FARMASI A
KELOMPOK 7
DISUSUN OLEH :
2018
LAPORAN 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan praktikum kali ini adalah :
- Mahasiswa dapat memahami bagaimana prisip dasar dan tekhnik isolasi senyawa Etil
Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari rimpang kencur (Kaempferia galanga) dengan
metode maserasi
- Mahasiswa dapat memahami perbedaan metode ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia
galanga)
1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka manfaat praktikum kali ini adalah :
- Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia galanga) dengan
metode maserasi
- Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan cara baik dan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Up Family : Zingiberoidae
Genus : Kaempferia
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) paraffin
Gambar 2. Kandungan kimia rimpang kencur
Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna dimana teknik
pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut atau lebih yang
saling bercampur. Pada umumnya, zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit
larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain (Harbone, 1987).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Tim Dosen, 2018)
a. Metode Maserasi
Maserasi adalah pemisahan zat target dengan zat sisa menggunakan prinsip sifat
polaritas dimana akan ada pelarut yang sifat polaritasnya sesuai dengan zat target. Maserasi
merupakan metode yang paling sederhana dalam pemisahan zat, yaitu dengan cara merendam
bahan alam yang telah dikeringkan dalam suatu campuran pelarut (Pratiwi,2009)
Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan secara praktis serta
menggunakan alat dan bahan sederhana serta dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah
banyak. Selain itu, senyawa dalam simplisia relatif terhindar dari perubahan kimia oleh
senyawa-senyawa atau adanya pemanasan (Pratiwi,2009)
Pada ekstraksi dengan metode maserasi, bahan diekstraksi langsung sesuai dengan
jam yang telah ditentukan, kemudian disaring dan pelarutnya diuapkan dengan rotary
evaporator hingga tidak terdapat pelarut yang menetes
Salah satu unsur dalam maserasi adalah pengadukan. Pada alat maserasi orbital
shaker pengadukan memiliki satuan rpm (kecepatan putar). Selain itu, unsur lain yang
berperan dalam proses maserasi ini adalah waktu. Diharapkan semakin lama sejumlah
simplisia dimaserasi maka ekstrak yang didapat semakin banyak. Namun demikian waktu
tetap perlu dibatasi, karena menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI
(1986) apabila terlalu lama simplisia tersebut akan ditumbuhi mikroorganisme
Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi difasilitasi dengan
menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz). Ekstrak ditempatkan dalam botol.
Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk menginduksi
mekanik pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan seluler meningkat
pelarutan metabolit dalam ekstraksi pelarut dan meningkatkan hasil. Efisiensi ekstraksi
tergantung pada frekuensi instrumen, dan panjang dan suhu sonikasi. Ultrasonication adalah
jarang diterapkan untuk ekstraksi skala besar; itu adalah sebagian besar digunakan untuk
awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan. Hal ini umumnya diterapkan untuk memfasilitasi
ekstraksi metabolit intraseluler dari kultur sel tanaman. Penggunaan ultrasonik pada dasarnya
menggunakan prinsip dasar yaitu dengan dengan mengamati sifat akustik gelombang
ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat,
medium yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran akan memberikan pengadukan
yang intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara
bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan proses ektraksi
Keuntungan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:
a. Mempercepat waktu ekstraksi
b. Lebih efisien dalam penggunaan pelarut.
c. Tidak ada kemungkinan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi menguap sampai
kering.Berbeda halnya apabila menggunakan hot plate, terutama apabila menggunakan
sedikit pelarut dalam proses peleburan atau pelarutan.
d. Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan
pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang digunakan.
e. Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai (misalnya
tepung kedelai atau yg dihilangkan lemak) atau bibit minyak lainnya.
Kekurangan dari metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:
a. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena relatif mahal.
b. Membutuhkan curing pada prosesnya.
d. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok
dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati kolom. Serbuk simplisia dimasukkan
kedalam perkolator, dengan cara mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah
melalui celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam molom. Pembaharuan
bahan pelarut secara terus-menerus sehingga memungkinkan berlangsungnya maserasi
bertingkat. Kekurangan dari metode ini adalah tidak boleh digunakan pada ekstrak yang
mengandung bahan yang bisa mengembang atau pati/amylum (Ansel, 1989).
e. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam simplisia dengan
pelarut / solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut yang menguap sebagian
akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam campuran simplisia kembali, dan
sebagian ada yang menguap (Depkes RI, 2000).
f. Soxhlet
Cara pembuatan ekstrak dengan metode soxhletasi dilakukan sebagai berikut: Bahan
yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas atau karbon)
dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (percolator). Wadah gelas
yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik
dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap
dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi didalamnya,
menetes ke atas bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian
zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelatur murni berikutnya
(Voight, 1984).
BAB III
PROSEDUR KERJA
Alat :
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Gelas ukur
- Aluminium foil
- Timbangan analitik
- Sudip
- Batang pengaduk
- Loyang
- Rotavapor
Bahan :
- Serbuk rimpang kencur
- Etanol 96%
- Cab-o-sil
a. Metode Maserasi
n semalam ( sampai kering ), homogenkan dan simpan dalam wadah serta beri label identitas
Taburkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata
Prosedur Kerja
1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahakan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi.
3. Hasil no. 2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutu bagian
mulut bejana dengan alumunium, dan diamkan selama 24jam.
4. Hasil maserasi no. 2 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kebali maserasi dengan
1200ml etaol 96% pada residu selama 24 jam.
5. Disaring hasil maserasi no. 3. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan
1200ml etanol pada residu selama 24 jam.
6. Disaring kembali maserasi no.4. kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu peguapan
dengan penurunan tekanan higga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Ekmudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)
11. Berikan label identitas pada wadah.
Prosedur Kerja
1. Ditimbang 400 serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahkan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi
3. Hasil no. 2 ditambhakan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutup bagian
mulut bejana dengan alumunium, lakukan pengadukan pada kecepatan tertentu
( semua serbuk simplisia teraduk ) selama 2 jam ( catat kecepatan yang digunakan )
4. Hasil maserasu pada no. 2 disaring. Tamung fltrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang
sama ( perlakuan no. 3 )
5. Hasil maserasi pada no. 3 disarng. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang
sama ( perlakuan no. 3 )
6. Disaring kembali maserasi no.4. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Keliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan
dengan penutunan tekanan hingga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).
11. Berikan label identitas pada wadah.
b. Metode Maserasi Ultrasonik
Prosedur Kerja
1. Ditimbang 50 g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi
(Erlenmeyer 250 ml).
2. Ulangi perlakuan no. 1 sebanyak 7 kali.
3. Ditambahkan 200 ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi (8
erlenmeyer), aduk sampai serbuk terbasahi.
4. Hasil no. 3 tutup bagian mulut bejana dengan aluminium, masukkan dalam bejana
ultrasonic, dan digetarkan selama 15 menit. (catat getaran ultrasonik yang
digunakan).
5. Hasil maserasi pada no. 4 disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan
kembali maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada masing-
masing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4).
6. Hasil maserasi pada no. 5 disaring. Tamping filtrate dan lakukan kembali maserasi
dengan getaran ultrasonic dengan 200 ml etanol 96% pada masing-masing residu (8
erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4).
7. Disaring kembali maserasi no 6. Kumpulkan semua filtrate menjadi satu.
8. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400 ml.
9. Filtrate yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan
dengan penurunan tekanan hingga volume tersisa ± 400 ml (tanda kaliberasi) dan
pindahkan hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada Loyang.
10. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20 g) dengan ditaburkan sedikit
demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
11. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).Berikan label identitas
pada wadah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Gambar 3. Proses Penyaringan Pembuatan Gambar 4. Proses Pemekatan Pembuatan
ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia
galanga) dengan metode maserasi galanga) dengan metode maserasi
perendaman. perendaman.
Pada praktikum kali ini, kelompok kami membuat ekstrak rimpang kencur
(Kaemferia galanga) dengan metode maserasi konvensional atau maserasi perendaman
yang dilakukan dengan cara perendaman ekstrak selama 24jam. Metode ini tidak
memerlukan pemanasan sehingga dapat digunakan untuk ekstrak yang mengandung
minyak atsiri seperti kencur. Pelarut ekstraksi yang digunakan adalah etanol karena
etanol dapat menarik zat-zat pada ekstrak baik yang polar maupun non polar. Waktu
yang dibutuhkan untuk ekstraksi yaitu 3 hari agar zat-zat yang ada pada serbuk kencur
tertarik secara maksimal, dengan cara cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam sel yang penuh zat aktif. Karena adanya pertemuan antara zat aktif dan
penyari itulah terjadilah proses pelarutan dimana zat aktif akan larut dalam penyari,
sehingga penyari yang berada di luar sel yang belum terisi zat aktif akan terjadi difusi
karena adanya perbedaan konsentrasi zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel. Larutan
yang terpekat akan di desak keluar untuk mencapai keseimbangan konsentrasi (jenuh).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai.
Setelah proses ektraksi selesai, kemudian ekstrak dipekatkan dengan rotavapor
sampai 400ml. Tujuannya untuk memisahkan pelarut yang mudah menguap maupun
tidak dengan ekstrak tersebut. Kemudian ekstrak dituang ke loyang dan ditaburi cab-o-sil
sebanyak 5% dar berat serbuk. Cab-o-sil bertujuan sebagai eksipien (bahan tambahan)
agar ekstrak membentuk sediaan yang lebih baik. Hasil rendemen kelompok kami 8,47%.
Jumlah memenuhi syarat di Farmakope Herbal yaitu tidak kurang dari 8,3%. Berat
ekstrak kelompok kami adalah 53,88 gram.
Jika dibandingkan dengan % rendemen kelompok maserasi kinetika pada
kelompok 2,4, dan 8 yaitu 9.45%, 8.73%, 7.87%, kelompok dengan maserasi kinetika
memiliki % rendemen lebih besar daripada kelompok dengan maserasi konvensional atau
perendaman. Itu terjadi karena maserasi kinetika dilakukan dengan cara pengadukan
pada kecepatan tertentu selama 2 jam, diaduk sebanyak 3x sehingga zat yang tertarik
pada pelarut lebih banyak.
Kelompok dengan maserasi konvensional atau perendaman lain yaitu kelompok
1, 3, 5, 6 diperoleh % rendemennya 8.90%, 8.40%, 8.84%, 7.73%. Kelompok lain juga
sudah memebuhi persyaratan di Farmakope Herbal kecuali kelompok 6. Itu bisa terjadi
karena banyak ekstrak yang tertinggal pada saat ekstraksi karena pembersihan kurang.
Maserasi dengan ultrasonik di kelas kami tidak dilakukan dikarenakan alatnya rusak.
PERHITUNGAN
Berat ekstrak : 400 gram
Berat cab-o-sil : 20 gram
(53.88 g−20 g)
% rendemen : x 100 %
400 g
33.88 g
= x 100 %
400 g
= 8.47%
BAB V
KESIMPULAN
Proses pembuatan ekstrak rimpang kencur (Kaemferia galanga) dengan metode maserasi
konvensioanl atau perendaman kelompok 7 diperoleh hasil % rendemen 8.47%. Itu berarti telah
memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Herbal tidak kurang dari 8.3%.
Daftar Pustaka
Barus R, 2009, Amidasi p-metoksinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galangal, L)
[Tesis], Sumatera Utara, Program Pascasarjana USU.
Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153, Jakarta,
Karyasari Herba Media.
Soeparto. S.1986. Jamu Jawa Asli. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Rosita. S. M. D. O. Rostiana dan W. Haryudin.2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga
Linn) Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan
obat Indonesia XXVIII
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi
sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya
Jani.1993.Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang
Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya
Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta
Pratiwi, Endah. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi
dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis
paniculata (burm.f.) Nees). Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta: UI-Press.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 561, 577, diterjemahkan
oleh Soewandi, N. S., dan Widianto, B. M., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
LAPORAN 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Diharapkan laporan ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca mengenai
penentuan parameter mutu ekstrak Kaempferia galanga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi tanaman kencur
Kencur ( Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon – empon/ tanaman obat
yang tergolong dalam suku temu – temuan ( Zingiberaceae ). Rimpang atau rizoma tanaman
ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan.
Kencur ( Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh
diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para
petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada
didalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rhizoma ( Barus, 2009 ).
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan
jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau
sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan
lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang tulang induk
daun yang nyata (Backer,1986).
Sistematika dan klasifikasi tanaman kencur (Rukmana, 1994)
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaemferia galanga L.
Bagian yang sering digunakan adalah rimpangnya yang mempunyai aroma yang sangat
khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis zingiberaceae lain kencur
banyakl digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional, seperti obat batuk, disentri, mask
angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain – lain. Kandungan kimia dari rimpang
kencur adalah pati, mineral, flavanoid, alkaloid, dan minyak atsiri di dalam rimpang kencur
banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai antijamr ataupun anti
bakteri ( Ketaren, 1985 ).
2.2 Kandungan Kimia dari Kencur
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) parafin
Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol, sineol,
penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan
senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
L adalah batas Logam berat dalam persen. Atur pH antara 3,0 dan 4,0
dengan asam asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N menggunakankertas indikator
pH rentang pendek sebagai indikator eksternal, encerkandengan air hingga 40 ml,
campur (Depkes RI, 2000 ).
Larutan monitor. Masukkan 25 ml larutan yang dibuat sama sepertiLarutanuji ke
dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan tambahkan 2,0 mlLarutan baku timbal.
Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1N atau amonium hidroksida 6 N
menggunakan kertas indikator pH rentangpendek sebagai indikator eksternal,
encerkan dengan air hingga 40 ml,campur (Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Ke dalam tiap tabung dari 3 tabung yang masing-masing berisi Larutanbaku, Larutan
uji dan Larutan monitortambahkan 1 O ml hidrogen sulfidaLP yang dibuat segar,
campur, diamkan selama 5 menit. Amati permukaandari atas pada dasar putih: warna
yang terjadi pada Larutan ujitidak lebihgelap dari warna yang terjadi pada Larutan
baku, dan intensitas warnapada Larutan monitor sama atau lebih kuat dari Larutan
baku.(Catatan Bila warns pada Larutan monitor /ebih muda dari warna
Larutanbaku, gunakan Metode Ill sebagai ganti Metode I untuk zat uji.)(Depkes RI,
2000 ).
Metode II
Larutan baku timbal 2 bpj. Pipet 20 ml Larutan baku timbal (200 μg, Pb),encerkan
dengan air hingga 100 ml.
Larutan baku timbal 1 bpj Pipet 10 ml Larutan baku timbal (100 μg Pb),encerkan
dengan air hingga 100 ml.
Larutan uji. Lakukan seperti pada Metode I.
Prosedur:
Pada 12 ml Larutan uji tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5, campur.tambahkan 1,2
ml tioasetamida LP dan diamkan selama 2 menit. Warnacoklat yang terjadi tidak
lebih intensif dari campuran 10 ml Larutan bakutimbal 1 bpj atau Larutan baku timbal
2 bp] dan 2 ml Larutan uji yangdiperlakukan sama (Depkes RI, 2000 ).
Metode Ill
Larutan beku. Buat seperti yang tertera pada MetodeI.Larutan uji. Gunakan sejumlah
zat uji, dalam g, yang dihitung denganrumus :
2,0
1000 L
L adalah batas Logam berat dalam persen. Masukkan sejumlah zat yang telah
ditimbang ke dalam krus yang membasahi, dan pijarkan hati-hati pada suhu rendah
hingga mengarang. Selama pemijaran krus tidak bolehditutup rapat. Pada bagian yang
telah mengarang tambahkan 2 ml asamnitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan
hati-hati hingga asapputih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada
suhu500°C hingga600°C sampai arang habis terbakar. Dinginkan, tambahkan 4 ml
asam klorida6 N, tutup, digesti di atas tangas uap selama 15 menit, buka dan
uapkanperlahan-lahan di atas tangas uap hingga kering. Basahkan sisa dengansatu
tetes asam klorida P, tambah 10 ml air panas, dan digesti selama 2menit. Tambahkan
amonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hinggalarutan bereaksi basa terhadap kertas
lakmus, encerkan dengan airhingga 25 ml, dan atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan
asam asetat 1 N,menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai
indikatoreksternal. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 ml
air.Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50 ml,encerkan
dengan air hingga40 ml, campur (Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Ke dalam tiap tabung yang masing-masing berisi Larutan baku dan Larutanuji,
tambahkan 10 ml hidrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur,diamkan selama 5
menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih;warna yang terjadi pada
Larutan uji tidak lebih gelap dari Larutan baku(Depkes RI, 2000 ).
Metode IV
Masukkan sejumlah ekstrak (tidak lebih dari 2 g) ke dalam krus silika dan 4 ml
larutan magnesium sulfat P 25% dalam asam sulfat 2 N. Aduk dengan batang
pengaduk kaca kecil dan panaskan hati-hati. Jika campuran berbentuk cairan, uapkan
perlahan-lahan pada suhu tidak lebih dari 800°C, dan lanjutkan pemanasan liir,gga
sisa cerwarna putih atau keabu-abuan. Biarkan dingin, basahkan sisa dengan 0,2 ml
asam sulfat 2 N uapkan, pijarkan kembali dan biurk;;ifl rlingin. ;_arr,a pemijaran
tidak boleh lebih dari 2 jam. Larutkan sisa dalarr. 5 ml asam lorida 2 N tambahkan
lagi 5 ml asam klorida 2 N. Tambahkan 0,1 ml fenv1f..~1ein LP dan amonium
hidroksida 13 N tetes demi tetes hingga berwarna merah muda. Dinginkan,
tambahkan asam asetat glasial P hingga larutan tidak berwarna, dan tambahkan lagi
0,5 ml. Saring jika perlu dan encerkan larutan dengan air hingga 20 ml. Ke dalam 12
ml larutan di atas, tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5 campur, tambahkan 1-2 ml
sebaiknya dengan lempeng pemanas pada suhu tidak lebih dari 120°c sampai mulai
pengarangan Oika diperlukan penambahan asam sulfat P untuk membasahi spesimen
secara sempurna, tambahkan hati-hati melalui kondensor, tetapi jumlahnya tidak
boleh lebih dari 10 ml). Setelah zat uji terurai oleh asam, tambahkan hati-hati melalui
pendingin, tetes demi tetes hidrogen peroksida P, biarkan reaksi reda dan panaskan
lagi diantara penetesan (tambahkan beberapa tetes pertama dengan sangat hati-hati
dengan pencampuran yang cukup, untuk mencegah reaksi yang cepat; hentikan
pemanasan jika terjadi buih berlebihan). Jika reaksi telah reda, panaskan hati-hati,
goyang labu sesekali untuk mencegah zat melekat pada dinding dasar labu yang
kontak dengan pemanas. Pertahankan kondisi oksidasi selama digesti dengan
penambahan sedikit hydrogen peroksida apabila campuran menjadi coklatatau hitam.
Lanjutkan digesti sampai zat organik terurai, dan kemudian refluks campuran selama
1 jam. Hentikan sirkulasi air pendingin, danpanaskan hingga terjadi asap putih
belerang trioksida berlebih dan larutanmenjadi tidak berwama atau sedikit
kekuningan. Dinginkan, dan tambahkan 10 ml air hati-hati melalui kondensor,sambil
menggoyangkan labu. Panaskan kembali hingga terjadi uap putih.
Dinginkan,tambahkan15 ml air hat - hati. Lepaskan pendingin, bilas dinding labu
sebelah dalam dengan beberapa ml air hingga diperoleh volume 35 ml. Tambahkan 1
ml Larutan kalium permanganat, didihkan selama beberapa detik, dan dinginkan
(Depkes RI, 2000 ).
Prosedur:
Lakukan seperti yang tertera pada Prosedur dalam Metode II (Depkes RI, 2000 ).
8. CEMARAN MIKROBA
PARAMETER CEMARAN MIKROBA
PENGERTIAN DAN PRINSIP
Menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan
tidak mengandungmikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkankarena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak danberbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI,
2000 ).
NILAI
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Uji Angka Lempeng Total
Pengertian dan prinsip
Pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan
diinokulasikanpada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada
suhuyang sesuai (Depkes RI, 2000 ).
1. IDENTITAS
PARAMETER IDENTITAS EKSTRAK :
PENGERTIAN DAN PRINSIP
I. Deskripsi tata nama :
1. Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
2.Namalatin tumbuhan (sistematika botani)
3. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,daun dsb.)
4.Nama Indonesia tumbuhan
(Depkes RI, 2000 ).
II. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
CONTOH
Memberikan identitas obyektif dari nama danspesifik dari senyawa identitas (Depkes
RI, 2000 ).
I. Deskripsi tata nama :
1. Curcumae Extractum (ekstrakTemulawak))
2. Curcuma xanthorrhiza Roxb.
3. Curcumae Rhizoma
4. Temu Lawak (Indonesia)
II. Senyawa identitas adalah Xanthorrhizol
2. ORGANOLEPTIK
PARAMETER ORGANOLEPTIK EKSTRAK :
PENGERTIAN DAN PRINSIPPenggunaan pancaindera mendiskripsikanbentuk,
warna, bau, rasa sebagai berikut :
1. Bentuk padat, serbuk-kering, kental, cair.
2. Wama kuning, coklat, dll.
3. Bau aromatik, tidak berbau, dll.
4. Rasa pahit, manis, kelat, dll.
(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN Pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin(Depkes RI, 2000 ).
CONTOH 1. Bentuk Serbuk kering
2. Warna kuning kemerahan
3. Bau aromati
4. Rasa pahit
(Depkes RI, 2000 ).
3. SENYAWA TERLARUT DALAM PELARUT TERTENTU
PARAMETER SENlAWA TERLARUT DALAM PELARUTTERTENTU
PENGERTIAN DAN PRINSIP
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut
yangidentik dengan jumlah senyawa kandungansecara gravimetri. Dalam hal tertentu
dapatdiukur senyawa terlarut dalam pelarut lainmisalnya heksana, diklorometan.
Metanol (Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan garnbaran awal jumlah senyawa kandungan (Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Nilai minimal atau rentang yang ditetapkanterlebih dahulu
PROSEDUR
(1) Kadar senyawa yang larut dalam air.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama
24 jam dengan100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambilberkali -
kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudiandibiarkan selarna 18 jam. Saring,
uapkan 20 ml filtrat hinggakering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara,panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitungkadar dalam
persen senyawa yang larut dalam air, dihitungterhadap ekstrak awal.
(2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak
selama 24 jam dengan100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat
sambilBerkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkanselama 18
jam. Saring cepat dengan menghindarkanpenguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml
filtrat hingga keringdalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,panaskan
residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap.Hitung kadar dalam persen senyawa yang
larut dalametanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal(Depkes RI, 2000 ).
4. UJI KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK
POLA KROMATOGRAM
PARAMETER POLA KROMATOGRAM
PENGERTIAN DAN PRINSIP Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan
cara tertentu, kemudian dilakukananalisis kromatografi sehingga memberikan
polakromatogram yang khas (Depkes RI, 2000).
TUJUAN
Memberikan gambaran awal komposisikandungan kimia berdasarkan
potakromatogram (KLT, KCKT, KG) (Depkes RI, 2000).
NILAI
Kesamaan pola dengan data baku yang ditetapkan tertebih dahulu (Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
Penyiapan larutan uji :
Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelaruthexane, etilasetat,
etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukandengan pengocokan selama 15 menit atau
dengan getaranultrasonik atau dengan pemanasan kemudian disaring
untukmendapatkan tarutan uji.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT = TLC) :Umumnyadibuatkromatogrampada
lempengsilikagel denganberbagaijenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan
kimia sebagaisasaran anatisis. Evatuasi dapat dilakukan dengan dokumentasi
fotohasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuaiatau dengan
melihat kromatogram hasil perekaman menggunakaninstrumen densitometer (TLC-
Scanner). Perekaman dapat dilakukansecara absorbsi-refleksipada panjang
gelombang254 nm, 365 nmdan415 nm atau pada panjang gelombang lain yang
spesifik untuksuatu komponen yang telah diketahui.Kromatografi Gas (KG = GC)
:Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehinggaoptimal untuk
pemisahan komponen yang stabil denganpemanasan.Umumnya dibuat profil
kandungan minyak atsiri atau metabolitsekunder tertentu lainnya seperti jenis
fitosterol. Jenis kolomumumnya ada 3 jenis sesuai dengan urutan kepolaritasannya,
yaituOV-1, OV-% dan Carbowax 20M. Pemisahan dilakukan denganmenggunakan
program temperatur, dari temperatur rendah sampaitemperatur maksimal kolom.
Detektor yang digunakan umumnyahanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan
umumnyasenyawa organik hidrokarbon.Kromatografi Cair Klnerja Tinggi (KCKT =
HPLC) :Umumnya pola kromatogram kandungan kimia yang termolabildibuat
dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jeniskolom, fase gerak dan detektor.
Kolom umumnya digunakan jenisODS (RP18). Eluasi dilakukan dengan program
gradien linear.Deteksi dengan spektrofotometer monokromatis dilakukan
padapanjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300 nm dan 365 nm. Deteksi
secaraspektrofluoresensi digunakan jika dibutuhkan pola kromatogramyangselektif
dan khusus pada golongan kandungan kimia(Depkes RI, 2000 ).
5. KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA
PARAMETER KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA
PENGERTIANDANPRINSIP
Dengan penerapan metode spektrofotometri,titrimetri, votumetri, gravimetri atau
lainnya,dapat ditetapkan kadar golongan kandungankimia. Metode harus sudah teruji
validitasnya,terutama selektivitas dan batas linearitas. Adabeberapa golongan
kandungan kimia yangdapat dikembangkan dan ditetapkanmetodenya, yaitu :
1 . Golongan minyak atsiri.
2. Golongan steroid
3. Golongan tanin
4. Golongan flavonoid.
5. Golongantriterpenoid(saponin)
6.Golongan alkakoid
7.Golongan antrakinon.
(Depkes RI, 2000 ).
TUJUAN
Memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter
mutuekstrak dalam kaitannya dengan efekfarmakologis(Depkes RI, 2000 ).
NILAI
Minimal atau rentang yang telah ditetapkan(Depkes RI, 2000 ).
PROSEDUR
(1) Penetapan kadar mlnyak atsiri
Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek dalam mantelpemanas yang
dilengkapi dengan pengaduk magnetik.Masukkan batang pengaduk magnetik ke
dalam labu,hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampungberskala seperti
pada gambar.Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakandapat
menghasilkan 1 ml sampai 3 ml minyak atsiri. Masukkansejumlah ekstrak yang telah
ditimbang seksama ke dalam labu.Hubungkan dengan bagian pendingin dan
penampung berskala.Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untukmenjaga
agar pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat selama2 jam atau sampai minyak atsiri
terdestilasi sempurna dan tidakbertambah lagi dalam bagian penampung berskalaJika
sejumlah volume minyak atsiri telah tertampung dalambagian penampung berskala,
pencatatan dapat dilakukandengan pembacaan sampai 0, 1 ml, dan volume minyak
atsiriuntuk setiap 100 g ekstrak dapat dihitung dari bobot ekstrakyang ditimbang.
Skala pada penampung untuk minyak atsiridengan bobot jenis lebih besar dari air
diletakkan sedemikianhingga minyak atsiri tertampung di bawah kondensat
air,sehingga otomatis air kembali ke dalam labu (Depkes RI, 2000 ).
(2) Penetapan kadar steroid
Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkandalam etanol P secara
bertingkat sehingga diperoleh kadar 5μg per ml, 10 ug per ml dan 20 μg per ml.
Larutanuji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20ml etanol dalam labu
takar. Ulangi tiga kali dengan cara yangsama. Ke dalam dua labu yang masing-
masing berisi larutan ujidan larutan baku dan ke dalam labu ketiga yang berisi 20,0
mletanol P sebagai blangko, tambahkan 2,0 ml larutan yangdibuat dengan melarutkan
50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. Kemudian ke dalam
tiap labutambahkan2,0 ml campuran etanol P dan tetrametil amonium hidroksidaLP
(9: 1 ), campur, dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.Ukur segera serapan larutan
yang diperoleh dari larutan uji danlarutan baku pada panjang gelombang lebih kurang
525
nm dibandingkan terhadap blangko (Depkes RI, 2000 ).
(3) Penetapan kadar tanin
Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksama panaskandengan 50 ml air
mendidih di atas tangas air selama 30 menitsambil diaduk. Diamkan selama beberapa
menit enap tuangkan melalui segumpal kapas ke dalam labu takar 250ml. Sari
sisadengan air mendidih, saring larutan ke dalam labu takar yangsama. Ulangi
penyarian beberapa kali hingga larutan biladireaksikan dengan besi (Ill) amonium
sulfat tidak menunjukkanadanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air
secukupnyahingga 250 ml. Pipet 25 ml larutan ke dalam labu 1.000 mltambahkan 750
ml air dan 25 ml asam indigo sulfonat LP, titrasidengan kalium permanganat 0, 1 N
hingga larutan berwarnakuning emas. 1 ml kalium permanganat 0, 1 N setara dengan
0,004157 g tanin. Lakukan percobaan blangko (Depkes RI, 2000 ).
Asam indigosulfonatLP
Larutkan 1 g indigo karmin P dalam 25 ml asam sulfat P,tambahkan 25 ml asam
sulfat P lagi dan encerkan dengan airsecukupnya hingga 1.000 ml. (Pengeceran
dilakukan denganmenuangkan larutan ke dalam sebagian besar air,
kemudianencerkan dengan air secukupnya hingga 1.000 ml)(Depkes RI, 2000 ).
(4) Penetapan kadar flavonoid
Prinsipmetode :
Flavonoid ditetapkan kadamya sebagai aglikon dengan terlebihdahulu dilakukan
hidrolisis dan selanjutnya dilakukanpengukuran spektrometri dengan mereaksikan
AICl3 yangselektif dengan penambahan Heksametilentetramina padapanjang
gelombang maksimum(Depkes RI, 2000 ).
Cara kerja hidrolisis:
Timbang tepat ekstrak yang setara 200 mg simplisia dan masukkan ke dalam labu
alas bulat. Tambahkansistemhidrolisis, yaitu 1,0 ml larutan 0,5%
b/vheksametilentetramina, 20.0 ml aseton dan 2,0 ml larutan 25%HCI dalam air.
Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampaimendidih (gunakan pendingin air/
"reflux") selama 30 menit.Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas
kedalam labu ukur 100,0 ml. Residu hidrolisis ditambah 20ml aseton untuk
dididihkan kembali sebentar, lakukan duakali dan filtrat dikumpulkan semua ke
dalam labu ukur.Setelah labu ukur dingin, maka volume ditepatkan sampaitepat 100,0
ml, kocok rata. 20 ml filtrat hidrolisa dimasukkancorong pisah dan tambahkan 20 ml
Hp. selanjutnya lakukanekstraksi kocok, pertama dengan 15 ml etilasetat.Kemudian 2
kali dengan 10 ml etilasetat. dan kumpulkanfraksi etilasetat kedalam labu ukur 50,0
ml, akhirnya tambahkanetilasetat sampai tepat 50,0 ml. Untuk replikasi
spektrometrilakukan prosedur ini 3 - 4 kali.
Cara kerja spektrometri :
Masukkan 1 O ml larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke dalam labuukur 25,0 ml,
tambahkan 1 ml larutan 2 g AICl3 dalam 100 mllarutan asam asetat glacial 5% v/v
(dalam metanol).Tambahkan secukupnya larutan asam asetat glacial 5% v/v(dalam
metanol) secukupnya sampai tepat 25,0 ml. Hasil reaksisiap diukur pada
spektrofotometer setelah 30 menit berikutnya pada panjang gelombang
maksimum. Perhitungankadar menggunakan bahan standar glikosida
flavonoid(Hiperoksida, rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilaikadar
terhitung sebagai bahan standar tersebut. Kalaumenggunakan hiperoksida dapat
langsung diukur denganrumus :
Kadar total flavonoid = [ ( A0 X 1,25) berat sampel] %
(Depkes RI, 2000 ).
(5) Penetapan kadar saponin.
Hemolisa.
Larutan dapar fosfat pH 7,4. Larutan 16.0 g natrium fosfat Pyang telah
dikeringkan pada suhu 130°C hingga bobot tetapdan4,4 g natrium dihidrogen
fosfat P dalam 1000 ml air. Untukmenambah stabilitas tambahkan 0, 1 g natrium
fluorida P.Suspensi darah. Masukkan 1 O ml natrium sulfat 3,65% b/v kedalam
labu takar bersumbat kaca 100 ml. Tambahkan darahsapi segar secukupnya
hingga 100 ml, campur baik-baikhingga homogen (larutan stabil selama 7 hari
jika disimpandalam lemari pendingin).Pipet 2 ml larutan di atas ke dalam labu
takar yang besumbatkaca 100 ml, tambahkan larutan dapar fosfat pH
7,4secukupnya hingga 100 ml, campur baik-baik. Larutan dapatdipergunakan jika
larutan jernih dan jika terjadi endapan.endapan tidak berwarna ungu.Cara
percobaan. Campur 0,5 g ekstrak yang diperiksa dengan50 ml larutan daparfosfat
pH 7,4, panaskan sebentar.dinginkan, saring. Ambit 1 ml filtrat, campur dengan 1
mlsuspensi darah. Untuk ekstrak yang mengandung taninencerkan 0,2 ml filtrat
dengan 0,8 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, campur dengan 1 ml suspensi darah.
Diamkan selama 30menit, terjadi haemolisa total, menunjukkan adanya
saponin.Kadar saponin dalam ekstrak dapat ditetapkan denganmelakukan
berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadaryang masih menghasilkan
haemolisa total, dibandingkandengan saponin pembanding(Depkes RI, 2000 ).
(6) Penetapan kadar alkaloid.
Timbang seksama 1 gram ekstrak, masukkan dalam corongpisah 125 ml
pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutanasam sulfat P (1 dalam 350) dan
kocok kuat selama 5menit. Tambahkan 20 ml eter P, kocok hati-hati, saring
lapisanasam ke dalam corong pisah 125 ml kedua. Kocok lapisan eter dua kali,
tiap kali dengan 10 ml larutan asam sulfat P (1 dalam350), saring tiap lapisan
asam ke dalam corong pisah 125 mlkedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak
asam tambahkan10 ml natrium hidroksida LP dan 50 ml eter P, kocok
hatihati,pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 mlketiga berisi 50 ml
eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati,buang lapisan air, cuci lapisan eter
pada corong pisah keduadan ketiga berturut-turut dengan 20 ml air, buang lapisan
air.Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20 ml,20ml dan 5 ml
larutan asam sulfat P (1 dalam 70). Lakukanekstraksi pada corong pisah ketiga
lebih dahulu, setelah itucorong pisah kedua. Campur ekstrak asam dalam
labutentukur 50 ml, encerkan dengan asam sampai tanda.Lakukan hal yang sama
terhadap 25 mg alkaloidpembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing 5,0
mllarutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfatP (1 dalam 70)
hingga 100,0 ml dantetapkan serapan tiaplarutan pada panjang gelombang tertentu
menggunakanlarutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blangko (Depkes RI,
2000 ).
(7) Penetapan kadar antrakinon
Timbang 0.1 g ekstrak kocok, dengan 1 o ml air panas selama 5menit,
saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat, dan ekstraksi dengan 10 ml
benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 ml larutan feri
klorida 5% dan 5ml asam klorida. Panaskan campuran pada penangas airselama
10 menit dalam tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksidengan 10 ml benzena.
Uapkan cairan hingga habis pada cawanporselen dengan pemanasan lemah.
Larutkan residu dalam 5ml larutan kalium hidroksida 5% dalam metanol. Ukur
resapanpada515 nm. Hitung kadar total antrakinon glikosida berdasarkankurva
baku antrakinon pembanding(Depkes RI, 2000 ).
BAB III
PROSEDUR KERJA
Skema Kerja
1. Susut pengeringan
2. Kadar Air
3. Kadar Abu
BAB 1V
4.1 Hasil
A. Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Nama ekstrak : Ekstrak kental rimpang kencur
b. Nama lain tumbuhan : Kaempferia galanga L
c. Bagian yang digunakan : Rimpang
d. Nama indonesia : Kencur
e. Senyawa identitas : EPMS ( Etil p-metoksisinamat )
2. Organoleptik
a. Bentuk : Serbuk kering
b. Warna : Kuning kecoklatan
c. Bau : Khas aromatik
d. Rasa : Agak pedas dan hangat
3. Senyawa terlarut dalam pelarut terlarut
2 2 74,588
9g
3 3 74,588
34,27%
9g
4 4 68,303
0g
5 5 74,588
g
% Susut pengeringan
Berat awal−Berat akhir
= × 100 %
berat awal
2,00 g−(74,588 g−73,2742 g)
= ×100 %
2,00 g
= 34,27%
2. Kadar Air
% MC : menit ke 5 = 4,38%
10= 5,19%
% kadar abu
( Berat krus+ abu akhir )−berat kurs kosong
= × 100 %
berat awal ekstrak
35,4031 g−35,2378
= ×100 %
3g
= 5,51%
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan parameter mutu dari ekstrak Kaempferia galangal
L. atau kencur yang bertujuan sebagai upaya untuk menjamin bahwa produk akhir suatu ekstrak
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)
terlebih dahulu (Depkes RI, 2000). penentuan parameter mutu ekstrak yang akan dilakukan
terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik (susut pengeringan, kadar air, dan
kadar abu).
Penentuan Parameter spesifik yang pertama terdiri dari (Identitas, organoleptik, dan senyawa
terlarut dalam pelarut tertentu yaitu kadar senyawa larut air dan etanol) . Tujuan dilakukan
pengujian identitas ekstrak adalah memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman,
sedangkan untuk pengamatan organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal
menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI,
2000).
Parameter spesifik selanjutnya senyawa yang larut dalam air dan etanol. Kadar senyawa
larut air dan etanol ini merupakan indikator kadar senyawa aktif yang dapat tersaring,baik oleh
pelarur air maupun pelarut etanol . kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia dipemgaruhi oleh
umur tanaman, waktu panen , iklim , dan tempat tumbuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kadar sari ekstrak kencur yang larut air adalah 0,54%. Hasil ini tidak memenuhi persyaratan dari
farmakope herbal yaitu >14,2% serta hasil dari kadar ekstrak kencur larut etanol adalah 22,18%.
Hasil telah memenuhi persyaratan dari farmokope herbal yaitu >4,2%. Hal ini menandakan
bahwa senyawa aktif dalam ekstrak kering rimpang kencur mudah tersari dalam etanol dan
kurang tersari dalam air.
Tahap pengujian parameter non- spesifik meliputi kadar abu total, kadar air, dan susut
pengeringan. Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui bahan-bahan anorganik yang
tidak terbakar dan bahan-bahan organik yang terbakar dalam proses pembakaran (pengabuan)
pada ekstrak dengan metode gravimetri. Pengujian kadar abu juga bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Pada pengujian ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap sampai tersisa unsur mineral dan kandungan anorganik
(Depkes RI, 2000). Namun pada pengujian kadar abu ini (kelompok kami) terdapat kesalahan
yaitu kurs pecah saat pemijaran zat. Hal tersebut terjadi karena kurs terlalu lama dipijar untuk
memutihkan zat, serta kesalahan dalam meletakkan pada desikator yaitu kurs tertimpa beban
yang terlalu berat yang berasal dari kurs dan cawan porselin dari kelompok lain di desikator.
Kurs pecah juga dapat disebabkan karena terjadi perubahan suhu secara tiba-tiba, misalnya kurs
langsung diletakkan pada tempat yang suhu nya lebih rendah. Kemudian kesalahan selanjutnya
yaitu zat yang tidak memutih meskipun telah dipijar terlalu lama terjadi karena zat/ekstrak
menggumpal pada saat dipijar sehingga terbentuk serbuk yang menghitam. Maka dari itu pada
praktikum ini tidak diperoleh hasil kadar abu total karena kesalahan tersebut.
Penetapan susut pengeringan pada parameter non spesifik bertujuan untuk memberikan
batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat proses pengeringan
(Depkes RI, 2000). Parameter susut pengeringan pada dasarya adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105C sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen
(Depkes RI, 2000). Hasil penelitian menunjukan susut pengeringan ekstrak kering rimpang
kencur adalah 34,27% . jika senyawa seperti minyak atsiri dan etil p-sinamat menguap dibawah
suhu 105OC, maka yang tersisa memungkinkan ialah air. Sehingga kadar air yang yang ada
dqalam ekstrak berkisar 34,77% yang mana tidak masuk dalam persyratan farmakope herbal
yaitu <10%. Karena kadar air melebihi 10% dapat mengakibatkan ekstrak mudah di tumbuhi
jamur .sehingga ekstrak harus meningkat lagi sebelum digunakan untuk uji aktivitas farmakologi
maupun untuk dibuat sediaan.
Parameter non spesifik yang kedua ialah kadar air dengan menggunakan alat MC. Hasil
yang diperoleh ialah 5,19% pada menit 10. Hal ini memenuhi persyratan yang ditentukan
farmakope herbal yaitu <10%. Karena dengan kadar air yang rendah dapat mencegah
pertumbuhan bakteri kapang dan jamur pada serbuk ekstrak rimpang kencur.
Parameter non spesfik yang terakhir ialah kadar abu .penentuan kadar abu bertujuan untuk
menentukan karakteristik sisa kadar abu non organik setelah pengabuan. Ekstrak dipanaskan
hingga senyawa organik dan turunannya terdestilasi dan menguap sampai tinggal senyawa
anorganik saja. Kadar abu ekstrak rimpang kencur adalah 5,51%. Hal ini menunjukan bahwa
kadar senyawa anorganik yang tersisa tinggal 5,51%. Kadar abu ini sesuai persyratan dengan
farmakope herbal kadar abu ekstrak <8,7%. Hal ini terjadi karena selama proses pengujian tidak
terdapat titik-titik hitam yang merupakan senyawa organik yang tidak dapat menguap. Hal ini
terjadi karena pada saat penyaringan semua serbuk sudah dapat tersaring.
BAB V
KESIMPULAN
Ektrak kering rimpang kencur berupa serbuk yang berwarna kuning kecoklatan
dengan bau khas aromatik namun tidak berasa. Senyawa marker rimpang kencur ialah etil p-
mettoksinamat.ekstrak kencur memiliki kadar senyawa larut air dan etanol sekitar 12,54% dan
22,18%. Parameter non spesifik awal susut kering di dapat 34,27% dan kadar abu 5,4%. Dan
kadar air yang di dapat 5,19% pada menit ke 10.
DAFTAR PUSTAKA
Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta, 21,
45-47, 142-143
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah banyak diketahui Indonesia kaya akan sumber daya alam sehingga sangat
memungkinkan banyaknya obat tradisional yang ada di Indonesia. Obat tradisional ini
dikembangkan secara turun temurun. Sejak dulu masyarakat Indonesia sudah menfaatkan
tumbuhan sebagai sarana pengobatan. Delapan puluh persen masyarakat indonesia adalah
masyarakat perdesaan yang sukar dijangkau oleh obat-obatan modern dan tenaga medis karena
masalah distribusi, komunikasi dan transportasi disamping itu daya beli yang relatif rendah
menyebabkan masyarakat pedesaan kurang mampu mengeluarkan biaya untuk pengobatan
modern, sehingga masyarakat cenderung memilih pengobatan secara tradisional. (Pudjarwoto
dkk.,1992).
Salah satu tanaman yang dimanfaatkan oleh masyarakat ialah kencur (Kaemferia
galanga). Kencur saat ini sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional berupa jamu,
fitofarmaka, industri kosmetik dan penyedap pada makanan. Secara empiris kencur digunakan
sebagai penambah nafsu makan, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran dan lain-lain.
Sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. simplisia kencur ini memiliki kadar minyak
atsiri tidak kurang dari 2,40% v/b dan kadar etil p-metoksisinamat tidak kurang dari 1,80%.
etilp-metoksisinamat ini merukapan senyawa identitas atau senyawa marker dari tumbuhan
kencur (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Senyawa marker atau biasa disebut dengan senyawa penanda adalah suatu senyawa yang
terdapat dalam bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai
penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya
dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi
(Rasheed, 2012).
Komposisi kandungan senyawa kimia yang beragam dalam suatu tanaman menyebabkan
identifikasi senyawa kimia dalam tanaman menjadi sulit. Oleh karena itu, pada identifikasi
tanaman obat herbal diperlukan suatu senyawa penanda yang dapat dijadikan identitas dari
tanaman obat (Rasheed, 2012).
Senyawa EPMS yang terdapat pada setiap ekstrak dideteksi melalui pemeriksaan dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dan dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan metode
seeding secara berulang ulang. Selanjutnya untuk analisis uji kemurnian kristal ditentukan
melalui Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Dari uraian diatas sehingga praktikum kali
ini akan dilakukan penetapan kadar senyawa marker pada ekstrak rimpang Kaempferia galanga.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui kadar
senyawa marker EPMS dari ekstrak kering rimpang kencur Kaemferia galanga.
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari praktikum ini ialah mahasiswa mampu
menentukan kadar EPMS dalam ekstrak kering rimpang kencur Kaemferia galanga.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
2.8. Standarisasi
2. Kromatografi Fingerprint
Fingerprint chromatografi merupakan suatu teknik kromatografi yang
membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen kimia yang ada dalam
ekstrak tanaman dan produknya. Metode ekstraksi dan persiapan sampel merupakan
tahap yang penting fingerprint obat herbal yang berguna untuk efisiensi evaluasi sebagai
kontrol kualitas (Liang et al., 2004).
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik
tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi
lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena hanya memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan
yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta penanganannya
sederhana.KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang
gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan
densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada
umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata
serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan
teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit
untuk analisis dan jumlah cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan
diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase gerak),
pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa
yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi (Stahl,
1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-
nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100
(Stahl, 1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada
deteksi senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak mengandung flavonoid
menggunakan AlCl3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat (Markham,
1988).
BAB III
PROSEDUR KERJA
3. Preparasi Sampel
A. Sampel untuk Penetapan Kadar
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak tiga kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2,0 mL. Diultrasonik selama 5 menit.
Ditambahkan etanol 96% sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring dan ditampung filtratnya
B. Sampel untuk Penentuan Recoveri
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak tiga kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2,0 mL. Diultrasonik selama 5 menit.
Ditambahkan standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml, kemudian ditambahkan
pelarut sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit. Kemudian disaring dan
ditampung filtratnya
C. Penotolan sampel dan standar pada lempeng KLT
a. Totolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 mikroliter,
sedangkan standar EPMS sebanyak 2 mikroliter pada plat KLT.
20 cm
0,5 cm
10 cm
2 cm 1,5 cm
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
Keterangan :
C. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2uL dan
larutan standar EPMS masing-masing 2 μL pada lempeng KLT.Lempeng ini
kemudian dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-
densitometer pada panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung
berapa standart deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan akurasi
Untuk menentukan % recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 μL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing 2 μL pada lempeng KLT. yLempeng ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum.
Bagan Alir
spesiesnya) dengan bias sampai 10%.
b. Baku induk 5
c. Baku induk 4
p
0
,
L
r
k
u
s
i
h
t
e
+
l
g
m
o
H
.
a
d
n
5
D
1
I
b
9
%
6
B
4 d. Baku induk 3
e. Baku induk 2
f. Baku induk 1
3. Preparasi Sampel
A. Sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam Ekstrak Kering
f
0
3
h
-
g
2
k
y
b
9
o
U
s
D
e
p
m
n
d
a
iltr
,E
S
M
P5
1
%
6
u
B. Sampel untuk penentuan recoveri
20 cm
0,5 cm
10 cm
2 cm 1,5 cm
1 S1 2 S2 3 S3 4 R1 5 R2 6 R3 1,5 cm
Keterangan :
Jarak antarnoda : 1,5 cm
1, 2, 3 dst : standar EPMS
S1, S2, S3 : Sampel 1, 2, dan 3
R1, R2, R3 : sampel recoveri 1, 2, dan 3
4. Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scanner
A. Penentuan panjang gelombang maksimum
Plat KLT yang sudah di-scan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian di-scan pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan
absorbanmaksimum. Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan
digunakan untuk pengukuran.
B. Penentuan linearitas
Linearitas menentukan dari larutan standart EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antara kadar dan luas
area noda.
C. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2μL dan larutan
standar EPMS masing-masing 2 μL pada lempeng KLT.Lempeng ini kemudian
dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer
pada panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung berapa standart
deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan akurasi
Untuk menentukan % recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 μL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing 2 μL pada lempeng KLT. yLempeng ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada
panjang gelombang maksimum.
HASIL
PERHITUNGAN
BK 5 : V1 X N1 = V2 X N2
N2 = 604.104 ppm
BK 4 : V1 X N1 = V2 X N2
N2 = 503.42 ppm
BK 3 : V1 X N1 = V2 X N2
N2 = 402.736 ppm
BK 2 : V1 X N1 = V2 X N2
N2 = 302.052 ppm
BK 1 : V1 X N1 = V2 X N2
N2 = 201.368 ppm
R2 : y = bx + a
9445.5 = 13.4591x + 2262.18
X = 533.71 ppm
R3 : y = bx + a
7444.0 = 13.4591x + 2262.18
X = 385.00 ppm
6. Kadar Pengenceran
3 ml
S1 : x 484.58=1453.74 ppm
1 ml
3 ml
S2 : x 515.02=1545.06 ppm
1 ml
3 ml
S3 : x 462.83=1388.49 ppm
1 ml
3 ml
R1 : x 490.32=1470.96 ppm
1 ml
3 ml
R2 : x 533.71=1601.13 ppm
1 ml
3 ml
R3 : x 385.00=1155.00 pp m
1 ml
7. Sampel dalam 5ml
5 ml x 1453.74 mg
S1 : =7.27 mg
1000 ml
5 ml x 1545.06 mg
S2 : =7.73 mg
1000ml
5 ml x 1388.49 mg
S3 : =6.94 mg
1000 ml
5 ml x 1470.96 mg
R1 : =7.35 mg
1000ml
5 ml x 1601.3 mg
R2 : =8.00 mg
1000 ml
5 ml x 1155.00 mg
R3 : =5.78 mg
1000 ml
8. Kadar EPMS
7,27 mg
S1 : x 100 %=35.99 %
20.2 mg
7,73 mg
S2 : x 100 %=37.71 %
20.5 mg
6.94 mg
S3 : x 100 %=34.78 %
20.1 mg
X : 36.16
SD : 1.47
1.47
KV : =0.04 %
36.16
7,35 mg
R1 : x 100 %=35.68 %
20.6 mg
8.00 mg
R2 : x 100 %=40.00 %
20.00 mg
5.78 mg
R3 : x 100 %=29.19 %
19.8 mg
X : 34.96
9. % Recovery
Ct
% recovery = x 100 %
Cp+Cst
7.35
x 100 %=92.29%
R1 : 36.16 x 20.6
( 100 )
+ 0.515
8.00
x 100 %=103.27 %
R2 : 36.16 x 20.0
( 100 )
+ 0.515
5.78
x 100 %=75.31 %
R3 : 36.16 x 19.8
( 100 )
+ 0.515
X : 90.29 %
SD : 14.09
14.09
KV : x 100 %=0.16 %
90.29
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan penetapan senyawa marker pada ekstrak
rimpang kencur dengan menimbang sebanyak 20.0 mg ± 10% (18mg - 22mg) masing-
masing 6kali, yaitu 3 untuk sampel dan 3 untuk recovery. Untuk sampel ditambah dengan
pelarutnya 2ml kemudian diadkan dengan etanol sampai 5ml, dan untuk recovery
ditambah standart EPMS 1ml. Lalu semua tabung di ultrasonik sebanyak 3x selama 5
menit, dimana itu bertujuan agar senyawa EPMS pada rimpang kencur dapat tertaril
seluruhnya secara maksimal. Kemudian dilakukan penyaringan dan pengenceran dengan
dipipet 1.0ml dari sampel dan recovery kemudian ditambah etanol, hal ini bertujuan
untuk menetapkan kadar EPMS dalam ekstrak kering. Kemudian sampel dan recovery
ditotolkanpada plat KLT dan di eluasi dengan menggunakan eluen n-heksan-etil asetat-
asam format dengan perbandingan 90 : 10 : 1. Plat KLT akan di scan pada panjang
gelombang 200-400 nm untuk mencari panjang gelombang maksimum untuk perhitungan
kadar. Setelah di dapat panjang gelombang maksimum (310nm) maka akan digunakan
untuk menghitung kadar EPMS.
Pada praktikum kali ini dilakukan validasi metode analisis yang meliputi
pengujian parameter linieritas, presisi, dan akurasi. Pertama adalah melihat linieritas dari
kurva baku yang digunakan, dimana linieritas sendiri adalah kemampuan metode analisis
yang memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik. Sebagai parameter adanya hubungan linieritas digunakan koefisien korelasi (r)
pada analisis regresi linier y=bx + a, disini menggunakan semua baku yaitu BK1-BK6
sebagai x dan luas area panjang gelombang maksimum 310nm. Sehingga didapatkan
persamaan regresi y = 13.4591x + 2262.18 dan koefisien relasi (r) = 0.9813. Kriteria
penerimaan suatu metode dikatakan linier jika koefisien korelasi (r) ≥ 0.99. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode analisis memenuhi persyaratan
linieritas.
Selanjutnya yang kedua adalah menentukan presisi, dimana presisi sendiri dalah
metode analisis yang menyatakan kedekatan hasil dari beberapa pengukuran dengan
metode multiple sampling/ koefisien variasi. Bila CV <2% maka metode tersebut mampu
memberikan presisi bagus. Hasil dari praktikum kami dengan sampel yang digunakan
dapat memberikan hasil presisi yang baik atau bagus.
Dan yang ketiga adalah pengukuran akurasi, kedekatan hasil analisis dengan nilai
yang sebenarnya dihitung dengan recovery yang ditambah dengan sejumlah analit yang
telah diketahui kadarnya pada sampel. Nilai recovery untuk analisis sediaan obat adalah
98-102%, tetapi pada angka 95-100% sudah cukup memadahi untuk suatu laboratorium
Q.S pada suatu industri farmasi. Persen recovery yang didapat yaitu bervariasi 92.29%,
103.27%, dan 75.31% sehingga didapatkan rata-rata sebesar 90.29%. hasil tersebut tidak
memenuhi persyaratan persen recovery diatas.
Pada pratikum kali ini, hasil pada metode untuk menentukan presisi sampel
maupun recovery bertolak belakang yaitu 0.4% dan 0.16% yang artinya tidak memiliki
kedekatan hasil dari beberapa pengulangan percobaan. Hal ini bisa terjadi karena
kesalahan praktikan pada waktu menimbang atau pada waktu menambahkan etanol. Hal
ini tidak sesuai dengan teori bahwa bila suatu hasil analisis meemiliki nilai presisi bagus
maka nilai akurasi jelek, dimana akurasi kelompok kami juga tidak masuk rentang
(90.29%)
Kadar EPMS dalam ekstrak bervariasi dari ketiga replikasi, hal ini merupakan
bahwa homogenitas ekstrak sangat rendah dan perlakuan praktikkan memperngaruhi
keseragaman kandungan EMPS dalam ekstrak.
Pada Farmakope Herbal adalah ≥ 4.3 % sedangkan pada kelompok kami didapat
36.16% pada sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam ekstrak kering dan pada
sampel untuk penentuan recovery 90.29%. Berdasarkan hasil tersebut kadar EPMS
kelompok kami memenuhi persyaratan≥ 4.3 % namun dengan homogenitas yang sangat
rendah menyebabkan % recovery dibawah standart (98-102%), selain itu nilai KV untuk
larutan recovery terbilang kecil yaitu 0.16% yang mungkin menjelaskan bahwa tingkat
homogenitas ekstrak di dalam pembawa sudah cukup tinggi, faktor lain yang mungkin
berpengaruh pada praktikum ini yaitu pada penotolan ke plat KLT.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan data yang diperoleh, maka dapat disipulakn bahwa :
1. Penentuan kadar senyawa marker dalam ekstrak merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari standarisasi atau pembakuan suatu ekstrak.
2. Diperoleh akurasi yang kurang dari persyaratan 90.29%
3. Diperoleh presisi yang tinggi dimana nilai SD dan KV melebihi persyaratan yang telah
ditetapkan dimana nilai SD yang diperoleh 14.09 sedangkan nilai KV sebesar 0.16%.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Liang, Y., Xieb P., Chan K., 2004, Review : Quality control of herbal medicines,
Journal of Chromatography B, 812 (2004), 53-70
Soeratri, W. dan Tutik, P. 2004. Penambahan asam glikolat terhadap efektifitas sediaan
tabir surya kombinasi anti UV-A dan anti UV-B dalam basis gel. Majalah Farmasi
Airlangga: Surabaya
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Edisiterjemahan
(diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, IwangSoediro), ITB press, Bandung,
3-18.
Sutriani L. 2008. Ektraksi Pelarut. Available onlineat
http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html.Diakses : 20 Agustus
2016.
LAPORAN 4
PEMBUATAN KAPSUL EKSTRAK KENCUR DAN PENETAPAN KADAR SENYAWA
MARKER EPMS DALAM KAPSUL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas
ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong pendek.
A. Klasifikasi Tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : K. Galanga ( Hudha dkk, 2015 )
2.2 Kandungan Kimia danManfaat Kencur
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil
sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6)
parafin.
Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam
kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan produktivitas
lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat
diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan
obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur
sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado, pecal dan
urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras kemudian diseduh dengan air
masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan sebagai minuman. Minuman ini
berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa
minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan untuk meramu obat-obatan
tradisional yang sudah banyak di produksi oleh
pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain
untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa
juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur
disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil
pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan
jaringan kulit (Rosita,2007).
2.3 Tinjauan tentang Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan penyari simplisia
menurut cara yang cocok, dluar pengaruh cahaya matahari langsung ( BPOM, 2010 ).
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum
yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk
diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989). Ekstrakjuga merupakan bentuk sediaan
yang
diperolehdenganmengekstraksisenyawaaktifdarisimplisianabatiatausimplisiahewanimenggun
akanpelarut yang sesuai (DepertemenKesehatan, 1995).Ada beberapa jenis ekstrak yakni:
ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa
dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-
30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).
2.4 Tinjauan tentang Senyawa Marker
Senyawa marker (penanda) merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alamdan
dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi ataustandardisasi)
melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai penanda apabila bersifat khas,
mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang
biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi. Senyawa atau zat penanda
jugadapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa identitas suatu simplisia
tanamantertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut tidak dimiliki
olehsimplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).
Klasifikasi marker :
1. Zat aktif
Merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui. Contoh : Epedrin pada
Ephedra sinensis dan slimarin pada Sylibum marianum.
2. Marker aktif
Merupakan zat kimia yang memounyai efek farmakologi tapi belum tentu mempunyai efikasi
klinik. Contoh : Allin pada Allium sativum.
3. Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk dekriminasi kuantitatif tapi belum tentu mempunyai
aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini juga berguna untuk identifikasi
positif bahan baku dari ekstrak untuk standarisasi. Contoh : Alkilamid yang berbeda
ditemukan pada akar Echinoceae angustifolia dan Echinoceae purporeaetetapi tidak ada pada
Echinoceae palida.
4. Marker negatif
Senyawa aktif dengan zat aktif toksik/allergenik. Contoh : asam ginkolat.
Menurut Wahyuono dkk.(2006), idealnya senyawa penanda merupakan senyawa
aktif yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologi yang ditimbulkan oleh
penggunaan herba yang bersangkutan. Namun demikian, senyawa khas yang bukan
senyawa aktif dapat pula ditetapkan sebagai penanda. Senyawa penanda merupakan
konstituen kimia dari herba yang telah ditetapkan strukturnya yang digunakan untuk
tujuan control kualitas. Senyawa penanda digunakan manakala konstituen kimia yang
bertanggung jawab terhadap efek terapetik dari tanaman yang bersangkutan belum
diketahui (Anonim, 2007).
120 mg 10 % 20 %
BAB III
PROSEDUR KERJA
4.1 HASIL
100 %
× 1,5 g=4,15 g ( ekstrak )
36,16 %
20 g – 4,15 g = 15,85 g ( eksipien )
BOBOT
BOBOT ISI %
NO. KAPSUL + ISI KAPSUL (mg)
KAPSUL (g) PENYIMPANGAN
ISI (g)
1. 0,309 0.116 0,193 3,5%
2. 0,300 0,115 0,185 7,5%
3. 0,319 0,120 0,199 0,5%
4. 0,317 0,124 0,193 3,5%
5. 0,302 0,120 0,182 9%
6. 0,313 0,128 0,185 7,5%
7. 0,307 0,117 0,190 5%
8. 0,306 0,117 0,189 5,5%
9. 0,322 0,115 0,207 3,5%
10. 0,311 0,116 0,195 2,5%
11. 0,312 0,116 0,196 2%
12. 0,306 0,120 0,186 7%
13. 0,320 0,120 0,200 0%
14. 0,323 0,117 0,205 2,5%
15. 0,306 0,120 0,186 7%
16. 0,320 0,115 0,186 7%
17. 0,317 0,118 0,199 0,5%
18. 0,307 0,117 0,190 5%
19. 0,302 0,121 0,181 9,5%
20. 0,308 0,120 0,188 6%
Total (isi kapsul) = 3,835 g
0,2 g−0,192 g
Rata-rata= 0,192 g % penyimpangan = ×100 %=4 %
0,2 g
4.2. PEMBAHASAN
pada praktikum kali ini kami membuat kapsul ekstrak kencur, adapun alas an
di[ilihnya sediaan kapsul antara lain :
kapsul dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat ( ekstrak ) sebagian
besar ekstrak tumbuhan memiliki rasa yang pahit atasvgetis sehingga dengan pemilihan
sediaan kapsul dapat menutupi rasa yan tidak enak. Kapsul dapat menutupi bau yang
tidak enak dari ekstrak karena bahan baku yang digunakan adalah ekstrak kencur yang
memiliki bau khas dan dapat melindungi bahan obat dari cahaya matahari langsung
maupun kontak dengan udara sekitar.
Kapsul yang digunakan untuk dikonsumsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. keseragaman kandunga (dosis) dan bobot terjamin
2. tidak toksik
3. tidak cacat secara fisik
Dalam praktikum ini jumlah kapsul yang dibuat adalah 100 kapsul dimana 20
kapsul digunakan untuk keseragaman bobot dan sisanya 80 kapsul untuk dikemas menjadi
produk jadi.
Untuk sediaan kapsul, evaluasi yang biasa dilakukan adalah uji keseragaman bobot,
kelarutan dan uji keseragaman kandungan. Namun dalam praktikum ini hanya dilakukan uji
keseragaman bobot. Uji keseragaman bobot ditentukan dengan menimbang sebanyak 20
kapsul , ditimbang satupersatu . dikeluarkan isi kapsul dan ditimbang bagian cangkang
kapsul ( kapsul kosong ). Namun BPOM tahun 2014 (sediaan lainnya kapsul dan kapsul
lunak) untuk kapsul yang berisi obat tradisional kering: keseragaman kapsul tidak lebih dari
2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dan bobot isi rata-rata lebih dari
10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya rata-rata lebih besar dari 25%.
BAB V
KESIMPULAN
BPOM tahun 2014 (sediaan lainnya kapsul dan kapsul lunak) untuk kapsul yang berisi obat
tradisional kering: keseragaman kapsul tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobot
isinya menyimpang dan bobot isi rata-rata lebih dari 10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot
isinya rata-rata lebih besar dari 25%. Maka dapat disimpulkan bahwa kapsul memenuhi
persyaratan keseragaman bobot.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi & Pelunasan, ITB, Bandung
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi ketiga, 591, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H. C.. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat,Jakarta, UI Press
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli Indonesia,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia
galanga L.). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Depkes, RI, 1995, Farmakope Indonesia, ed. 4, Depkes RI, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia, edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi sinamat.
Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya
Jani.1993.Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya
Rosita. S. M. D. O. Rostiana dan W. Haryudin.2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga Linn)
Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan obat Indonesia
XXVIII
Sutrisno. 1986. Elektronika Teori dan Penerapannya. Bandung : ITB
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
Taufikurohmah. T. Rusmini. Nurhayati.2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil
Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri
Kosmetik, (online), (http:www.google.com, diakses 7 november 2009).
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani, N., Edisi V,
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
LAPORAN 5
PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER EPMS DALAM KAPSUL KENCUR
(Kaempferia galangal L.)
BAB I
PENDAHULUAN
Senyawa marker atau biasa disebut dengan senyawa penanda adalah suatu senyawa yang
terdapat dalam bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai
penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya
dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi
(Rasheed, 2012).
Komposisi kandungan senyawa kimia yang beragam dalam suatu tanaman menyebabkan
identifikasi senyawa kimia dalam tanaman menjadi sulit. Oleh karena itu, pada identifikasi
tanaman obat herbal diperlukan suatu senyawa penanda yang dapat dijadikan identitas dari
tanaman obat (Rasheed, 2012).
Dari uraian diatas maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pembuatan sediaan
kapsul dengan menggunakan bahan baku ekstrak kencur (Kaempferia galanga L.) dan
penetapan kadar senyawa marker yang terdapat didalam kapsul.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari praktikum kali ini yaitu: Mahasiswa mampu
melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul ekstrak rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.).
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari praktikum kali ini yaitu:
Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul
ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L.).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Tanaman Kencur (Kaemferia galanga L)
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan
jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau
sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan
lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang tulang induk
daun yang nyata (Backer,1986).
Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang dengan
induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair dengan
aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan
kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas ruas
rimpang berwarna putih kekuningan.
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun mahkota.
Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat tumbuh lebih dari
satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas ruas. Putik menonjol
keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentuk corong pendek.
2.1.2 Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Sub famili : Zingiberoideae
Genus : Kaempferia
Spesies : K. galangal (Anonim, 2014).
Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam
kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).
Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan produktivitas
lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat
diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan
obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur
sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado, pecal dan
urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras kemudian diseduh dengan air
masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan sebagai minuman. Minuman ini
berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa
minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan untuk meramu obat-obatan
tradisional yang sudah banyak di produksi oleh
pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain
untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa
juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur
disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan
industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil
pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam
industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan
jaringan kulit (Rosita,2007).
EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat
sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang
mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara lain
pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau
mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan
kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah,2008).
Karena asam sinamat merupakan turunan fenil propanoid maka biosintesanya termasuk
jalur sikimat.
Senyawa atau zat penanda jugadapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa
identitas suatu simplisia tanamantertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut
tidak dimiliki olehsimplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).
Marker dapat digunakan untuk identifikasi denganbenar dan autentik sumberbahan alam,
mencapai kualitas yang konsisten, mengkualifikasi senyawa farmakologikaktif pada produk
akhir, atau memastikan efikasi produk. Marker sangat penting dalamevaluasi jaminan kualitas
produk.Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi. Senyawa markerdapat
digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan bioaktivitasnya.
Klasifikasi marker :
2. Marker aktif (zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum tentu mempunyai
efikasi klinik).
3. Marker analisis (zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif,belum tentu punya
aktifitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini jugaberguna untuk identifikasi positif
bahan baku dan ekstrak untuk standardisasi.
4. Marker negatif ( senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik).Etil Para-
metoksisinamat (EPMS).
Kandungan kimia utama kencur yang banayk dimanfaatkan adalah eil sinamat dan etil
p-metoksisinamat (EPMS) yang terdapat didalam minyak atsiri kencur.Kandungan ini
banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan dalambidang farmasi sebagai obat
asma dan anti jamur (Eko dkk., 2012).
2.1.6 Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/ atau bahan
inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air
(Ansel, 2005).
Macam-macam kapsul menurut Anief (1986), yaitu:
1. Kapsul gelatin keras
Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang mengandung gelatin, gula, dan air. Kapsul
dengan tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna adalah untuk dapat menarik dan
dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai
berikut: no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas yang tertutup kedap,
terlindung dari debu, kelembaban dan temperatur yang ekstrim (panas).
2. Kapsul cangkang lunak
Kapsul lunak merupakan kapsul yang tertutup dan diberi warna macam-macam.
Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras yaitu gula diganti dengan
plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah.
Sebagai plasticizer digunakan gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris
alkohol lain.
3. Kapsul cangkang keras
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul. Bahan semi
padat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika cairan
dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk mencegah
terjadinya kebocoran. Kapsul cangkang keras dapat diisi dengan tangan. Cara ini memberikan
kebebasan bagi penulis resep untuk memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat yang
paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan kapsul cangkang keras
dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak.
Cara pembuatan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Tangan
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan tangan tanpa bantuan alat
lain. Cara ini sering dikerjakan di apotek untuk melayani resep dokter, dan sebaiknya
menggunakan sarung tangan untuk mencegah alergi yang mungkin timbul. Untuk memasukkan
obat kedalam kapsul dapat dilakukan dengan membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang
diminta. Selanjutnya, tiap bagian serbuk tadi dimasukkan kedalam badan kapsul lalu ditutup.
2. Alat bukan mesin
Alat yang dimaksud ini adalah alat yang menggunakan tangan manusia. Dengan alat ini, akan
didapatkan kapsul lebih seragam dan pengerjaan yang dapat lebih cepat karena dapat dihasilkan
berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang tetap dan yang
bergerak.
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran (00) adalah ukuran
terbesar yang dapat diberikan kepada pasien (Dirjen POM, 1995).
Ukuran cangkang kapsul
No kapsul 000 00 0 1 2 3 4 5
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat
- Gelas ukur
- Labu ukur
- Cawan timbang
- Batang pengaduk
- Kertas saring
- Vial tertutup
- TLC scanner
- Lempeng KLT
- Chamber
- Pipet mikro
- Neraca analitic balance
- Aluminium foil
Bahan
- Sampel ekstrak kencur dalam etanol 96%
- Etanol 96%
- Etil asetat dalam asam formiat
- Standar EPMS
- N-Heksan
BAB IV
HASIL
r=0,9922
Berat sampel
S1 : 12,8116 g ~ 0,1838 g
S2 : 12,7985 g ~ 0,1707 g
S3 : 12,7944g ~ 0,1666 g
Baku induk
Berat yang ditimbang : 0,2506 g
Berat botol + isi : 13,4497 g
Berat botol kosong : 13,1993 g
berat serbuk : 0,2504 g~ 250,4 mg
Berat Recovery
R1 : 12,7884 g ~ 0,1606 g
R2 : 12,7944 g ~ 0,1666 g
R3 : 12,7962 g ~ 0,1684 g
- Baku induk 2
4 ml/10 ml x 5008 ppm : 2003,2 ppm
- Recovery 2
y = bx + a
5882,0 = 10,21479x + 1490,7
x = 429,8964 ppm
- Recovery 3
y = bx + a
4879,1 = 10,21479x + 1490,7
x = 331,7152 ppm
1485,6892mg
- Recovery 1 : × 10 ml= 14,856892 ppm
1000 ml
1719,5856 mg
- Recovery 2 : ×10 ml = 17,195856 ppm
1000 ml
1326,8608mg
- Recovery 3 : × 10 ml= 13,268608 ppm
1000 ml
Rata-rata recovery =15,10711867
SD = 1,9755
SD
KV = × 100 %
X
1,9755
= × 100 %=13,0769%
15,10711867
Perhitungan penyimpangan pada sampel
16,08198mg−15 mg
Sampel 1 : ×100 %=7,2132 %
15 mg
15,262287 mg−15 mg
Sampel 2 : ×100 %=1,74858 %
15 mg
12,641967 mg−15 mg
Sampel 3 : ×100 %=15,72022 %
15 mg
Ct
% Recovery = × 100 %
Cp−Cst
Ket = Cp 15mg
14,856892 mg
- Recovery 1 = × 100 %=95,77 %
15 mg+ 0,513mg
17,195856 mg
- Recovery 2 = × 100 %=110,85 %
15 mg+ 0,513mg
13,268608 mg
- - Recovery 3 = × 100 %=85,53 %
15 mg+ 0,513mg
- Rata-rata = 97,38%
- SD = 12,7369
SD
- KV = × 100 %
X
= 13,08 %
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar marker EPMS dalam sediaaan
kapsul Kaempferia galangal L.pada tanaman kencur diketahui bahwa senyawa marker yang
terkandung adalah EPMS (etil p-metoksisinamat) dan senyawa marker ini senyawa yang
termasuk golongan yang mengandung cincin benzene dan gugus metoksi yang bersifat non polar.
Selain itu senyawa EPMS mengandung gugus karbonil yang mengikat gugus etil dan ikatan
bersifat polar. Senyawa marker ini dapat digunakan untuk identifikasi dengan sumber autentik
sumber bahanalam, mencapai kualitas yang konsisten mengkuantitasi sumber farmakologik aktif
pada produk akhir serta memastikan efikasi produk.
Penentukan kadar senyawa marker dalam praktikum ini menggunakan KLT yang
dimaksud untuk uji kuantitatif salah satunya dengan densitometer. Densitometry merupakan
metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan
analit yang merupakan bercak pada KLT. Pada praktikum kali ini dilakukan 2 scanning yaitu λ
200-400 nm dan 310 nm. Untuk menguji validitas dari metode densitometri dilakukan pengujian
antara lain uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji presisi
dengan simpangan baku (SD) dan koefisien variasi (KV). Pada proses praktikum, dilakukan
pembuatan larutan baku induk dan baku kerja untuk memperoleh kurva baku. Setelah pembuatan
baku kerja selesai dilakukan preparasi sampel dan recovery yang ditambahkan dengan standart
EPMS. Lalu dilakukan penotolan dengan plat KLT yang eluen nya menggunakan eluen n-heksan
: etilsinamat : asam format yang akan menampakkan bercak densitometry. Setelah dilakukan uji
scanning didapatkan data kurva dengan persamaan kurva baku yang diperoleh adalah r = 9922
dengan persamaan y = bx+a y = 10, 21479x + 1490,7.
Nilai akurasi suatu senyawa dalam matriks dengan konsentrasi >0,1% diterima jika
berada pada rentang 95-105%. Dari kadar sebenarnya (Hamita,2009). Menurut BPOM pada
tentang 98%- 102% dan dari famakope yaitu 95 - 105%. Dan hasil dari % recovery kelompok
kami yaitu 97,38%.yang berarti masuk rentang atau memenuhi persyaratan menurut famarkope.
Sedangkan nilai presisi merupakan ukuran yang menunjukan di dapat kedekatan antara hasil
individual.melalui penyebaran hasil dan rata-rata jika prosedur di tetapkan secara berulang pada
sample yang di ambil dari campuran yang homogen. presisi di ukur sebagai simpangan baku
(SD) atau simpangan baku relative (KV). Suata data di katakan presisi jika nilai koopesian
variasi (KV) adalah <2 % (BPOM,2000) dan nilai SD <20 (farmakope herbal) hasil yang deviasi
kelompok kami yaitu KV sampel 12,25% dan KV recovery13,08 % yang berarti tidak masuk
tentang persyaratan KV menurut BPOM. Sedangkan nilai SD yang diperoleh yaitu SD sample
1,80 dan SD recovery 1,98 yang berarti masuk tentang rentang persyaratan <5%. Presentasi
kesalahan recovery sample yaitu 97,38% dan rata-rata Epms perkapsul adalah 14,66 mg yang
berarti mendekati kadar epms yang di kehendaki yaitu 15 mg. kesalahan tekhnik yang terjadi
pada saat praktikum yang dilakukan praktikan seperti penimbangan maupun
pengenceran,penotolan dari pipa kaviler,ataupun pengukuran lautan sehingga di dapat agar yang
tidak memenuhi persyaratan.
BAB V
KESIMPULAN
Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi & Pelunasan, ITB, Bandung
Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ansel, H.C. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI Press.
Backer. C. A. R. C. B. Van den Briak.1968. Flora of Java.Vol 2. Walters Noordhoff.N.V.
Groningen. P. 33.
Barus R, 2009, Amidasi p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L).
Sumatera Utara. Program Pascasarjana USU.
Pudjarwoto, T., 1992, Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare terhadap Beberapa Jenis
Bakteri Enteropatogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Rasheed, N.M.A et al. 2012. Chemical marker compounds and their essential role in quality
control of tradisionalmedicines. Institute of Chemical Technology Tarnaka. India.
Rosita. (2007). Berkat Madu. Bandung : Qanita.
Titik Taufikurohmah. (2008). Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa
Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya
Pada Industri Kosmetik. Artikel Penelitian.
Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal 152153, Jakarta,
Karyasari Herba Media.