Anda di halaman 1dari 10

NAMA : OKTI HARMELA

NIM : 20200410003

MATA KULIAH : AKHLAK TASAWUF

SEMESTER : 1 ( SATU )

SOAL UTS AKHLAK TASAWUF PG PIAUD SEMSTER 1

1. Jelaskan Pengertian Akhlak Tasawuf ditinjau dari segi Epistemologi dan Terminologi?

2. Apa yang anda ketahui tentang Biografi Keilmuaan Imam Al Ghozali dan Ibnu
Maskawaihi dibidang Ilmu Akhlak?Jelaskan!

3. Tuliskan dalil Hadits Pentingnya Ilmu Akhlak dalam dunia Pendidikan Islam?

4. Sebutkan Aliran-Aliran Akhlak Tasawuf yang anda Ketahui?Jelaskan!

5. Jelaskan Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Jiwa itu?Jelaskan


JAWABAN UTS AKHLAK TASAWUF PG PIAUD SEMSTER 1

1. Pengertian akhlak tasawuf dari segi Epistimologi dan Terminologi

Dari epistimologi adalah studi kursus tentang keterkaitan antara syariah dan hakikat,
pengalaman spiritual dengan wahyu. Sumber pengetahuan dan kemampuan potensi-potensi
intelektual yang mempersepsikan objek pengetahuan. Dan

Pengertian Tasawuf Secara Terminologi adalah :

Sedangkan menurut Terminologis pun, tasawuf diartikan secara variatif oleh para ahli sufi,
antara lain yaitu :

a. Imam Junaid dari Baghdad (m. 910), mendefinisikan tasawuf sebagai “mengambil setiap
sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”.

b. Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m. 1258) syekh sufi besar dari Afrika Utara,
mendefinisikan tasawuf sebagai “praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah
untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan” 3).

c. Sahal al-Tustury (w 245) mendefinisikan tasawuf dengan “ orang yang hatinya jernih dari
kotoran, penuh pemikiran, terputus hubungan dengan manusia, dan memandang antara emas
dan kerikil” 4).

d. Syeikh Ahmad Zorruq (m. 1494) dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut :
“Ilmu yang denganya anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi
Allah, dengan menggunakan pengetahuan anda tentang jalan islam, khususnya fiqih dan
pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal anda dan menjaganya dalam batas-
batas syariat islam agar kebijaksanaan menjadi nyata”.

Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa tasawuf itu adalah suatu sistem
latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan
memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga
dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.

Dengan pengertian seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah bagian ajaran
Islam, karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka
membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagaan dan kesempurnaan
hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Oleh karena itu, siapapun boleh menyandang
predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga,
bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya yang pada
pokoknya sifat-sifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela.

2. - Imam Al-Ghazali

Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak Al-Ghazali memberikan kriteria terhadap


akhlak, yaitu akhlak harus menetap dalam jiwa dan perbuatan itu muncul dengan mudah
tanpa memerlukan penelitian teriebih dahulu. Dengan kedua kriteria tersebut, maka suatu
amal itu memiliki korespondensi dengan faktor-faktor yang saling berhubungan yaitu:
perbuatan baik dan keji, mampu menghadapi keduanya, mengetahui tentang kedua hal itu,
keadaan jiwa yang ia cenderung kepada salah satu dari kebaikan dan bisa cendrung kepada
kekejian (al-Ghazali, 2000:599). Akhlak bukan merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan",
bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan mendalam). Yang lebih sepadan dengan akhlak itu
adalah "hal" keadaan

atau kondisi: di mana jiwa mempunyai potensi yang bisa memunculkan dari padanya
manahan atau memberi. Jadi akhlak itu adalah ibarat dari " keadaan jiwa dan bentuknya

yang bathiniah" (al-Ghazali, 2000:599). Di satu sisi, pendapat al-Ghazali ini mirip dengan
apa

yang di kemukakan oleh Ibnu Maskawaih (320-421H/932-1030 M) dalam Tahdzib al Akhlak.


Tokoh filsafat etika yang hidup jiwa yang menyebabkan seseorang bertindak tanpa dipikirkan

terlebih dahulu." la tidak bersifat rasional, atau dorongan nafsu(Maskawaih, 1985:56).

Dalam pembagian itu al-Ghazali mempunyai 4 kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu
kriteria akhlak yang baik dan buruk, yaitu : kekuatan 'ilmu, atau hikmah, kekuatan marah,

yang terkontrol oleh akal akan menimbulkan sifat syaja'ah, kekuatan nafsu syahwat, dan
kekuatan keseimbangan (keadilan) (al-Ghazali, 2000:600). Keempat komponen im

merupakan syarat pokok untuk mencapai derajat akhlak yang baik secara mutlak. Semua ini
dimiliki secara sempuma oleh Rasulullah. Maka tiap-tiap orang yang dekat dengan empat
sifat tersebut, maka ia dekat dengan Rasulullah, berarti ia dekat juga dengan Allah.
Keteladanan ini karena Rasulullah 'tiada diutus kecuali uniuk menyempurnakan akhlak'
(Ahmad, Hakim

dan Baihaqi).Dengan meletakkan ilmu sebagai kriteria awal tentang baik dan buruknya
akhlak, al-Ghazali mengkaitkan antara akhlak dan pengetahuan, sebagaimana dilakukan oleh
al-Farabi dan Ibnu Maskawaih (Najati, 2002:235). Hal ini terbukti dengan pembahasan awal
dalam Ihya' adalah bab tentang keutamaan ilmu dan mengamalkannya. Sekalipun demikain
akhlak tak ditentukan sepenuhnya oleh ilmu, juga oleh faktor lainnya.

Metode Pendidikan Akhlak

Menurut al-Ghazali (2003:72-73), ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama,
mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan

dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalanpertama, memohon karunia
Illahi dan sempumanya fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan lurus,
patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a'lim) tanpa belajar, terdidik
tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah. Kedua, akhlak tersebut diusahakan
dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada perbuatanperbuatan
yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan
latihan.

- Ibnu Maskawaihi

Pokok-pokok pemikiran Ibnu Maskawaihi dalam menanamkan pendidikan karakter


Islami antara lain terlihat dalam pemikirannya. Karakter-karakter tersebut antara lain yaitu :

a. Kebijaksanaan (al-Hikmah/wisdom) Kebijaksanaan menurut Ibnu Maskawaih adalah


keutamaan jiwa rasional yang mengetahui segala yang maujud (yang ada) baik
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ketuhanan maupun hal yang bersifat
kemanusiaan. Pengetahuan ini berimplikasi pada munculnya pengetahuan rasional yang
membuat manusia mampu mengambil keputusan antara yang wajib dilaksanakan dengan
yang wajib ditinggalkan. Posisi al-Hikmah berada pada posisi golden mean (posisi
pertengahan) antara kelancangan (al-safah) dan kedunguan (al-balah). Kebijaksanaan akan
berimplikasi pada perilaku-perilaku kebajikan. Di antara macam kebajikan ialah: kearifan,
sikap sederhana, dermawan, adil.

b. keberanian Keberanian adalah keutamaan jiwa al-ghadabiyyah/al-sabuiyyat. Keutamaan


karakter ini muncul pada diri manusia selagi nafsunya dibimbing oleh jiwa al-Nathiqat.
Keberanian dalam hal ini adalah karakter tidak takut untuk menyampaikan kebaikan dan
kebenaran dan ini merupakan sifat terpuji. Posisi al-Sayaja’at berada ditengah antara sifat
pengecut (al-Jubn) terhadap sesuatu yang tidak seharusnya ditakuti dan

c. Menjaga Kesucian atau Menahan Diri (al-Iffat/temperance) Menurut Ibnu Miskawaih


al-Iffat (menjaga kesucian/menahan diri) adalah sebuah karakter yang berasal dari al-
syahwatiyyah-bahimiyyah. Karakter ini akan muncul ketika manusia mampu
mengendalikan diri dari nafsu dan mengedepankan pikirannya, lebih mengutamakan
pertimbangan rasional dari pada menuruti nafsunya. Manusia yang mempunyai karakter al-
Iffat, maka ia akan mampu mengendalikan nafsunya, dan mampu melakukan pilihan
yang benar, sehingga bebas dan tidak dikuasai (diperbudak) oleh nafsunya sendiri..

d. Keadilan (al-‘Adalat/Justice) Seseorang baru bisa dianggap adil apabila sudah bisa
menyelaraskan seluruhfakultas, perilaku, dan kondisi dirinya sehingga tidak ada satu
melebihi yang lainnya. lebih dan kurang, banyak dan sedikit merupakan factor yang
merusak segala sesuatu, jika di antaranya tidak terdapat saling menyeleraskan dan
menyeimbangkan. Keadilan merupakan gabungan atau kolaborasi dari ketiga karakter utama
seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Karakter al-Adalat hanya kan muncul pada diri
seseorang apabila dia mampu mengharmoniskan secara terpadu karakter al-hikmah, al-
syaja’at dan al-iffāt secara bersama-sama.

e. Cinta dan Persahabatan Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan sesamanya.
Hanya melalui teman dan lingkungannya manusia dapat memperoleh kesempurnaan dan
eksistensinya dan dalam keadaan mendesak mereka harus saling membantu. Harus
diketahui bahwa sifat bersahabat dalam diri manusia merupakan nilai yang harus
dipertahankan.
3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ق‬ َ ‫ت أِل ُتَ ِّم َم‬


ِ ‫صالِ َح اأْل َ ْخاَل‬ ُ ‫إِنَّ َما بُ ِع ْث‬

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR.
Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai shahih oleh Al-
Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad.)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اسنَ ُك ْم أَ ْخاَل قًا‬


ِ ‫ي َوأَ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم القِيَا َم ِة أَ َح‬
َّ َ‫إِ َّن ِم ْن أَ َحبِّ ُك ْم ِإل‬

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya
denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.”
(HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201.)

Bahkan dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin
berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ك بِ ُحس ِْن ُخلُقِ ِه َد َر َجةَ الصَّائِ ِم ْالقَائِ ِم‬


ُ ‫إِ َّن ْال ُم ْؤ ِمنَ لَيُ ْد ِر‬

“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat
dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165.
Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643.)
4. Macam-macam dan Tokoh aliran tasawuf

Disini ada beberapa aliran dan tokoh tasawuf diantaranya :

a. Aliran tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah aliran yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistik (ghaib)
dan visi rasional (akal). Terminology filosofis yang berasal dari macam-macam ajaran filsafat
yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak
hilang. Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena
ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa dan tidak pula bisa dikatagorikan pada tasawuf
(yang murni) karena sering diungkapkan dengan bahasa filsafat.

Selain itu tasawuf falsafi memiliki pengertian sebagai berikut tasawuf yang menggunakan
pendekatan rasio atau akal pikiran. Tasawuf model ini menggunakan bahan-bahan kajian atau
pikiran dari para filsof,baik menyangkut tentang tuhan, manusia, dan sebaginya.

Tokoh aliran tasawuf Falsafi

A. Ibn Khaldun

B. Al jilli

C. Al hallaj

D. Ibnu 'arbi

E. Ibnu sabi'in

b. Aliran Tasawuf Amali

Tasawuf amali adalah aliran tasawuf ini lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya
mendekatan diri kepada tuhan untuk mencapai hubungan yang dekat dengan tuhan, seseorang
harus mentaati dan melaksanakan sya’riat atau ketentuan agama.
Tasawuf amali berkonotasikan tarekat. Tarekat disini dibedakan antara kemampuan sufi yang
satu dari pada yang lain, ada orang yang dianggap mampu dan tahu cara mendekatkan diri
kepada allah, orang yang memerlukan bantuan orang lain dianggap memiliki otoritas dalam
masalah itu. Dalam tasawuf amali yang berkonotasikan tarekat ini mempunyai aturan, prinsip
dan sistem khusus. Menurut J.Spencer Trimingham, tarekat adalah suatu metode praktis
untuk menuntun seorang sufi secara berencana dengan jalan pikiran, perasaan, dan tindakan,
terkendali terus-menerus kepada suatu rangkaian maqam untuk dapat merasakan hakekat
sebenarnya.

Tokoh Aliran Tasawuf Amali

Syech Abdul Qadir Al jailani( 470H/1077M-561H/1166M), dia adalah orang pertama yang
mendirikan madrasah ini dalam bentuk tariqah. Kemudian diikuti oleh Imam Ahmad Al-
Rifa’i(w.578H/1106M), Imam Abu Hasab Al-Shadhili, dan imam Baha’ al-Din Muhammad
al-Naqshabandi (717-791M).

c. Aliran tasawuf sunni(tasawuf Akhlaki)

Tasawuf akhlaki adalah membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah
laku.tasawuf akhlaki gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu akhlak, akhlak hubungnnya
sangat erat dengan tingkah laku dan perbuatan manusia sdalam interaksi sosial pada
lingkungan tempat tinggalnya.

Tasawuf akhlaki biasa disebut dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf model ini berusaha
untuk mewujudkan akhlak mulia dalam diri si sufi, sekaligus menghindarkan diri dari akhlak
mazmumah (tercela).Dan tasawuf sunni juga memiliki pengertian yaitu bentuk tasawuf yang
memagari dirinya dengan al-Qur’an dan al-hadits secara ketat, serta mengaitkan
ahwal(keadaan) dan Maqomat )tngkatan rohaniah) mereka kepada kedua sumber
tersebut.Dalam ilmu tasawuf dikenal dengan sebutan takhali(pengosongan diri dari sifat-sifat
tercela), tahali(menghiasi diri dengan sifat-siat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur Ghaib
bagi hati yang telah bersih sehingga mampu melihat cahaya ketuhanan)

Tokoh Aliran tasawuf Sunni( tasawuf akhlaki) :

A. Al-Qusyairi

B. Al harawi
C. Al Ghazali

D. Hasan Al basri

5.  Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu Jiwa

Ilmu jiwa menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal ingatan,
kehendak dan kemerdekaannya, khayal, rasa kasih, kelezatan dan rasa sakit, sedang pelajaran
akhlak sangat menginginkan apa yang dibicarakan oleh ilmu, bahkan ilmu jiwa adalah
pendahuluan yang tertentu bagi akhlak. Pada masa akhir-akhir ini terdapat dalam ilmu jiwa
suatu cabang yang disebut ilmu jiwa masyarakat. Ilmu ini menyelidiki akal manusia dari
jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki soal bahasa dan bagaimana bekasnya terhadap akal,
adat kebiasaan suatu bangsa yang mundur dan bagaimana perkembangan susunan
masyarakat. Dan bagaimana cabang ini memberi bekas yang langsung pada etika, melebihi
dari ilmu jiwa perseorangan. Menurut para sufi, akhlak seseorang bergantung  pada jenis jiwa
yang berkuasa dalam dirinya.

 Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.
Melalui ilmu jiwa dapat diketahui psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari
dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan, misalnya akan melahirkan perbuatan sikap yang
senang pula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan
melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.

Dengan demikian ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan
cara penginterpretasikan perilakunya yang tampak. Melalui bantuan informasi yang diberikan
ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al-Qur’an, maka secara teoritis ilmu Akhlak
dapat dibangun dengan kokoh. Hal ini lebih lanjut dapat kita jumpai dalam uraian mengenai
akhlak yang diberikan Quraish Shihab, dalam buku terbarunnya, Wawasan al-Qur’an. Ia
mengatakan bahwa: “Kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui
bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga sebaliknya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu karena pada dasarnya
sasaran keduanya adalah manusia. Ilmu akhlak melihat dari apa yang sepatutnya dikerjakan
manusia, sedangkan ilmu jiwa (psikologi) melihat tentang apa yang menyebabkan terjadinya
suatu perilaku.

Anda mungkin juga menyukai