Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat,
taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini
Sholawat serta Salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat-sahabatnya dan para pengikut beliau yang telah dengan ikhlas memeluk agama
Allah SWT dan mempertahankannya sampai akhir hayat.
Alhamdulillah, Makalah yang penulis beri judul Masyarakat Madani ini dapat terselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Oleh karna itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat : ibu Eka Silvi H.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana
yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan
masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi.
Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber
daya manusia. Namun masih banyak permasalahan bagi bangsa Indonesia, permasalahan
yang timbul tersebut mengakibatkan banyaknya konflik ataupun kekacauan yang terjadi
dimasyarakat.
Gonjang-ganjing ini tidak bisa dibiarkan lebih lanjut karena akan sangat berakibat
buruk bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di negeri ini. Alangkah baiknya bila
permasalah yang seiring waktu terus timbul akhirakhir ini dapat diselesaikan dengan tuntas,
cepat dan transparan agar masyarakat tahu betul posisi dan solusi dari masalah tersebut.
Tetapi apa yang kita lihat akhir-akhir ini? Maraknya adu fisik maraknya percecokan untuk
menyelesaikan masalah yang timbul. Apakah begini kondisi masyarakat kita saat ini? Mudah
marah, terpancing emosi dan tidak mempunyai tenggang rasa. Sebagai warga negara yang
baik hendaknya kita semua sadar akan koridorkoridor yang layak dan patuh kepada hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila, jadi selayaknya semua
permasalahan yang akan mengakibatkan perkelahian dapat dituntaskan dengan baik.
Negara yang harusnya menghargai nilai-nilai keluhuran adat ketimuran, adat yang
sopan santun, ramah kepada semua orang serta kekeluargaan. Berpegang teguh kepada
undang-undang yang berlaku juga merupakan cerminan cinta kita kepada Indonesia. Semoga
permasalah yang ada sekarang ini cepat tuntas dan tidak menjadi bom waktu dimasa
mendatang. Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani asalkan
semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan
dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui.
Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam
mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu masyarakat madani serta
sejarah lahirnya masyarakat madani di indonesia, dan bagaimana posisi masyarakat madani di
indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam perjalanan
politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil Society. Yang
didefenisikan oleh para ahli bahwasanya 6 karagkter dari masyarakat sipil sebagai komonitas
sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga
negara. Istilah “Masyarakat Madani” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara
oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda dengan
masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut mantan
perdana mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan mayarakat yang
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu keinginan individu.
Ia juga mngatakan masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan
kebudayaan (Multicultural), Hubungan timbal balik (Reprocity) dan sikap yang saling memahami
dan menghargai. Anwar Menjelaskan watak masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding
ideas, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian,
kesamaan, musyawarah dan demokratis. Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi
masyaraakat madani adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai
kebijakan bersama. Menurutnya masyarakat madani adalah warga negara bekerja sama
membangun ikatan sosial, jaringan produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara.
Ia juga mengemukakan dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional
yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani lebih
dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat bekwalitas
dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia Norcholish Madjid
istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi untuk menerima
berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
C.Sejarah Singkat Masyarakat Madani
Sejarah Civil Society tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384- 322 SM) yang
mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu
sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal dengan Istilah Koinonia Politeke yaitu
sebuah koonitas politik tempat warga negara dapat terlibat lansung dalam peraturan ekonomi-
politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan Aris Toteles untuk
menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara didalamnya
berkedudukan sama didepan hukum. Yang kemudian mengalami perubahan dengan pengertain
Civil Society yaitu masyarakat sipil diluar dan penyeimbang warga negara.
Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki
pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia mengistilahkan Masyarakat Sipil dengan
societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang mendominasi komonitas yang lain dengan radisi
politik kota sebagai komponen utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada konsep negara kota
(City-state) yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya yang menjelma
menjadi entitas dan teorganisir.
Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan
Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan civil society sebagai lanjutan dari
evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara civil
society mempunyai peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus
memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi
setiap warga negara. Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi
kebebasan dan hak milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut
dan tidak membatasi perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk
memperoleh haknya secara adil dan profesional.
Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society dengan konteks sosial
dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang berdampak pada krisis sosial.
Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil society dalam
kehidupan sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan. Ia yakin
bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sntimen moral yang
menghalangi munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin menguatnya sistem
individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat mewarnai paandangan tenag
civil society waktu itu. Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang
bernama Thomas Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara
bahkan ia dianggap sebagai antitetis negara.
Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk dibatasi. menurut paradigma
ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep negara yang absah menurut
pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian menurutnya civil society adalah ruang
dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentinganya secara bebas dan tanpa paksaan. Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel,
Karl Max (1818-1883), dan Antonio Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society
ialah elemen ideologis keelas dominan.
Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari
negara. Berbeda dengan pandangan paine, Hegel Memandang civil society sebagai kelompok
subordinatif terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik indonesia,
menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi
eropa yang ditandai dengan pelepasan diri dari cengkraman dominasi negara. Selanjutnya hegel
menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdaat tiga entitas sosial : keluarga, masyarakat
sipil, dan negara.
Oleh karena itu civil society harus dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa
kelas. Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks
relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat madani pada
struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagaiPolitical society. Menurutnya civil
society merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam
masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor dalam
proses utama perubahan sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan
oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya mengamati
budaya demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan yang
kuat. Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan berpolitik
warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara. Berbeda
dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai suatu yang
tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil society bersifat otnom dan
memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu menjadikan kekuatan penyeimbang
terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab Gramscian dan Tocquevillian
telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa tengah pada dasawarsa
80-an. Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara terbukti telah melumpuhkan
kehidupan masyarakat sipil. Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran
civil societytocquelville juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo
dengan konsep masyarakat madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat
menenukan unsur-unsur dalam masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam
hubungan anrata unsur-unsur pokok masyarakat madani faktorValuntary sangat menentukan
pola interaksi antara negara dan pasar.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni.
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah
suatu tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga
negara
3. Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan
ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara
kelompok yang berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat
dari ajaran yang benar. Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk
saja , tapi juga menjadi bagian terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4. Kemajemukan
Disebut juga pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus
mengakui dan memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai
dengan sikap ttulus untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang
alamiah dan rahmat tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5. Sosial Keadilan sosial
adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas hak dan
kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik,
pengetahuan, dan pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa indonesia berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan dan penggerakan nasional dalam merebut kemerdekaan.
Selain berperan sebagai organisasi peejuang penegak HAM dan perlawanan terhadap
kekuasaan kolonial. Organisasi berbasis islam seperti syariakat islam (SI), Nahdatul Ulama
(NU), dan muhammdadiyah telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society
yang penting dalam perkembangan masyarakata sipil indonesia. Terdapat strategi yang
ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani yang
bisa terwujud di indonesia.
Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan. Civil Society
atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan, yang
mempunyai ciri-ciri:
5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang
diyakini bersama.
G. Proses Demokratis Menuju Masyarakat Madani
Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran
antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner
merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai
hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.Proses demokratisasi
menuju masyarakat madani merupakan faktor pendrong bgi negara untuk selalu
mengusahakan perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak terjadi kemeosotan demi
kesejahteraan rakyat. Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah,
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang tercermin antara lain dari kemampuan
tenaga-tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society), melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan yang konkret dan terencana dengan matang, serta adanya upaya untuk
mewujudkan dengan sungguh-sungguh. Langkah pertama yang perlu diwujudkan adalah
adanya pemerintahan yang baik (good governance).
Pemerintahan yang baik dalam rangka menuju kepada masyarakat madani adalah
berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu
mengacu pada de- mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi
(pendelegasian wewenang) kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol
oleh masyarakat.
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan
upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah
memiliki kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi
secara efektif dan efisien.
Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup secara madani harus
mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut :
Ditetapkannya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan sebagai tersangka dalam kasus
suap Ketua MK Akil Muchtar membuat kita seperti dihantam palu godam dua kali.
Pertama, ternyata MK tak luput dari praktik kotor ini. Kedua, kita tersadar bahwa Wawan
adalah fenomena gunung es dari buruknya praktik demokrasi kita yang melahirkan dinasti-
dinasti politik. Wawan adalah adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang juga
menjalani pemeriksaan KPK dalam kasus sama.
Dalam sebuah guyon yang populer di kalangan akar rumput, “Banten lebih pas
disebut sebagai sebuah kerajaan daripada provinsi”. Tercatat ada 13 orang sanak famili
Atut mulai dari suami, anak, menantu, adik, hingga ibu tiri yang menjadi pejabat publik
mulai dari anggota legislatif, anggota DPD, hingga wakil bupati. Lebih memprihatinkan
lagi, Banten hanya salah satu dari beberapa kasus atau daerah di mana kue kekuasaan
dibagi-bagi di antara anggota keluarga.
Salah satu amanat Reformasi 1998 ialah pemberantasan segala bentuk nepotisme.
Kita awalnya mengira bahwa dengan demokrasi praktek seperti ini tak lagi terjadi. Sebab
asumsinya, kekuasaan despot di mana penguasa bisa semena-mena menunjuk orang
untuk menempati kursi kekuasan adalah sumber masalah. Nyatanya, praktek demokrasi
di negara kita menghasilkan keluaran yang sama saja. Kita pun tak bisa memungkiri
bahwa secara legal formal tak ada yang salah dengan naiknya keluarga dan kerabat
patron-patron politik tersebut ke kekuasaan. Mereka sama-sama bagian sah dari
demokrasi. Mereka pun mengikuti segala aturan main yang ada dan hak dipilih mereka
ialah bagian dari hak konstitusional. Apalagi jika secara substantif, mereka memang
terpilih berdasar kepantasan kompetensi dan kualitas kepemimpinan. Sampai titik ini
memang tak ada yang salah.
Sungguh miris melihat data ini jika kita mengingat potensi ekonomi Banten
khususnya keunggulan geografis selain kekayaan alam tentunya. Rendahnya kualitas
pelaku politik dinasti disebabkan mereka tidak dipilih berdasarkan kapasitas, integritas, dan
program. Figur-figur tersebut terpilih lebih karena popularitas dan kedekatannya dengan
sang patron. Ditambah lagi oleh posisi mereka dalam status quo yang memungkinkan
mobilisasi sumber daya untuk memenangkan kontes demokrasi.
Kultur kita, menurut Geert Hofstede seorang pakar budaya organisasi, yang salah
satu cirinya adalah ‘jarak kekuasaan yang jauh’ membuat praktek patron-klien seperti ini
tumbuh subur dalam alam demokrasi yang prematur. Dengan demikian, calon-calon
pemimpin yang kompeten dan berintegritas akan sulit untuk bersaing, mereka layu
sebelum berkembang.
Hasil demokrasi semacam apa yang bisa kita harapkan dari pemilih-pemilih yang
mau menjual suaranya dengan 50-100 ribu rupiah karena lapar. Pemimpin semacam apa
yang kita harapkan dapat dihasilkan dari pemilih-pemilih yang sekedar mencoblos gambar
yang paling sering ia lihat di baligo pinggir jalan. Barangkali ada semacam ambang batas
kesejahteraan dan pendidikan tertentu untuk masyarakat agar siap berdemokrasi.kondisi
yang tidak ideal ini harus disikapi. Menurut hemat saya, ada dua pendekatan yang bisa
diperjuangkan. Pertama, inisiatif dari institusi sosial politik dan civil society (masyarakat
madani) dalam rangka mengakselerasi kematangan berdemokrasi. Saya percaya bahwa
tidak semua yang terlibat dalam politik sudah menjadi kotor.
Elemen masyarakat madani seperti pelajar, pers, LSM, dan sebagainya juga harus
makin kreatif dalam mengedukasi masyarakat. Mereka harus mau turun ke bawah ke
lapisan masyarakat marjinal yang selama ini menjadi lumbung suara politik dinasti. Kelas
menengah jangan hanya berani berteriak lantang di sosial media tapi juga aktif di lapangan
dengan agenda-agenda perubahannya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan
masyarakat akan berupa pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan yang
berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Untuk
mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka
kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang
signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang
sedang terjadi di masyarakat sekarang ini.
Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita.
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang
ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan
kesejahteraan umat haruslah berpacu. Selain memahami apa itu masyarakat madani
kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di
Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk
mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh
seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya.
Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam
membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu,
marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
B. SARAN
Melalui makalah ini saya berharap semoga pembahasan mengenai Masyarakat
Madani, sedikit banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu Saya sebagai
penulis mohon ma’af apabila masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
makalah ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk
kesempurnaan dari makalah saya ini.