Anda di halaman 1dari 6

ULANGAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah Antropologi

Oleh : Idham Gima Pramudya (K4418031)

Dosen Pengampu : Isawati, S.Pd., M.A.

SOAL :

1. Jelaskan perkembangan Antropologi dalam Fase Keempat!

2. Jelaskan dan berikan contoh kaitan antara Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan!

3. Jelaskan dan berikan contoh wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat serta hubungan
antara ketiganya!

4.Jelaskan pengertian Folklore dalam arti sempit dan luas!

5.Jelaskan dan berikan contoh bahwa karakteristik Folklore salah satunya adalah pralogis!

JAWABAN :

1. Fase Keempat (Setelah tahun 1930-an)

Selelah tahun 1930-an, Antropologi mendapat perhatian yang sangat luas baik dari
kalangan pemerintah terkait dengan fungsi praktisnya maupun kalangan akademisi. Bagi
kalangan pemerintah, ilmu ini tetap dijadikan ilmu praktis guna memperoleh pemahaman
pemakaian tentang kehidupan dari masyarakat jajahannya. Sedangkan para akademisi lebih
tertarik guna memperoleh pemahaman tentang masyarakat secara umum, yakni keberadaan
masyarakat yang masih sederhana yang dianggap masih primitif (savage) dan keberadaan
masyarakat yang sudah kompleks. Keterkaitan kedua bentuk masyarakat tersebut berguna bagi
kajian tentang perkembangan masyarakat (perubahan sosial), dengan menetapkan bahwa
masyarakat akan berkembang dari yang paling sederhana ke masyarakat yang lebih kompleks.
Pandangan ini dipengaruhi oleh pendekatan evolusi yang pada masa ini sangat kuat
pengaruhnya.

Pada masa ini, antropologi telah menerapkan metode ilmiah dalam mengkaji dan
memperoleh bahan-bahan yang diperlukan guna memperoleh pemahaman tentang kehidupan
masyarakat dan kebudayaannya. Objek penelitian yang diperhatikan juga tidak terbatas pada
masyarakat yang dianggap masih primitif (savage), tetapi telah berkembang dengan
memperhatikan masyarakat atau penduduk pedesaan bukan saja di luar Eropa tetapi juga di
dalam wilayah Eropa sendiri. Perkembangan antropologi sebagai ilmu mengalami babak baru
sejak diadakan simposium internasional yang dihadiri 60 tokoh antropologi (Amerika, Eropa,
dan Uni Soviet) yang berupaya untuk meninjau kembali bahan-bahan etnografi yang telah ada
serta merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari antropologi.

Pada fase ini, antropologi mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan akademis dan tujuan
praktis. Tujuan akademis antropologi adalah untuk memperoleh pemahaman tentang makhluk
manusia pada umumnya dengan mempelajari beragam bentuk fisik, masyarakat, dan
kebudayaannya. Tujuan praktis antropologi adalah mempelajari manusia dan masyarakatnya
yang beraneka ragam tadi untuk keperluan membangun masyarakat yang bersangkutan. Tokoh
penting pada fase keempat ini adalah F. Boas (1858-1942). Ia menjadi seorang tokoh antropologi
Amerika Serikat yang sebelumnya ia adalah seorang pakar geografi Jerman. Boas banyak
mempelajari tentang beragam makhluk manusia, baik dari segi fisik, masyarakat atau pun
kebudayaannya. Tokoh lainnya adalah A.L. Kroeber, R. Benedict, Margaret Mead dan R. Linton.

2. Manusia dalam hidup kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia
adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya
kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia
mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dan
kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan menggunakan
kebudayaan, bahkan kadangkala disadari atau tidak manusia merusak kebudayaan. Hubungan
yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan lebih jauh telah diungkapkan
oleh Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski, yang mengemukakan bahwa cultural
determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. (Selo Soemardjan,1964: 115). Kemudian
Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan yang
berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup. Walaupun manusia yang menjadi
anggota masyarakatnya sudah berganti karena kelahiran dan kematian. Lebih jauh dapat dilihat
dari defenisi yang dikemukakan oleh E.B. Tylor (1971) dalam bukunya Primitive culture:
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan
mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang
normative. Oleh karena itu manusia yang mempelajari kebudayaan dari masyarakat, bisa
membangun kebudayaan (konstruktif) dan bisa juga merusaknya (destruktif).

Contoh konkret bahwa manusia, masyarakat sangat berkaitan dengan kebudayaan yakni
Hubungan yang menunjukan keeratan antara individu , masyarakat dan kebudayaan , adalah
masyarakat adalah sekumpulan individu, dimana tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah
pendukungnya. Pemisahan ketiga pengertian tersebut hanayalah secara teoritis dan untuk
kepentingan analisis, sebab dalam kenyataannya sukar untuk dipisah-pisahkan. Dalam kaitan ini
Selo Soemardjan sebagaimana diikuti Soerjono Soekanto (1990:123) menyatakan bahwa
masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan.

3. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam


tiga wujud, yaitu :

1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba,
dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal
ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan
memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai
sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak
disimpan dalam arsip, tape recorder, komputer. Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah
merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat abstrak.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat. Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena rnenyangkut tindakan dan kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena
dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-- aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan
serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk
perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di
masyarakat. Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat
konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud yang terakhir ini disebut
pula kebudayaan fisik. Dimana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik
(aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan
berupa benda-- benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto yang berujud besar
ataupun kecil. Contohnya : candi Borobudur (besar), baju, dan jarum jahit (kecil), teknik
bangunan Misalnya cara pembuatan tembok dengan pondasi rumah yang berbeda bergantung
pada kondisi. Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang
bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak. ( Koentjaraningrat, 2015 :6)

Hubungan antara ketiga wujud yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat yakni bahwa
ketiga unsur kebudayaan tersebut dalam kehidupan masyarakat tentu tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Kebudayaan ide dan adat istiadat mengatur serta memberikan arah kepada
perbuatan dan karya manusia. Perbuatan dari karya manusia menghasilkan suatu benda benda/
kebudayaan fisiknya, Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu
yang semakin lama akan semakin menjauhi dari lingkungan alamiahnya. ,Lingkungan yang
terbentuk tersebut memengaruhi pola-pola perbuatan manusia, bahkan juga memengaruhi cara
berpikirnya (Koentjaraningrat, 2015 :8)
4. Pengertian Folklore dalam arti sempit

Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk
dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk adalah sekelompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu
sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Pengertian Folklore dalam arti luas

Folklore merupakan sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan secara turun
temurun diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik
dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat/mnemonic device. Menurut Endraswara (2010: 3) kekhasan folklor terletak pada
aspek penyebarannya. Sedangkan, Taylor (Danandjaya, 2003: 31) folklor adalah bahanbahan
yang diwariskan dari tradisi, melalui kata-kata dari mulut-kemulut maupun dari praktik adat
istiadat. Dengan kata lain, folklor pada dasarnya merupakan wujud budaya yang diturunkan dan
atau diwariskan secara turun-temurun secara lisan (oral).

5. Folklor Bersifat Pralogis

Menurut Danandjaya mengenai folklor bersifat pralogis maksudnya adalah mempunyai


logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi
folklor lisan dan sebagian lisan. Memperkuat pendapat di atas, logika tersendiri ini berbeda
dengan logika umum, bahkan terkesan tidak logis, atau di atas daya pikir manusia. Cerita rakyat
zaman dahulu dapat terjadi di luar batas kewajaran manusia, dan hal tersebut umumnya
dipercayai akan kebenarannya meskipun di luar daya pikir manusia.

Contohnya : Mitos di Gunung Slamet di Dusun Bambangan, di Kecamatan Karangreja,


Kabupaten Purbalingga
SUMBER :

1. Danandjaja, James. 1986 . Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Hal : 3-4

2. Danandjaja, James. 1986 . Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Hal : 31

3. Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi I. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

4. Koentjaraningrat. (1982). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

5. Koentjaraningrat (Ed), 1975, Manusia dan Kebudayaan di Indoensia, Jakarta Jambatan.

6. Https://www.kompasiana.com/wildan_habibulloh/54f80387a33311b8048b470f/fasefase-
perkembangan-antropologi

Anda mungkin juga menyukai