Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat diperlukan
oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat (Ness dan Powles, 1996; Salunkhe et al., 1974). Banyak laporan menyebutkan bahwa susut pascapanen relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya terjadi di negara-negara sedang berkembang (Kader, 1985; Kader, 2002). Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun tersebut. Kadar air (85-98%) dan rasio antara luas permukaan dengan berat yang tinggi dari produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat (Van Den Berg dan Lenz, 1973). Selain faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu dari produk. Pada kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka bukaan alami tersebut cenderung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhu relatif rendah maka buakaan alami mengalami penutupan (Kays, 1991). Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka akan terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam produk ke udara sekitarnya (Wills et al., 1998). Bila sebaliknya, tekanan uap air diluar lingkungan produk lebih tinggi maka akanterjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk (Hardenberg et al., 1986). Sangat memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami (stomata), dimana proses penyegaran ini dikenal dengan crisping (PMA, 1988).memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami (stomata), dimana proses penyegaran ini dikenal dengan crisping (PMA, 1988).
2. Tujuan Kegiatan Praktikum
Memberikan pemahaman kepada mahasiswa peran penting dari bukaan alamipada sayuran daun terhadap keluar masuknya air dalam produk, memberikan pemahaman kepada mahasiswa mekanisme keluar masuknya air dalam produk dapat dimanfaatkan untuk melakukan proses penampakan segar kembali dari produk sayuran daun, dikenal sebagai proses crisping, mahasiswa mampu melaksanakan prosedur crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan mutu kesegaran produk sayuran berdaun dan mampu membuat laporan tertulis secara analitis dan kritis.
3. Bahan dan Alat
Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis sayuran daun sepertikangkung, sawi atau bayam yang sedang menunjukkan layu komersial. Layu komersial adalah kondisi layu yang bila dipasarkan dapat menurunkan harga secara berarti, walaupun masih cukup baik untuk dikonsumsi. Alat waterbath/panci untuk membuat air hangat, thermometer, timer (arloji atau timer khusus), ruang pendingin (kulkas), wadah, tali rafiah dan plastik PP. 4. Tahapan Kerja Tentukan tiga jenis sayuran bahan praktikum sesuai dengan kriteria layu secara komersial di atas, tentukan jumlah sampel untuk setiap unit percobaan dan diikat dengan tali rafiah atau tali lainnya dan dimasukkan kedalam plastik PP,siapkan air panas dengan menggunakan waterbath/panci dengan suhu 46℃, siapkan air biasa dengan suhu 25℃, siapkan air dingin dengan suhu 16℃, kemudian celupkan sayuran bahan percobaan dengan waktu 1 menit, tahapan pertama celupkan sayuran bahan percobaan ke dalam air biasa selama 1 menit, tahapan kedua celupkan sayuran bahan percobaan kedalam air dingin selama 1 menit, tahapan ke tiga celupkan sayuran percobaan kedalam air panas dengan waktu 1 menit, setelah itu pisahkan sayuran menjadi dua bagian, bagian yang pertama diikat dengan tali rafiah dan bagian yang satu di isi kedalam plastik PP,berikutnya sayuran disimpan di dalam ruangan dengan suhu ruang 28℃ selama 2 hari, dan kemudian amati mutu secara subjektif meliputi warna, tekstur dan kenampakan visual secara keseluruhan dengan menggunakan kriteria dan skalan numeric seperti pada Tabel . Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap bobot sayuran sebelum dan sesudah crisping, serta selama periode penyimpanan.
5. Perameter pengamatan
Pengamatan terhadap kondisi fisik-visual sayuran bahan percobaan secara
subjektif dilakukan sebelum dan sesudah proses crisping di atas dengan menggunakan criteria, deskripsi dan skala numerik pada Tabel di bawah ini. Pengamatan perubahan bobot sayuran dari sebelum dan sesudah crisping serta selama periode penyimpanan dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik.Formula di bawah ini digunakan untuk menghitung persentase perubahan bobot. a. Tabel 1 menggunakan plastik pp
Sawi Kangkung Bayam
Hari ke 1 30℃ 30℃ 20℃ Hari ke 3 30℃ 29℃ 29℃
b. Tabel 2 Tidak menggunakan plastik pp
Sawi Kangkung Bayam Hari ke 1 27℃ 27℃ 26℃ Hari ke 3 28℃ 29℃ 28℃
Tabel 3 Kecambah
No Percobaan Nama sayur Keterangan
Pada percoban hari
1 Hari ke-1 pertama tauge yang dimasukan kedalam larutan air biasa dan air garam belum terjadi perubahan apa-apa mulai dari terjadinya gelembung atau busa. Kedua-duanya masih sama 2 Pada percobaan kedua terjadi perubahan seperti pada tauge yang berisi larutan garam terdapat ada gelembung yang melekat pada permukaan air dan tauge, sedangkan pada tauge yang diberi larutan air biasa terdapat busah/buih yang muncul ke permukaan air.