Anda di halaman 1dari 136

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMAKA

FARMASI A

KELOMPOK 7

DISUSUN OLEH :

1. Ariffiiana Kusuma Dewi (201510410311020)


2. Fatimah Maulida (201510410311034)
3. Raisa Ulfa (201510410311051)
4. Imanda Karir Fanani (201510410311061)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
LAPORAN 1

PEMBUATAN EKSTRAK RIMPANG Kaempferia galanga (Ekstrak Rimpang Kencur)


Dengan Metode Maserasi Perendaman

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kencur (Kaempferiagalanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh


diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para
petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada didalam
tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Barus, 2009).
Rimpang kencur sudah dikenal luas dimasyarakat baik sebagai bumbu makanan atau
untuk pengobatan, diantaranya adalah batuk, mual, bengkak, bisul, dan jamur. Selain itu
minuman beras kencur berkhasiat untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk
angin, dan kelelahan, dengan dicampur minyak kelapa atau alkohol digunakan untuk
mengurut kaki keseleo atau mengencangkan urat kaki. Komponen yang terkandung
didalamnya antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Tanaman ini
termasuk kelas monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae dan, marga
Kaempferia (Winarto, 2007).
Kencur diketahui memiliki kandungan kimia seperti saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak atsiri. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi ekstrak kencur
sebagai obat herbal, salah satunya adalah antifungal. Penelitian modern lainnya juga
membuktikan bahwa kandungan kimia di dalam rimpang kencur memiliki banyak manfaat,
seperti kemampuannya sebagai substansi antiinflamasi, antialergi, dan analgesik. Minyak atsiri
didalam rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-metoksisinamat yang banyak
digunakan didalam industry kosmetika dan dimanfaatkan sebagai obat asma dan anti jamur.
Banyaknya manfaat kencur memungkinkan pengembangan pembudidayaannya dilakukan secara
intensif yang disesuaikan dengan produk akhir yang diinginkan. (Winarto, 2007). Oleh karena
itu pada praktikum ini dilakukan pembuatan ekstraksi rimpang kencur (Kaempferia galanga)
dengan metode maserasi perendaman.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan praktikum kali ini adalah :
- Mahasiswa dapat memahami bagaimana prisip dasar dan tekhnik isolasi senyawa Etil
Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari rimpang kencur (Kaempferia galanga) dengan
metode maserasi
- Mahasiswa dapat memahami perbedaan metode ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia
galanga)
1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka manfaat praktikum kali ini adalah :
- Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia galanga) dengan
metode maserasi
- Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan cara baik dan benar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Rimpang Kencur


Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh
diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para
petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan
adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau
rizoma (Soeprapto,1986).
- Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Tanaman Kencur

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Up Family : Zingiberoidae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galangal

2.2 Kandungan Kimia dari Kencur

Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) paraffin
Gambar 2. Kandungan kimia rimpang kencur

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama


dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain
minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol,
sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang
merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah, 1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang di peroleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian dan sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang
kencur ini dapat diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap
makanan minuman dan obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit
rimpang atau daun kencur sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam
pembuatan gado-gado, pecal dan urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras
kemudian diseduh dengan air masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan
sebagai minuman. Minuman ini berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah
diperiksa dipabrik-pabrik berupa minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan
untuk meramu obat-obatan tradisional yang sudah banyak di produksi oleh pabrik-pabrik
jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain untuk
menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa
juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur
disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini, 1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil p-
metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau
penuaan jaringan kulit (Rosita,2006).

2.3 Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga

Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna dimana teknik
pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut atau lebih yang
saling bercampur. Pada umumnya, zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit
larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain (Harbone, 1987).

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Tim Dosen, 2018)

Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Ekstrak cair : ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)


2. Semi solid : ekstrak kental (Extracta Spissa)
3. Kering : ekstrak kering (Extracta Sicca)

Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu :

1. Ektraksi dengan menggunakan pelarut


a. Cara dingin : Maserasi, Perkolasi
b. Cara panas : Refluks, Soxhlet, Digesti, Infus, Dekok.
2. Ekstraksi dengan menggunakan uap (Destilasi uap)
3. Metode lain : ekstraksi berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi
ultrasonic, ekstraksi energy listrik. (Tim Dosen, 2018)

a. Metode Maserasi

Maserasi adalah pemisahan zat target dengan zat sisa menggunakan prinsip sifat
polaritas dimana akan ada pelarut yang sifat polaritasnya sesuai dengan zat target. Maserasi
merupakan metode yang paling sederhana dalam pemisahan zat, yaitu dengan cara merendam
bahan alam yang telah dikeringkan dalam suatu campuran pelarut (Pratiwi,2009)

Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan secara praktis serta
menggunakan alat dan bahan sederhana serta dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah
banyak. Selain itu, senyawa dalam simplisia relatif terhindar dari perubahan kimia oleh
senyawa-senyawa atau adanya pemanasan (Pratiwi,2009)
Pada ekstraksi dengan metode maserasi, bahan diekstraksi langsung sesuai dengan
jam yang telah ditentukan, kemudian disaring dan pelarutnya diuapkan dengan rotary
evaporator hingga tidak terdapat pelarut yang menetes

b. Metode Maserasi Kinetika

Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan


diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga
dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sebesar-
besarnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Penggunaan mesin pengaduk
yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24
jam (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986).

Salah satu unsur dalam maserasi adalah pengadukan. Pada alat maserasi orbital
shaker pengadukan memiliki satuan rpm (kecepatan putar). Selain itu, unsur lain yang
berperan dalam proses maserasi ini adalah waktu. Diharapkan semakin lama sejumlah
simplisia dimaserasi maka ekstrak yang didapat semakin banyak. Namun demikian waktu
tetap perlu dibatasi, karena menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI
(1986) apabila terlalu lama simplisia tersebut akan ditumbuhi mikroorganisme

c. Metode Maserasi Ultrasonik

Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi difasilitasi dengan
menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz). Ekstrak ditempatkan dalam botol.
Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk menginduksi
mekanik pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan seluler meningkat
pelarutan metabolit dalam ekstraksi pelarut dan meningkatkan hasil. Efisiensi ekstraksi
tergantung pada frekuensi instrumen, dan panjang dan suhu sonikasi. Ultrasonication adalah
jarang diterapkan untuk ekstraksi skala besar; itu adalah sebagian besar digunakan untuk
awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan. Hal ini umumnya diterapkan untuk memfasilitasi
ekstraksi metabolit intraseluler dari kultur sel tanaman. Penggunaan ultrasonik pada dasarnya
menggunakan prinsip dasar yaitu dengan dengan mengamati sifat akustik gelombang
ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat,
medium yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran akan memberikan pengadukan
yang intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara
bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan proses ektraksi
Keuntungan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:
a. Mempercepat waktu ekstraksi
b. Lebih efisien dalam penggunaan pelarut.
c. Tidak ada kemungkinan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi menguap sampai
kering.Berbeda halnya apabila menggunakan hot plate, terutama apabila menggunakan
sedikit pelarut dalam proses peleburan atau pelarutan.
d. Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan
pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang digunakan.
e. Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai (misalnya
tepung kedelai atau yg dihilangkan lemak) atau bibit minyak lainnya.
Kekurangan dari metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:
a. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena relatif mahal.
b. Membutuhkan curing pada prosesnya.

d. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok
dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati kolom. Serbuk simplisia dimasukkan
kedalam perkolator, dengan cara mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah
melalui celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam molom. Pembaharuan
bahan pelarut secara terus-menerus sehingga memungkinkan berlangsungnya maserasi
bertingkat. Kekurangan dari metode ini adalah tidak boleh digunakan pada ekstrak yang
mengandung bahan yang bisa mengembang atau pati/amylum (Ansel, 1989).

Kecuali dinyatakan lain, metode perkolasi dilakukan sebagai berikut: Basahi 10


bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian
sampai 5 bagian penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3
jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-
hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas
simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.
Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan
penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan diatas simplisia, hingga diperoleh
80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan kedalam perkolat, tambahkan
cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam sebuah
bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan
atau saring. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih
dari 500C hingga konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair, 0,8 bagian
perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian, campur
dengan perkolat pertama. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol, dapat juga
dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas (BPOM RI, 2010).

e. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam simplisia dengan
pelarut / solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut yang menguap sebagian
akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam campuran simplisia kembali, dan
sebagian ada yang menguap (Depkes RI, 2000).

f. Soxhlet

Cara pembuatan ekstrak dengan metode soxhletasi dilakukan sebagai berikut: Bahan
yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas atau karbon)
dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (percolator). Wadah gelas
yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik
dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap
dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi didalamnya,
menetes ke atas bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian
zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelatur murni berikutnya
(Voight, 1984).

BAB III

PROSEDUR KERJA

Alat dan bahan

Alat :
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Gelas ukur
- Aluminium foil
- Timbangan analitik
- Sudip
- Batang pengaduk
- Loyang
- Rotavapor

Bahan :
- Serbuk rimpang kencur
- Etanol 96%
- Cab-o-sil
a. Metode Maserasi

Masukkan ke bejana maserasi Tambahkan 1000ml etanol 96%, aduk


Timbang 400g serbuk rimpang kencur

Hasil, ditambah 600ml etanol 96%, aduk


Tutup bejana dengan alumunium, diamkan selama 24 jam, hasil disaring

Diamkan selama 24jam, hasil disaring


Tampung filtrat Residu ditambah 1200ml etanol 96%

Diamkan selama 24jam, hasil disaring


Residu ditambah 1200ml etanol 96% Tampung filtrat

Filtrat yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml


Ratakan ekstrak kedalam loyang
Tampung filtrat

n semalam ( sampai kering ), homogenkan dan simpan dalam wadah serta beri label identitas
Taburkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata

Prosedur Kerja
1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahakan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi.
3. Hasil no. 2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutu bagian
mulut bejana dengan alumunium, dan diamkan selama 24jam.
4. Hasil maserasi no. 2 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kebali maserasi dengan
1200ml etaol 96% pada residu selama 24 jam.
5. Disaring hasil maserasi no. 3. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan
1200ml etanol pada residu selama 24 jam.
6. Disaring kembali maserasi no.4. kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu peguapan
dengan penurunan tekanan higga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Ekmudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)
11. Berikan label identitas pada wadah.

2. Metode Maserasi Kinetika

Masukkan ke bejana maserasiTambahkan 1000ml etanol 96%, aduk


Timbang 400g serbuk rimpang kencur

Tutup bejana dengan alumunium, aduk pada kecepatan tertentu selamaHasil,


2jam,ditambah
saring 600ml etanol 96%, aduk

Aduk pada kecepatan tertentu selama 2jam, saring


Tampung filtrat Residu ditambah 1200ml etanol 96%

Aduk pada kecepatan tertentu selama 2jam, saring


Residu ditambah 1200ml etanol 96%Saring dan tampung filtrat

Ratakan ekstrak kedalam loyang


Filtrat yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml
Saring dan tampung filtrat

mkan selama semalam. Homogenkan dan simpan dalm wadahTaburkan


serta bericab-o-sil
label identitas
sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata

Prosedur Kerja
1. Ditimbang 400 serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahkan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi
3. Hasil no. 2 ditambhakan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutup bagian
mulut bejana dengan alumunium, lakukan pengadukan pada kecepatan tertentu
( semua serbuk simplisia teraduk ) selama 2 jam ( catat kecepatan yang digunakan )
4. Hasil maserasu pada no. 2 disaring. Tamung fltrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang
sama ( perlakuan no. 3 )
5. Hasil maserasi pada no. 3 disarng. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang
sama ( perlakuan no. 3 )
6. Disaring kembali maserasi no.4. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Keliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan
dengan penutunan tekanan hingga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).
11. Berikan label identitas pada wadah.
b. Metode Maserasi Ultrasonik

Masukkan ke bejana maserasi Ulangi sebanyak 7 kali


Timbang 50g serbuk rimpang kencur

Hasil, tutup mulut bejana dengan alumunium, masukkan ke bejana


Ditambah ultrasonik
200ml etanol 96% pada masing – masing bejana , aduk

Masing – masing residu ditambah 200ml etanol 96%


Hasil disaring dan tampung filtrat
Getarkan selama 15menit

Masing – masing residu ditambah 200ml etanol 96%


Hasil disaring dan tampung filtrat Getarkan selama 15menit

Hasil disaring dan kumpulkan semua


Filtrat
filtrat
yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml
Getarkan selama 15menit

mkan selama semalam. Homogenkan dan simpan dalam wadah


Taburkan serta
cab-o-sil beri label
sebanyak identitas
5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata
Ratakan ekstrak kedalam loyang

Prosedur Kerja
1. Ditimbang 50 g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi
(Erlenmeyer 250 ml).
2. Ulangi perlakuan no. 1 sebanyak 7 kali.
3. Ditambahkan 200 ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi (8
erlenmeyer), aduk sampai serbuk terbasahi.
4. Hasil no. 3 tutup bagian mulut bejana dengan aluminium, masukkan dalam bejana
ultrasonic, dan digetarkan selama 15 menit. (catat getaran ultrasonik yang
digunakan).
5. Hasil maserasi pada no. 4 disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan
kembali maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada masing-
masing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4).
6. Hasil maserasi pada no. 5 disaring. Tamping filtrate dan lakukan kembali maserasi
dengan getaran ultrasonic dengan 200 ml etanol 96% pada masing-masing residu (8
erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4).
7. Disaring kembali maserasi no 6. Kumpulkan semua filtrate menjadi satu.
8. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400 ml.
9. Filtrate yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan
dengan penurunan tekanan hingga volume tersisa ± 400 ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada Loyang.
10. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20 g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
11. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).Berikan label identitas
pada wadah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Gambar 3. Proses Penyaringan Pembuatan Gambar 4. Proses Pemekatan Pembuatan
ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia
galanga) dengan metode maserasi galanga) dengan metode maserasi
perendaman. perendaman.

Gambar 5. Proses Pengeringan Pembuatan


ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia
galanga) dengan metode maserasi
perendaman.
PEMBAHASAN
Ekstraksi adalah pemisahan dari kandungan senyawa yang dibutuhkan di dalam
bahan tanaman dengan menggunakan pelarut. Dalam kasus tanaman obat, prosedur
ekstraksi terbagi menjadi dua kategori (Paroda, 1993). Pertama adalah dimana hasil
ekstraksi cukup untuk mencapai batas yang ditetapkan dalam ekuilibrium konsentrasi
antara komponen obat dan solusinya. Misalnya, tincture, rebusan, teh, dll. Kedua, apabila
perlu untuk mengekstrak obat tersebut sampai habis, misal, sampai semua bahan pelarut
yang diekstrak dikeluarkan oleh pelarut. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair
dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, etanol, atau campuran
etanol dan air. Penyarian simplisia dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau
penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan
dengan cara maserasi atau perkolasi (Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5).
Pada praktikum kali ini, kami menggunakan metode maserasi. Metode maserasi
sendiri terbagi menjadi 3, yaitu maserasi konvensional yang dilakukan secara sederhana
dengan perendaman ekstrak dalam 24 jam, maserasi kinetika yaitu dengan pengadukan,
dan maserasi ultrasonic . Metode maserasi ini baik untuk bahan uji (ekstrak Kaempferia
galanga) yang tidak tahan pemanasan.

Pada praktikum kali ini, kelompok kami membuat ekstrak rimpang kencur
(Kaemferia galanga) dengan metode maserasi konvensional atau maserasi perendaman
yang dilakukan dengan cara perendaman ekstrak selama 24jam. Metode ini tidak
memerlukan pemanasan sehingga dapat digunakan untuk ekstrak yang mengandung
minyak atsiri seperti kencur. Pelarut ekstraksi yang digunakan adalah etanol karena
etanol dapat menarik zat-zat pada ekstrak baik yang polar maupun non polar. Waktu
yang dibutuhkan untuk ekstraksi yaitu 3 hari agar zat-zat yang ada pada serbuk kencur
tertarik secara maksimal, dengan cara cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam sel yang penuh zat aktif. Karena adanya pertemuan antara zat aktif dan
penyari itulah terjadilah proses pelarutan dimana zat aktif akan larut dalam penyari,
sehingga penyari yang berada di luar sel yang belum terisi zat aktif akan terjadi difusi
karena adanya perbedaan konsentrasi zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel. Larutan
yang terpekat akan di desak keluar untuk mencapai keseimbangan konsentrasi (jenuh).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai.
Setelah proses ektraksi selesai, kemudian ekstrak dipekatkan dengan rotavapor
sampai 400ml. Tujuannya untuk memisahkan pelarut yang mudah menguap maupun
tidak dengan ekstrak tersebut. Kemudian ekstrak dituang ke loyang dan ditaburi cab-o-sil
sebanyak 5% dar berat serbuk. Cab-o-sil bertujuan sebagai eksipien (bahan tambahan)
agar ekstrak membentuk sediaan yang lebih baik. Hasil rendemen kelompok kami 8,47%.
Jumlah memenuhi syarat di Farmakope Herbal yaitu tidak kurang dari 8,3%. Berat
ekstrak kelompok kami adalah 53,88 gram.
Jika dibandingkan dengan % rendemen kelompok maserasi kinetika pada
kelompok 2,4, dan 8 yaitu 9.45%, 8.73%, 7.87%, kelompok dengan maserasi kinetika
memiliki % rendemen lebih besar daripada kelompok dengan maserasi konvensional atau
perendaman. Itu terjadi karena maserasi kinetika dilakukan dengan cara pengadukan
pada kecepatan tertentu selama 2 jam, diaduk sebanyak 3x sehingga zat yang tertarik
pada pelarut lebih banyak.
Kelompok dengan maserasi konvensional atau perendaman lain yaitu kelompok
1, 3, 5, 6 diperoleh % rendemennya 8.90%, 8.40%, 8.84%, 7.73%. Kelompok lain juga
sudah memebuhi persyaratan di Farmakope Herbal kecuali kelompok 6. Itu bisa terjadi
karena banyak ekstrak yang tertinggal pada saat ekstraksi karena pembersihan kurang.
Maserasi dengan ultrasonik di kelas kami tidak dilakukan dikarenakan alatnya rusak.

PERHITUNGAN
Berat ekstrak : 400 gram
Berat cab-o-sil : 20 gram
(53.88 g−20 g)
% rendemen : x 100 %
400 g
33.88 g
= x 100 %
400 g
= 8.47%

1 (P) 2 (K) 3 (P) 4 (K) 5 (P) 6 (P) 7 (P) 8 (K) 9 (P)


8.90% 9.45% 8.40% 8.73% 8.84% 7.73% 8.47% 7.87% 9.05%

BAB V
KESIMPULAN
Proses pembuatan ekstrak rimpang kencur (Kaemferia galanga) dengan metode maserasi
konvensioanl atau perendaman kelompok 7 diperoleh hasil % rendemen 8.47%. Itu berarti telah
memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Herbal tidak kurang dari 8.3%.
Daftar Pustaka

Barus R, 2009, Amidasi p-metoksinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galangal, L)
[Tesis], Sumatera Utara, Program Pascasarjana USU.
Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153, Jakarta,
Karyasari Herba Media.
Soeparto. S.1986. Jamu Jawa Asli. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Rosita. S. M. D. O. Rostiana dan W. Haryudin.2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga
Linn) Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan
obat Indonesia XXVIII
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi
sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya
Jani.1993.Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang
Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya
Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta
Pratiwi, Endah. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi
dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis
paniculata (burm.f.) Nees). Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta: UI-Press.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 561, 577, diterjemahkan
oleh Soewandi, N. S., dan Widianto, B. M., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
LAPORAN 2

PENENTUAN PARAMETER MUTU EKSTRAK Kaempferia galangal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ekstrak sebagai hasil atau produk proses iptek kefarmasian yang selanjutnya diberi
landasan iptek kedokteran. sebenarnya dapat dipandang juga sebagai inovator dan motivator
iptek pertanian. Produk hasil pertanian tumbuhan obat tidak saja menjadi dan sampai pada
bentuk simplisia, namun juga sampai pada bentuk ekstrak sebagai komoditi agrobisnis,
melalui industri ekstrak. Untuk mencapai suatu ekstrak yang dikehendaki sebagai produk
unggulan, tentu saja selanjutnya memacu iptek pertanian untuk meneliti dan
mengembangkan konsep tumbuhan obat unggulan, sebagai bahan baku ekstrak (Depkes RI,
2000 ).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung
senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,
protein dan lain-lain.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia
yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa senyawa tersebut
terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, danderajat keasaman. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh
pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang
keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu
diserbuk sampai halus. Disamping memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia
harus juga diperhatikan senyawasenyawa lain yang terdapat dalam simplisia seperti protein,
karbohidrat, lemak dan gula, karena senyawa ihi akan mempengaruhi tingkat kejenuhan
pelarut sehingga akan berpengaruh pula pada proses pelarutan senyawa aktif. Keajegan kadar
senyawa aktif merupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu setiap
ekstrak harus distandardisasi (Depkes RI, 2000 ).
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur dan
cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian,
mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan
(batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak
terdiri dari berbagai paramater standar umum dan parameter standar spesifik. Pemerintah
melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta mel1ndungi konsumen untuk tegaknya
trilogi "mutu-keamanan-manfaat". Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin
bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan (ajeg) dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu(Depkes RI,
2000 ).
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan parameter standar mutu ekstrak Kaempferia galanga.

1.3 Manfaat
Diharapkan laporan ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca mengenai
penentuan parameter mutu ekstrak Kaempferia galanga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi tanaman kencur

Kencur ( Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon – empon/ tanaman obat
yang tergolong dalam suku temu – temuan ( Zingiberaceae ). Rimpang atau rizoma tanaman
ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan.
Kencur ( Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh
diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para
petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada
didalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rhizoma ( Barus, 2009 ).
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan
jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau
sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan
lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang tulang induk
daun yang nyata (Backer,1986).
Sistematika dan klasifikasi tanaman kencur (Rukmana, 1994)
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaemferia galanga L.

Bagian yang sering digunakan adalah rimpangnya yang mempunyai aroma yang sangat
khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis zingiberaceae lain kencur
banyakl digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional, seperti obat batuk, disentri, mask
angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain – lain. Kandungan kimia dari rimpang
kencur adalah pati, mineral, flavanoid, alkaloid, dan minyak atsiri di dalam rimpang kencur
banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai antijamr ataupun anti
bakteri ( Ketaren, 1985 ).
2.2 Kandungan Kimia dari Kencur

Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) parafin

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol, sineol,
penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan
senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).

Menurut Geuenther ( 1987 ), komponen minyak atsiri digolongkan menjadi 4 kelompok


besar, yaitu terpen yang ada hubngannya dengan isopren, persenyawaan berantai lurus tidak
mengandung rantai cabang, turunan benzena dan bermacam – macam persenyawaan lain,
msalnya turunan alkohol aldehid keton contohnya

a. Alkohol : lenoleol, borneol, sineol, uegenol, fenol, etil alkohol

b. Aldehid : benzaldehid, anisaldehid, sennamaldhid, setral

c. Keton : kamfor, methon, asetofenon, periperiton


2.3 PARAMETER DAN METODE UJI EKSTRAK

A. PARAMETER NON SPESIFIK

1. SUSUT PENGERINGAN DAN BOBOT JENIS


1. PARAMETER SUSUT PENGERINGAN
PENGERTIAN DAN PRINSIP Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang
dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN Memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan(Depkes RI, 2000 ).
NILAI Minimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2g dan dirnasukkan ke dalam
botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C
selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol
timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5
mm sampai 1 O mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan
dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap.
Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam
eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan,
ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan
disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silika tersebut secara rata dengan
ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot
tetap(Depkes RI, 2000 ).
2. PARAMETER BOBOT JENIS
PENGERTIAN DAN PRINSIP Adalah masa per satuan volume pada suhu
kamartertentu(25°C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometeratau alat lainnya
(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
- Memberikan batasan tentang besarnya masa per satuanvolume yang merupakan
parameter khusus ekstrak cairsampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.
- Memberikan gambaran kandungan kimia terlarut(Depkes RI, 2000 ).
NILAI Minimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot
piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C. Atur hingga suhu
ekstrak cair lebih kurang 20°C, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer
yang telah diisi hingga suhu 25°C, buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak
dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C(Depkes RI, 2000 ).
3. KADAR AIR
PARAMETER KADAR AIR :
PENGERTIAN DAN PRINSIP Pengukurankandungan air yang berada di dalam bahan,
dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetri(Depkes
RI, 2000 ).
TUJUAN Memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Cara Titrasi
Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air, hingga harus dilindungi dari
pengaruh kelembaban udara.Pereaksi Karl Fischer disimpan dalam botol yang
diperlengkapi dengan buret otomatik. Untuk melindungi dari pengaruh kelembaban
udara, buret dilengkapidengan tabung pengering. Labu titrasi kapasitaslebih kurang 60
ml, dilengkapi dengan 2 elektroda platina, sebuah pipa pengalir nitrogen, sebuah sumbat
berlubang untuk ujung buret dan sebuah tabung pengering. Zat yang
diperiksadimasukkan ke dalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa
samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen
yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiridari
baterai kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variabel lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian rupa sehingga arus utama yang cocok
yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setelah
setiap kali penambahan pereaksi Karl Fischer, penunjuk mikroammeter menyimpangakan
tetapi segera kembali ke kedudukansemula. Padatitik akhir, penyimpangan akan tetap
selama waktu
yang lebih lama. Untuk senyawa-senyawa yang melepaskan air secara perlahan-lahan,
maka pada umumnya dilakukan titrasi tidak langsung. Kecuali dinyatakan lain dalam
monografi maka penetapan kadar air dilakukan dengan titrasi langsung(Depkes RI,
2000 ).
Cara penetapan
Titrasi langsung
Kecuali dinyatakan lain, masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi.
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat
sejumlah zat yang ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 10 mg sampai 50
mg air, ke dalam labu titrasi, aduk selama 1 menit. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer
yang telah diketahui kesetaraan airnya. Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus :
VxF
V adalah volume pereaksi Karl Fischer pada titrasi kedua, F adalah faktor kesetaraan air
(Depkes RI, 2000 ).
Titrasi tidak langsung
Masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi
dari Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat yang
ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 1 O mg sampai 50 mg air, campur.
Tambahkan pereaksi Karl Fischer berlebihan dan yang diukur saksama, biarkan selama
beberapawaktu hingga reaksi sempurna. Titrasi kelebihan pereaksi dengan larutan baku
air-metanol. Hitung jumlah dalam mg, air, dengan
rumus :
FV1 -aV2
F adalah faktor kesetaraan air pereaksi Karl Fischer, V1 adalah volume dalarn ml
pereaksi Karl Fischer yang diukur saksama, a adalah kadar air dalam mg tiap ml dari
larutan baku air-metanol dan V2 adalah volume dalam ml larutan baku air-
metanol(Depkes RI, 2000 ).
Pereaksi
Pereaksi Karl-Fischer.
Larutkan 63 g jodium P dalam 100 ml piridina mutlak P, dinginkan dalam es, alirkan
belerang dioksida P hingga bobot bertambah 32,3 g sambil dilindungi dari pengaruh
kelembaban udara. Tambahkan metanol mutlak P secukupnya hingga 500 ml, biarkan
selama 24 jam. Lakukan pembakuan sebagai berikut:
Masukkan lebih kurang 20 ml metanol mutlak P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan
pereaksi Karl Fischer tanpa mencatat volume yang digunakan. Masukkan air yang
ditimbang saksama sejumlah yang cocok. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Hitung
kesetaraan air dalam mg tiap ml pereaksi. Pereaksi Karl Fischer harus dibakukan segera
sebelum digunakan. Pereaksi Karl Fischer harus disimpan di lemari pendingin pada suhu
antara 2°C dan 8°C, terlindung dari cahaya, 1 ml pereaksi Karl Fischer segar setara
dengan lebih kurang 5 mg air.(Depkes RI, 2000 ).
Larutan baku air-metanol
Encerkan 2 ml air dengan metanol P secukupnya hingga 1.000,0 ml. Titrasi 25,0 ml
larutan dengan pereaksi Karl Fischer. Hitung kadar air dalam mg tiap ml dengan rumus:
VF
. 25
V adalah volume dalam ml pereaksi Karl Fischer, F adalah faktor kesetaraan air. Ekstrak
yang sulit diaduk seperti ekstrak kental tidak dapat
ditetapkan dengan cara ini (Depkes RI, 2000 ).
(2) Cara destilasi
Alat
Sebuah labu 500 ml (A) dihubungkan dengan pendingin air batik (C) dengan pertolongan
alat penampung (B). Tabung penerima 5 ml (E), berskala 0, 1 ml. Pemanas yang
digunakan sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak.
Bagian atas labu tabung penyambung (D) sebaiknya dibungkus dengan asbes (Depkes RI,
2000 ).
Pereaksi
Toluen. Sejumlah toluen P, kocok dengan sedikit air, biarkan memisah, buang lapisan air
suling (Depkes RI, 2000 ).
Cara penetapan
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilasi dengan air,
keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering masukkan sejumlah ekstrak
yang ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Jika
ekstrak berupa ekstrak kental. timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran
yang sesuai dengan leher labu. Untuk ekstrak yang dapat menyebabkan gejolak
mendadak, tarnbahkan pasir kering yang telah dicuci secukupnya hingga mencukupi
dasar labu atau sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 100 mm yang salah satu
ujungnya tertutup. Masukkan lebih kurang 200 ml toluen ke dalam labu, hubungkan alat.
Tuang toluen ke dalam tabung penerima (R) melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-
hati selama 15 menit. Setelah toluen mural mendidih, suling dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan
penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam
pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan
pada sebuah kawat temoaga dan lebih dibasahi dengan toluen. Lanjutkan penyulingan
selama 5 menit. Biarkan tabung penerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air
yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada
sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan
toluen memisah sempurna, baca volumeair. Hitung kadar air dalam persen (Depkes RI,
2000 ).
(3) Metode Gravimetri
Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang telah
ditara. Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan
dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-
turuttidak lebih dari 0,25%. Penetapan kadar air dengan metode ini tidak sesuai untuk
ekstrak yang mempunyai kandungan minyak atsiri tinggi. Dalam hal demikian metode ini
lebih tepat disebut penetapan susut pengeringan (Depkes RI, 2000 ).
4. KADAR ABU
PARAMETER KADAR ABU
PENGERTIAN DAN PRINSIP Bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawaorganik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN Memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal
dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Penetapan Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang saksama,
dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa
kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000 ).
(2) Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer
P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus
kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot
tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000 ).
5. SISA PELARUT
PARAMETER SISA PELARUT
PENGERTIANDAN PRINSIPMenentukan kandungan sisa pelarut tertentu
(yangmemang ditambahkan) yang secara umum dengankromatografi gas. Untuk ekstrak
cair berarti kandunganpelarutnya, misalnya kadar alkohol(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang
memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah
pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Maksimal yang diperbolehkan, namun dalam hal pelarut berbahaya seperti kloroform
nilai harus negatif sesuai batas deteksi instrumen. Terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Cara Destilasi (Penetapan Kadar Etanol) Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi, lakukanpenetapan dengan cara destilasi. Cara ini sesuai untuk
penetapansebagian besar ekstrak cair dan tingtura asalkan kapasitas labudestilasi cukup
(umumnya 2 sampai 4 kali cairan yang akandipanaskan) dan kecepatan destilasi diatur
sedemikian sehingga
diperoleh destilat yang jernih. Destilat yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan
menggunakan talk P atau kalsium karbonat P, saring, setelah itu suhu filtrat diatur dan
kandungan etanol ditetapkan dari bobot jenis. Lakukan semua pekerjaan dengan hati-hati
untuk mengurangi kehilangan etanol oleh penguapan. Untuk mencegah buih yang
mengganggu dalam cairan selama destilasi. tambahkan asam kuat seperti asam fosfat P,
asam sulfat P atau asam tanat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium klorida P
sedikit berlebih, atau sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi. Cegah
gejolak selama destilasi dengan penambahan keping - keping berpori dari bahan yang
tidak larut seperti silikon karbida P, atau manik-manik. Cara untuk cairan yang
diperkirakan mengandung etanol 30% atau kurang. Pipet tidak kurang dari 25 ml cairan
uji ke dalam alat destilasi yang sesuai, catatdestilasi hingga diperoleh destilat lebih
kurang 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji yang dipipet. Atur suhu destilat hingga
sama dengan suhu pada waktu pemipetan. Tambahkan air secukupnya hingga volume
sama dengan volume cairan uji. Destilatjemih atau keruh lemah dan hanya mengandung
lebih dari sesepora sisa zat mudah menguap lainnya. Tetapkan bobot jenis
cairan pada suhu 25°C seperti yang tertera pada Penetapan Bobot Jenis. Hitung
persentase dalam volume dari etanol dalam cairan menggunakan Tabel Bobot Jenis dan
Kadar Etanol. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol lebih dari 30%,
lakukan menurut cara di atas, lebih kurang dua kali volume cairan uji. Kumpulkan
destilat hingga lebih kurang 2 ml lebih kecil dari dua kali volume cairan uji yang dipipet,
atur suhu sama dengan cairan uji (Depkes RI, 2000 ).
Tambahkanair secukupnya hinggavolume dua kali volume cairan uji yang dipipet,
campur, dan tetapkan bobot jenis. Kadar etanol dalam volume destilat, sama dengan
setengah kadar etanol dalam cairan uji etanol atau kurang. Pipet 25 ml cairan uji,
masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan air volume sama. Jenuhkan campuran
dengan natrium klorida P, tambahkan 25 ml heksana P dan kocok untuk mengekstraksi
zat mudah menguap lain yang mengganggu. Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong
pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 ml heksana P. Ekstraksi
kumpulan larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 ml larutan jenuh natrium
klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga sejumlah volume
mendekati volume cairan uji semula. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol
lebih dari 50% encerkan cairan uji dengan air hingga kadar etanol lebih kurang 25%,
kemudian lanjutkan menurut cara di atas mulai dari "Jenuhkan campuran dengan natrium
klorida P. Jika hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan hasil destilasi keruh,
perlakuan dengan pelarut heksana P seperti di atas tidak dilakukan,destilat dapat
dijemihkan dan dapat digunakan untuk penetapan bobot jenis dengan mengocok dengan
heksana P lebih kurang seperlima bagian volume atau dengan penyaringan melalui
lapisan tipis talk (Depkes RI, 2000 ).
(2) Cara KromatografiGas-Cair
Alat kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dankolom kaca 1,8 m X
4 mm berisi fase diam 53 dengan ukuran partikel 100 mesh hingga 120 mesh. Gunakan
nitrogen P atau helium Psebagaigas pembawa. Sebelum digunakan kondisikan kolom
semalam padasuhu 235°C alirkan gas pembawa dengan laju aliran lambat. Aturaliran gas
pembawa dan suhu (lebih kurang 120°C) sehingga bakuinternal asetonitril tereluasi
dalam waktu 5 menit sampai 10 menit(Depkes RI, 2000 ).
Larutan
Larutan baku I. Encerkan 5,0 ml etanol mutlak P dengan air hingga250,0 ml.Larutan
baku internal. Encerkan 5,0 ml asetonitril P dengan air hinggakadar etanol lebih kurang
2% v/v.
Larutan uji II. Pipet masing-masing 10 ml larutan uji I dan larutanbaku internal ke dalam
labu tentukur 100 ml, encerkan dengan airsampai tanda,
Larutan baku II. Pipet masing-masing 10 ml larutan baku I dan larutanbaku internal ke
dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan airsampai tanda.
Prosedur. Suntikkan masing-masing 2 kali, lebih kurang 0,5 ml larutanuji II dan larutan
baku II ke dalam kromatograf. rekam kromatogram dan tetapkan perbandingan respons
puncak. Hitung persentase etanol dalam contoh dengan rumus:

D adalah faktor pengenceran larutan uji I; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan


respons puncak etanol dan asetonitril dalamlarutan uji II dan larutan baku II.
Uji kesesuaian sistem. Pada kromatogram yang sesuai , faktor resolusi, R, tidak kurang
dari 2, dan simpangan baku relatif perbandingan respons puncak etanol dan baku internal
pada enam kali penyuntikan ulang larutan baku II tidak lebih dari 4,0%. Faktor ikutan
puncak etanol tidak lebih dari 1,5 (Depkes RI, 2000 ).
6. RESIDU PESTISIDA
PARAMETER SISA PESTISIDA
PENGERTIAN DAN PRINSIP Menentukan kandungan sisa pestisida yang
mungkin sajapernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahansimplisia
pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000 ).
TUJUANMemberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandungpestisida melebihi
nilai yang ditetapkan karenaberbahaya (toksik) bagi kesehatan(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan.Terkait dengan kontaminasi sisa
pertanian(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Berdasarkan besamya frekuensi penggunaan pestisida di Indonesia danpersyaratan
yang sering diminta oleh importir luar negeri terhadap eksporbahan obat tradisional,
maka metode analisis yang digunakan adalahuntuk multiresidu pestisida organoklor
dan organofosfat menurutMetode Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian
dari KomisiPestisida Departemen Pertanian 1997 (Lampiran 4) dengan
modifikasisebagai berikut:
(1) Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang bersifat non polar
relatif kecil seperti pada ekstrak yang diperoleh dengan penyari airatau etanol
berkadar kurang dari 20%, analisis dapat dilakukansecara semi kuantitatif
menggunakan metode kromatografi lapistipis secara langsung tanpa melalui tahap
pembersihan lebih dahuluatau menggunakan kromatografi gas jika tidak terdapat
kandungankimia dengan unsur N seperti klorofil, alkaloid dan amina non polarlain.
(2) Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan
tidakmengandung senyawa nitrogen non polar dapat dicoba menggunakanmetode
kromatografi lapis tipis atau kromatografi gas secara langsungtanpa pembersihan.
Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknyakandungan kimia pengganggu maka
harus dilakukan pengujian sesuaimetode baku. Agar memudahkan penelusuran
kembali jika adamasalah analisis maka penomoran dan perincian terhadap
analisisdisesuaikan dengan buku aslinya(Depkes RI, 2000 ).
7. CEMARAN LOGAM BERAT
PARAMETER CEMARAN LOGAM BERAT
PENGERTIAN DAN PRINSIP Menentukan kandungan logam berat secara
spektroskopiserapan atom atau lainnya yang lebih valid (Depkes RI, 2000 ).
TUJUANMemberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandunglogam berat tertentu
(Hg, Pb, Cd dll.) melebihi nilai yangditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi
kesehatan(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logamyang dengan
ion sulfida menghasilkan warna pada kondisi penetapan,tidak melebihi batas logam
berat yang dipersyaratkan, dinyatakandalam % (bobot) timbal dalam zat uji,
ditetapkan dengan membandingkansecara visual seperti yang tertera pada
pembandingan visual dalamSpektrofotometri dan Hemburan Cahaya dengan
pembanding Larutanbaku timbal. Tetapkan jumlah logam berat menggunakan
Metode I,kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Metode
Idigunakan untuk zat yang pada kondisi penetapan memberikan larutanjernih dan
tidak berwarna. Metode Ill digunakan untuk za tyangpada kondisi Metode I tidak
menghasilkan larutan jernih dan tidakberwarna, atau untuk zat yang karena sifat alam
yang kompleks,menganggu pengendapan logam oleh ion sulfida, atau untuk minyak
digestibasah, hanya digunakan bila Metode I dan Metode Ill tidak dapatdigunakan
(Depkes RI, 2000 ).
Pereaksi khusus
Larutan persediaan timbal (II) nitrat. Larutkan 159,8 timbal (II) nitrat Pdalam100 ml
air yang telah ditambah 1 ml asam nitrat P, kemudian encerkandengan air hingga
1000 ml. Buat dan simpan larutan ini dalam wadah kacayang bebas dari garam-garam
timbal yang larut(Depkes RI, 2000 ).
Larutan baku timbal. Buat larutan segar dengan mengencerkan, 10,0 ml(Depkes RI,
2000 ).
Larutan persediaan timbal (II) nitrat dengan air hingga 100 ml. Tiap ml(Depkes RI,
2000 ).
Larutan baku timbal setara dengan 10 mg timbal. Larutan pembanding
yang dibuat dari 100 ml Larutan beku timbal dalam 1 g zat uji setara
dengan 1 bagian timbal persejuta(Depkes RI, 2000 ).
Metode I
Larutan baku. Pipet 2 ml Larutan baku timbal (20 μg Pb) ke dalam tabung
pembanding warna 50 ml dan encerkan dengan air hingga 25 ml Atur pH antara 3,0
dan 4,0 dengan asam asetat 1 N atau amoniun hidroksida 6 N menggunakan indikator
kertas pH pendek sebagai indikator eksternal, encerkan dengan air hingga 40 ml,
campur.Larutan uji. Ke dalam tabung pembanding 50 ml masukkan 25 ml larutan uji,
atau larutkan dan encerkan dengan air hingga 25 ml sejumlah zat ujidalam g yang
dihitung dengan rumus :
2,0
1000 L

L adalah batas Logam berat dalam persen. Atur pH antara 3,0 dan 4,0
dengan asam asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N menggunakankertas indikator
pH rentang pendek sebagai indikator eksternal, encerkandengan air hingga 40 ml,
campur (Depkes RI, 2000 ).
Larutan monitor. Masukkan 25 ml larutan yang dibuat sama sepertiLarutanuji ke
dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan tambahkan 2,0 mlLarutan baku timbal.
Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1N atau amonium hidroksida 6 N
menggunakan kertas indikator pH rentangpendek sebagai indikator eksternal,
encerkan dengan air hingga 40 ml,campur (Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Ke dalam tiap tabung dari 3 tabung yang masing-masing berisi Larutanbaku, Larutan
uji dan Larutan monitortambahkan 1 O ml hidrogen sulfidaLP yang dibuat segar,
campur, diamkan selama 5 menit. Amati permukaandari atas pada dasar putih: warna
yang terjadi pada Larutan ujitidak lebihgelap dari warna yang terjadi pada Larutan
baku, dan intensitas warnapada Larutan monitor sama atau lebih kuat dari Larutan
baku.(Catatan Bila warns pada Larutan monitor /ebih muda dari warna
Larutanbaku, gunakan Metode Ill sebagai ganti Metode I untuk zat uji.)(Depkes RI,
2000 ).
Metode II
Larutan baku timbal 2 bpj. Pipet 20 ml Larutan baku timbal (200 μg, Pb),encerkan
dengan air hingga 100 ml.
Larutan baku timbal 1 bpj Pipet 10 ml Larutan baku timbal (100 μg Pb),encerkan
dengan air hingga 100 ml.
Larutan uji. Lakukan seperti pada Metode I.
Prosedur:
Pada 12 ml Larutan uji tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5, campur.tambahkan 1,2
ml tioasetamida LP dan diamkan selama 2 menit. Warnacoklat yang terjadi tidak
lebih intensif dari campuran 10 ml Larutan bakutimbal 1 bpj atau Larutan baku timbal
2 bp] dan 2 ml Larutan uji yangdiperlakukan sama (Depkes RI, 2000 ).
Metode Ill
Larutan beku. Buat seperti yang tertera pada MetodeI.Larutan uji. Gunakan sejumlah
zat uji, dalam g, yang dihitung denganrumus :
2,0
1000 L
L adalah batas Logam berat dalam persen. Masukkan sejumlah zat yang telah
ditimbang ke dalam krus yang membasahi, dan pijarkan hati-hati pada suhu rendah
hingga mengarang. Selama pemijaran krus tidak bolehditutup rapat. Pada bagian yang
telah mengarang tambahkan 2 ml asamnitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan
hati-hati hingga asapputih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada
suhu500°C hingga600°C sampai arang habis terbakar. Dinginkan, tambahkan 4 ml
asam klorida6 N, tutup, digesti di atas tangas uap selama 15 menit, buka dan
uapkanperlahan-lahan di atas tangas uap hingga kering. Basahkan sisa dengansatu
tetes asam klorida P, tambah 10 ml air panas, dan digesti selama 2menit. Tambahkan
amonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hinggalarutan bereaksi basa terhadap kertas
lakmus, encerkan dengan airhingga 25 ml, dan atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan
asam asetat 1 N,menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai
indikatoreksternal. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 ml
air.Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50 ml,encerkan
dengan air hingga40 ml, campur (Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Ke dalam tiap tabung yang masing-masing berisi Larutan baku dan Larutanuji,
tambahkan 10 ml hidrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur,diamkan selama 5
menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih;warna yang terjadi pada
Larutan uji tidak lebih gelap dari Larutan baku(Depkes RI, 2000 ).

Metode IV
Masukkan sejumlah ekstrak (tidak lebih dari 2 g) ke dalam krus silika dan 4 ml
larutan magnesium sulfat P 25% dalam asam sulfat 2 N. Aduk dengan batang
pengaduk kaca kecil dan panaskan hati-hati. Jika campuran berbentuk cairan, uapkan
perlahan-lahan pada suhu tidak lebih dari 800°C, dan lanjutkan pemanasan liir,gga
sisa cerwarna putih atau keabu-abuan. Biarkan dingin, basahkan sisa dengan 0,2 ml
asam sulfat 2 N uapkan, pijarkan kembali dan biurk;;ifl rlingin. ;_arr,a pemijaran
tidak boleh lebih dari 2 jam. Larutkan sisa dalarr. 5 ml asam lorida 2 N tambahkan
lagi 5 ml asam klorida 2 N. Tambahkan 0,1 ml fenv1f..~1ein LP dan amonium
hidroksida 13 N tetes demi tetes hingga berwarna merah muda. Dinginkan,
tambahkan asam asetat glasial P hingga larutan tidak berwarna, dan tambahkan lagi
0,5 ml. Saring jika perlu dan encerkan larutan dengan air hingga 20 ml. Ke dalam 12
ml larutan di atas, tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5 campur, tambahkan 1-2 ml
sebaiknya dengan lempeng pemanas pada suhu tidak lebih dari 120°c sampai mulai
pengarangan Oika diperlukan penambahan asam sulfat P untuk membasahi spesimen
secara sempurna, tambahkan hati-hati melalui kondensor, tetapi jumlahnya tidak
boleh lebih dari 10 ml). Setelah zat uji terurai oleh asam, tambahkan hati-hati melalui
pendingin, tetes demi tetes hidrogen peroksida P, biarkan reaksi reda dan panaskan
lagi diantara penetesan (tambahkan beberapa tetes pertama dengan sangat hati-hati
dengan pencampuran yang cukup, untuk mencegah reaksi yang cepat; hentikan
pemanasan jika terjadi buih berlebihan). Jika reaksi telah reda, panaskan hati-hati,
goyang labu sesekali untuk mencegah zat melekat pada dinding dasar labu yang
kontak dengan pemanas. Pertahankan kondisi oksidasi selama digesti dengan
penambahan sedikit hydrogen peroksida apabila campuran menjadi coklatatau hitam.
Lanjutkan digesti sampai zat organik terurai, dan kemudian refluks campuran selama
1 jam. Hentikan sirkulasi air pendingin, danpanaskan hingga terjadi asap putih
belerang trioksida berlebih dan larutanmenjadi tidak berwama atau sedikit
kekuningan. Dinginkan, dan tambahkan 10 ml air hati-hati melalui kondensor,sambil
menggoyangkan labu. Panaskan kembali hingga terjadi uap putih.
Dinginkan,tambahkan15 ml air hat - hati. Lepaskan pendingin, bilas dinding labu
sebelah dalam dengan beberapa ml air hingga diperoleh volume 35 ml. Tambahkan 1
ml Larutan kalium permanganat, didihkan selama beberapa detik, dan dinginkan
(Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Lakukan seperti yang tertera pada Prosedur dalam Metode II (Depkes RI, 2000 ).
8. CEMARAN MIKROBA
PARAMETER CEMARAN MIKROBA
PENGERTIAN DAN PRINSIP
Menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan
tidak mengandungmikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkankarena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak danberbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI,
2000 ).
NILAI
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Uji Angka Lempeng Total
Pengertian dan prinsip
Pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan
diinokulasikanpada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada
suhuyang sesuai (Depkes RI, 2000 ).

Media Dan Pereaksi


Media
Plate Count Agar (PCA)
Pereaksi
Pepton Dilution Fluid (PDF)
Fluid Casein Digest Soy Lecithin Polysorbate (FCDSLP)
Minyak mineral (Parafin cair)
Tween 80 dan 20.
Peralatan Khusus
Stomacher atau blender
Alat hitung koloni.
(Depkes RI, 2000 ).
Prosedur
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-masing telah diisidengan9 ml
pengencer PDF. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contohdipipet pengenceran
10·1 sebanyak 1 ml ke dalam tabung yang berisipengencer PDF pertama hingga
diperoleh pengenceran 10-2 dandikocok hingga homogen. Dibuat pengenceran
selanjutnya hingga 10-6
atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 mlke dalam
cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri
dituangkan 15-20 ml media PCA(45 ± 1°). Segera cawan petri digoyang dan diputar
sedemikian rupa hinggasuspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media
danpengencer dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu cawan hanya diisi 1
mlpengencer dan media agar, dan pada cawan yang lain diisi pengencer danmedia.
Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam
dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuhdiamati dan dihitung (Depkes RI,
2000 ).
Perhltungan
Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloniantara 30-
300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung laludikalikan dengan faktor
pengencerannya. Hasil dinvatakan sebagai AngkaLempeng Total dalam tiap gram
contoh. Bila ditemui jumlah koloni kurangdari 30 atau lebih dari 300, maka diikuti
petunjuk sebagai berikut :
( 1) Bila hanya salah satu di antara kedua cawan yang menunjukkan Jumlah antara
30-300 koloni, dihitung rata-rata dari kedua cawan dan
dikalikan dengan faktor pengenceran.
(2) Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan
menunjukkan jumlah antara 30-300 koloni, maka dihitung jumlahkoloni dan
dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil angka rata-rata.Jika pada tingkat
pengenceran yang lebih tinggi didapati jumlahkoloni lebih besar dari dua kali jumlah
koloni yang seharusnya, makadipilih tingkat pengenceran terendah (misal pada
pengenceran 10·2diperoleh 140 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh
32koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2
(3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkanjumlah antara
30-300 koloni, maka dicatat angka sebenamya dari
tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai AngkaLempeng Total Perkiraan
(4) Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukandisebabkan karena
faktor inhibitor, maka Angka Lempeng Totaldilaporkan sebagai kurang dari satu
dikalikan faktor pengenceranterendah.
(5) Bila jumlah koloni per cawan lebih dari 3000, maka cawan
dengantingkatpengencerantertinggi dibagi dalam beberapa sektor (2, 4 atau 6).Jumlah
koloni dikalikan dengan faktor pembagi dan faktorpengencerannya, hasil dilaporkan
sebagai Angka Lempeng TotalPerkiraan.
(7) Bila jumlah koloni lebih dari 200 pada 1/8 bagian cawan, maka jumlahkoloni
adalah 200 x 8 x faktor pengenceran. Angka Lempeng TotalPerkiraan dihitung
sebagai lebih besar dari jumlah koloni yangdiperoleh(Depkes RI, 2000 ).
a. Parameter Spesifik

1. IDENTITAS
PARAMETER IDENTITAS EKSTRAK :
PENGERTIAN DAN PRINSIP
I. Deskripsi tata nama :
1. Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
2.Namalatin tumbuhan (sistematika botani)
3. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,daun dsb.)
4.Nama Indonesia tumbuhan
(Depkes RI, 2000 ).

II. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI, 2000 ).

TUJUAN
CONTOH
Memberikan identitas obyektif dari nama danspesifik dari senyawa identitas (Depkes
RI, 2000 ).
I. Deskripsi tata nama :
1. Curcumae Extractum (ekstrakTemulawak))
2. Curcuma xanthorrhiza Roxb.
3. Curcumae Rhizoma
4. Temu Lawak (Indonesia)
II. Senyawa identitas adalah Xanthorrhizol
2. ORGANOLEPTIK
PARAMETER ORGANOLEPTIK EKSTRAK :
PENGERTIAN DAN PRINSIPPenggunaan pancaindera mendiskripsikanbentuk,
warna, bau, rasa sebagai berikut :
1. Bentuk padat, serbuk-kering, kental, cair.
2. Wama kuning, coklat, dll.
3. Bau aromatik, tidak berbau, dll.
4. Rasa pahit, manis, kelat, dll.
(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN Pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin(Depkes RI, 2000 ).
CONTOH 1. Bentuk Serbuk kering
2. Warna kuning kemerahan
3. Bau aromati
4. Rasa pahit
(Depkes RI, 2000 ).
3. SENYAWA TERLARUT DALAM PELARUT TERTENTU
PARAMETER SENlAWA TERLARUT DALAM PELARUTTERTENTU
PENGERTIAN DAN PRINSIP
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut
yangidentik dengan jumlah senyawa kandungansecara gravimetri. Dalam hal tertentu
dapatdiukur senyawa terlarut dalam pelarut lainmisalnya heksana, diklorometan.
Metanol (Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan garnbaran awal jumlah senyawa kandungan (Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Nilai minimal atau rentang yang ditetapkanterlebih dahulu
PROSEDUR
(1) Kadar senyawa yang larut dalam air.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama
24 jam dengan100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambilberkali -
kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudiandibiarkan selarna 18 jam. Saring,
uapkan 20 ml filtrat hinggakering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara,panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitungkadar dalam
persen senyawa yang larut dalam air, dihitungterhadap ekstrak awal.
(2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak
selama 24 jam dengan100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat
sambilBerkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkanselama 18
jam. Saring cepat dengan menghindarkanpenguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml
filtrat hingga keringdalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,panaskan
residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap.Hitung kadar dalam persen senyawa yang
larut dalametanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal(Depkes RI, 2000 ).
4. UJI KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK
POLA KROMATOGRAM
PARAMETER POLA KROMATOGRAM
PENGERTIAN DAN PRINSIP Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan
cara tertentu, kemudian dilakukananalisis kromatografi sehingga memberikan
polakromatogram yang khas (Depkes RI, 2000).
TUJUAN
Memberikan gambaran awal komposisikandungan kimia berdasarkan
potakromatogram (KLT, KCKT, KG) (Depkes RI, 2000).
NILAI
Kesamaan pola dengan data baku yang ditetapkan tertebih dahulu (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Penyiapan larutan uji :
Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelaruthexane, etilasetat,
etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukandengan pengocokan selama 15 menit atau
dengan getaranultrasonik atau dengan pemanasan kemudian disaring
untukmendapatkan tarutan uji.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT = TLC) :Umumnyadibuatkromatogrampada
lempengsilikagel denganberbagaijenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan
kimia sebagaisasaran anatisis. Evatuasi dapat dilakukan dengan dokumentasi
fotohasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuaiatau dengan
melihat kromatogram hasil perekaman menggunakaninstrumen densitometer (TLC-
Scanner). Perekaman dapat dilakukansecara absorbsi-refleksipada panjang
gelombang254 nm, 365 nmdan415 nm atau pada panjang gelombang lain yang
spesifik untuksuatu komponen yang telah diketahui.Kromatografi Gas (KG = GC)
:Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehinggaoptimal untuk
pemisahan komponen yang stabil denganpemanasan.Umumnya dibuat profil
kandungan minyak atsiri atau metabolitsekunder tertentu lainnya seperti jenis
fitosterol. Jenis kolomumumnya ada 3 jenis sesuai dengan urutan kepolaritasannya,
yaituOV-1, OV-% dan Carbowax 20M. Pemisahan dilakukan denganmenggunakan
program temperatur, dari temperatur rendah sampaitemperatur maksimal kolom.
Detektor yang digunakan umumnyahanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan
umumnyasenyawa organik hidrokarbon.Kromatografi Cair Klnerja Tinggi (KCKT =
HPLC) :Umumnya pola kromatogram kandungan kimia yang termolabildibuat
dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jeniskolom, fase gerak dan detektor.
Kolom umumnya digunakan jenisODS (RP18). Eluasi dilakukan dengan program
gradien linear.Deteksi dengan spektrofotometer monokromatis dilakukan
padapanjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300 nm dan 365 nm. Deteksi
secaraspektrofluoresensi digunakan jika dibutuhkan pola kromatogramyangselektif
dan khusus pada golongan kandungan kimia(Depkes RI, 2000 ).
5. KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA
PARAMETER KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA
PENGERTIANDANPRINSIP
Dengan penerapan metode spektrofotometri,titrimetri, votumetri, gravimetri atau
lainnya,dapat ditetapkan kadar golongan kandungankimia. Metode harus sudah teruji
validitasnya,terutama selektivitas dan batas linearitas. Adabeberapa golongan
kandungan kimia yangdapat dikembangkan dan ditetapkanmetodenya, yaitu :
1 . Golongan minyak atsiri.
2. Golongan steroid
3. Golongan tanin
4. Golongan flavonoid.
5. Golongantriterpenoid(saponin)
6.Golongan alkakoid
7.Golongan antrakinon.
(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter
mutuekstrak dalam kaitannya dengan efekfarmakologis(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Minimal atau rentang yang telah ditetapkan(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Penetapan kadar mlnyak atsiri
Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek dalam mantelpemanas yang
dilengkapi dengan pengaduk magnetik.Masukkan batang pengaduk magnetik ke
dalam labu,hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampungberskala seperti
pada gambar.Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakandapat
menghasilkan 1 ml sampai 3 ml minyak atsiri. Masukkansejumlah ekstrak yang telah
ditimbang seksama ke dalam labu.Hubungkan dengan bagian pendingin dan
penampung berskala.Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untukmenjaga
agar pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat selama2 jam atau sampai minyak atsiri
terdestilasi sempurna dan tidakbertambah lagi dalam bagian penampung berskalaJika
sejumlah volume minyak atsiri telah tertampung dalambagian penampung berskala,
pencatatan dapat dilakukandengan pembacaan sampai 0, 1 ml, dan volume minyak
atsiriuntuk setiap 100 g ekstrak dapat dihitung dari bobot ekstrakyang ditimbang.
Skala pada penampung untuk minyak atsiridengan bobot jenis lebih besar dari air
diletakkan sedemikianhingga minyak atsiri tertampung di bawah kondensat
air,sehingga otomatis air kembali ke dalam labu (Depkes RI, 2000 ).
(2) Penetapan kadar steroid
Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkandalam etanol P secara
bertingkat sehingga diperoleh kadar 5μg per ml, 10 ug per ml dan 20 μg per ml.
Larutanuji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20ml etanol dalam labu
takar. Ulangi tiga kali dengan cara yangsama. Ke dalam dua labu yang masing-
masing berisi larutan ujidan larutan baku dan ke dalam labu ketiga yang berisi 20,0
mletanol P sebagai blangko, tambahkan 2,0 ml larutan yangdibuat dengan melarutkan
50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. Kemudian ke dalam
tiap labutambahkan2,0 ml campuran etanol P dan tetrametil amonium hidroksidaLP
(9: 1 ), campur, dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.Ukur segera serapan larutan
yang diperoleh dari larutan uji danlarutan baku pada panjang gelombang lebih kurang
525
nm dibandingkan terhadap blangko (Depkes RI, 2000 ).
(3) Penetapan kadar tanin
Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksama panaskandengan 50 ml air
mendidih di atas tangas air selama 30 menitsambil diaduk. Diamkan selama beberapa
menit enap tuangkan melalui segumpal kapas ke dalam labu takar 250ml. Sari
sisadengan air mendidih, saring larutan ke dalam labu takar yangsama. Ulangi
penyarian beberapa kali hingga larutan biladireaksikan dengan besi (Ill) amonium
sulfat tidak menunjukkanadanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air
secukupnyahingga 250 ml. Pipet 25 ml larutan ke dalam labu 1.000 mltambahkan 750
ml air dan 25 ml asam indigo sulfonat LP, titrasidengan kalium permanganat 0, 1 N
hingga larutan berwarnakuning emas. 1 ml kalium permanganat 0, 1 N setara dengan
0,004157 g tanin. Lakukan percobaan blangko (Depkes RI, 2000 ).
Asam indigosulfonatLP
Larutkan 1 g indigo karmin P dalam 25 ml asam sulfat P,tambahkan 25 ml asam
sulfat P lagi dan encerkan dengan airsecukupnya hingga 1.000 ml. (Pengeceran
dilakukan denganmenuangkan larutan ke dalam sebagian besar air,
kemudianencerkan dengan air secukupnya hingga 1.000 ml)(Depkes RI, 2000 ).
(4) Penetapan kadar flavonoid
Prinsipmetode :
Flavonoid ditetapkan kadamya sebagai aglikon dengan terlebihdahulu dilakukan
hidrolisis dan selanjutnya dilakukanpengukuran spektrometri dengan mereaksikan
AICl3 yangselektif dengan penambahan Heksametilentetramina padapanjang
gelombang maksimum(Depkes RI, 2000 ).
Cara kerja hidrolisis:
Timbang tepat ekstrak yang setara 200 mg simplisia dan masukkan ke dalam labu
alas bulat. Tambahkansistemhidrolisis, yaitu 1,0 ml larutan 0,5%
b/vheksametilentetramina, 20.0 ml aseton dan 2,0 ml larutan 25%HCI dalam air.
Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampaimendidih (gunakan pendingin air/
"reflux") selama 30 menit.Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas
kedalam labu ukur 100,0 ml. Residu hidrolisis ditambah 20ml aseton untuk
dididihkan kembali sebentar, lakukan duakali dan filtrat dikumpulkan semua ke
dalam labu ukur.Setelah labu ukur dingin, maka volume ditepatkan sampaitepat 100,0
ml, kocok rata. 20 ml filtrat hidrolisa dimasukkancorong pisah dan tambahkan 20 ml
Hp. selanjutnya lakukanekstraksi kocok, pertama dengan 15 ml etilasetat.Kemudian 2
kali dengan 10 ml etilasetat. dan kumpulkanfraksi etilasetat kedalam labu ukur 50,0
ml, akhirnya tambahkanetilasetat sampai tepat 50,0 ml. Untuk replikasi
spektrometrilakukan prosedur ini 3 - 4 kali.
Cara kerja spektrometri :
Masukkan 1 O ml larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke dalam labuukur 25,0 ml,
tambahkan 1 ml larutan 2 g AICl3 dalam 100 mllarutan asam asetat glacial 5% v/v
(dalam metanol).Tambahkan secukupnya larutan asam asetat glacial 5% v/v(dalam
metanol) secukupnya sampai tepat 25,0 ml. Hasil reaksisiap diukur pada
spektrofotometer setelah 30 menit berikutnya pada panjang gelombang
maksimum. Perhitungankadar menggunakan bahan standar glikosida
flavonoid(Hiperoksida, rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilaikadar
terhitung sebagai bahan standar tersebut. Kalaumenggunakan hiperoksida dapat
langsung diukur denganrumus :
Kadar total flavonoid = [ ( A0 X 1,25) berat sampel] %
(Depkes RI, 2000 ).
(5) Penetapan kadar saponin.
Hemolisa.
Larutan dapar fosfat pH 7,4. Larutan 16.0 g natrium fosfat Pyang telah
dikeringkan pada suhu 130°C hingga bobot tetapdan4,4 g natrium dihidrogen
fosfat P dalam 1000 ml air. Untukmenambah stabilitas tambahkan 0, 1 g natrium
fluorida P.Suspensi darah. Masukkan 1 O ml natrium sulfat 3,65% b/v kedalam
labu takar bersumbat kaca 100 ml. Tambahkan darahsapi segar secukupnya
hingga 100 ml, campur baik-baikhingga homogen (larutan stabil selama 7 hari
jika disimpandalam lemari pendingin).Pipet 2 ml larutan di atas ke dalam labu
takar yang besumbatkaca 100 ml, tambahkan larutan dapar fosfat pH
7,4secukupnya hingga 100 ml, campur baik-baik. Larutan dapatdipergunakan jika
larutan jernih dan jika terjadi endapan.endapan tidak berwarna ungu.Cara
percobaan. Campur 0,5 g ekstrak yang diperiksa dengan50 ml larutan daparfosfat
pH 7,4, panaskan sebentar.dinginkan, saring. Ambit 1 ml filtrat, campur dengan 1
mlsuspensi darah. Untuk ekstrak yang mengandung taninencerkan 0,2 ml filtrat
dengan 0,8 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, campur dengan 1 ml suspensi darah.
Diamkan selama 30menit, terjadi haemolisa total, menunjukkan adanya
saponin.Kadar saponin dalam ekstrak dapat ditetapkan denganmelakukan
berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadaryang masih menghasilkan
haemolisa total, dibandingkandengan saponin pembanding(Depkes RI, 2000 ).
(6) Penetapan kadar alkaloid.
Timbang seksama 1 gram ekstrak, masukkan dalam corongpisah 125 ml
pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutanasam sulfat P (1 dalam 350) dan
kocok kuat selama 5menit. Tambahkan 20 ml eter P, kocok hati-hati, saring
lapisanasam ke dalam corong pisah 125 ml kedua. Kocok lapisan eter dua kali,
tiap kali dengan 10 ml larutan asam sulfat P (1 dalam350), saring tiap lapisan
asam ke dalam corong pisah 125 mlkedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak
asam tambahkan10 ml natrium hidroksida LP dan 50 ml eter P, kocok
hatihati,pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 mlketiga berisi 50 ml
eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati,buang lapisan air, cuci lapisan eter
pada corong pisah keduadan ketiga berturut-turut dengan 20 ml air, buang lapisan
air.Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20 ml,20ml dan 5 ml
larutan asam sulfat P (1 dalam 70). Lakukanekstraksi pada corong pisah ketiga
lebih dahulu, setelah itucorong pisah kedua. Campur ekstrak asam dalam
labutentukur 50 ml, encerkan dengan asam sampai tanda.Lakukan hal yang sama
terhadap 25 mg alkaloidpembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing 5,0
mllarutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfatP (1 dalam 70)
hingga 100,0 ml dantetapkan serapan tiaplarutan pada panjang gelombang tertentu
menggunakanlarutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blangko (Depkes RI,
2000 ).
(7) Penetapan kadar antrakinon
Timbang 0.1 g ekstrak kocok, dengan 1 o ml air panas selama 5menit,
saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat, dan ekstraksi dengan 10 ml
benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 ml larutan feri
klorida 5% dan 5ml asam klorida. Panaskan campuran pada penangas airselama
10 menit dalam tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksidengan 10 ml benzena.
Uapkan cairan hingga habis pada cawanporselen dengan pemanasan lemah.
Larutkan residu dalam 5ml larutan kalium hidroksida 5% dalam metanol. Ukur
resapanpada515 nm. Hitung kadar total antrakinon glikosida berdasarkankurva
baku antrakinon pembanding(Depkes RI, 2000 ).

BAB III

PROSEDUR KERJA

Alat dan Bahan


A. Alat
1. Botol timbang
2. Analitical Balance
3. Labu bersumbat
4. Cawan dangkal
5. Spatula
6. Corong gelas
7. Corong pisah
8. Oven
9. Desikator
10.Krus porselen
11.Pipet tetes
12.MC Metler Toledo
3
,s
+ o
tb
a
g
C
º
lti
m5
0
1
h
u
s
d
p
a
ge
in
r
e
k
2
- 13.Api pijar
14.Korek api
15.Kertas saring
16.Tissue
17.Alumunium foil
B. Bahan
1. Ekstrak kering kencur
2. Air kloroform LP
3. Etanol 96%

Skema Kerja

1. Susut pengeringan
2. Kadar Air

3. Kadar Abu
BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
A. Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Nama ekstrak : Ekstrak kental rimpang kencur
b. Nama lain tumbuhan : Kaempferia galanga L
c. Bagian yang digunakan : Rimpang
d. Nama indonesia : Kencur
e. Senyawa identitas : EPMS ( Etil p-metoksisinamat )
2. Organoleptik
a. Bentuk : Serbuk kering
b. Warna : Kuning kecoklatan
c. Bau : Khas aromatik
d. Rasa : Agak pedas dan hangat
3. Senyawa terlarut dalam pelarut terlarut

No. Pelarut Cawan Larutan Bobot %


kosong ekstrak cawan + kadar
(gram) ekstrak

1. Aquadest 64,5032 g 20 ml 64,6289g 12,54%


Kloroform 64,6288 g
64,6288 g

2. Etanol 64,6884 g 20 ml 64,8604 g 22,18%


64,8603 g
64,8602 g

a. Perhitungan kadar senyawa larut air


( ( cawan+ekstrak ) −( cawan kosong ) )
= × 100 %
Berat ekstrak × vol. yg digunakan
( 64,6288 g – 64,5032 g ) ×100 ml
= ×100 %
5 g × 20/100 ml
= 12,54 %
b. Perhitungan kadar senyawa larut etanol
( ( cawan+ekstrak ) −( cawan kosong ) )
= × 100 %
Berat ekstrak × vol. yg digunakan
( 64,8602 g – 64,6384 g )
= ×100 %
5 g × 20/100 ml
= 22,18%
B. Parameter Non Spesifik
1. Susut Pengeringan

No Penimbanga Cawan Cawan Bobot % Susut


. n ke kosong + ekstra Pengering
( gram ) ekstrak k an
(gram) (gram
)

1 1 73,2742 g 75,234 1,929


0g 7g

2 2 74,588
9g

3 3 74,588
34,27%
9g

4 4 68,303
0g

5 5 74,588
g

% Susut pengeringan
Berat awal−Berat akhir
= × 100 %
berat awal
2,00 g−(74,588 g−73,2742 g)
= ×100 %
2,00 g
= 34,27%
2. Kadar Air
% MC : menit ke 5 = 4,38%
10= 5,19%

3. Kadar Abu Total

No. Krus Krus+ Pemijaran Kadar


Kosong (g) ekstrak (g) krus + abu (%)
ekstrak

1. 35,2378g 38,3788g 35,4033g 5,51%


35,4032 g
35,4031 g

% kadar abu
( Berat krus+ abu akhir )−berat kurs kosong
= × 100 %
berat awal ekstrak
35,4031 g−35,2378
= ×100 %
3g
= 5,51%

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan parameter mutu dari ekstrak Kaempferia galangal
L. atau kencur yang bertujuan sebagai upaya untuk menjamin bahwa produk akhir suatu ekstrak
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)
terlebih dahulu (Depkes RI, 2000). penentuan parameter mutu ekstrak yang akan dilakukan
terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik (susut pengeringan, kadar air, dan
kadar abu).
Penentuan Parameter spesifik yang pertama terdiri dari (Identitas, organoleptik, dan senyawa
terlarut dalam pelarut tertentu yaitu kadar senyawa larut air dan etanol) . Tujuan dilakukan
pengujian identitas ekstrak adalah memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman,
sedangkan untuk pengamatan organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal
menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI,
2000).

Parameter spesifik selanjutnya senyawa yang larut dalam air dan etanol. Kadar senyawa
larut air dan etanol ini merupakan indikator kadar senyawa aktif yang dapat tersaring,baik oleh
pelarur air maupun pelarut etanol . kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia dipemgaruhi oleh
umur tanaman, waktu panen , iklim , dan tempat tumbuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kadar sari ekstrak kencur yang larut air adalah 0,54%. Hasil ini tidak memenuhi persyaratan dari
farmakope herbal yaitu >14,2% serta hasil dari kadar ekstrak kencur larut etanol adalah 22,18%.
Hasil telah memenuhi persyaratan dari farmokope herbal yaitu >4,2%. Hal ini menandakan
bahwa senyawa aktif dalam ekstrak kering rimpang kencur mudah tersari dalam etanol dan
kurang tersari dalam air.

Tahap pengujian parameter non- spesifik meliputi kadar abu total, kadar air, dan susut
pengeringan. Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui bahan-bahan anorganik yang
tidak terbakar dan bahan-bahan organik yang terbakar dalam proses pembakaran (pengabuan)
pada ekstrak dengan metode gravimetri. Pengujian kadar abu juga bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Pada pengujian ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap sampai tersisa unsur mineral dan kandungan anorganik
(Depkes RI, 2000). Namun pada pengujian kadar abu ini (kelompok kami) terdapat kesalahan
yaitu kurs pecah saat pemijaran zat. Hal tersebut terjadi karena kurs terlalu lama dipijar untuk
memutihkan zat, serta kesalahan dalam meletakkan pada desikator yaitu kurs tertimpa beban
yang terlalu berat yang berasal dari kurs dan cawan porselin dari kelompok lain di desikator.
Kurs pecah juga dapat disebabkan karena terjadi perubahan suhu secara tiba-tiba, misalnya kurs
langsung diletakkan pada tempat yang suhu nya lebih rendah. Kemudian kesalahan selanjutnya
yaitu zat yang tidak memutih meskipun telah dipijar terlalu lama terjadi karena zat/ekstrak
menggumpal pada saat dipijar sehingga terbentuk serbuk yang menghitam. Maka dari itu pada
praktikum ini tidak diperoleh hasil kadar abu total karena kesalahan tersebut.
Penetapan susut pengeringan pada parameter non spesifik bertujuan untuk memberikan
batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat proses pengeringan
(Depkes RI, 2000). Parameter susut pengeringan pada dasarya adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105C sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen
(Depkes RI, 2000). Hasil penelitian menunjukan susut pengeringan ekstrak kering rimpang
kencur adalah 34,27% . jika senyawa seperti minyak atsiri dan etil p-sinamat menguap dibawah
suhu 105OC, maka yang tersisa memungkinkan ialah air. Sehingga kadar air yang yang ada
dqalam ekstrak berkisar 34,77% yang mana tidak masuk dalam persyratan farmakope herbal
yaitu <10%. Karena kadar air melebihi 10% dapat mengakibatkan ekstrak mudah di tumbuhi
jamur .sehingga ekstrak harus meningkat lagi sebelum digunakan untuk uji aktivitas farmakologi
maupun untuk dibuat sediaan.

Parameter non spesifik yang kedua ialah kadar air dengan menggunakan alat MC. Hasil
yang diperoleh ialah 5,19% pada menit 10. Hal ini memenuhi persyratan yang ditentukan
farmakope herbal yaitu <10%. Karena dengan kadar air yang rendah dapat mencegah
pertumbuhan bakteri kapang dan jamur pada serbuk ekstrak rimpang kencur.

Parameter non spesfik yang terakhir ialah kadar abu .penentuan kadar abu bertujuan untuk
menentukan karakteristik sisa kadar abu non organik setelah pengabuan. Ekstrak dipanaskan
hingga senyawa organik dan turunannya terdestilasi dan menguap sampai tinggal senyawa
anorganik saja. Kadar abu ekstrak rimpang kencur adalah 5,51%. Hal ini menunjukan bahwa
kadar senyawa anorganik yang tersisa tinggal 5,51%. Kadar abu ini sesuai persyratan dengan
farmakope herbal kadar abu ekstrak <8,7%. Hal ini terjadi karena selama proses pengujian tidak
terdapat titik-titik hitam yang merupakan senyawa organik yang tidak dapat menguap. Hal ini
terjadi karena pada saat penyaringan semua serbuk sudah dapat tersaring.

BAB V

KESIMPULAN

Ektrak kering rimpang kencur berupa serbuk yang berwarna kuning kecoklatan
dengan bau khas aromatik namun tidak berasa. Senyawa marker rimpang kencur ialah etil p-
mettoksinamat.ekstrak kencur memiliki kadar senyawa larut air dan etanol sekitar 12,54% dan
22,18%. Parameter non spesifik awal susut kering di dapat 34,27% dan kadar abu 5,4%. Dan
kadar air yang di dapat 5,19% pada menit ke 10.
DAFTAR PUSTAKA

Barus R, 2009, Amidasi p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur


(Kaempferia galanga, L) [Tesis], Sumatera Utara, Program Pascasarjana USU.

Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta, 21,
45-47, 142-143

Rukmana, R. 1994. Kencur. Kanikus : Yogyakarta.

Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
LAPORAN 3

UJI KANDUNGAN EKSTRAK Kaempferia galanga.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah banyak diketahui Indonesia kaya akan sumber daya alam sehingga sangat
memungkinkan banyaknya obat tradisional yang ada di Indonesia. Obat tradisional ini
dikembangkan secara turun temurun. Sejak dulu masyarakat Indonesia sudah menfaatkan
tumbuhan sebagai sarana pengobatan. Delapan puluh persen masyarakat indonesia adalah
masyarakat perdesaan yang sukar dijangkau oleh obat-obatan modern dan tenaga medis karena
masalah distribusi, komunikasi dan transportasi disamping itu daya beli yang relatif rendah
menyebabkan masyarakat pedesaan kurang mampu mengeluarkan biaya untuk pengobatan
modern, sehingga masyarakat cenderung memilih pengobatan secara tradisional. (Pudjarwoto
dkk.,1992).
Salah satu tanaman yang dimanfaatkan oleh masyarakat ialah kencur (Kaemferia
galanga). Kencur saat ini sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional berupa jamu,
fitofarmaka, industri kosmetik dan penyedap pada makanan. Secara empiris kencur digunakan
sebagai penambah nafsu makan, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran dan lain-lain.
Sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. simplisia kencur ini memiliki kadar minyak
atsiri tidak kurang dari 2,40% v/b dan kadar etil p-metoksisinamat tidak kurang dari 1,80%.
etilp-metoksisinamat ini merukapan senyawa identitas atau senyawa marker dari tumbuhan
kencur (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Senyawa marker atau biasa disebut dengan senyawa penanda adalah suatu senyawa yang
terdapat dalam bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai
penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya
dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi
(Rasheed, 2012).
Komposisi kandungan senyawa kimia yang beragam dalam suatu tanaman menyebabkan
identifikasi senyawa kimia dalam tanaman menjadi sulit. Oleh karena itu, pada identifikasi
tanaman obat herbal diperlukan suatu senyawa penanda yang dapat dijadikan identitas dari
tanaman obat (Rasheed, 2012).
Senyawa EPMS yang terdapat pada setiap ekstrak dideteksi melalui pemeriksaan dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dan dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan metode
seeding secara berulang ulang. Selanjutnya untuk analisis uji kemurnian kristal ditentukan
melalui Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Dari uraian diatas sehingga praktikum kali
ini akan dilakukan penetapan kadar senyawa marker pada ekstrak rimpang Kaempferia galanga.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui kadar
senyawa marker EPMS dari ekstrak kering rimpang kencur Kaemferia galanga.
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari praktikum ini ialah mahasiswa mampu
menentukan kadar EPMS dalam ekstrak kering rimpang kencur Kaemferia galanga.

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

2.1. Kaempferia galanga L.


Tanaman terna kecil yang siklus hidupnya semusim atau beberapa musim. Akar
rimpang kencur menempel pada umbi akar dan sebagian lagi terletak di atas tanah. Bentuk
rimpang umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya coklat kekuningan
dan berbau harum. Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang-
cabang dengan induk rimpang di tengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih
berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan
dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada
ruas-ruas rimpang berwarna putih kekuningan. Berikut ini adalah taksonomi dari tanaman
kencur :
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Class : Monocotyledonae (Biji berkeping satu)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaemferia galanga L.
Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek, terbentuk dari
pelepah-pelepah daun yang saling menutupi. Daun-daun kencur tumbuh tunggal, melebar
dan mendatar hampir rata dengan permukaan tanah. Jumlah daun bervariasi antara 8-10
helai dan tumbuh secara berlawanan satu sama lain. Bentuk daun elip melebar sampai
bundar, ukuran panjang daun 7-12 cm dan lebarnya 3-6 cm, serta berdaging agak lebar.
Bunga kencur keluar dalam bentuk buliran setengah duduk dari ujung tanaman di sela-sela
daun. Warna bunganya putih, ungu hingga lembayung dan tiap tangkai bunga berjumlah 4-
12 kuntum bunga. Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2–3 cm, tidak bercabang, dapat tumbuh
lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5–7 cm berbentuk bulat dan beruas ruas. Putik
menonjol keatas berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentuk corong pendek. Buah kencur
termasuk buah kotak beruang 3 dengan bakal buah yang letaknya tenggelam, tetapi sulit
sekali menghasilkan biji. Hampir seluruh bagian tanaman kencur mengandung minyak atsiri.
Zat-zat kimia yang telah banyak diteliti adalah pada rimpangnya, yakni mengandung minyak
atsiri 2,4%-3,9%, juga cinnamal, aldehide, asam motil p-cumarik, etil ester dan pentadekan.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa rimpang kencur mengandung sineol, paraeumarin,
asam anisic, gom, pati (4,14%) dan mineral (13,73%). Kandungan kimia tersebut sangat
berguna bagi obat-obatan, terutama obat batuk, sakit perut dan obat pengeluaran keringat
(Muhlisah, 1999).
2.2. Sediaan Ekstrak
Simplisia banyak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut, seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Untuk memisahkan
senyawa aktif tersebut maka perlu dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan
kegiatan atau proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut
(Agoes G., 2007). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari
simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk (BPOM RI, 2010).
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat didalam
bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat.
Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan
bahan alam. (Ditjen POM, 1986).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang
mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengancara maserasi.
sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya
diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan
dapat diekstrasi dengan metode soxhlet. (Agoes, 2007). Hal-hal yang dipertimbangkan
dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes, 2007):
 bentuk/tekstur bahan yang digunakan
 kandungan air dari bahan yang diekstrasi
 jenis senyawa yang akan diekstraksi
 sifat senyawa yang akan diekstraksi
Macam – macam metode ekstraksi :
a) Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak
karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi.
 Maserasi : merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
 Perkolasi : adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut
yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator (Ditjen POM :
1986).
b) Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas
secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin.
Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa.
 Refluks : metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan
pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka
pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
 Sokletasi : adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu (Ditjen POM : 1986).
c) Metode Destilasi Uap Air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai
titik didih tinggi pada tekanan udara normal  (Ditjen POM : 1986).
2.4. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan
banyak digunakan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari. Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara
mengekstraksi bahan nabati yang direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut non
polar) selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
referensi kefarmasian. Maserasi ini disertai dengan pengadukan pada temperatur
ruang (kamar). Metode ini memiliki keuntungan yaitu cara pengerjaannya yang lebih
mudah, alat-alat yang digunakan sederhana, dan cocok untuk bahan yang tidak tahan
pemanasan (Depkes RI, 1986).
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi metode maserasi, antara lain
digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar, dan
maserasi melingkar bertingkat.
a. Digesti merupakan maserasi menggunakan pemanasan lemah (40-50°C).
b. Maserasi pengadukan kontinyu merupakan maserasi yang dilakukan pengadukan
secara terus-menerus, misalnya menggunakan shaker,sehingga dapat mengurangi
waktu hingga menjadi 6-24 jam.
c. Remaserasi merupakan maserasi yang dilakukan beberapa kali. Maserasi melingkar
merupakan maserasi yang cairan pengekstrak selalu bergerak dan menyebar.
d. Maserasi melingkar bertingkat merupakan maserasi yang bertujuan untuk
mendapatkan pengekstrakan yang sempurna.
2.5. EPMS (etil para-metoksi sinamat)
Kencur (Kaempferia galangal L.) secara empiris telah diketahui
memiliki efek antiinflamasi. Kandungan utama kencur adalah etil p-
metoksisinamat (EPMS) yang merupakan senyawa ester turunan dari p-metoksisinamat
yang di dalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi senyawa aktif biologis, asam p-
metoksisinamat (APMS), senyawa ini bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Selain itu, EPMS termasuk kelompok fenolik alam dari golongan fenil propanoid yang
bermanfaat sebagai tabir surya, senyawa ini memperlihatkan aktifitas serapan maksimum
308nm (daerah UV-B) dan bersifat sebagai UV filter sehingga Etil p-metoksisinamat
mempunyai perlindungan yang baik terhadap sinar matahari yang dapat memantulkan dan
menghamburkan radiasi sinar UV terutama UV-B (290-320 nm) (Soeratri et al, 2014).

2.6. Maserasi Ultrasonik


Metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi difasilitasi dengan
mengguanakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz). Ekstrak ditempatkan dalam
botol. Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk
menginduksi mekanik pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan
seluler meningkat pelarut metabolitdalam ekstraksi tergantung pada frekuensi instrument,
dan panjang dan suhu sonikasi.
Pengguanaan ultrasonik pada dasarnya menggunakan prinsip dasar yaitu dengan
mengamati sifat akustik gelombang ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang
dilewati. Pada saat gelombang merambat, medium yang intensif terhadap proses
ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut sehingga
akan meningkatkan proses ekstraksi.
 Keuntungan dengan menggunakan metode ultrasonik :
1. Mempercepat waktu ekstraksi
2. Lebih efisien dalam penggunaan pelarut
3. Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang
signifikan pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang
digunakan
4. Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai
(misalnya tepung kedelai / yang dihilangkan lemak ) atau bibit minyak lainnya.
 Kekurangan :
1. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, kerana relative mahal
2. Membutuhkan curing pada prosesnya
2.7. Pemilihan Pelarut
Maserasi adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut
penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari
suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut
tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut
polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat,
disebut pelarut non polar atau pelarut organik). Metode Maserasi umumnya
menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang
akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat
aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan
(zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut
akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di
luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak
menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam
dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Ekstrak etanol dapat mengidentifikasi senyawa metabolit lebih banyak dari pada
ekstrak air., hal ini dikarenakan ekstrak etanol memiliki kesamaan tingkat kepolaran
dengan senyawa yang didapatkan. Aglikon flavonoid adalah polifenol yang mempunyai
sifat kimia senyawa fenol. Adanya sejumlah gugus hidroksil, flavonoid juga bersifat
polar dan karenanya cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (Markham,1988).
Pemilihan pelarut dipengaruhi oleh :
 Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
 Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar.
 Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut
dalam bahanekstraksi.
 kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut
dengan bahan ekstraksi.
 Keaktiviitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahanekstraksi.
 Titik didih, titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
 Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,
tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka
emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik (Sutriani,L, 2008).

2.8. Standarisasi

Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang


hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam arti
memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari
berbagai parameter standard umum dan parameter standar spesifik. Pengertian
standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau
produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan
(dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau
pengumpulan tumbuhan liar (wild crop), kandungan kimianya tidak dijamin selalu
konstan karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara)
panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi senyawa kandungan dalam
produk hasil panen tumbuhan obat (invivo) disebabkan beberapa aspek diantaranya aspek
genetik (bibit), lingkungan (tempat tumbuh dan iklim), rekayasa agronomi (fertilizer dan
perlakuan selama masa tumbuh), serta panen (waktu dan paska panen) (Depkes RI,
2000).

2.9. Parameter Mutu Standar Ekstrak


Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter
non spesifik.
A. Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek
kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas
farmakologi tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
1. Identitas (parameter identitas ekstrak)
Meliputi deskripsi tata nama, nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama
lain tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,
daun dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.
2. Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal yang sederhana
se-objektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam
hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungan.
4. Uji kandungan kimia ekstrak:
a. Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan gambaran
awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT, KCKT)
(Depkes, 2000).
b. Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia
utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental
dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrument yang dapat
digunakan adalah densitometri, kroatografi gas, KCKT atau instrument lain yang
sesuai. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek
farmakologi (Depkes, 2000).
B. Parameter Non-Spesifik
Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
(Saifudin et al, 2011).
Parameter non spesifik ekstrak meliputi: (Depkes RI, 2000)
1. Susut Pengeringan
Parameter susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan
maksimal besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Pengukuran
dilakukan setelah pengeringan pada suhu 105oC selama 30 menit atau sampai
berat konstan (Depkes RI, 2000).
2. Berat jenis
Parameter berat jenis adalah masa per satuan vlume yang diukur pada
suhu kamar tertentu (25oC) yang menggunakan alat khusus piknometer atau alat
lainnya. Tunjuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya masa per
satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak
pekat (kental) yang masih dapat dituang, berat jenis juga terkait dengan
kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi (Depkes RI, 2000).
3. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
didalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Nilai yang diamati adalah nilai
maksimum kadar air, nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian. (Depkes RI, 2000).
Adapun beberapa cara yang dilakukan :
 Cara titrasi, titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan
methanol 20.0 mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan pereaksi
Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan ekstrak dengan
perkiraan kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu titrasi dan diaduk selama
1 menit, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir
titrasi. Hitung kesetaraan titrasi dengan jumlah air.
 Cara Destilasi, ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL
dimasukkan ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih 200mL toluene
ke dalam labu kemudian hubungkan alat. Panaskan labu dengan hati-hati
selama 15 menit. Jika toluene telah mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes
per detik dan bila air sebagian mulai tersuling tingkatkan kecepatan menjadi 4
tetes per detik. Jika semua air sudah tersuling, bersihkan bagian dalam
pendingin dengan toluene. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit, biarkan
tabung pendingin mencapai suhu kamar, jika air dan toluene sudah terpisah
sempurna baca volume air yang terdapat. Hitung dalam persen.
 Cara Gravimetri, ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang hingga selisih antar
penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode tersebut tidak sesuai untuk
ekstrak dengan kandungan minyak atsiri yang tinggi, dan lebih sesuai
digunakan sebagai penetapan kadar susut pengeringan.
4. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur tertentu
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan
mineral interal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi suatu
ekstrak (Depkes RI, 2000).
5. Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu
yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan
bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memangg seharusnya
tidak boleh ada. Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memangg
seharusnya tidak boleh ada. Nilai yang diamati adalah nilai maksimum kadar
etanol, nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian. (Depkes RI, 2000).
6. Residu Pestisida
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang
terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau
tanah (Deptan, 1984). Beberapa yang mengindikasikan batas residu, digunakan
untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR)
adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan
dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal
pada komoditas makanan dan daging hewan.
7. Cemaran logam berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam berat
dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang telah
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
8. Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
pathogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikab jaminan
bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung
mikroba non patogen melebihi batas yang telah ditetapkan karena berpengaruh
pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
9. Cemaran aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.
Aflatoksik sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan
keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik (penghambatan pada
pertumbuhan janin), dan karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan). Jika
ekstrak positif mengandung aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan
menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin et al,
2011).
2.10. Uji Kandungan Kimia Ekstrak kencur (kaempferia galangal L.)
Uji kandungan kimia ekstrak kencur (kaempferia galangal L.) merupakan salah
satu parameter mutu spesifik.
a) Prinsip : Ekstrak ditimbang, diekskresikan dengan pelarut dan cara tertentu,
kemudian dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram
yang khas.
b) Prosedur :
1. Larutan uji : Ekstrak ditimbang dan diekskresikan berturut-turut dengan pelarut
hexane, etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan pengocokan
selama 15 menit atau dengan getaran ultrasonic atau dengan pemanasan
kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji.
2. Kromatografi lapis tipis (KLT) : umumnya dibuat kromatogram pada lempeng
silica gel dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan
kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi
fotohasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai atau
dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan instrument
densitometer (TLC-Scanner). Perekaman dapat dilakukan secara absorbsi-
refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm, dan 415 nm atau pada
panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang sudah
diketahui.
c) Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
a. Prinsip : dengan penetapan kadar spektrofotometri, titrimetric, volumetri,
gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia.
Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas linearitas.
b. Prosedur :
1. Penetapan kadar minyak atsiri
Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakan dapat
menghasilkan 1 – 3 ml minyak atsiri. Masukkan ekstrak yang telah ditimbang
kedalam labu. Hubungkan dengan bagian pendingin dan penampungan
berskala (rangkai keseluruhan alat destilasi). Didihkan isi labu dengan
pemanasan yang sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung tidak
terlalu kuat atau sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak
bertambah lagi dalam bagian penampung berskala.
2. Penetapan kadar steroid
- Larutan baku : timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol
secara bertingkat sehingga diperoleh kadar 5,10 dan 20 μg/ml.
- Larutan uji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutan dalam 20 ml etanol
dalam labu takar. Ulangi sampai 3 kalidengan cara yang sama. Kedalam 2
labu yang masing-masing berisi larutan uji dan larutan baku dan kedalam
labu ketiga berisi 20.0 ml etanol sebagai blanko, tambahkan 2.0 ml larutan
yang dibuat dengan melarutkan 50 mg tetrazolium biru dalam 10 ml
methanol dan campur, kemudian kedalam tiap labu ditambahkan 2.0 ml
campuran etanol dan tetrametil ammonium hidroksida (9:1), campur dan
biarkan dalam gelap selama 90 menit. Ukur segara serapan yang diperoleh
dari larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang ± 525 nm.
3. Penetapan kadar tannin
Lebih kurang 2 g ekstrak ditimbang seksama dipanaskan dengan 50 ml air
mendidih diatas penangas air selama 30 menit sambal diaduk. Diamkan
selama beberapa menit, endapkan, saring (bisa dengan kapas) kedalam labu
takar 250 ml. Larutkan kembali residu dengan air mendidih, kemudian saring
kembali ketempat yang sama. Ulangi penyaringan beberapa kali hingga bila
direaksikan dengan besi (III) ammonium sulfat tidak menunjukan adanya
tannin. Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250 ml. Pipet
25 ml larutan kedalam labu 1000 ml, tambahkan 750 ml air dan 25 ml asam
indigo sulfat, titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N hingga larutan
berwarna kuning emas. 1 ml kalium permanganat 0,1 N setara dengan
0,004157 g tannin.
- Asam indigo sulfonate : larutkan 1 mg indigo karmin dalam 25 ml asam
sulfat, tambahkan 25 ml asam sulfat lagi dan encerkan dengan air
secukupnya hingga 1000 ml.
4. Penetapan kadar flavonoid
- Hidrolisis : timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia dan
masukkan kedalam labu alas bulat. Tambahkan system hidrolisis yaitu 1,0
ml larutan 0,5% b/v heksametilentetramina, 20,0 ml aseton dan 2,0 ml
larutan 25 % HCl dalam air. Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampai
mendidih (gunakan pendingin air/reflux) selama 30 menit. Campurkan
hasil hidrolisis ditambah 20 ml aseton untuk dididihkan kembali sebentar,
lakukan 2 kali dan filtrate dikumpulkan semua kedalam labu ukur. Setelah
labu ukur dingin , maka volume ditetapkan sampai tepat 100,0 ml. kocok
ad homogen. 20 ml filtrat hidrolisa dimasukkan corong pisah dan
tambahkan 20 ml H2O, selanjutnya dilakukan ekstraksi kocok, pertama
dengan 15 ml etilasetat. Kemudian 2 kali dengan 10 ml etilasetat dan
kumpulkan fraksi etilasetat kedalam labu ukur 50,0 ml, akhirnya
tambahkan etilasetat sampai tepat 50,0 ml. untuk replikasi
spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4 kali.
- Uji spektrofotometri : masukkan 10 ml larutan fraksi etilasetat (hidrolisa)
kedalam larutan 25,0 ml, tambahkan 1 ml larutan 2 g AgCl3 dalam 100 ml
larutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam methanol) secukupnya sampai
tepat 25,0 ml. Hasil reaksi siap diukur pada spektrofotometer setelah 30
menit berikutnya pada panjang gelombang maksimum. Perhitungan kadar
menggunakan bahan standar glikosida (hiperoksida, rutin, hesperidin),
gunakan kurva baku dan nilai kadar terhitung sebagai bahan standar
tersebut. Jika menggunkan hiperoksida dapat langsung diukur dengan
rumus :
Kadar total flavonoid = [ ( Α ° x 1,25) berat sampel ]%
5. Penetapan kadar alkaloid
Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 ml
pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutan asam sulfat ( 1 dalam 350) dan
kocok kuat selama 5 menit. Tambahkan 20 ml eter, kocok hati-hati, sering
lapisan asam kedalam corong pisah kedua. Kocok lapisan eter 2 kali, tiap kali
dengan 10 ml larutan asam sulfat ( 1 dalam 350), saring tiap lapisan asam
kedalam corong pisah 125 ml kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak
tambahkan 10 ml larutan natrium hidroksida dan 50 ml larutan eter, kocok
hati – hati, pindahkan lapisan air kedalam corong pisah 125 ml ketiga berisi
50 ml eter. Kocok corong pisah ketiga dengan hati-hati, buang lapisan air,
cuci dengan 20 ml air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan eter masing
–masing dengan 20 ,20 dan 5 ml larutan asam sulfat ( 1 dalam 70). Lakukan
ekstraksi dengan corong pisah ketiga lebih dahulu, kemudian corong pisah
kedua. Campurkan ekstrak asam dalam labu ukur 50,0 ml, encerkan dengan
asam sampai tanda. Lakukan hal sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding
yang tersedia. Encerkan masing –masing 5,0 ml larutan uji dan larutan
pembanding dengan larutan asam sulfat (1 dalam 70) hingga 100,0 ml dan
tetapkan serapan tiap larutan pada panjang gelombang tertentu menggunakan
larutan asam sulfat (1 dalam 70) sebagai blanko.
6. Penetapan antrakinon
Timbang 0,1 g ekstrak, kocok dengan 10 ml air panas selama 5 menit,
saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 ml
benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 ml larutan
ferri klorida 5% dan 5 ml asam klorida. Panaskan campuran pada penangas
air selama 10 menit dalam tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksi dengan 10
ml benzena. Uapkan cairan hingga habis pada cawan porselen dengan
pemanasan lemah. Larutkan residu dalam 5 ml larutan kalium hidroksida 5%
dalam methanol. Ukur serapan pada panjang gelombang 515 nm.
2.11. Penetapan Kadar Senyawa Marker Pada Ekstrak Rimpang Kaempferia galangal
1. Senyawa Marker
Senyawa marker(penanda) adalah suatu senyawa yang terdapat dalam bahan alam
dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau
standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai penanda
apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya
dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat
diisolasi (Purnomo, 2008).
Senyawa marker(penanda) dapat digolongkan menjadi empat yang didasarkan
pada bioaktifitasnya. Empat golongan ini meliputi senyawa aktif, penanda aktif,
penanda analitik dan penanda negatif.
a. Senyawa aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas secara klinik.
b. Penanda aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas farmakologi dan khasiatnya,
tetapi khasiatnya belum dibuktikan secara klinis.
c. Penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk determinasi secara kuantitatif.
Senyawa ini dimungkinkan atau tidak aktifitas biologisnya dan dapat membantu
identifikasi positif dari bahan tanaman atau ekstrak tanaman atau digunakan untuk
tujuan standardisasi.
d. Penanda negatif adalah senyawa yang memiliki sifat alergi atau toksik atau
mengganggu bioavailabilitasnya (Patterson, 2006).

2. Kromatografi Fingerprint
Fingerprint chromatografi merupakan suatu teknik kromatografi yang
membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen kimia yang ada dalam
ekstrak tanaman dan produknya. Metode ekstraksi dan persiapan sampel merupakan
tahap yang penting fingerprint obat herbal yang berguna untuk efisiensi evaluasi sebagai
kontrol kualitas (Liang et al., 2004).
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik
tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi
lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena hanya memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan
yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta penanganannya
sederhana.KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang
gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan
densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada
umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata
serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan
teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit
untuk analisis dan jumlah cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan
diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase gerak),
pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa
yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi (Stahl,
1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-
nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100
(Stahl, 1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada
deteksi senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak mengandung flavonoid
menggunakan AlCl3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat (Markham,
1988).

Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT),yaitu:


a. Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk uji
identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang
digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika
mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Analisis Kuantitatif Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng
dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua
adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam
bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode
spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007).

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Alat dan bahan


A. Alat
B. Bahan
a. Gelas ukur
a. Ekstrak kencur
b. Pipet volume
b. Etanol 96%
c. Timbangan analitical
c. Standar EPMS
d. Labu ukur
d. n-heksana
e. Chamber
e. etil asetat
f. Ultrasonik
f. asam format
g. Plat KLT
h. Densitometri
i. Pipa kapiler
j. Erlenmeyer
k. Corong glass
l. Kertas saring

3.2. Prosedur Kerja


1. Pembuatan Eluen (Fase gerak)
Eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat : asam formiat
(90:10:1).Buatlah eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber.
Homogenkan di dalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila volume
eluen terlalu banyak, maka dikurangi.Jangan sampai totolan awal pada
lempeng KLT tercelup di dalam eluen.
2. Pembuatan Larutan Baku
A. Pembuatan larutan baku induk (BI)
a. Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250,0 mg, ditambah
dengan 20 mL etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian ditambah
dengan etanol 96% sampai tepat 50,0 mL. Diperoleh larutan baku induk 1
dengan konsentrasi 5000 ppm (LI 1).
b. Dipipet 4,0 ml LI 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml. ditambahkan
etanol 96% sampai garis tanda, kocok ad homogen. Diperoleh larutan
baku induk 2 dengan konsentrasi 2000 ppm (LI 2).
B. Pembuatan baku kerja
Baku Induk /baku
Larutan
Konsentrasi kerja yang Jumlah yang digunakan
Baku
diambil

Baku 1 200 ppm 5,0 ml baku 3 Ditambah etanol ad 10,0 ml

Baku 2 300 ppm 5,0 ml baku 5 Ditambah etanol ad 10,0 ml

Baku 3 400 ppm 5,0 ml baku 6 Ditambah etanol ad 10,0 ml

Baku 4 500 ppm 5,0 ml LI 1 Ditambah etanol ad 50,0 ml

Baku 5 600 ppm 3,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml

Baku 6 800 ppm 4,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml

3. Preparasi Sampel
A. Sampel untuk Penetapan Kadar
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak tiga kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2,0 mL. Diultrasonik selama 5 menit.
Ditambahkan etanol 96% sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring dan ditampung filtratnya
B. Sampel untuk Penentuan Recoveri
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak tiga kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2,0 mL. Diultrasonik selama 5 menit.
Ditambahkan standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml, kemudian ditambahkan
pelarut sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit. Kemudian disaring dan
ditampung filtratnya
C. Penotolan sampel dan standar pada lempeng KLT
a. Totolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 mikroliter,
sedangkan standar EPMS sebanyak 2 mikroliter pada plat KLT.

20 cm

0,5 cm

10 cm

2 cm 1,5 cm

1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm

Keterangan :

Jarak antarnoda : 1,5 cm

1, 2, 3 dst : standar EPMS

S1, S2, S3 : Sampel 1, 2, dan 3

R1, R2, R3 : sampel recoveri 1, 2, dan 3

4. Cara Kerja analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scanner


A. Penentuan panjang gelombang maksimum
Plat KLT yang sudah di-scan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian di-scan pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan
absorbanmaksimum.Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan
digunakan untuk pengukuran.
B. Penentuan linearitas
Linearitas menentukan dari larutan standart EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antara kadar dan luas area
noda.

C. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2uL dan
larutan standar EPMS masing-masing 2 μL pada lempeng KLT.Lempeng ini
kemudian dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-
densitometer pada panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung
berapa standart deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan akurasi
Untuk menentukan % recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 μL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing 2 μL pada lempeng KLT. yLempeng ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum.

Kadar yang diperoleh Ct


% recovery= = x 100 %
Kadar yang sebenarnya Cp+ Cst

Dimana :CT = Kadar EPMS yang diperoleh


Cp = Kadar EPMS dalam sampel
Cst = Kadar standar EPMS yang ditambahkan
b
S
M
P
E
g
2
U
D
m
d
u
%
6
l9
0
i5
a
tr
e
s
n
o
k
)
1
I
L
(
h
p
l
:
t
f
)
1
u
s
D
i
d
,
r
b
c
k
a
y
.
n
e
g
m
o
h
-
0
9
(
3.3.
Hasil yang telah diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan
koefisen variasinya (KV).
Kadar etil-p-metoksisinamat dalam kencur cukup tinggi (tergantung

Bagan Alir
spesiesnya) dengan bias sampai 10%.

1. Pembuatan Eluen (Fase gerak)

2. Pembuatan Larutan Baku


A. Pembuatan Larutan Induk
a. Pembuatan larutan baku induk 1

b. Pembuatan larutan baku induk 2


4
,p
1
b
lD
m
g
%
6
9
h
c
d
u
i0
a
tr
e
s
n
o
k
)
2
I
L
(
p
L
r
0
,
4
k
u
s
i
D
h
e
+
l
g
m
o
H
.
d
n
a
t
2
I
1
b
%
6
9
3
B. Pembuatan Baku Kerja
a. Baku induk 6

b. Baku induk 5

c. Baku induk 4
p
0
,
L
r
k
u
s
i
h
t
e
+
l
g
m
o
H
.
a
d
n
5
D
1
I
b
9
%
6
B
4 d. Baku induk 3

e. Baku induk 2

f. Baku induk 1

3. Preparasi Sampel
A. Sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam Ekstrak Kering
f
0
3
h
-
g
2
k
y
b
9
o
U
s
D
e
p
m
n
d
a
iltr
,E
S
M
P5
1
%
6
u
B. Sampel untuk penentuan recoveri

C. Penotolan sampel dan standar pada plat KLT


Totolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 μL,
sedangkan standar EPMS sebanyak 2 μL pada plat KLT.

20 cm

0,5 cm

10 cm

2 cm 1,5 cm

1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm

Keterangan :
Jarak antarnoda : 1,5 cm
1, 2, 3 dst : standar EPMS
S1, S2, S3 : Sampel 1, 2, dan 3
R1, R2, R3 : sampel recoveri 1, 2, dan 3
4. Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scanner
A. Penentuan panjang gelombang maksimum
Plat KLT yang sudah di-scan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian di-scan pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan
absorbanmaksimum. Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan
digunakan untuk pengukuran.
B. Penentuan linearitas
Linearitas menentukan dari larutan standart EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antara kadar dan luas
area noda.
C. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2μL dan larutan
standar EPMS masing-masing 2 μL pada lempeng KLT.Lempeng ini kemudian
dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer
pada panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung berapa standart
deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan akurasi
Untuk menentukan % recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 μL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing 2 μL pada lempeng KLT. yLempeng ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada
panjang gelombang maksimum.

Kadar yang diperoleh Ct


% recovery= = x 100 %
Kadar yang sebenarnya Cp+ Cst

Dimana :CT = Kadar EPMS yang diperoleh


Cp = Kadar EPMS dalam sampel
Cst = Kadar standar EPMS yang ditambahkan
Hasil yang telah diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan
koefisen variasinya (KV).
Kadar etil-p-metoksisinamat dalam kencur cukup tinggi (tergantung
spesiesnya) dengan bias sampai 10%.
BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

HASIL

PERHITUNGAN

1. Perhitungan Konsentrasi Larutan Baku


a. Baku Induk
Ditimbang standart EPMS 250.0mg ± 10% (225mg – 275mg)
EMPS yang ditimbang : 251.71 mg
251.71mg
Baku Induk 1 : x 1000 ppm=5034.2 ppm
50 ml
4.0 ml
Baku Induk 2 : x 5034.2 ppm = 2013.68 ppm
10.0 ml
b. Baku Kerja
BK 6 : V1 x N1 = V2 x N2
4.1 ml x 2013.68 ppm = 10.0 ml x N2
N2 = 805.472 ppm

BK 5 : V1 X N1 = V2 X N2

3.0 ml x 2013.68 ppm = 10.0 ml x N2

N2 = 604.104 ppm
BK 4 : V1 X N1 = V2 X N2

5.0 ml x 5034.2 ppm = 50.0 ml x N2

N2 = 503.42 ppm

BK 3 : V1 X N1 = V2 X N2

5.0 ml x 805.472 ppm = 10.0 ml x N2

N2 = 402.736 ppm

BK 2 : V1 X N1 = V2 X N2

5.0 ml x 604.104 ppm = 10.0 ml x N2

N2 = 302.052 ppm

BK 1 : V1 X N1 = V2 X N2

5.0 ml x 402.736 ppm = 10.0 ml x N2

N2 = 201.368 ppm

2. Perhitungan Konsentrasi Larutan Standart EPMS


Ditimbang standart EPMS 50.0mg ± 10% (45mg – 55mg)
EPMS yang ditimbang : 51.5 mg
51.5 mg
N= x 1000 ppm=515 ppm 0.515 mg/ml
100 ml
3. Penimbangan Ekstrak
a. Sampel 20.0 mg ± 10% (18mg – 22mg)
Sampel 1
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9052 g
Berat ekstrak : 0.0202 g ~ 20.0 mg
Sampel 2
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9055 g
Berat ekstrak : 0.0205 g ~ 20.5 mg
Sampel 3
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9051 g
Berat ekstrak : 0.0201 g ~ 20.1 mg
b. Recovery 20.0 mg ± 10% (18mg – 22mg)
Recovery 1
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9056 g
Berat ekstrak : 0.0206 g ~ 20.6 mg
Recovery 2
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9050 g
Berat ekstrak : 0.0200 g ~ 20.0 mg
Recovery 3
Botol kosong : 12.8850 g
Botol + ekstrak : 12.9048 g
Berat ekstrak : 0.0198 g ~ 19.8 mg
4. Luas Area

Track Max Pos Area (y) Kadar (x) ppm R = 0.98128

BK 1 0.41 4078.6 201.368 A = 2262.18


BK 2 0.40 7046.0 302.052 B = 13.4591
BK 3 0.39 7953.8 402.736 Y = bx + a
BK 4 0.39 9074.1 503.42
Y = 13.4591x + 2262.18
BK 5 0.39 10681.4 604.104

BK 6 0.39 12682.5 805.472

S1 0.40 8784.2 485.58

S2 0.40 9193.9 515.02

S3 0.39 8491.4 462.83

R1 0.39 8861.4 490.32

R2 0.39 9445.5 533.71

R3 0.39 7444.0 358.00

5. Perhitungan Kadar Sampel dan Recovery


S1 : y = bx + a
8784.2 = 13.4591x + 2262.18
X = 484.58 ppm
S2 : y = bx + a
9193.9 = 13.4591x + 2262.18
X = 515.02 ppm
S3 : y = bx + a
8491.4 = 13.4591x + 2262.18
X = 462.83 ppm
R1 : y = bx + a
8861.4 = 13.4591x + 2262.18
X = 490.32 ppm

R2 : y = bx + a
9445.5 = 13.4591x + 2262.18
X = 533.71 ppm
R3 : y = bx + a
7444.0 = 13.4591x + 2262.18
X = 385.00 ppm
6. Kadar Pengenceran
3 ml
S1 : x 484.58=1453.74 ppm
1 ml
3 ml
S2 : x 515.02=1545.06 ppm
1 ml
3 ml
S3 : x 462.83=1388.49 ppm
1 ml
3 ml
R1 : x 490.32=1470.96 ppm
1 ml
3 ml
R2 : x 533.71=1601.13 ppm
1 ml
3 ml
R3 : x 385.00=1155.00 pp m
1 ml
7. Sampel dalam 5ml
5 ml x 1453.74 mg
S1 : =7.27 mg
1000 ml
5 ml x 1545.06 mg
S2 : =7.73 mg
1000ml
5 ml x 1388.49 mg
S3 : =6.94 mg
1000 ml
5 ml x 1470.96 mg
R1 : =7.35 mg
1000ml
5 ml x 1601.3 mg
R2 : =8.00 mg
1000 ml
5 ml x 1155.00 mg
R3 : =5.78 mg
1000 ml
8. Kadar EPMS
7,27 mg
S1 : x 100 %=35.99 %
20.2 mg
7,73 mg
S2 : x 100 %=37.71 %
20.5 mg
6.94 mg
S3 : x 100 %=34.78 %
20.1 mg
X : 36.16
SD : 1.47
1.47
KV : =0.04 %
36.16
7,35 mg
R1 : x 100 %=35.68 %
20.6 mg
8.00 mg
R2 : x 100 %=40.00 %
20.00 mg
5.78 mg
R3 : x 100 %=29.19 %
19.8 mg
X : 34.96

9. % Recovery
Ct
% recovery = x 100 %
Cp+Cst
7.35
x 100 %=92.29%
R1 : 36.16 x 20.6
( 100 )
+ 0.515

8.00
x 100 %=103.27 %
R2 : 36.16 x 20.0
( 100 )
+ 0.515

5.78
x 100 %=75.31 %
R3 : 36.16 x 19.8
( 100 )
+ 0.515

X : 90.29 %
SD : 14.09
14.09
KV : x 100 %=0.16 %
90.29

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan penetapan senyawa marker pada ekstrak
rimpang kencur dengan menimbang sebanyak 20.0 mg ± 10% (18mg - 22mg) masing-
masing 6kali, yaitu 3 untuk sampel dan 3 untuk recovery. Untuk sampel ditambah dengan
pelarutnya 2ml kemudian diadkan dengan etanol sampai 5ml, dan untuk recovery
ditambah standart EPMS 1ml. Lalu semua tabung di ultrasonik sebanyak 3x selama 5
menit, dimana itu bertujuan agar senyawa EPMS pada rimpang kencur dapat tertaril
seluruhnya secara maksimal. Kemudian dilakukan penyaringan dan pengenceran dengan
dipipet 1.0ml dari sampel dan recovery kemudian ditambah etanol, hal ini bertujuan
untuk menetapkan kadar EPMS dalam ekstrak kering. Kemudian sampel dan recovery
ditotolkanpada plat KLT dan di eluasi dengan menggunakan eluen n-heksan-etil asetat-
asam format dengan perbandingan 90 : 10 : 1. Plat KLT akan di scan pada panjang
gelombang 200-400 nm untuk mencari panjang gelombang maksimum untuk perhitungan
kadar. Setelah di dapat panjang gelombang maksimum (310nm) maka akan digunakan
untuk menghitung kadar EPMS.

Pada praktikum kali ini dilakukan validasi metode analisis yang meliputi
pengujian parameter linieritas, presisi, dan akurasi. Pertama adalah melihat linieritas dari
kurva baku yang digunakan, dimana linieritas sendiri adalah kemampuan metode analisis
yang memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik. Sebagai parameter adanya hubungan linieritas digunakan koefisien korelasi (r)
pada analisis regresi linier y=bx + a, disini menggunakan semua baku yaitu BK1-BK6
sebagai x dan luas area panjang gelombang maksimum 310nm. Sehingga didapatkan
persamaan regresi y = 13.4591x + 2262.18 dan koefisien relasi (r) = 0.9813. Kriteria
penerimaan suatu metode dikatakan linier jika koefisien korelasi (r) ≥ 0.99. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode analisis memenuhi persyaratan
linieritas.

Selanjutnya yang kedua adalah menentukan presisi, dimana presisi sendiri dalah
metode analisis yang menyatakan kedekatan hasil dari beberapa pengukuran dengan
metode multiple sampling/ koefisien variasi. Bila CV <2% maka metode tersebut mampu
memberikan presisi bagus. Hasil dari praktikum kami dengan sampel yang digunakan
dapat memberikan hasil presisi yang baik atau bagus.

Dan yang ketiga adalah pengukuran akurasi, kedekatan hasil analisis dengan nilai
yang sebenarnya dihitung dengan recovery yang ditambah dengan sejumlah analit yang
telah diketahui kadarnya pada sampel. Nilai recovery untuk analisis sediaan obat adalah
98-102%, tetapi pada angka 95-100% sudah cukup memadahi untuk suatu laboratorium
Q.S pada suatu industri farmasi. Persen recovery yang didapat yaitu bervariasi 92.29%,
103.27%, dan 75.31% sehingga didapatkan rata-rata sebesar 90.29%. hasil tersebut tidak
memenuhi persyaratan persen recovery diatas.

Pada pratikum kali ini, hasil pada metode untuk menentukan presisi sampel
maupun recovery bertolak belakang yaitu 0.4% dan 0.16% yang artinya tidak memiliki
kedekatan hasil dari beberapa pengulangan percobaan. Hal ini bisa terjadi karena
kesalahan praktikan pada waktu menimbang atau pada waktu menambahkan etanol. Hal
ini tidak sesuai dengan teori bahwa bila suatu hasil analisis meemiliki nilai presisi bagus
maka nilai akurasi jelek, dimana akurasi kelompok kami juga tidak masuk rentang
(90.29%)

Kadar EPMS dalam ekstrak bervariasi dari ketiga replikasi, hal ini merupakan
bahwa homogenitas ekstrak sangat rendah dan perlakuan praktikkan memperngaruhi
keseragaman kandungan EMPS dalam ekstrak.

Pada Farmakope Herbal adalah ≥ 4.3 % sedangkan pada kelompok kami didapat
36.16% pada sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam ekstrak kering dan pada
sampel untuk penentuan recovery 90.29%. Berdasarkan hasil tersebut kadar EPMS
kelompok kami memenuhi persyaratan≥ 4.3 % namun dengan homogenitas yang sangat
rendah menyebabkan % recovery dibawah standart (98-102%), selain itu nilai KV untuk
larutan recovery terbilang kecil yaitu 0.16% yang mungkin menjelaskan bahwa tingkat
homogenitas ekstrak di dalam pembawa sudah cukup tinggi, faktor lain yang mungkin
berpengaruh pada praktikum ini yaitu pada penotolan ke plat KLT.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan data yang diperoleh, maka dapat disipulakn bahwa :

1. Penentuan kadar senyawa marker dalam ekstrak merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari standarisasi atau pembakuan suatu ekstrak.
2. Diperoleh akurasi yang kurang dari persyaratan 90.29%
3. Diperoleh presisi yang tinggi dimana nilai SD dan KV melebihi persyaratan yang telah
ditetapkan dimana nilai SD yang diperoleh 14.09 sedangkan nilai KV sebesar 0.16%.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. ITB Press: Bandung

Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

Departemen Pertanian. 1984.Petunjuk Pemakaian Pestisida. Banjarmasin: Balai


Informasi Pertanian.

Ditjen POM, (1986), Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia:


Jakarta.
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 323-346, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Hargono, Djoko. dkk, 1986, Sediaan Galenik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Liang, Y., Xieb P., Chan K., 2004, Review : Quality control of herbal medicines,
Journal of Chromatography B, 812 (2004), 53-70

Markham, 1988, Cara Identifikasi Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kosasih


Padmawinata, hal 1-20, Penerbit ITB, Bandung.

Muhlisah F, 1999, Temu-temuan dan Empon- empon, Budidaya dan Manfaatnya,


Penerbit Kanisius : Yogyakarta

Patterson, C.A.,2006. Markers and Natural Health Products, Wellness Ewst


Technology Watch, Canada

Purnomo, A.D., 2008, Analisis Makroskopik, Mikroskopik, dan PenentuanSenyawa


Identitas dari Simplisia Herba Purwoceng, Skripsi, FakultasFarmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rukmana, R, 1994,Kencur,Kanikus : Yogyakarta.


Saifudin, A., Viesa, R., dan Hilwan, Y.T. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta:Graha Ilmu.

Soeratri, W. dan Tutik, P. 2004. Penambahan asam glikolat terhadap efektifitas sediaan
tabir surya kombinasi anti UV-A dan anti UV-B dalam basis gel. Majalah Farmasi
Airlangga: Surabaya
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Edisiterjemahan
(diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, IwangSoediro), ITB press, Bandung,
3-18.
Sutriani L. 2008. Ektraksi Pelarut. Available onlineat
http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html.Diakses : 20 Agustus
2016.
LAPORAN 4
PEMBUATAN KAPSUL EKSTRAK KENCUR DAN PENETAPAN KADAR SENYAWA
MARKER EPMS DALAM KAPSUL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk kesediaan padat, dimana satu bahan macam
obat atau lebih dan / atau bahan inert lainnya yang dimasukan kedalam cangkang atau wadah
kecil umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.Komponen kapsul yaitu zat aktif obat,
cangkang kapsul, dan zat tambahan berupa bahan pengisi contohnya laktosa. Penetapan
kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat dalam
kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan
kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul.
Kencur ( Kaempferia galang L. ) termasuk salah satu jenis empon – empon atau tanaman
obat yang tergolong dalam suku temu – temuan ( Zingiberaceae ). Etil-p-metoksisinamat
merupakan senyawa utama dari rimpang tanaman kencur yang umumnya ditemukan di
dalam ekstrak diklorometana dan n-heksana (Huang, Yagura, & Chen,2008). Selain
termasuk sebagai salah satu sumber senyawa marker yang terdapat dalam Farmakope Herbal
Indonesia, rimpang kencur dapat digunakan secara tradisional untuk mengendalikan
pembengkakan, asam urat dan reumatik (Depkes RI, 2008).
Senyawa marker dibutuhkan sebagai pembanding dalam konfirmasi keberadaan suatu
ekstrak tanaman dalam produk obat bahan alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif
dan kuantitatif dapat dijadikan indikator mutu suatu obat herbal. Studi tentang senyawa
marker dapat pula diterapkan pada proses pemastian keaslian spesies, pencarian sumber baru
atau pengganti bahan mentah, optimasi metode ekstraksi, purifikasi, elusidasi struktur dan
penentuan kemurnian. Penelusuran yang sistematis menggunakan senyawa marker
memungkinkannya menjadi acuan dalam penemuan dan pengembangan terhadap obat baru
(Badan POM RI, 2011).
Dari uraian diatas maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pembuatan sediaan
kapsul dengan menggunakan bahan baku ekstrak kencur ( Kamepferia galanga L. ) dan
penetapan kadar senyawa marker yang terdapat didalam kapsul
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan kapsul ekstrak rimpang kencur (Kaempferia
galanga L.).
2. Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul
ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L.).
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari praktikum kali ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan kapsul ekstrak rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.).
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul
ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L.).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kencur ( Kaempferia galanga L. )


Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh
di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga
para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada di
dalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Barus 2009).

Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang


dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair
dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan
dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar
pada ruas ruas rimpang berwarna putih kekuningan.

Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas
ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong pendek.

A. Klasifikasi Tanaman

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : K. Galanga ( Hudha dkk, 2015 )
2.2 Kandungan Kimia danManfaat Kencur
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6)
parafin.

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam
kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan produktivitas
lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat
diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan
obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur
sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado, pecal dan
urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras kemudian diseduh dengan air
masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan sebagai minuman. Minuman ini
berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa
minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan untuk meramu obat-obatan
tradisional yang sudah banyak di produksi oleh
pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain
untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa
juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur
disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil
pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan
jaringan kulit (Rosita,2007).
2.3 Tinjauan tentang Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan penyari simplisia
menurut cara yang cocok, dluar pengaruh cahaya matahari langsung ( BPOM, 2010 ).
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum
yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk
diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989). Ekstrakjuga merupakan bentuk sediaan
yang
diperolehdenganmengekstraksisenyawaaktifdarisimplisianabatiatausimplisiahewanimenggun
akanpelarut yang sesuai (DepertemenKesehatan, 1995).Ada beberapa jenis ekstrak yakni:
ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa
dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-
30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).
2.4 Tinjauan tentang Senyawa Marker
Senyawa marker (penanda) merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alamdan
dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi ataustandardisasi)
melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai penanda apabila bersifat khas,
mempunyai struktur kimia yang  jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang
biasa digunakan,  bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi. Senyawa atau zat penanda
jugadapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa identitas suatu simplisia
tanamantertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut tidak dimiliki
olehsimplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).

Marker dapat digunakan untuk identifikasi denganbenar dan autentik sumberbahan


alam, mencapai kualitas yang konsisten, mengkuanifikasi senyawa farmakologikaktif pada
produk akhir, atau memastikan efikasi produk. Marker sangat penting dalamevaluasi
jaminan kualitas produk.Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi.
Senyawa markerdapat digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan bioaktivitasnya.

Klasifikasi marker :

1. Zat aktif
Merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui. Contoh : Epedrin pada
Ephedra sinensis dan slimarin pada Sylibum marianum.
2. Marker aktif
Merupakan zat kimia yang memounyai efek farmakologi tapi belum tentu mempunyai efikasi
klinik. Contoh : Allin pada Allium sativum.
3. Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk dekriminasi kuantitatif tapi belum tentu mempunyai
aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini juga berguna untuk identifikasi
positif bahan baku dari ekstrak untuk standarisasi. Contoh : Alkilamid yang berbeda
ditemukan pada akar Echinoceae angustifolia dan Echinoceae purporeaetetapi tidak ada pada
Echinoceae palida.
4. Marker negatif
Senyawa aktif dengan zat aktif toksik/allergenik. Contoh : asam ginkolat.
Menurut Wahyuono dkk.(2006), idealnya senyawa penanda merupakan senyawa
aktif yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologi yang ditimbulkan oleh
penggunaan herba yang bersangkutan. Namun demikian, senyawa khas yang bukan
senyawa aktif dapat pula ditetapkan sebagai penanda. Senyawa penanda merupakan
konstituen kimia dari herba yang telah ditetapkan strukturnya yang digunakan untuk
tujuan control kualitas. Senyawa penanda digunakan manakala konstituen kimia yang
bertanggung jawab terhadap efek terapetik dari tanaman yang bersangkutan belum
diketahui (Anonim, 2007).

2.5 Tinjauan tentang Etil p-metoksisinamat( EPMS )


Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita bahwa
dalam tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-
metoksisinamat. Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi
rimpang kencur yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit
dari sengatan sinar matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa
sangat penting saat ini dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan
kulit akan tetapi pria pun memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidak
coklat atau hitam tersengat sinar matahari. Kulit dengan perlindungan akan tampak lebih
baik dalam hal warna yaitu terlihat lebih bersih dan putih (Barus,2009).
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau pun pada
bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari
ester ini diganti oleh oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun
esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran
EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat
senyawa sebagai tabir surya, selain dari itu juga untuk mengurangi tingkat bahaya
terhadap kulit.
EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan
senyawa phenil propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah
para hidroksi sinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9):
EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut
yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara
lain pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang
sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene
dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang
mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut dalam
beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah,2008).
Karena asam sinamat merupakan turunan fenil propanoid maka biosintesanya
termasuk jalur sikimat.
2.6 Tinjauan tentang Kapsul
Kapsul menurut F.I ed III Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang
kapsul, keras atau lunak. Macam-macam kapsul, yaitu kapsul cangkang keras (capsulae
durae, hard capsul) contohnya kapsul tetrasiklin, kapsul kloramfenikol dan kapsul
sianokobalamin. Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule) contohnya kapsul
minyak ikan dan kapsul vitamin. Komponen kapsul zat aktif obat, cangkang kapsul, zat
tambahan. Zat tambahan teriri dari bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat
yang cenderung mencair diberi bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium
oksida atau silikon dioksida, bahan pelicin (magnesium stearat), surfaktan/zat pembasah.
(Farmakope Indonesia ed.III, 1979).
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau
bahan lain yang sesuai (DepKes RI, 2014). Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk
sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang
dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang
sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan bisa juga keras.
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang semuanya dapat
ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu pula, kapsul dapat dibuat
untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan diapsorbsi di tempat
tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang gelatin dan digunakan sebagai
pengukur yang dini dari obat-obat bentuk serbuk. Sedikitnya satu kapsul yang
diperdagangkan, Theo-Dur Sprinkle (key pharmaceutical) yang dianjurkan untuk dipakai
dalam hal-hal sebagai berikut, untuk anak-anak atau pasien lain yang tidak dapat menelan
tablet atau kapsul. Dianjurkan agar isi kapsul, teofilin anhidrat dalam bentuk sustained
release, ditaburkan di atas sedikit makanan lunak segera sebelum ditelan. (Ansel, 2005).
Cangkang kapsul dapat mewadahi berbagai bentuk obat mulai dari serbuk, granula, cair dan
semipadat.
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk kesediaan padat, dimana satu bahan macam
obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukan kedalam cangkang atau wadah
kecil umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada formulasinya, kapsul dari
gelatin bisa merupakankapsullunak dan bisamerupakankapsul keras. Kebanyakan kapsul-
kapsul yang sudah diedarkan dipasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh
pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan.
Komponen kapsul yaitu zat aktif obat, cangkang kapsul, dan zat tambahan berupa bahan
pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi bahan
pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon dioksida serta
bahan pelicin (magnesium stearat).
Proses pengolahan kapsul dimulai dari penimbangan bahan baku yang diluluskan oleh
bagian Quality assurance. Ada dua metode pengolahan kapsul, yaitu pencampuran langsung
serbuk menggunakan mixer atau melalui proses granulasi basah. Pada metode granulasi
basah, dilakukan proses granulasi seperti pada pembuatan tablet, kemudian granul yang
dihasilkan dicampur dengan bahan lainnya. Setelah itu dilakukan proses pengisian dengan
menggunakan Filling Capsule Machine. Setelah proses pengisian, tahap selanjutnya adalah
polishing kapsul yang berguna untuk menghilangkan serbuk yang lengket pada permukaan
cangkang kapsul sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
Ukuran cangkang kapsul yang sesuai harus dipilh untuk membentuk sediaan kapsul
penuh. Cangkang kapsul tersedia dalam 8 ukuran berat jenis campuran akan memenuhi
syarat pilihan ukuran kapsul (Syamsuni, 2006).
No kapsul 000 00 0 1 2 3 4 5

Kandungan (mg) 950 65 450 350 250 200 150 100


0

Keuntungan Sediaan Kapsul :


a. Bentuknya menarik dan praktis.
b. Pengisian cepat karena tidak memerlukan bahan tambahan seperti pil dan tablet.
c. Mudah ditelan cepat hancur / larut dalam pelarut sehingga obat cepat diabsorbsi.
d. Cangkang kapsul tidak berasa sehinnga dapat menutupi obat yang memiliki bau dan rasa
yang tidak enak.
e. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosisnya yang berbeda.
Kerugian Sediaan Kapsul :
a. Tidak dapat dibagi-bagi
b. Tidak daat diberikan utuk balita
c. Tidak dapat digunakan zat yang hirgroskopis
d. Tidak dapat digunakan untuk zat yang berinteraksi dengan cangkang kapsul
e. Tidak dapat digunakan untuk bahan yang mudah menguap karena pori pori kapsul tidak
dapat menahan penguapan
2.7 Penetapan Kadar dalam Kapsul
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang
terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket.
Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam
sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi
menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum
rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada
label (Agoes, 2008).
2.8 Uji Keseragaman Bobot
Tetapkan kadar 10 kapsul, satu per satu sebagaimana dicantumkan dalam monografi
masing-masing bahan. Persyaratan untuk keseragaman dosis terletak antara 85 sampai 115%
dari yang disyaratakan dalam monografi atau yang ditentukan dalam label. Bila suatu atau
lebih unit dosis berada diluar batas tersebut, maka unit tambahan harus ditetapkan kadarnya
dan selanjutnya diperoleh persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam USP.
Kapsul Keras – Timbang satu per satu secara seksama 10 buah kapsul. Isi dari tiap
kapsul dikeluarkan dengan cara yang sesuai, isi dari kapsul disatukan.Timbang secara
seksama kapsul kosong satu per satu dan hitung untuk tiap kapsul berat bersih dari isinya
dengan cara mengurangkan berat cangkang kapsul dari masing-masing berat kotor. Dari
hasil penentuan kadar didapat sebagaimana diperintahkan dalam monografi masing-masing,
hitung kandungan zat aktif merata.
Kapsul Lunak –Timbang dengan seksama 10 kapsul yang dimaksud satu per satu untuk
mendapatkan berta kotornya. Kemudian kapsul dibuka dengan cara menggunakan alat
pemotong yang kering seperti gunting atau pisau terbuka yang tajam dan mengeluarkan
isinya dengan pencucian menggunakan pelarut yang tepat. Biarkan pelarut menguap dari
cangkang pada temperatur kamar setelah jangka waktu sekitar 30 menit, lakukan tindakan
pencegahan untuk menjaga jangan sampai kehilangan uap air. Timbang masing-masing
cangkang dan hitung isi netto. Dari hasil penentuan kadar yang diperoleh sebagaimana
diperintahkan dalam masing-masig monografi, hitung kandungan zat aktif dalam tiap kapsul,
dengan anggapan distribusi zat aktif merata.
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan
ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkangkosongdari
20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul.
Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul,tidak boleh melebihi
dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang
ditetapkan pada kolom B.
Bobot rata- rata A B

120 mg 10 % 20 %

120 mg atau lebih 7,5 % 15

BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Alat Bahan

a. Timbangan kasar a. Cangkang kapsul


b. Mortir dan stamper b. Avicel
c. Timbangan analitik c. Cab-osil
d. Kertas perkamen d. Standart EPMS
e. Pot salep e. Sampel (kapsul ektrak kencur )
f. Sudip
g. Labuukur 10.0mL
h. Pipet volume
i. Ultrasonik
j. Densitometer

3.2 Prosedur Kerja


A. Pembuatan Kapsul Ekstrak Rimpang Kencur
Dibuat 20 kapsul dari bahan ekstrak kencur dengan komposisi senyawa marker EPMS
sebanyak 15 mg/kapsul. Bahan tambahan yang digunakan yaitu campuran Cab-o-sil dan
Avicel pada perbandingan 3:1.
B. Evaluasi Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan
ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkang kosong
dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul.
Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh
melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak lebih dari 2 kapsul yang lebih
dari yang ditetapkan pada kolom B.

Perbedaan bobot isi kapsul dalam %


Bobot rata-rata isi kapsul
A B

120 mg atau lebih ±10% ±20%

Lebih dari 120 mg ±7,5% ±15%


3. Bagan Alir
A. Pembuatan KapsulEkstrak Rimpang Kencur

Tentukan no Hitung berat ekstrak, Ditimbang ekstrak,


cangkang kapsul cab-o-sil dan avicel cab-o-sil dan avicel
yang akan digunakan yang dibutuhkan

Timbang Masukkan cab-o-sil dan


Tambahkan ekstrak,
campuran menjadi avicel ke dalam mortir,
gerus ad homogen
2 bagian gerus ad homogen

Masing-masing Masukkan ke dalam Bersihkan bagian


bagian dibagi cangkang kapsul, luar kapsul,
menjadi 10 kapsul tutup kapsul masukkan wadah

B. Evaluasi Keseragaman Bobot


Dibuka cangkang Ditimbang bobot isi
Ditimbang 20 kapsul satu per satu masing-masing
kapsul sekaligus (20 kapsul) kapsul

Hitung penyimpangan bobot Hitung bobot Ditimbang 20


masing-masing kapsul rata-rata isi cangkang
terhadap bobot rata-rata kapsul kapsul
100

Penyimpangan bobot tiap kapsul, Penyimpangan bobot 2 kapsul tidak


tidak boleh melebihi dari yang lebih dari yang ditetapkan pada
ditetapkan pada kolom A (7,5%) kolom B (15%)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Bobot kapsul : 200 mg / kapsul 200 mg x 100 kapsul = 20.000 mg ~ 20,0 g

Berat EPMS  15mg/kapsul

15mg x 100 kapsul = 1500 mg = 1,5g

100 %
× 1,5 g=4,15 g ( ekstrak )
36,16 %
20 g – 4,15 g = 15,85 g ( eksipien )

Cab-o-sil = ¼ x 15,85 g = 3,96 g

Avicel = ¾ x 15,85 g = 11,89 g

Table keseragaman bobot

BOBOT
BOBOT ISI %
NO. KAPSUL + ISI KAPSUL (mg)
KAPSUL (g) PENYIMPANGAN
ISI (g)
1. 0,309 0.116 0,193 3,5%
2. 0,300 0,115 0,185 7,5%
3. 0,319 0,120 0,199 0,5%
4. 0,317 0,124 0,193 3,5%
5. 0,302 0,120 0,182 9%
6. 0,313 0,128 0,185 7,5%
7. 0,307 0,117 0,190 5%
8. 0,306 0,117 0,189 5,5%
9. 0,322 0,115 0,207 3,5%
10. 0,311 0,116 0,195 2,5%
11. 0,312 0,116 0,196 2%
12. 0,306 0,120 0,186 7%
13. 0,320 0,120 0,200 0%
14. 0,323 0,117 0,205 2,5%
15. 0,306 0,120 0,186 7%
16. 0,320 0,115 0,186 7%
17. 0,317 0,118 0,199 0,5%
18. 0,307 0,117 0,190 5%
19. 0,302 0,121 0,181 9,5%
20. 0,308 0,120 0,188 6%
Total (isi kapsul) = 3,835 g

0,2 g−0,192 g
Rata-rata= 0,192 g  % penyimpangan = ×100 %=4 %
0,2 g

4.2. PEMBAHASAN
pada praktikum kali ini kami membuat kapsul ekstrak kencur, adapun alas an
di[ilihnya sediaan kapsul antara lain :
kapsul dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat ( ekstrak ) sebagian
besar ekstrak tumbuhan memiliki rasa yang pahit atasvgetis sehingga dengan pemilihan
sediaan kapsul dapat menutupi rasa yan tidak enak. Kapsul dapat menutupi bau yang
tidak enak dari ekstrak karena bahan baku yang digunakan adalah ekstrak kencur yang
memiliki bau khas dan dapat melindungi bahan obat dari cahaya matahari langsung
maupun kontak dengan udara sekitar.
Kapsul yang digunakan untuk dikonsumsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. keseragaman kandunga (dosis) dan bobot terjamin
2. tidak toksik
3. tidak cacat secara fisik

penggunaan tanaman obat sebagai alternative dalam pengobatan untuk masyarakat


semakin meningkat sehingga diperlukan penelitian untuk membuktikan khasiat tanaman obat
tersebut. Salah satu tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan suatu penyakit adalah
ekstrak kencur. Secara empiris kencur bermanfaat sebagai ramuan untuk mengurangi sakit
kepala, radang lambung, influenza, keseleo, badan terasa lelah, masuk angin, membersihkan
darah kotor dan memperlancar haid.

Dalam praktikum ini jumlah kapsul yang dibuat adalah 100 kapsul dimana 20
kapsul digunakan untuk keseragaman bobot dan sisanya 80 kapsul untuk dikemas menjadi
produk jadi.

Formulasi dan evaluasi menjadi bagian yg penting dalam sediaan fitofarmasi


Karena melalui kedua tahap ini suatu kesediaan fitofarmasi dapat digunakan secara langsung
untuk keperluan terapi serta untuk menjamin bahwa sediaan yang dibuat telah memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi menentukan mutu dan kualitasbdari
sediaan fitofarmasi yang dibuat (diformulasi).

Untuk sediaan kapsul, evaluasi yang biasa dilakukan adalah uji keseragaman bobot,
kelarutan dan uji keseragaman kandungan. Namun dalam praktikum ini hanya dilakukan uji
keseragaman bobot. Uji keseragaman bobot ditentukan dengan menimbang sebanyak 20
kapsul , ditimbang satupersatu . dikeluarkan isi kapsul dan ditimbang bagian cangkang
kapsul ( kapsul kosong ). Namun BPOM tahun 2014 (sediaan lainnya kapsul dan kapsul
lunak) untuk kapsul yang berisi obat tradisional kering: keseragaman kapsul tidak lebih dari
2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dan bobot isi rata-rata lebih dari
10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya rata-rata lebih besar dari 25%.

Setelah dilakukan pengujian keseragaman bobot diperoleh data tidak didapatkan


penyimpangan yang melebihi persyaratan diatas.

BAB V

KESIMPULAN

BPOM tahun 2014 (sediaan lainnya kapsul dan kapsul lunak) untuk kapsul yang berisi obat
tradisional kering: keseragaman kapsul tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobot
isinya menyimpang dan bobot isi rata-rata lebih dari 10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot
isinya rata-rata lebih besar dari 25%. Maka dapat disimpulkan bahwa kapsul memenuhi
persyaratan keseragaman bobot.
DAFTAR PUSTAKA

Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta

Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi & Pelunasan, ITB, Bandung
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi ketiga, 591, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H. C.. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat,Jakarta, UI Press
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli Indonesia,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia
galanga L.). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Depkes, RI, 1995, Farmakope Indonesia, ed. 4, Depkes RI, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia, edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi sinamat.
Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya
Jani.1993.Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya
Rosita. S. M. D. O. Rostiana dan W. Haryudin.2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga Linn)
Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan obat Indonesia
XXVIII
Sutrisno. 1986. Elektronika Teori dan Penerapannya. Bandung : ITB
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Taufikurohmah. T. Rusmini. Nurhayati.2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil
Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri
Kosmetik, (online), (http:www.google.com, diakses 7 november 2009).
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani, N., Edisi V,
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
LAPORAN 5
PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER EPMS DALAM KAPSUL KENCUR
(Kaempferia galangal L.)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dasawarsa terakhir, perhatian dunia terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat
tradisional) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara berkembang maupun di negara-
negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% dari
penduduk negara maju tetah menggunakan pengobatan tradisional (Depkes, 2007).
Indonesia kaya akan sumber bahan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian
besar rakyat Indonesia secara turun temurun. Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah
antara lain karena bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya murah. Delapan puluh
persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, di antaranya sukar dijangkau oleh obat
modern dan tenaga medis karena masalah distribusi, komunikasi dan transportasi disamping
itu daya beli yang relatif rendah menyebabkan masyarakat pedesaan kurang mampu
mengeluarkan biaya untuk pengobatan modern, sehingga masyarakat cenderung memilih
pengobatan secara tradisional. Obat tradisional mempunyai makna yang sangat penting
karena di samping ketidakmampuan masyarakat untuk memperoleh obat-obat modern, juga
karena obat tradisional adalah obat bebas yang dapat diperoleh tanpa resep dokter
(Pudjarwoto et al, 1992).
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau
bahan lain yang sesuai. (Ditjen POM,1995) Kapsul keras biasanya terbuat dari gelatin
yang terdiri dari cangkang kapsul bagian badan dan bagian tutup kapsul. Kedua bagian tutup
kapsul ini akan saling menutupi bila dipertemukan dan bagian tutupnya akan menyelubungi
bagian badan kapsul. (Ansel, 2005). Gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah
mengalami peruraian oleh mikroba bila dalam keadaan lembab atau bila disimpan dalam
larutan berair . Sebagai contoh yang lain, cangkang kapsul gelatin menjadi rapuh jika
disimpan pada kondisi kelembaban relatif yang rendah (Chang, R.K. et al, 1998).
Rimpang kencur sudah dikenal luas di masyarakat baik sebagai bumbu makanan atau
untuk pengobatan, diantaranya adalah batuk, mual, bengkak, bisul dan jamur. Selain itu
minuman beras kencur berkhasiat untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk
angin, dan kelelahan, dengan dicampur minyak kelapa atau alkohol digunakan untuk
mengurut kaki keseleo atau mengencangkan urat kaki. Komponen yang terkandung di
dalamnya antara lain saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. Tanaman ini termasuk
kelas monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae dan, marga Kaempferia
(Winarto, 2007).

Senyawa marker atau biasa disebut dengan senyawa penanda adalah suatu senyawa yang
terdapat dalam bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai
penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya
dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi
(Rasheed, 2012).
Komposisi kandungan senyawa kimia yang beragam dalam suatu tanaman menyebabkan
identifikasi senyawa kimia dalam tanaman menjadi sulit. Oleh karena itu, pada identifikasi
tanaman obat herbal diperlukan suatu senyawa penanda yang dapat dijadikan identitas dari
tanaman obat (Rasheed, 2012).
Dari uraian diatas maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pembuatan sediaan
kapsul dengan menggunakan bahan baku ekstrak kencur (Kaempferia galanga L.) dan
penetapan kadar senyawa marker yang terdapat didalam kapsul.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari praktikum kali ini yaitu: Mahasiswa mampu
melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul ekstrak rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.).

1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari praktikum kali ini yaitu:
Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul
ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L.).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Tanaman Kencur (Kaemferia galanga L)

Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh


diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para
petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan
adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau
rizoma (Soeprapto,1986).

Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan
jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau
sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan
lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang tulang induk
daun yang nyata (Backer,1986).

Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang dengan
induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair dengan
aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan
kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas ruas
rimpang berwarna putih kekuningan.

Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun mahkota.
Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat tumbuh lebih dari
satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas ruas. Putik menonjol
keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentuk corong pendek.

2.1.2 Klasifikasi

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Sub famili : Zingiberoideae
Genus : Kaempferia
Spesies : K. galangal (Anonim, 2014).

2.1.3 Kandungan Kimia dan Manfaat Kencur


Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6)
parafin.
Gambar 2.1.3 Kandungan kimia rimpang kencur

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam
kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan produktivitas
lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat
diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan
obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur
sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado, pecal dan
urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras kemudian diseduh dengan air
masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan sebagai minuman. Minuman ini
berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa
minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan untuk meramu obat-obatan
tradisional yang sudah banyak di produksi oleh
pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain
untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa
juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur
disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil
pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan
jaringan kulit (Rosita,2007).

2.1.4 Senyawa Etil P-Metoksisinamat


Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita bahwa dalam
tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-metoksisinamat. Etil
p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur yang
merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting saat ini
dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi pria pun
memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar
matahari. Kulit dengan perlindungan akan tampak lebih baik dalam hal warna yaitu terlihat
lebih bersih dan putih (Barus,2009).
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau pun pada bedak
setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester ini
diganti oleh oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun esterifikasi
bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga
kelarutannya dalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir
surya, selain dari itu juga untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit.
EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa
phenil propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah para hidroksi
sinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9):
Gambar 2.1.4 Senyawa-senyawa turunan sinamat

EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat
sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang
mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara lain
pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau
mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan
kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah,2008).
Karena asam sinamat merupakan turunan fenil propanoid maka biosintesanya termasuk
jalur sikimat.

2.1.5 Senyawa Marker


Senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alamdan dideteksi
untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi ataustandardisasi) melalui
penelitian (Patterson, 2006).

Senyawa atau zat penanda jugadapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa
identitas suatu simplisia tanamantertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut
tidak dimiliki olehsimplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).

Marker dapat digunakan untuk identifikasi denganbenar dan autentik sumberbahan alam,
mencapai kualitas yang konsisten, mengkualifikasi senyawa farmakologikaktif pada produk
akhir, atau memastikan efikasi produk. Marker sangat penting dalamevaluasi jaminan kualitas
produk.Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi. Senyawa markerdapat
digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan bioaktivitasnya.

Klasifikasi marker :

1. Zat aktif (senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui).

2. Marker aktif (zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum tentu mempunyai
efikasi klinik).

3. Marker analisis (zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif,belum tentu punya
aktifitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini jugaberguna untuk identifikasi positif
bahan baku dan ekstrak untuk standardisasi.

4. Marker negatif ( senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik).Etil Para-
metoksisinamat (EPMS).

Kandungan kimia utama kencur yang banayk dimanfaatkan adalah eil sinamat dan etil
p-metoksisinamat (EPMS) yang terdapat didalam minyak atsiri kencur.Kandungan ini
banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan dalambidang farmasi sebagai obat
asma dan anti jamur (Eko dkk., 2012).

2.1.6 Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/ atau bahan
inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air
(Ansel, 2005).
Macam-macam kapsul menurut Anief (1986), yaitu:
1. Kapsul gelatin keras
Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang mengandung gelatin, gula, dan air. Kapsul
dengan tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna adalah untuk dapat menarik dan
dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai
berikut: no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas yang tertutup kedap,
terlindung dari debu, kelembaban dan temperatur yang ekstrim (panas).
2. Kapsul cangkang lunak
Kapsul lunak merupakan kapsul yang tertutup dan diberi warna macam-macam.
Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras yaitu gula diganti dengan
plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah.
Sebagai plasticizer digunakan gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris
alkohol lain.
3. Kapsul cangkang keras
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul. Bahan semi
padat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika cairan
dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk mencegah
terjadinya kebocoran. Kapsul cangkang keras dapat diisi dengan tangan. Cara ini memberikan
kebebasan bagi penulis resep untuk memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat yang
paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan kapsul cangkang keras
dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak.
Cara pembuatan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Tangan
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan tangan tanpa bantuan alat
lain. Cara ini sering dikerjakan di apotek untuk melayani resep dokter, dan sebaiknya
menggunakan sarung tangan untuk mencegah alergi yang mungkin timbul. Untuk memasukkan
obat kedalam kapsul dapat dilakukan dengan membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang
diminta. Selanjutnya, tiap bagian serbuk tadi dimasukkan kedalam badan kapsul lalu ditutup.
2. Alat bukan mesin
Alat yang dimaksud ini adalah alat yang menggunakan tangan manusia. Dengan alat ini, akan
didapatkan kapsul lebih seragam dan pengerjaan yang dapat lebih cepat karena dapat dihasilkan
berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang tetap dan yang
bergerak.
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran (00) adalah ukuran
terbesar yang dapat diberikan kepada pasien (Dirjen POM, 1995).
Ukuran cangkang kapsul

No kapsul 000 00 0 1 2 3 4 5

Kandungan (mg) 950 65 450 350 250 200 150 100


0

2.1.7 Cara Penyimpanan Kapsul


Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami
peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Oleh karena
itu kapsul gelatin yang lunak pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah
timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Bila mana di simpan dalam lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan di absorpsi (diserap) oleh cangkang kapsul
dan kapsul tersebut akan mengalami kerusakan dari bentuk dan kekerasannya (Ansel, 1989).
Cangkang kapsul kelihatannya keras, tetapi sebenarnya masih mengandung air dengan
kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia edisi IV dan 12-16% menurut literatur dari
Syamsuni 2006. Jika disimpan di tempat yang lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket
satu sama lain serta sukar dibuka karena kapsul itu dapat menyerap air dari udara yang lembab.
Sebaliknya, jika disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul itu akan kehilangan airnya
sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah (Syamsuni, 2006).
Oleh karena itu, menurut Syamsuni (2006), penyimpanan kapsul sebaiknya dalam tempat
atau ruangan yang:
1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.
2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika gel).
3. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau strip.
II. Keuntungan dan kerugian kapsul
Keuntungan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Bentuknya menarik dan praktis.
2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan berbau tidak
enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat cepat diabsorpsi.
4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-beda sesuai
dengan kebutuhan pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau
penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.
Kerugian kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat
menahan penguapan.
2. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak dapat dibagi-bagi.

2.1.8 Penetapan Kadar dalam Kapsul


Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang
terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket.
Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam
sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi
menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum
rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada label
(Agoes, 2008).

BAB III

PROSEDUR KERJA
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat
- Gelas ukur
- Labu ukur
- Cawan timbang
- Batang pengaduk
- Kertas saring
- Vial tertutup
- TLC scanner
- Lempeng KLT
- Chamber
- Pipet mikro
- Neraca analitic balance
- Aluminium foil

Bahan
- Sampel ekstrak kencur dalam etanol 96%
- Etanol 96%
- Etil asetat dalam asam formiat
- Standar EPMS
- N-Heksan

3.1.2 Prosedur Kerja


A. Pembuatan eluen

N-heksan + etil asetat + asam Masukkan kedalm chamber,


formiat (90:10:1) buat sebanyak homogenkan
101 ml
B. Pembuatan larutan baku

Timbangstandar EPMS 250,0


mg

Tambahkan etanol 20 ml, Dipipet 4,0 ml LI1, dimasukkan


diultrasonik 5 menit. Tambahkan labu ukur 10 ml, tambahkan
etanol 96% ad 50 ml (LI1) etanol 96% ad tanda (LI2)

C. Pembuatan larutan induk

Masukkan labu ukur 10,0 ml.


Tambahkan etanol 96%
Dipipet:
BK6 = 4,0 ml BI2,
BK5 = 3,0 ml BI2,
BK4 = 5,0 ml BI1,
BK3 = 5,0 ml BK6,
BK2 = 5,0 ml BK5,
BK1 = 5,0 ml BK3

D. Sampel untuk penetapan kadar sampel

Ambil 3 kapsul ekstrak Keluarkan isi dari cangkangnya,


kencur secara acak kemudian masing-masing isi
masukkan dalam labu ukur 10
ml.
Tambahkan pelarut pada masing-
Dipipet sebanyak 1,0 ml masing labu sebanyak 5 ml,
masukkan dalam vial kemudian diultrasonik selama
5menit + etanol sampai 10,0 ml.
Ultrasonik lagi selama 10 menit dan
disaring, filtrat ditampung (beri
identitas sampel )

+ etanol 96% sebanyak


2,0 ml, diultrasonik
selama 5 menit

E. Sampel untuk penentuan recovery


Keluarkan isi dari
Ambil 3 kapsul ekstrak
cankangnya, kemudian
kencur secara acak
masing-masing isi masukkan
dalam labu ukur 10 ml.

Tambahkan pelarut pada


masing-masinglabu sebanyak + standart EPMS
5 ml, kemudian diultrasonik sebanyak1,0 ml
selama 5menit

Hasil Perlakuan ke 3 + etanol 96% sebanyak 10,0


dipipet 1,0 ml, masukkan ml, diultrasonik selama 10
dalam vial menit, saring dan tampung
filtrat (beri identitas sampel )
Hasil perlakuan no 4 +
etanol 96% sebanyak 3,0
ml, diultrasonik selama 5
menit

F. Penotolan sampel dan standart pada plat KLT


Ditotolkan masing –masing sampel (sampel sediaan kapsul dan sampel sediaan kapsul untuk
recovery) sebanyak 2 μL, sedangkan standart EPMS sebanyak 2 μL pada plat KLT.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Konsentrasi (ppm) Aea Sampel 1. 6966,5

Bk1 200 3237,0 Sampel 2. 6687,4


Bk2 300 4775,6 Sampel 3. 5795,2
Bk3 400 5722,9 Recovery 1. 5284,7
Bk4 500 6387,1 Recovery 2. 5882,0
Bk5 600 7982,3
Recovery 3. 4879,1
Bk6 800 9440,7
a=1490,7 r table masuk rentang.

b=10,21479 0,917-1%= 0,84 % - 5%

r=0,9922

Berat kosong : 12,6278 j

 Berat standart EPMS.


Berat yang ditimbang : 0,0508 j
Berat botol + isi : 13,2508 j
Berat botol kosong : 13,1995 j

Berat serbuk : 0,0513 g~ 51,3 mg

 Berat sampel
S1 : 12,8116 g ~ 0,1838 g
S2 : 12,7985 g ~ 0,1707 g
S3 : 12,7944g ~ 0,1666 g
 Baku induk
Berat yang ditimbang : 0,2506 g
Berat botol + isi : 13,4497 g
Berat botol kosong : 13,1993 g
berat serbuk : 0,2504 g~ 250,4 mg

 Berat Recovery
R1 : 12,7884 g ~ 0,1606 g
R2 : 12,7944 g ~ 0,1666 g
R3 : 12,7962 g ~ 0,1684 g

 Perhitungan Baku Induk


- Baku induk 1
Yang ditimbang 250 mg ±10% : 250,4 mg
Volume : 50 ml
250,4 mg/50 ml x 1000 ml : 5008 ppm : 5008 mg/L

- Baku induk 2
4 ml/10 ml x 5008 ppm : 2003,2 ppm

 Perhitungan baku kerja


4 ml
- Baku kerja 6 : x 2003,2 ppm=801,28 ppm
10 ml
3 ml
- Baku kerja 5 : x 2003,2 ppm=600,96 ppm
10 ml
5 ml
- Baku kerja 4 : x 5008 ppm=500,8 ppm
10 ml
5 ml
- Baku kerja 3 : x 801,28 ppm=400,64 ppm
10 ml
5 ml
- Baku kerja 2 : x 600,96 ppm=300,48 ppm
10 ml
5 ml
- Baku kerja 1 : x 400,64 ppm=200,32 ppm
10 ml

 Perhitungan konsentrasi EPMS sampel 3 ml dan EPMS recovery 4 ml


- Sampel 1
y = bx + a
6966,5 = 10,21479x + 1490,7
x = 536,066 ppm
- Sampel 2
y = bx + a
6687,4 = 10,21479x + 1490,7
x = 508,7429 ppm
- Sampel 3
y = bx + a
5795,2 = 10,21479x + 1490,7
x = 421,3989 ppm
- Recovery 1
y = bx + a
5284,7 = 10,21479x + 1490,7
x = 371,4223 ppm

- Recovery 2
y = bx + a
5882,0 = 10,21479x + 1490,7
x = 429,8964 ppm
- Recovery 3
y = bx + a
4879,1 = 10,21479x + 1490,7
x = 331,7152 ppm

 Perhitungan konsentrasi EPMS sampel dan EPMS recovery 10 ml


3 ml
- Baku kerja 6 : x 536,006 ppm=1608,198 ppm
1 ml
3 ml
- Baku kerja 5 : x 508,7429 ppm=1526,2287 ppm
1 ml
3 ml
- Baku kerja 4 : x 421,3989 ppm=1264,2287 ppm
1 ml
4 ml
- Baku kerja 3 : x 371,4223 ppm=1485,6892 p pm
1 ml
4 ml
- Baku kerja 2 : x 429,8964 ppm=1719,5856 ppm
1 ml
4 ml
- Baku kerja 1 : x 331,7152 ppm=1326,8608 ppm
1 ml

 Perhitungan kadar EPMS sampel dan EPMS recovery dalam 10 ml


1608,198mg
- Sampel 1 : × 10 ml= 16,08198 ppm
1000 ml
1526 ,2287 mg
- Sampel 2 : × 10 ml= 15,262287ppm
1000 ml
1264,1967 mg
- Sampel 3 : ×10 ml = 12,641967 ppm
1000 ml
Rata-rata sampel = 14,662078
SD = 1,7968
SD
KV = × 100 %
X
1,7968
= ×100 %=12,2549 %
14,662078

1485,6892mg
- Recovery 1 : × 10 ml= 14,856892 ppm
1000 ml
1719,5856 mg
- Recovery 2 : ×10 ml = 17,195856 ppm
1000 ml
1326,8608mg
- Recovery 3 : × 10 ml= 13,268608 ppm
1000 ml
Rata-rata recovery =15,10711867
SD = 1,9755
SD
KV = × 100 %
X
1,9755
= × 100 %=13,0769%
15,10711867
 Perhitungan penyimpangan pada sampel

16,08198mg−15 mg
Sampel 1 : ×100 %=7,2132 %
15 mg

15,262287 mg−15 mg
Sampel 2 : ×100 %=1,74858 %
15 mg

12,641967 mg−15 mg
Sampel 3 : ×100 %=15,72022 %
15 mg

Ct
% Recovery = × 100 %
Cp−Cst

Ket = Cp 15mg

14,856892 mg
- Recovery 1 = × 100 %=95,77 %
15 mg+ 0,513mg
17,195856 mg
- Recovery 2 = × 100 %=110,85 %
15 mg+ 0,513mg

13,268608 mg
- - Recovery 3 = × 100 %=85,53 %
15 mg+ 0,513mg

- Rata-rata = 97,38%

- SD = 12,7369

SD
- KV = × 100 %
X

= 13,08 %

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar marker EPMS dalam sediaaan
kapsul Kaempferia galangal L.pada tanaman kencur diketahui bahwa senyawa marker yang
terkandung adalah EPMS (etil p-metoksisinamat) dan senyawa marker ini senyawa yang
termasuk golongan yang mengandung cincin benzene dan gugus metoksi yang bersifat non polar.
Selain itu senyawa EPMS mengandung gugus karbonil yang mengikat gugus etil dan ikatan
bersifat polar. Senyawa marker ini dapat digunakan untuk identifikasi dengan sumber autentik
sumber bahanalam, mencapai kualitas yang konsisten mengkuantitasi sumber farmakologik aktif
pada produk akhir serta memastikan efikasi produk.

Penentukan kadar senyawa marker dalam praktikum ini menggunakan KLT yang
dimaksud untuk uji kuantitatif salah satunya dengan densitometer. Densitometry merupakan
metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan
analit yang merupakan bercak pada KLT. Pada praktikum kali ini dilakukan 2 scanning yaitu λ
200-400 nm dan 310 nm. Untuk menguji validitas dari metode densitometri dilakukan pengujian
antara lain uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji presisi
dengan simpangan baku (SD) dan koefisien variasi (KV). Pada proses praktikum, dilakukan
pembuatan larutan baku induk dan baku kerja untuk memperoleh kurva baku. Setelah pembuatan
baku kerja selesai dilakukan preparasi sampel dan recovery yang ditambahkan dengan standart
EPMS. Lalu dilakukan penotolan dengan plat KLT yang eluen nya menggunakan eluen n-heksan
: etilsinamat : asam format yang akan menampakkan bercak densitometry. Setelah dilakukan uji
scanning didapatkan data kurva dengan persamaan kurva baku yang diperoleh adalah r = 9922
dengan persamaan y = bx+a y = 10, 21479x + 1490,7.
Nilai akurasi suatu senyawa dalam matriks dengan konsentrasi >0,1% diterima jika
berada pada rentang 95-105%. Dari kadar sebenarnya (Hamita,2009). Menurut BPOM pada
tentang 98%- 102% dan dari famakope yaitu 95 - 105%. Dan hasil dari % recovery kelompok
kami yaitu 97,38%.yang berarti masuk rentang atau memenuhi persyaratan menurut famarkope.
Sedangkan nilai presisi merupakan ukuran yang menunjukan di dapat kedekatan antara hasil
individual.melalui penyebaran hasil dan rata-rata jika prosedur di tetapkan secara berulang pada
sample yang di ambil dari campuran yang homogen. presisi di ukur sebagai simpangan baku
(SD) atau simpangan baku relative (KV). Suata data di katakan presisi jika nilai koopesian
variasi (KV) adalah <2 % (BPOM,2000) dan nilai SD <20 (farmakope herbal) hasil yang deviasi
kelompok kami yaitu KV sampel 12,25% dan KV recovery13,08 % yang berarti tidak masuk
tentang persyaratan KV menurut BPOM. Sedangkan nilai SD yang diperoleh yaitu SD sample
1,80 dan SD recovery 1,98 yang berarti masuk tentang rentang persyaratan <5%. Presentasi
kesalahan recovery sample yaitu 97,38% dan rata-rata Epms perkapsul adalah 14,66 mg yang
berarti mendekati kadar epms yang di kehendaki yaitu 15 mg. kesalahan tekhnik yang terjadi
pada saat praktikum yang dilakukan praktikan seperti penimbangan maupun
pengenceran,penotolan dari pipa kaviler,ataupun pengukuran lautan sehingga di dapat agar yang
tidak memenuhi persyaratan.

BAB V

KESIMPULAN

 Persamaan regresi y = 10,21479x + 1490,7


 KV sampel = 12,25% dan KV recovery = 13,08%
 Rata-rata kadar EPMS per kapsul : 14,66 mg
 % recovery : 97,38%
DAFTAR PUSTAKA

Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta.

Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi & Pelunasan, ITB, Bandung
Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ansel, H.C. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI Press.
Backer. C. A. R. C. B. Van den Briak.1968. Flora of Java.Vol 2. Walters Noordhoff.N.V.
Groningen. P. 33.

Barus R, 2009, Amidasi p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L).
Sumatera Utara. Program Pascasarjana USU.

Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para


Metoksi sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya.

Pudjarwoto, T., 1992, Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare terhadap Beberapa Jenis
Bakteri Enteropatogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.

Rasheed, N.M.A et al. 2012. Chemical marker compounds and their essential role in quality
control of tradisionalmedicines. Institute of Chemical Technology Tarnaka. India.
Rosita. (2007). Berkat Madu. Bandung : Qanita.

Soeprapto. 1986. Bertanam Kencur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsuni, H.A.2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Titik Taufikurohmah. (2008). Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa
Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya
Pada Industri Kosmetik. Artikel Penelitian.

Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal 152153, Jakarta,
Karyasari Herba Media.

Anda mungkin juga menyukai