I. Defenisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga disebabkan kontak
dengan suhu rendah (Frost bite ).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik
destruksi jaringan berhubungan dengan akibat koagulasi denaturasi protein dan
ionisasi sel.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain
dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan
kimia dan radiasi.
Luka bakar adalah masalah yang serius di Amerika, seseorang pada suatu
keadaan sehat dapat tiba-tiba terkena luka bakar yang luas bersamaan dengan
perubahan psikologi yang dramatis adalah dampak emosional dari luka bakar
yang mempengaruhi baik korban luka maupun keluarganya.
Luka bakar merusak jaringan integritas kulit, mencetuskan individu pada
masalah-masalah berat, khususnya bila luka bakar luas, asosiasi luka bakar
Amerika menganjurkan pengobatan pasien rawat jalan untuk semua luka bakar
kecuali :
II. Etiologi
Penyebab luka bakar :
Api
Air
Listrik
Kimia
Radiasi
Frost bite ( suhu rendah )
III.Patofisiologi
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
sampai syok yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan
disfungsi serebral. Kondisi ini dijumpai pada fase awal, akut, atau syok yang
biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier, luka sangat
mudah terinfeksi. Selain itu terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan.
penguapan ini disertai pengeluaran protein dan energi, sehingga terjadi
gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin ( burn toksin, suatu lipid protein
kompleks, yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan
disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti hepar dan paru (ARDS) yang
berakhir dengan kematian.
Resiko inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan
kerapuhan jaringan dan struktur fungsional, kondisi ini menimbulkan parut
yang tidak beraturan, kontraktur, deformitas sendi dan sebagainya.
IV. Respon
1. Respon sistemik
Perubahan patofisiologik oleh luka bakar berat mencakup hipoperfusi
jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah
jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Pasien
yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh
akan memperlihatkan respon yang terutama bersifat lokal. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integ ritas kapiler dan kemudian terjadinya
perpindahan cairan, natrium, serta protein dari ruang intravaskular ke dalam
ruang intertisial.
2. Respon kardiovaskular
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun
dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok
luka bakar. Sebagai respon sistem saraf simpatik akan melepaskan
katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan
frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembukuh darah perifer
menurunkan curah jantung. Pasien luka bakar yang lebih parah akan
mengalami edema sistemik yang masif. Edema akan bertambah pada luka
bakar yang melingkar, tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf
pada ekstrimitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia dinamakan sindrom kompartemen.
Efek pada cairan, elektrolit, dan volume darah
Kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3
hingga 5L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang
terbakar ditutup. Hiponatremia, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
dari destruksi sel yang masif,.hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan
berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Pada saat luka
bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya
mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Abnormalitas koagulasi
yang mencakup penurunan jumlah trobosit (trombositopenia) dan masa
pembekuan serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada
luka bakar.
3. Respon pulmoner
Hipoksia (starvasi oksigen) dapat dijumpai pada luka bakar yang herat,
konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat
sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal
(White,1993). Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada
korban-korban kebakaran. Cedera pulmonr diklasifikasikan menjadi
beberapa kategori antara lain cedera saluran nafas atas, cedera inhalasi
dibawah glotis, yang mencakup keracunan karbon monoksida dan efek
reskriftif. Cedera saluran nafas atas terjadi akibat panas langsung atau
edema. Cedera inhlasi dibawah glotis terjadi akibat menghirup produk
pemb akaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya, cedera ini
menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema, mukosa yang
berat, dan kemungkinan pula bronkospasme, zat aktif permukaan
(surfaktan) paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru).
Ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum merupakan tanda
utama cedera inhalasi ini. Karbon monoksida merupakan gas yang paling
sering menyebabkan cedera inhalsai karena gas ini merupakan produk
sampingan pembakaran bahan-bahan organik dan dengan demikian akan
terdapat dalam asap. Efek patofisiologisnya ditimbulkan oleh hipoksia
janringan yang terjadi ketika karbon monoksida berikatan dengan
hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin. Substansi ini bersaing
dengan oksigen dalam memperebutkan tempat-tempat pengikatan
hemoglobin yang ada. Defek reskriftif akan terjadi kalau timbul edema
dibawah luka bakar full-thickness yang melingkar pada leher dan toraks.
Ekskursi (pengembangan) dada dapat sangat terhalang sehingga tidal
volume menurun.
Dalam keadaan ini, tindakan aekaratomi (insisi untuk melonggarkan
parut yang menimbulkan konstriksi) merupakan harusan. Abnormalitas
parut tidak selalu tampak dengan segera. Penurunan kelenturan paru,
penurunan kadar oksigen serum dan asidosis respiratorik dapat terjadi
secara berangsur-angsur dalam 5 hari pertama setelah luka bakar. Indikator
kemunkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal-hal berikut ini :
Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu
daerah yang tertutup
Luka bakar pada wajah atau leher
Rambut hidung yang gosong
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor,
sputum yang penuh jelaga
Sputum yang berdarah
Pernafasan yang berat atau takipnea dan tanda-tanda penurunan kadar
oksigen yang lain
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
Komplikasi pulmoner yang dapat tersekunder akibat cedera inhalasi
mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distres
sydrome). Intervensi yang harus segera dilakukan adalah intubasi dan
ventilasi mekanis (pemasangan respirator). Jika ventilasi independen
terganggu oleh ekskursi dada yang terhalang, askaurotomi harus segera
dikerjakan.
4. Respon sistemik lainnya
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat berkurangnnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah pada lokasi cedera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan otot (misalnya, akibat
luka bakar listrik) mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel otot dieksresikan
oleh ginjal.
5. Respon lokal dan luas luka bakar
Dalam menentukan dalamnya luika bakar, kita harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya)
Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih
Suhu agens yang menyebabkan luka bakar
Lamanya kontak dengan agens
Tebalnya kulit.
Luas permukaan tubuh yang terbakar
Rumus sembilan (Rule of Nines) menggunakan presentase dalam
kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas. Metode Lund dan
Browder dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil
dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-
bagian tubuh tersebut.
Metode Telapak Tangan. Pada pasien dengan luka bakar yang
menyebar (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar
1% luas permukaan tubuhnya, lebar telapak dapat digunakan untuk menilai
luas luka bakar.
Peningkatan tekanan
hidrostatik pada cedera respon stres
Kerusakan kapiler
Peningkatan epinbefrin
dan norepinefrin
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
Vasokonstriksi selektif
VII. Klasifikasi
1. Berat / kritis, bila
Derajat 2 dengan luas > 25 %
Derajat 2 dengan luas > 10 % atau terdapat dimuka, kaki, dan tangan
Luka bakar disertai trauma jalan nafas adalah jaringan lunak luas, atau
fraktur
Luka bakar akibat listrik
2. Sedang, bila
Derajat 2 dengan luas 15-25 %
Derajat 2 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, kaki
3. Ringan, bila
Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
Derajat 2 dengan luas kurang dari 2 %
VIII. Komplikasi
Komplikasi Utama :
Septikemia
Kontraktur
Jaringan parut hiperemik
Defisit kalori-protein
Kegagalan kardiopilmonal dan
Ginjal
X. Prognosa
Prediksi keberhasilan hidup. Orang yang berusia sangat muda dan tua memiliki
resiko mortalitas yang tinggi sesudah mengalami luka bakar. Peluang untuk
bertahan hidup lebi besar pada anak-anak yang berusia di atas 5 tahun dan pada
dewasa yang berusai 40 tahun atau kurang. Cedera inhalasi yang mneyertai luka
bakar sendiri akan memperberat prognosis pasien. Hasil akhirnya bergantung
pada dalamnya dan luasnya luka bakar di samping pada status kesehatan
sebelum luka bakar usia pasien.
Perubahan Cairan dan Elektrolit pada Fase Akut Perawatan Luka Bakar
Hemodialisa (menurun konsentrasi) Konsentrasi sel darah menjadi encer ketika
cairan memasuki ruang intravaskular,
kehilangan sel-sel darah merah yang
dihancurkan pada luka bakar
Defisit kalium (kadang-kadang terjadi dalam Dimulai pada hari keempat atau kelima pasca
fase ini) asidosis metabolik luka bakar, kalium berpindah dari cairan
ekstrasel ke dalam sel. Kehilangan natrium
menimbulkan delesi basa yang terikat;
kandungan relatif karbo dioksida meningkat.
Penggantian Balutan
Balutan dapat diganti kurang lebih 20 menit sesudah pemberian analgetik.
Pambalut luar dapat digunting dengan gunting yang ujungnya tumpul (gunting
verban), sedangkan balutan yang kotor dilepas dan dibuang dengan mengikuti
prosedur untuk pembuangan bahan-bahan yang terkontaminasi.
Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa
menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau
bilamana pasien dibiarkan berendam selama beberapa saat dalam bak
rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati dan perlahan-lahan
memakai forseps atau tangan yang mengenakan sarung tangan steril. Kemudian
luka dibersihkann dan dibebridemen untuk menghilangkan debris, setiap
preparat topikal yang tersisa, eksudat dan kulit yang mati.
Gunting serta forseps yang steril dapat digunakan untuk memangkas eskar
yang lepas dan mempermudah pemisahan kulit yang sudah mati. Setiap
perubahan dari penggantian pemabalut sebelumnya harus dicatat. Karena
prosedur perawatan luka, khususnya perendaman dalam bak, merupakan
tindakan yang menimbulkan stres metabolik, kondisi pasien harus diperiksa
untuk menilai tanda-tanda menggigil, kelelahan, perubahan status
hemodinamika dan rasa nyeri yang tidak berkurang dengan pemberian analgetik
atau pun teknik relaksasi. kalau lukanya bersih, daerah yang terbakar ditutul
sampai kering dan preparat topikal yang diresepkan dioleskan pada daerah
tersebut. Luka tersebut kemudian ditutup dengan beberapa lapis kasa pembalut.
Metode Perawatan Terbuka vs Tertutup
Perawatan terbuka, Perawatan luka tetap dilangsungkan sesuai dengan cara
yang dijelaskan sebelumnya dan preparat topikal (yang paling sering dipakai,
mafenid asetat) dioleskan pada luka kendati luka tidak dibalut. Keberhasilan
metode perawatan terbuka bergantung pada upaya untuk menjaga lingkungan
yang bebas kuman.
Debridemen
Tindakan ini memiliki dua tujuan :
1. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri.
2. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan
bagi graft dan kesembuhan luka.
Debridemen alami :
Jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel yang
ada dibawahnya.
Debridemen mekanis :
Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah dan forsep untuk
memisahkan dan mengangkat eskar. Biasanya debridemen mekanisme
dikerjakan setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka.
Debridemen Bedah :
Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan melibatkan eksisi
primer seluruh tebal fasia (eksisi tangensial ) atau dengan mengupas lapisan
kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih
viabel dan berdarah. Tindakan ini dimulai beberapa hari pasca-luka bakar atau
segera setela kondisi hemodinamika pasien stabil dan edemanya berkurang.
Kemudian lukanya segera ditutup dengan graft kulit atau balutan.
Graft pada Luka Bakar
Jika lukanya dalam atau sangat luas, reepitelialisasi spontan tidak mungkin
terjadi. Karena itu diperlukan graft (pengcangkokan) kulit dari pasien itu sendiri
(autograft) daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan
alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan ba gian fungsional lainnya seperti
kaki; dan persendian.
Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa
berupa split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur.
Full thicknes dan pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan
rekonstruksi dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya
cedera pertama.
Split-thicknes autograft dapat dipasang dalam bentuk lembaran atau
potongan sebesar perangko selain dapat dilakukan dengan membentangkan
lembaran kulit yang akan dicangkokkan setelah sebelumnya dilakukan
pelubangan yang membuat kulit tersebut dapat menutup daerah yang luasnya
1,5 hingga 9 kali luas daerah kulit yang menjadi donor cangkokan.
Perawatan pasien dengan autograft :
Balutan oklusif umumnya digunakan pertama sesudah tindakan immobilisasi
cangkokan tersebut.
Perawatan lokasi donor
Lokasi donor dapat dirawat dengan beberapa cara, yaitu mulai dari kasa satu-
lapis yang dibubuhi dengan vaselin, scarlet red atau bismuth hingga balutan
biosintetik yang baru.
Balutan Biologik (Homograft dan Heterograft)
Balutan biologik terdiri atas homograft (atau allograft) dan heterograft.
Homograft adalah kulit yang didapat dari manusia yang hidup atau yang ba ru
meninggal. Selaput ketuban (membran amnion) dari plasenta manusia dapat
pula dipakai sebagai balutan biologik, heterograft biasanya diambil dari kulit
binatang.
Balutan Luka Biosintetik dan Sintetik
Akhir-akhir ini semakin banyak dipakai balutan sintetik biobrane yang
terbuat yang terbuat dari bahan nilon dan membran silastik yang digabungkan
dengan derivat kolagen. Bahan tersebut bersifat semitransfaran dan steril.
Beberapa ba lutan sintetik lainnya tersedia untuk perawatan luka bakar.
Op-Site yaitu selaput elastik poliuretan yang tipis dan transparan, dapat
digunakan untuk menutup luka partial-thicknes yang bersih dan lokasi donor.
Kulit artfisial sudah tersedia dengan nama dagang integra. Integra tersusun dari
dua lapisan utama. Lapisan epidermis yang terdiri atas bahan silastik bekerja
sebagai berier bakteri dan mencegah kehilangan air dari dermis, lapisan
epidermis tersusun dari kolagen binatang.
Penatalaksanaan Nyeri
Ciri yang menonjol pada nyeri luka bakar adalah intensitasnya dan
durasinya yang lama. Karena rasa nyeri tidak bisa dihilangkan sesudah
pembiusan selesai, tujuan terapinya adalah untuk meminimalkan rasa nyeri
dengan pemberian analgetik sebelum pasien menghadapi berbagai prosedur
perawatan luka. Pemberian morfin atau meperidin (dumerol) secara bolus
kerapkali diperlukan.
Analgesia yang dikendalikan oleh pasien (PCA ; patient-controlled
analgesia), yaitu dengan pemberian infus morfin kontinu pada dosis 2 hingga 3
mg/jam dan pemberian preparat oral morfin yang sustained-release setiap 12
jam sekali dan dengan dosis tambahan sebelum perawatan luka dilaksanakan.
Tindakan eksisi bedah yang dini dengan pencangkokan kulit di bawah
pembiusan mungkin merupakan cara yang terbaik untuk mengurangi
keseluruhan rasa nyeri yang dialami oleh pasien-pasien luka bakar.
Dukungan Nutrisi
Hipermetabolisme akan terus bertahan sesudah terjadinya luka bakar
sampai luka tersebut menutup; dengan demikian kebutuhan metabolik basal
akan meningkat sampai sebesar 100%. Dukungan nutrisi yang diperlukan
ditentukan berdasarkan status pasien pra-luka bakar dan luas permukaan tubuh
yang terbakar. Segera setelah fungsi gstrointestinal pulih kembali sesudah
keadan pasien menjadi stabil, dukungan nutrisi harus dimulai.
Pada pasien dengan luka bakar yang berat, pemberian makan lewat selang,
dapat dimulai untuk memastikan asupan kalori dalam jumlah tertentu setiap
harinya. Indikasi untuk pemberian nutrisi parenteral total mencakup penurunan
BB yang melebihi 10 % dari BB yang normal, asupan nutrisi enteral yang tidak
adekuat karena status klinis pasien. Keterpajanan luka yang lama dan keadaan
malnutrisi atua keadaan umum yang sudah jelek sebelum pasien itu mengalami
luka bakar.
Kelainan Pada Penyembuhan Luka
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer melampaui tingkat
lapisan dermis yang dalam. Jaringan parut berwarna sangat merah, menonjol
dan keras, penanganan parut terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi
sesudah luka bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat menyebabkan
kontraktur yang hebat pada persendian yang terkena.
Keloid, massa jaringan parut yang besar dan bertumpuk akan terjadi dan
dapat meluas sampai di luar permukaan luka, massa ini dinamakan keloid.
Keloid cenderung ditemukan pada orang yang kulitnya berpigmen (berwarna
gelap), tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar kemugkinannya untuk timbul
kembali sesudah dilakukan eksisi.
Kegagalan luka untuk sembuh disebabkan oleh banyak faktor yang
mencakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kontraktur merupakan
masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka bakarnya sembuh.
A. Proses keperawatan (Perawatan luka bakar selama fase akut)
Pengkajian
Pengkajian yang berkesinambungan berfokus pada berbagai perubahan
hemodinamika, proses kesembuhan luka, rasa nyeri dan respons psikososial
serta deteksi dini komplikasi. Pengkajian terhadap status respirasi dan cairan
tetap prioritas paling utama untuk mendeteksi komplikasi potensial.
Tanda-tanda vital harus diukur dengan sering, pengkajian denyut nadi
perifer merupakan pemeriksaan yang esensial, elektrokardiogram dapat
memberikan petunjuk adanya aritmia jantung. Pengkajian terhadap volume isi
lambung yang tersisa dan nilai Ph yang dipasang selang nasogastrik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
Kriteria hasil :
- Tidak ada dipsnea
- Frekuensi respirasi antara 12 sampai 20 kali / menit
- Paru bersih pada auskultasi
- Saturasi oksigen arteri >96% dengan oksimetri nadi
- Kadar gas darah arteri dalam batas normal
Pemeliharaan oksigenasi jaringan yang adekuat
Intervensi :
- Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, irama, dalam dan simetrisnya
pernafasan, pantau adanya hipoksia
- Amati hal-hal berikut : eritema pada bibir dan pipi, lubang hidung yang
gosong , luka bakar pada muka, leher atau dada, bertambahnya keparauan
suara, adanya hangus dalam sputum atau jaringan trakea, dalam sekret
respirasi
- Pantau hasil gas darah, hasil pemeriksan oksimetri denyut nadi dan kadar
karboksi-hemoglobin
- Laporkan pernafasan yang berat
- Bersiap membantu dokter dalam intubasi dan ekstrotomi
- Berikan oksigen lembab sesuai perintah
- Naikkan bagian kepala tempat tidur
- Ubah posisi tiap 2 jam
- Batuk, nafas dalam dan spirometri tiap 1 jam
- Suction tiap 1-2 jam
Masalah kolaboratif
9. Gagal respirasi akut
Kriteria hasil :
- Pasien memiliki saluran nafas paten dan respirasi yang normal
Intervensi :
- Kaji terhadap tanda-tanda cedera inhalasi, bertambahnya keparauan suara,
stridor, frekuensi dan dalamnya respirasi abnormal, perubahan mental
akibat hipoksia)
- Kaji hasil laboratorium dan sinar x
- Siapkan pelaksanaan intubasi dan eskaratomi jika diperlukan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler dan perpindahan cairan dari kompartemen intertisial ke
dalam kompartemen intravaskuler
Kriteria hasil ;
- Asupan, haluaran cairan dan BB memiliki korelasi dengan pola yang
diharapkan
- Tanda-tanda vital, CVP, PAP, PCWP tetap dalam batas yang ditentukan
- Haluaran urin meningkatkan respons pada obat vasoaktif dan diuretic
Intervensi ;
- Pantau tanda-tanda vital, asupan, dan haluaran cairan, BB, kaji edema ,
distensi vena jugularis dan lrekeis
- Beritahu dokter jika haluaran urin < 30 ml / jam, BB menungkat, distensi
vena jugularis, ronki,. Peningkatan CVP, tekanan arteri pulmonalis,
tekanan baji
- Pertahankan cairan infus dengan pompa infus atau alat pengendali atau
kecepatan tetesan
- Berikan preparat diurteik atau dopamine seperti yagn diprogramkan,
menilai respons
6. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema serta rasa nyeri
pada luka bakar dan kontraktur persendian
Kriteria hasil :
- BB meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan
- Tidak memperlihatkan tanda - tanda defisiensi protein, vitamin atau
mineral
- Memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan oral
sehari
- Turut berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari
Intervensi :
- Atur posisi pasien dengan seksama untuk mencegah posisi yang terfiksasi
pada daerah tubuh luka yang terbakar
- Laksanakan latihan rentang gerak beberapa kali sehari
- Bnatu pasien untuk duduk dan ambulasi dini
- Gunakan bidai dan alat-alat latihan yang dianjurkan oleh spesialis terapi
oksupasi dan fisioterapi
- Dorong perawatan mandiri sampai taraf yang sesuai dengan kemampuan
10. Gangguan percaya diri yang berhubungan dengan akibat cedera luka bakar
Kriteria hasil :
- Pasien akan mengintegrasikan perubahan citra tubuh dan
mengembangkan citra diri yang realistis
Intervensi :
- Kaji citra tubuh dan ansietas tentang keinginan untuk kembali ke rumah
- Rujukan kelompok-kelompok menolong dan sumber–sumber komunitas
- Catat tanda-tanda maladapsi dan rujuk untuk konseling bila diperlukan
Tabel penatalaksanaan cairan 24 jam pertama
Pasangkan
Pantau haluaran kateter swanganz
Haluara
urine dan tangani
n
parameter
urine <
tindakan
30
ml/jam
Tingkatkan
Haluaran urin> kecepatan cairan
30 m/jam sampai 10-20%
tunggu 1 jam
Kurangi Haluara
kecepatan cairan n urine
sampai 10-20 % tetap
tunggu sampai 1 rendah
jam