemudian dipotong menjadi untaian mie dan
dibentuk menjadi bergelombang dan dikelompokkan dalam beberapa jalur.
9. Melaksanakan proses pengukusan
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah. Hal ini dilakukan untuk
memasak mie mentah menjadi mie masak dengan fisik yang solid/ tetap.
10. Melaksanakan proses pemotongan
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, karena merupakan proses
memotong lajur mie pada ukuran tertentu, melipat dua bagian sama panjang, kemudian
mendistribusikannya ke mangkok penggorengan.
11. Melaksanakan proses penggorengan

25
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, tujuannya mengurangi kadar
air dalam mie dan pemantapan pati tergelatinisasi. Kadar air mie setelah penggorengan
adalah mks 3,5% sehingga mie menjadi matang kaku dan awet.
12. Melaksanakan proses pendinginan
Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, karena bertujuan untuk
mendinginkan mi panas yang keluar dari proses penggorengan hingga diperoleh suhu
mendekati suhu kamar 25-300 derajat sebelum dikemas dengan etiket.
13. Perbaikan dan pemeliharaan mesin pengolahan Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai
tambah, karena memungkinkan terjadinya perubahan keadaan. Jika terjadi kerusakan
mesin tentunya akan menghambat proses produksi yang sementara berlangsung dan
menyababkan aktivitas selanjutnya tidak dapat dilakukan.
14. Pengecekan kelengkapan bumbu, minyak sauce dan solid ingredient secara manual
Akvitas ini merupakan bernilai tambah, karena aktivitas ini bertujuan agar pada saat
proses pengemasan etiket mie sudah terisi lengkap dengan bumbu, minyak sauce dan
solid ingredient.
15. Pengecekan kelengkapan bumbu, minyak sauce dan solid ingredient dengan mesin
rejector Aktivitas ini merupakan aktivitas tidak bernilai tambah, karena aktivitas ini
sudah dilakukan secara manual. Tujuan aktivitas ini untuk mengecek kelengkapan
bumbu, minyak sauce dan solid ingredient.
16. Pengemasan/ Packing Aktivitas ini merupakan aktivitas bernilai tambah, karena
merupakan aktivitas membungkus mie, bumbu dan minyak sauce dan solid ingredient
dengan menggunakan etiket yang dapat melindungi mie dari kemungkinan-kemungkinan
tercemar atau rusak, sehingga mie tidak mengalami penurunan kualitas sampai di
konsumen.
17. Menyimpan barang jadi ke gudang khusus barang jadi Aktivitas ini merupakan aktivitas
tidak bernilai tambah, karena aktivitas ini tidak menimbulkan perubahan dan
penyimpanan barang jadi yang terlalu lama digudang akan mengurangi kualitas produk
akibat dari lamanya waktu penyimpanan.
Analisis Pemicu Biaya
Setelah dilakukan pembagian aktivitas berdasarkan value added activity dan non value added
activity, selanjutnya yaitu melakukan analisis pemicu biaya. Analisis pemicu biaya perlu
dilakukan dalam upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya biaya
aktivitas dari value added activity dan non value added activity. Untuk mengetahui apa saja
pemicu biaya yang menyebabkan terjadinya biaya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

26
Sumber :(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)
Berikut ini disajikan biaya overhead pabrik setiap aktivitas sebelum eliminasi aktivitas tidak
bernilai tambah:

Sumber :(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)


Pengukuran Kinerja Aktivitas
Pada tabel 4.4 ditampilkan jumlah-jumlah biaya berdasarkan analisis aktivitas yaitu
aktivitas bernilai tambah (value added activity) dan aktivitas tidak bernilai tambah (non value
added activity). Setelah itu aktivitas yang tergolong dalam aktivitas tidak bernilai tambah
akan di eliminasi sehingga bisa terjadi pengurangan biaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:

27
Sumber :(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)
Dari tabel 4.5 dapat dilihat adanya biaya bernilai tambah dan biaya tidak bernilai
tambah untuk masing-masing aktivitas proses produksi PT. Indofood CBP Sukses Makmur,
Tbk cabang Bitung. Dari hasil laporan biaya bernilai tambah dan biaya tidak bernilai tambah
dapat diketahui. Biaya aktivitas tidak bernilai tambah yang akan dieliminasi sebesar Rp
2,384,750,669.84 atau sebesar 20,30%. Untuk itu diperlukan upaya dari pihak manajemen
untuk mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, agar efisiensi perusahaan
dalam hal ini efisiensi biaya produksi dapat tercapai. Setelah diketahui aktivitas apa saja yang
dapat dieliminasi kemudian akan dianalisis aktivitas tidak bernilai tambah tersebut.
Analisis Non Value Added Activity
Berdasarkan konsep Activity Based Management (ABM), aktivitas-aktivitas yang
tidak bernilai tambah harus dikurangi atau dieliminasi. Dari pembahasan aktivitas-aktivitas
yang terjadi pada proses produksi berlangsung, berikut ini akan dianalisis aktivitas yang tidak
bernilai tambah yang terjadi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk cabang Bitung:

28
a. Menyimpan tepung digudang khusus tepung Aktivitas ini dilakukan karena perusahaan
memproduksi barang jadi terlalu banyak setiap hari sehingga membutuhkan stok tepung
yang banyak. Penyimpanan tepung dilakukan agar stok selalu tersedia saat dibutuhkan.
Aktivitas ini tidak bernilai tambah, karena menimbulkan perubahan tetapi
menyebabkan timbulnya biaya penimbunan tepung dan pembersihan gudang.
b. Pengecekan kelengkapan bumbu, minyak bumbu dan solid ingredient dengan
menggunakan mesin rejector Aktivitas ini dilakukan untuk mengecek apakah mie sudah
terisi bumbu, minyak sauce dan solid ingredient ataukah ada mie yang tidak terisi
bumbu. Aktivitas ini dapat dikategorikan dalam aktivitas tidak bernilai tambah, karena
aktivitas ini sudah dilakukan secara manual.
c. Menyimpan barang jadi ke gudang khusus barang jadi Aktivitas ini dilakukan karena
perusahaan memproduksi barang jadi terlaku banyak dengan tujuan agar tidak terjadi
kehabisan stok sehingga perusahaan tidak segera mengirim barang jadi ke pelanggan
tetapi disimpan sementara di gudang. Aktivitas ini tidak bernilai tambah karena
menimbulkan perubahan tetapi menyebabkan timbulnya biaya penimbunan mie.
Dari hasil pengeliminasian aktivitas tidak bernilai tambah tersebut, maka biaya
aktivitas yang terjadi pada bagian produksi tentu saja akan berkurang, seperti yang terlihat
pada tabel 4.6 dibawah ini yang menunjukan biaya aktivitas setelah eliminasi aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Sumber :(Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, 2018)

Dari hasil tabel 4.6 dapat dilihat bahwa biaya overhead pabrik setelah
mengalami pengeliminasian aktivitas tidak bernilai tambah adalah sebesar Rp
9,364,998,629.92 atau 20,30%.

29
DAFTAR PUSTAKA

Blocher, Edward J. (2007). Menejemen Biaya. Salemba Empat. Jakarta.

Hansen Dan Mowen. 2014. Akuntansi Manajemen. Edisi 8. Jakarta. Penerbit Salemba Empat.

Kaplan, Robert S, and David P Norton. (1996). The Balance Scorecard: Translating
Strategy Into Action. Boston: Harvard Bussiness School Press.

Mulyadi, (2000). Akuntansi Biaya, Edisi Lima, Cetakan Kedelapan, Aditya Media,
Yogyakarta.

Mulyadi dan Setyawan Jhony. (2001). Sistem Perencanaan dan Pengendalian manajemen:
Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat : Jakarta.

Mulyadi (2001). Balance Scorecard, Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda


Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Anggawisastra, R., Sutalaksana, I. Z, dan Tjakraatmadja, J. H. (2006). Teknik Perancangan


Sistem Kerja, ITB. Bandung.

Christanty J R Muskitta1, Jenny Morasa2, S. A. (2018). Analisis Penerapan Activity Based


Management Untuk Meningkatkan Efisiensi Pada Hotel Gran Central Manado. 13(3),
467–476.
Reika Fichristika Kutika, David. P.E. Saerang, N. Y. . G. (2018). Analisis Non Value Added
Activity Melalui Penerapan Activity Based Management Untuk Meningkatkan Efisiensi
Pt. Indofood Cbp Sukses Makmur, Tbk Cabang Bitung. 13(2), 402–411.
Runtu3, M. H. S. A. T. P. T. (2019). Penerapan Activity Based Management Untuk
Meningkatkan Efisiensi Pada Hotel Sahid Kawanua Manado. 44(12), 2–8. Retrieved
from activity based management, efficiency.

Supriyono. (1999). Akuntansi Biaya. BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai