Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 2

Ahmad Ali Gibran Putra Musafak 1810611331

Eben Ezer Victor 1810611336

HUBUNGAN ZAKAT, PAJAK DAN NEGARA, SERTA PERUNDANG-UNDANGAN ZAKAT

Latar Belakang

Zakat dalam bahasa arab ‫( زكاة‬zakah), menurut istilah memiliki arti harta tertentu
yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan
yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya), sedangkan menurut bahasa adalah
bersih, suci, subur, berkat dan berkembang. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh
syariat Islam Zakar merupakan Rukun islam yang ketiga. Dalam islam zakat banyak sekali
diatur dalam Kitab Suci Al-Quran salah satunya dalam Q.S At-Taubah 9:35 yang pada
terjemahan nya adalah “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah
sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”, Ayat tersebut dalam kata lain
memberikan perintah umat muslim untuk berzakat, yang dimana apabila sebagai umat
muslim kita terlalu menimbun harta tanpa bersedakah apalagi tidak berzakat, ditambah
kebanyakan orang yang menimbun harta termasuk orang yang kufur nikmat maka diakhirat
kelak akan dikenakan ganjaran seperti dalam Q.S At-Taubah 9:35 tersebut. Selain itu
dijelaskan pula dalam Q.S At-Taubah 9:103 yang pada terjemahan nya adalah ”Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka” memberikan seruan kepada masyarakat muslim untuk menunaikan zakat dan
memberikan kepada yang membutuhkan. Karena kelak harta yang mereka zakatkan itulah
yang akan menjadi penolong diakhirat kelak.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Negara adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata
pemerintahan yang melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu. Negara
juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi
semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Dan pajak negara adalah
pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai seluruh
kebutuhan rumah tangga. Pemungutan pajak negara memiliki tujuan pemerataan
penghasilan bagi pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil diperlukan untuk menjaga
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wujud keseimbangan
penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut oleh negara (pusat) dan
bersumber berada di daerah.

Di indonesia sendiri zakat telah diatur dalam perundang-undangan nasional, yaitu dalam
undang-undang No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. UU 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat diundangkan untuk mengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan
hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan yang baru dan sesuai. Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat sendiri artinya adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat berbeda dengan infak dan sedekah.
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Dalam upaya mencapai tujuan
pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) BAZNAS merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit
syariat dan keuangan.
Pembahasan Hubungan Antara Zakat Dan Pajak Negara Serta Peraturan Dalam
Perundang-Undangan Zakat

Hubungan zakat dengan pajak dimulai pada masa awal pengembangan islam, Itu
terjadi ketika pasukan muslimin baru saja berhasil menaklukan Irak. Khalifah Umar, atas
saran-saran pembantunya memutuskan untuk tidak membagikan harta rampasan perang,
termasuk tanah bekas wilayah taklukannya tersebut. Tanah-tanah yang direbut dengan
kekuatan perang ditetapkan menjadi milik penduduk setempat. Konsekuensinya penduduk
di wilayah Irak tersebut diwajibkan membayar pajak (kharaj), bahkan sekalipun pemiliknya
telah memeluk ajaran Islam.Inilah kiranya yang menjadi awal berlakunya pajak bagi kaum
muslimin di luar zakat. Penarikan pajak di luar zakat selanjutnya terus berlangsung meski
dengan alasan yang berbeda-beda.Seiring berjalannya waktu, hubungan zakat dan pajak
menjadi terbalik.Dimulai dengan kemunduran kaum Muslimin, penjajahan Eropa, dan
hegemoini peradaban Barat sehingga hokum-hukum syar’I semakin ditinggalkan, dan
sebaliknya hokum-hukum Barat buatan manusia diutamakan.Kewajiban zakat
disubordinasikan dan diganti dengan kewajiban pajak.

Zakat dan pajak merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar
pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut
kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan agama dan sosial. Membahas hubungan
antara zakat dan pajak disebabkan dari beberapa hal diantaranya yaitu zakat dan pajak
merupakan hal yang signifikan di dalam upaya untuk mensejahterakan rakyat.Zakat dan
pajak memiliki kesamaan, memiliki unsur paksaan, keduanya harus disetorkan kepada
lembaga masyarakat (Negara), keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, dan
keduanya memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi, politik di samping tujuan keuangan.
Zakat dan pajak memiliki perbedaan dalam beberpaa hal, yakni dalam hal nama dan etika,
hakikat dan tujuan, nishab dan ketentuan, kelestarian dan kelangsungan, pengeluaran,
dalam hal hubungan dengan penguasa, dan dalam hal maksud dan tujuannya.
Perbedaannya, zakat diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah kepada orang-orang beriman
untuk mengharapkan keridhoan-Nya, sedangkan pajak diwajibkan oleh Negara kepada
warga Negara yang didasarkan pada Undang-Undang yang pemungutannya dapat
dipaksakan.Tujuan pajak dan zakat sebenarnya tidak jauh berbed yaitu sama-sama
menginginkan terciptanya kesejahteraan umat.
Pajak merupakan sumber pemasukan terbesar bagi Negara, mengingat semakin
bertambahnya pegawai Negara, dan juga bertambahnya kewajiban serta tanggung jawab
Negara dibidang ekonomi maupun social.Di tengah menguatnya peranan pajak sebagai
pemasukan Negara, secara bersamaan muncul pula kesadaran umat untuk membayar zakat
serta peran zakat sebagai sarana untuk menanggulangi permasalahan ekonomi maupun
social. Dua hal ini memantik beberapa permasalahan penting mengingat adanya perbedaan
antara keduanya (pajak dan zakat) yaitu timbulnya dualism pemungutan (pajak dan zakat)
atas objek yang sama. Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan menyulitkan
pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualism system ini potensial
menimbulkan efek yang kontraproduktif dalam konteks mensejahterakan rakyat.

Mengapa harus ada integrasi antara zakat dan pajak? Karena zakat merupakan
ibadah yang ketentuannya ada dalam nash, tetapi masalah pengurusannya diserahkan
kepada penguasa atau ulûl amri. Artinya, zakat secara eksplisit dinyatakan ada petugasnya.3
Begitu juga salah satu tujuan pokok dari zakat adalah upaya mewujudkan keadilan sosial
(social justice), sama tujuannya dengan pembentukan sebuah pemerintahan. Sebab, sejarah
telah menunjukkan, bahwa zakat bersama pajak (jizyah dan kharaj) telah menjadi kewajiban
setiap anggota masyarakat dan sekaligus menjadi sumber keuangan yang amat potensial
bagi negara dan pemerintah (baitul mâl atau state institution) sebagai mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, political elite, menempati posisi penting dalam
rangka merealisasikan misi dan tujuan ajaran zakat. Zakat bukanlah semata-mata urusan
yang bersifat karitatif (kedermawanan), tetapi juga otoritatif (perlu ada kekuatan memaksa).

Jika dilihat dari aspek sifat, asas, sumber, sasaran, bagian, kadar, prinsip dan
tujuannya pajak memang memiliki perbedaan dengan zakat. Akan tetapi, dalam beberapa
hal secara substansial dapat ditemukan persamaan antara pajak dengan zakat. Keduanya
mengandung unsur paksaan, dikelola oleh suatu lembaga tertentu, tidak ada imbalan yang
langsung diterima secara nyata, dan keduanya memiliki semangat perekonomian umat yang
sama.

Jika menggali sejarah pengelolaan zakat di Indonesia maka akan kita temukan pola-
pola yang cenderung berbeda dari masa ke masa. Pada zaman Orde Lama, negara hanya
memberikan supervise dengan mengeluarkan Surat Edaran Kementerian Agama No. A/
VII/17367 tahun 1951 yang melanjutkan ketentuan ordonasi Belanda bahwa negara tidak
mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat, tetapi hanya melakukan
pengawasan. Baru pada masa Orde Baru, negara mulai terlibat dan ikut mengelola zakat
melalui beberapa regulasi pemerintah. Pada tahun 1964 misalnya, Kementerian Agama
menyusun RUU pelaksanaan zakat dan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perppu) pengumpulan dan pembagian zakat dan pembentukan baitul mâl. Akan
tetapi, keduanya belum sempat diajukan ke DPR dan Presiden. Baru pada tahun 1967,
sebagai sebuah langkah tindak lanjut Menteri Agama mengirimkan RUU pelaksanaan zakat
kepada DPR-GR. Pengelolaan zakat terus berkembang seiring dengan dinamisnya kondisi
politik dan ekonomi di Indonesia. Puncaknya pada 1999 dikeluarkan UU No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat yang disusul dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun
1999.

Pola penangan zakat juga harus mulai diubah, jika sebelumnya hanya didekati dalam
platform hukum-hukum agama, maka ke depan harus didekati juga dalam instrumen
manajemen keuangan dan kebijakan ekonomi. Sebagai sebuah kewajiban masyarakat, maka
zakat adalah instrumen fiskal, akan tetapi dalam lingkup pemanfaatan dan pendayagunaan,
maka zakat adalah instrumen moneter dan instrumen sosial. Sehingga tidak salah jika
penataan dan pengelolaan zakat juga dikaitkan dengan kebijakan ekonomi suatu negara.
Berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka yang
dimaksud “Pengelolaan Zakat” adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta
pendayagunaan zakat.
Kesimpulan

Integrasi pengelolaan zakat dan pajak (satu pintu) merupakan langkah maju dalam
transformasi hukum positif dan hukum Islam di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa
bangsa Indonesia secara kuantitatif penduduknya beragama Islam. Dengan fakta ini dan
legitimasi ini, memberikan peluang yang cukup membesar untuk penerapan hukum Islam
secara komprehensif. Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber
atau dasar pemungutannya., namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau
memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial. Zakat untuk kepentingan
yang diatur agama atau Allah SWT sedangkan pajak digunakan untuk kepentingan yang
diatur Negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari konsep Negara,
sedangkan zakat lahir dari konsep Islam.

Anda mungkin juga menyukai