Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

OD PTERIGIUM GRADE I

Disusun oleh:
M. FIKRI RIDHA
1102015122

Pembimbing :
dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M
dr. Henry A. W, Sp.M (K)
dr. Hermansyah, Sp.M
dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M
dr. Risa F. S. Lubis, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RUMAH


SAKIT BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 5 APRIL 2021 – 25 APRIL 2021 FAKULTAS
KEDOKTERAN YARSI
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2
BAB I.....................................................................................................................................3
LAPORAN KASUS..............................................................................................................3
BAB II................................................................................................................................. 10
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................21
ANALISIS KASUS.............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. A
No RM : 875761
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Asrama Polantas Tj. Timur
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Bangsa : Indonesia
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 6 April 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 April 2021 di Poliklinik
Mata RS Bhayangkari Tk.I R. Said Sukanto.

Keluhan Utama :
Rasa mengganjal pada mata kanan kurang lebih 2 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa berpasir dan kering

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien perempuan usia 35 tahun datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara Tk.
I R. Said Sukanto dengan keluhan rasa mengganjal pada mata kanan sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa seperti
berpasir dan kering. Pasien mengatakan gejala ini makin bertambah dan langsung
memeriksakan diri. Keluhan mata merah disangkal pasien. Paparan sinar matahari terus
menerus disangkal oleh pasien karena pasien tidak bekerja dan hanya dirumah saja
sebagai ibu rumah tangga. Paparan debu yang polusi yang sering juga disangkal oleh
pasien karena pasien jarang keluar rumah dan tidak bisa mengendarai sepeda motor.
Keluhan mata merah dan penurunan pengelihatan kabur oleh pasien.

3
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat penggunaan kacamata : disangkal
 Riwayat trauma mata : disangkal
 Riwayat pembedahan mata : disangkal
 Riwayat penyakit kulit : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa : kakak pasien (+) sudah dioperasi
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Kebiasaan

 Riwayat paparan sinar uv terus menerus dan paparan angin debu dan
polusi disangkal pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Laju napas : 20 kali/menit
Nadi : 85 kali/menit

4
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu: 36,6ºC

Status Oftalmologis

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus 6/6 6/6
Kedudukan bola Ortoforia
mata
TIO perpalpasi Dalam batas Dalam batas
normal normal
TIO 15,7 mmHg 11,9 mmHg
Gerakan bola mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang pandang Dalam batas Dalam batas
(tes konfrontasi) normal normal
Supersilia Dalam batas Dalam batas
normal normal
Palpebra superior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-), entropion nyeri tekan (-), entropion
(-), ektropion (-), ptosis (-), ektropion (-), ptosis
(-) (-)
Palpebra inferior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), nyeri tekan (-), massa (-), nyeri tekan (-),
entropion (-), ektropion entropion (-), ektropion
(-) (-)
Margo palpebra Silia lengkap, hiperemis Silia lengkap, hiperemis
(-), krusta (-), ulkus (-) (-), krusta (-), ulkus (-)
Konjungtiva tarsal Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
superior et inferior papil (-), folikel (-) papil (-), folikel (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
hiperemis (-) hiperemis (+), terdapat
jaringan fibrovaskular
berbentuk segitiga
dengan puncak tidak
melewati limbus kornea.
Kornea Jernih, arcus senilis (-) Jernih, arcus senilis (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
Iris Warna coklat, kripta (+), Warna coklat, kripta (+),
sinekia (-) sinekia (-)
Pupil Bentuk bulat, reguler Bentuk bulat, reguler
Berada di tengah Berada di tengah
RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Lensa Jernih Jernih
Sistem lakrimasi Epifora (-), lakrimasi (-) Epifora (-), lakrimasi (-)

5
Gambar Pemeriksaan

ODS

6
OS

IV. RESUME
Seorang perempuan, usia 25 tahun datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara
Tk. I R. Said Sukanto dengan keluhan terdapat massa pada palpebra superior sinistra
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri (+), hiperemis (+) edema (+), pegal
(+), gatal (+) dan rasa mengganjal (+). Keluar kotoran (-), pus (-penurunan
penglihatan (-), demam (-), riwayat keluhan serupa (+) beberapa kali dalam setahun,
riwayat alergi (-). Riwayat sering terpapar debu saat naik motor dan sering
menggosok-gosok daerah sekitar mata menggunakan tangannya.

7
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan oftalmologi VODS 6/6. Palpebra oculi sinistra superior: Edema (+),
hiperemis (+), massa (+) konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, ukuran ± 0.3 x
0.2 x 0.1 cm, tidak terfiksir, nyeri tekan (+), hangat (+), pus (-). Eversi palpebra superior
sinistra: hiperemis (-), edema (-), massa (-).

V. DIAGNOSIS BANDING
1. OS Hordeolum eksternum
2. OS Kalazion
3. OS Selulitis Preseptal

VI. DIAGNOSIS KERJA


OS Hordeolum eksternum

VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari OS
b. Medikamentosa
Asam Mefenamat Tablet 500 mg 3x1 (bila
perlu) Kloramfenikol Ointment 4 kali sehari OS
c. Edukasi
Hindari sering menggosok-gosok daerah mata dengan tangan
Menggunakan penutup mata atau kepala seperti kacamata atau helm saat
mengendarai kendaraan untuk mengurangi paparan debu di area mata
Jangan menekan atau menusuk hordeolum karena dapat menimbulkan
infeksi yang lebih serius
Mengedukasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga higenitas dan
kebersihan lingkungan karena penyakit hordeolum dapat berulang
Menjelaskan pasien agar kontrol kembali dalam 7 hari untuk melihat hasil
terapi
Menjelaskan terapi yang diberikan untuk penyakit hordeolum serta
rencana tindakan pembedahan (insisi) yang akan dilakukan jika keluhan
tidak membaik

8
VIII. RENCANA TINDAK LANJUT
Prosedur pembedahan (insisi): mungkin diperlukan bila pengobatan
konservatif tidak berespon dengan baik.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : Bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra
1
inferior menyatu dengan pipi.
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
1
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).

2.1.1 Struktur palpebra :


1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan
1
elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura
palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian
serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra
dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian
praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli
1
dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis
1
subaponeurotik dari kujlit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong
kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di
1
kelopak bawah).
5. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
1
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.

10
Gambar 1. Potongan Sagital Palpebra Superior

Gambar 2. Anatomi Palpebra

2.1.2 Tepian Palpebra


Panjang palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini dipisahkan
oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian
palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan
1
posterior.

11
1. Tepian anterior
Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss
adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut
pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang
1
bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata.
2. Tepian posterior
Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat
muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula
1
Meibom atau tarsal).
3. Punktum lakrimal
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra.
Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus
1
terkait ke sakus lakrimalis.

2.1.3 Fisura Palpebra


Fisura palpebra adalah ruang elips di antara kedua palpebral yang terbuka.
Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm
dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elips
dari kanthus lateralis dan mengelilingi lakus lakrimalis. Lakus lakrimalis terdiri atas
dua buah struktur yaitu karunkula lakrimalis, peninggian kekuningan dari modifikasi
kulit yang mengandung modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea sebesar-
besar yang bermuara ke dalam folikel yang mengandung rmbut-rambut halus dan
1
plica semilunaris.

2.1.4 Septum Orbital


Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang terletak
di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita.
Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebral superior dan
1
tarsus superior; septum orbilae inferius menyatu dengan tarsus inferior.

2.1.5 Refraktor Palpebra


Refraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebral superior, bagian
otot rangka adalah levator palpebra superior, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan
ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang
mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di

12
palpebral inferior, refraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menulurkan
jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus obliqus inferior dan berinsersio ke
dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari refraktor
palpebrae disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok
1
oleh nervus okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak
2
mata bawah oleh cabang kedua nervus V.

2.2 Hordeolum
2.2.1 Definisi
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang
terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan
hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss
3
atau Moll.

2.2.2 Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
4
Selain itu bisa juga disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis.

2.2.3 Klasifikasi
1) Hordeolum Eksternum
Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll dengan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum eksternum, nanah
dapat keluar dari pangkal rambut. Tonjolannya ke arah kulit, ikut dengan
pergerakan kulit dan mengalami supurasi, memecah sendiri ke arah kulit (Gambar
1,2
2).
2) Hordeolum Internum
Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam
tarsus dengan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum
internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum eksternum.
Pada hordeolum internum, benjolan menonjol ke arah konjungtiva dan tidak ikut
bergerak dengan pergerakan kulit, serta jarang mengalami supurasi dan tidak
1,2
memecah sendiri (Gambar 3).

13
Gambar 3. Hordeolum ekternum

Gambar 4. Hordeolum Internum

2.2.4 Epidemiologi
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan
jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktik
kedokteran. Prevalensi hordeolum tidak diketahui karena pada kebanyakan kasus
tidak dilaporkan. Insidensi tidak tergantung pada ras dan jenis kelamin. Hordeolum
lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, kemungkinan
karena tingkat hormon androgenik yang lebih tinggi (dan peningkatan viskositas
sebum). Namun, hordeolum dapat terjadi pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus,
5,6
hordeolum dapat sembuh dengan sendirinya.

14
2.2.5 Faktor Risiko
7
Faktor risiko hordeolum adalah sebagai berikut :
1) Penyakit hordeolum sebelumnya.
2) Peradangan kelopak mata kronik, seperti blefaritis.
3) Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik, rosasea
4) Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
5) Higiene dan lingkungan yang tidak sehat.
6) Penyakit kronik (DM, hiperlipidemia)

2.2.6 Patofisiologi
Infeksi umumnya muncul akibat penebalan, stasis, atau keringnya sekresi dari
kelenjar Zeis, Moll, atau kelenjar Meibom. Kelenjar Zeis dan Moll merupakan suatu
kelenjar siliaris dari mata. Kelenjar Zeis menyekresikan sebum dengan suatu
kandungan antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Kelenjar Moll
memproduksi imunoglobulin A, mucin 1, dan lisosom yang sangat esensial pada
pertahanan imun melawan bakteri mata. Ketika kelenjar-kelenjar ini mengalami suatu
blokade atau kebuntuan, maka akan terjadi gangguan pertahanan imun mata. Stasis
kelenjar ini dapat mengakibatkan terjadinya infeksi bakteri dan Staphylococcus
aureus merupakan patogen tersering yang menyebabkan hordeolum. Setelah
terjadinya suatu respons inflamasi yang ditandai infiltrasi leukosit, maka akan muncul
8
suatu kantong berisi nanah atau terbentuk abses.
Hordeolum interna terjadi akibat adanya infeksi sekunder kelenjar Meibom di
lempeng tarsal. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus
dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi
blefaritis. Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan
8
inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
oftalmologis.
1,2
a. Gejala
1) Pembengkakan.
2) Benjolan nyeri pada kelopak mata.
3) Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata.

15
4) Penglihatan terganggu
5) Rasa tidak nyaman saat berkedip
6) Sekret purulen di mata
7) Iritasi pada mata
8) Sensitivitas terhadap cahaya
2,6
b. Tanda
1) Eritema.
2) Edema.
3) Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata.
4) Seperti gambaran absces kecil.

Stadium hordeolum meliputi:


a. Stadium infiltrat
Ditandai dengan kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan dan keluar
sedikit kotoran.
b. Stadium supuratif
Ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus (core)

2.2.8 Diagnosis Banding


1) Kalazion
Kalazion merupakan suatu peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Kalazion memberikan gejala benjolan pada kelopak mata, tidak
hiperemis, dan tidak ada nyeri tekan, serta adanya pseudoptosis. Hal yang
membedakan antara kalazion dan hordeolum adalah pada hordeolum terdapat
9
hiperemi palpebra dan nyeri tekan.

Gambar 5. Kalazion

16
2) Selulitis preseptal
Selulitis perseptal adalah salah satu infeksi yang paling sering terjadi pada jaringan
lunak kelopak mata dan periorbital, biasanya ditandai dengan adanya eritema dan
edema kelopak mata akut, selain itu sangat mungkin terdapat demam, tetapi
hiperemia konungtiva tidak ditemukan. Tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada
proptosis. Selulitis perseptal disebabkan oleh penyebaran local dari sinusitis atau
infeksi di sekitar seperti hordolum atau dakriosistitis, trauma seperti luka tusuk atau
gigitan seranagga. Paling sering mikroorganisme penyebab yaitu Staphylococcus
aureus, streptococcus atau haemophilus influenza pada anak. Yang membedakan
selulitis preseptal dengan hodeolum adalah perjalanan penyakitnya, yang ditandai
dengan adanya demam yang diikuti oleh pembengkakan.

Gambar 6. Selulitis Preseptal

2.2.9 Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan segera adalah untuk meredakan gejala, mengobati dan
mencegah infeksi dan gangguan penglihatan. Hordeolum biasanya sembuh sendiri.
Sebagian besar gerombolan akhirnya menunjuk dan mengering sendiri (dalam satu
7
hingga dua minggu).
a) Non – Medikamentosa
Kompres hangat 3 - 4 kali sehari selama 10 - 15 menit tiap kalinya untuk membantu
drainase. Lakukan dengan mata tertutup. Jangan mencoba memecahkan hordeolum,
3
biarkan pecah sendiri. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih.
b) Medikamentosa
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada
7
perbaikan dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.

17
1) Antibiotik topikal
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10
hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus hordeolum
2,10
eksterna dan hordeolum interna yang ringan.
2) Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
7
pembesaran kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum internum
dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau
dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin
atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari
2,10
selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.
c) Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan
mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain
tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah
11
hordeolum dan dilakukan insisi :
1) Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
pada margo palpebra.
2) Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskokleasi atau kuretase seluruh isi jaringan
11
meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.

Gambar 4. Insisi pada hordeolum eskterna

18
Gambar 5. Insisi pada hordeolum interna

d) Rehabilitatif :
Pasien kontrol kembali 1 minggu lagi untuk melihat efek pengobatan dan untuk
7
dilakukan insisi dan kuretase.

2.2.10 Pencegahan
a. Menjaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum
menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
b. Mengusap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk
membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
c. Menjaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi oleh
kuman.
7
d. Menggunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.

2.2.11 Komplikasi
Komplikasi hordeolum adalah mata kering, simblefaron, abses, atau selulitis palpebra
yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan
2
abses palpebra.

19
2.2.12 Prognosis
Prognosis umumnya baik, karena proses peradangan pada hordeolum bisa mengalami
penyembuhan dengan sendirinya, asalkan kebersihan daerah mata tetap dijaga dan
5
dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.

20
BAB III
ANALISIS KASUS

Berdasarkan Teori Berdasarkan Kasus

Anamnesis Gejala yang biasa dikeluhkan yaitu: - Terdapat benjolan pada


- Bengkak pada kelopak mata kelopak mata kiri atas
- Kemerahan pada kelopak mata (unilateral).
- Nyeri bila disentuh atau ditekan - Keluhan berupa bengkak,
- Rasa mengganjal pada mata kemerahan, nyeri, gatal serta
- Benjolan pada kelopak mata rasa seperti mengganjal.
atas ataupun bawah - Pasien pernah menderita hal
Faktor Resiko: yang sama sebelumnya
- Penyakit hordeolum beberapa kali tetapi sembuh
sebelumnya. dengan sendirinya
- Higiene dan lingkungan yang - Pasien memiliki riwayat sering
tidak sehat. menggosok-gosok daerah mata
dengan tangannya dan sering
terpapar debu di daerah mata
o
Pemeriksaan fisik Inspeksi palpebra superior/inferior - Tanda vital: Suhu 36,6 C
occuli: - Visus ODS 6/6
a) Edema (+) - Palpebra oculi sinistra
b) Hiperemis (+) superior: Edema (+), hiperemis
c) Benjolan (+) (+), massa (+) konsistensi
Palpapsi palpebra superior/inferior kenyal, permukaan rata, batas
occuli: tegas, ukuran ± 0.3 x 0.2 x 0.1
a) Nyeri tekan (+) cm, tidak terfiksir, nyeri tekan
b) Teraba massa (+) (+), hangat (+), pus (-).
Stadium hordeolum meliputi: - Eversi palpebra superior
a. Stadium infiltrat sinistra: hiperemis (-), edema
Ditandai dengan kelopak mata (-), massa (-).
bengkak, kemerahan, nyeri
tekan dan keluar sedikit
kotoran.

21
b. Stadium supuratif
Ditandai dengan adanya
benjolan yang berisi pus (core).
Hordeolum interna dapat menonjol
ke kulit atau ke permukaan
konjungtiva. Hordeolum eksterna
selalu menonjol ke arah kulit.
Tatalaksana Tatalaksana hordeolum: Non Medikamentosa
1. Non-Medikamentosa Kompres hangat selama 10-15
- Kompres hangat 3-4 kali menit, 3-4 kali sehari ODS
sehari selama 10-15 menit. Medikamentosa
2. Medikamentosa Asam Mefenamat Tablet 500
- Antibiotik Topikal: mg 3x1 bila perlu
Bacitracin atau tobramicin Kloramfenikol Ointment 4 kali
salep mata diberikan setiap 4 sehari OS
jam selama 7-10 hari. Edukasi
- Antibiotik Sistemik Hindari sering menggosok-
Eritromisin 250mg atau 125 gosok daerah mata dengan
250mg diklosasilin 4 kali tangan
sehari, Menggunakan penutup mata
3. Pembedahan atau kepala seperti kacamata
- Insisi atau helm saat mengendarai
4. Edukasi kendaraan untuk mengurangi
- Menghindari faktor yang paparan debu di area mata
menyebabkan terjadinya Jangan menekan atau menusuk
infeksi di daerah mata. hordeolum karena dapat
- Jangan menekan atau menimbulkan infeksi yang lebih
menusuk hordeolum karena serius
dapat menimbulkan infeksi Mengedukasi pasien dan
yang lebih serius keluarga untuk selalu menjaga
- Jika keadaan tidak membaik higenitas dan kebersihan
dalam 7 hari, maka lingkungan karena penyakit
dilakukan insisi hordeolum dapat berulang

22
Menjelaskan terapi yang
diberikan untuk penyakit
hordeolum dan rencana
tindakan yang akan dilakukan
jika keluhan tidak membaik
Menjelaskan pasien agar kontrol
kembali dalam 7 hari untuk
melihat hasil terapi

Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan di kelopak mata kiri atas sejak
4 hari yang lalu. Benjolan pada palpebra unilateral bisa diakibatkan oleh hordeolum,
kalazion, selulitis preseptal, Keluhan tambahan pada pasien adanya bengkak disertai
kemerahan dan nyeri pada kelopak mata, hal ini mengarahkan kepada penyebab infeksi.
Adanya keluhan nyeri serta tanda-tanda peradangan dapat menyingkirkan diagnosis banding
kalazion. Pasien juga mengeluh rasa gatal pada kelopak mata, yang mengarah kepada
diagnosis hordeolum. Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini beberapa kali dalam
setahun yang lalu pada mata kiri tetapi sembuh dengan sendirinya. Hal ini mendukung
diagnosis hordeolum yang terjadi berulang atau rekurens. Tidak terdapat penurunan visus dan
tidak ada tanda-tanda infeksi selain pada mata seperti demam disangkal, hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis banding selulitis preseptal. Sehingga, dasar diagnosis kerja pada
kasus ini yaitu hordeolum eksternum seperti tabel diatas.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, & Asbury. 2017. General Opthalmology, 19th Ed, McGraw-Hill.: page 44-
49.
2. Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: FK UI.
3. Michael. Hordeolum. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/1213080-
overview (diakses tanggal 18 Maret 2021).
4. Destafeno JJ, Kodsi SR, Primack JD. Recurrent Staphylococcus aureus chalazia in
hyperimmunoglobulinemia E (Job's) syndrome. Am J Ophthalmol. Dec
2004;138(6):1057
5. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. 2017. Non-Surgical Interventions for acute
internal hordeolum. Cochrane Database of Systematic Reviews.
6. American Academy of Ophthalmology. 2017-2019. Ocular surface disorders. In:
Cornea/External Disease Panel. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology. Available at: www.aao.org/ppp
7. Reinoso et al., 2019. Chalazion and Hordeolum - Adult & Pediatric. Saskatchewan
Association
8. Bragg, et al., 2020. Hordeolum. Statpearls. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/ (diakses tanggal 18 Maret 2021).
9. Robert et al., 2015. Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid. American
Family Physicia. Available at: www.aafp.org/afp
10. Skorin Jr L. 2002. Hordeolum and Chalazion Treatment. The Full Gamut. Available
at www.optomery.co.uk
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4.
Jakarta: CV Sagung Seto.

24

Anda mungkin juga menyukai