Bramantyo (21040114420089)
UNIVERSITAS
UNDIP DIPONEGORO
Becomes an excellent research university
DAFTAR ISI
A Latar Belakang................................................................................................................1
B Tujuan.............................................................................................................................2
C Dasar Hukum..................................................................................................................3
D Tinjauan RDTR Dalam Peraturan Tata Ruang Sebelum UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang................................................................................................3
E Tinjauan RDTR Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
1. Pengertian RDTR.......................................................................................................6
2. Kedudukan RDTR dalam Peraturan Perundangan terkait Penataan Ruang..............6
a. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan.....................................................................7
b. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang....................................................................8
c. Dalam Peraturan Menteri PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.....................................................................8
3. Fungsi dan Manfaat RDTR.......................................................................................10
4. Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR...................................................11
5. Masa Berlaku RDTR.................................................................................................11
6. Muatan RDTR..........................................................................................................12
7. Prosedur Penyusunan dan Penetapan RDTR...........................................................14
8. Kelengkapan Dokumen RDTR..................................................................................15
F PERBANDINGAN SUBSTANSI RDTR DENGAN RTRW DAN RTBL.....................................17
G Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan..............................................................................................................22
2. Rekomendasi...........................................................................................................22
REVIEW PERATURAN PENATAAN RUANG TERKAIT
RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 14, telah mengatur bahwa
perencanaan tata ruang menghasilkan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata uang.
Sementara itu, hirarki rencana tata ruang dimaksud meliputi mulai dari RTRWN, RTRWP, RTRW
Kab/Kota. Untuk Rencana Rinci Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 UU No. 26 Tahun
2007 tersebut terdiri atas : a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang
kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Berdasarkan gambar 1. di bawah ini, dapat kita lihat bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai
perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan
zonasi. Sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyelenggaraan tentang penataan ruang, termasuk RDTR diatur dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri (Pedoman Penyusunan) ataupun turunan regulasinya. Dalam realitanya,
terdapat dua kementerian yang menerbitkan peraturan terkait RDTR yaitu Kementerian Pekerjaan
Umum (PU) dan Kementerian Dalam Negeri.
1
RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG
RDTR Kabupaten
RDTR Kota
Gambar 1. Hasil Perencanaan Tata Ruang berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Melihat bahwa pengaturan terkait RDTR cukup kompleks karena terdapat pada beberapa produk
peraturan-perundangan, di samping secara hierarki perencanaan tata ruang cukup berlapis, maka
memunculkan pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana definisi dan pengaturan rencana detail tata ruang berdasarkan peraturan-
perundangan yang berlaku (Baik sebelum UU No. 26 Tahun 2007 maupun setelahnya)?
2. Bagaimanakan kedudukan RDTR terhadap produk perencanaan tata ruang lainnya, terkait
fungsi dan muatannya masing-masing?
Inilah yang menjadi pertanyaan yang perlu dijawab melalui tugas mata kuliah Teori dan Praktek
Penataan Ruang dan Wilayah, mengingat hirarki rencana tata ruang yang ada, dalam tulisan ini
melakukan kajian perundang-undangan terkait Rencana Detail Tata Ruang.
B. TUJUAN
1. Mengetahui kedudukan, fungsi dan manfaat RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang,
mengetahui muatan RDTR serta mengetahui prosedur penyusunan RDTR berdasarkan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta aturan-aturan lainnya
terkait dengan Rencana Detail Tata Ruang.
2. Mengetahui keterkaitan Rencana Detail Tata Ruang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/ Kota (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
2
C. DASAR HUKUM
Dasar hukum atau peraturan-perundangan yang dikaji terkait Rencana Detail Tata Ruang dalam
kajian ini antara lain:
(1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
(4) Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
(5) Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya.
(6) Permen Dagri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
(7) Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
(8) Permen PU No. 01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan
Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang
Kabupaten/ Kota
Berbagai peraturan tentang tata ruang sebenarnya sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda
yang mana pada tahun 1939 telah disusun RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa yang
berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan,
transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang
kemerdekaan Indonesia menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru
disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO atau
Ordonasi Pembentukan Kota) yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksananya yaitu
Stadsvormingverordening (SVV), Stb 1949/40 (Peraturan Pembentuk Kota). Berikut tinjauan
rencana tata ruang khusus RDTR dalam berbagai peraturan sebelum UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang:
3
1. Stadsvorming Ordonantie (SVO), Stb 1948/168 dan Stadsvormingverordening (SVV), Stb
1949/40
Maksud utama SVO dan SVV adalah sebagai aturan untuk menjamin pembentukan kota yang
dipertimbangkan dengan lebih matang, khususnya dalam pembangunan kembali kota-kota yang
rusak akibat perang. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia tahun 1949, peraturan mengenai
pembangunan kota di Indonesia masih mengacu kepad SVO dan SVV di atas. Pada mulanya SVO
dan SVV hanya diperuntukkan bagi 15 Kota yakni, Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga,
Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran
dan Pasar Minggu.
Dalam SVO dan SVV belum mengenal hirarki rencana tata ruang karena pada waktu itu
seluruhnya sama fokus pada penataan kota. Namun seiring dengan pesatnya perkembangan
kota dan berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO dan SVV tidak sesuai lagi untuk
mengatur penataan ruang di Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota, Ordinasi ini
hanya menciptakan dan mengatur kawasan-kawasan elit serta tidak mampu mengikuti
perkembangan yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada
tahun 1972 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL namun tidak pernah mendapatkan
persetujuan.
Dalam Permendagri No. 4 Tahun 1980 ini telah diatur mengenai rencana rinci meskipun hanya
terbatas pada kota saja dengan nomenklatur Rencana Kota Terperinci. Namun di sini sudah
mulai disusun hirarki rencana tata ruang mulai dari rencana umum sampai dengan rencana rinci.
Rencana kota terperinci merupakan rencana fisik yang secara teknik telah siap untuk pedoman
pelaksanaan yang merupakan pengisian dari rencana peruntukan tanah, yang dilengkapi
perpetakan tanah serta unsur-unsur kota.
Muatan dalam rencana rinci yang pada saat ini termasuk kategori rencana rinci yaitu RDTR
terbatas hanya pada muatan rencana peruntukan lahan yang sudah mulai pengacu pada
pengalokasian/ pemetakan tanah yang dituangkan dalam peta. Mengingat rencana tata ruang
yang baru dikhususkan pada kota, serta terjadinya tumpang tindih kewenangan antara
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan umum, melahirkan kesepatan bersama
yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan
Tanggung Jawab Perencanaan Kota.
4
3. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
650-1595 dan Nomor: 503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas dan Tanggung Jawab
Perencanaan Kota.
SKB ini mengatur pembagian tugas antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen
Pekerjaan Umum. Sesuai dengan SKB tersebut, Departemen Dalam Negeri bertanggung jawab
di bidang administrasi perencanaan kota sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung
jawab tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Atas dasar pembagian wewenang itu,
Menteri Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 640/
KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota.
Dalam Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentag Perencanaan Tata Ruang Kota, perencanaan tata
ruang yang diatur hanya bertumpu pada kota dengan hirarki yang lebih jelas mulai dari rencana
umum hingga rencana teknik ruang kota. Posisi Rencana Detail Tata Ruang berada pada hirarki
ke tiga yang merupakan rencana pemanfaatan ruang kota secara terperinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan
kota. Wilayah perencanaan RDTRK ini mencakup sebagian atau seluruh wilayah perkotaan yang
merupakan satu atau beberapa kawasan tertentu. RDTRK ini berisi rumusan tentang
kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang kota, rencana struktur
tungkat pelayanan kota, rencana sistem jaringan pergerakan, rencana sistem jaringan utilitas
kota, rencana kepadatan bangunan lingkungan, rencana ketinggian bangunan, rencana
perpetakan bangunan, rencana garis sempadan, rencana penanganan bangunan perkotaan,
dan tahapan pelaksanaan pembangunan
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota
Pengertian Rencana Detail Tata Ruang Kota berdasarkan permendagri No. 2 Tahun 1987 Pasal 1
huruf h, Rencana Detail Tata Ruang Kota selanjutnya disebut RDTRK adalah rencana
pemanfaatan ruang kota secara terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam
rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota.
5
Rencana Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut
permendagari tersebut dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan
rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah,
dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut
disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti (blue print) hal ini
sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 yaitu Rencana Kota yang penyusunannya menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi:
Salah satu kelemahan permendagri ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam pasal 6 ayat 2,
Penyusunan Rencana Kota tidak selalu disusun sebagai suatu urutan, dapat disiapkan atas dasar
suatu kebutuhan dan kepentingan. Dengan klausal seperti ini artinya, penyusunan rencana tata
ruang tidak diharuskan disusun dari urutan hirarki teratas yaitu dengan penyusunan rencana
umum tata ruang, sehingga dalam menentukan rencana detail atau rencana teknik akan
kehilangan pedoman sehingga bisa saja, rencana detail yang dibuat tidak mengacu pada
rencana umum apabila dalam penyusunannya rencana detail lebih dahulu dari rencana umum.
Kelemahan keduanya adalah, permendagri ini ruang lingkupnya hanya terbatas dengan wilayah
kota tidak mencakup wilayah di luar administrasi kota.
Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan Rencana Rinci Tata Ruang dalam Undang-undang ini,
tidak dijelaskan dan ini membuat rancu dalam perencanaan tata ruang di tingkat lebih rendah
pada masa berlakunya UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Beberapa kelemahan
lain yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 1992 mendorong lahir dan terbentuknya Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang masih dipakai hingga saat ini.
1. Pengertian RDTR
Definisi rencana detail tata ruang pertama kali muncul pada Permendagri No. 2 Tahun 1987
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, yaitu rencana pemanfaatan ruang kota secara
terinci yang disusun untuk penyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-
program pembangunan kota (Pasal 1 huruf h). Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
6
merupakan bagian dari Rencana Kota yang kedudukannya berada di antara Rencana Umum
Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) (Pasal 5). Bila mengacu kepada
pasal 6, dikatakan bahwa RUTRK mempunyai wilayah perencanaan yang terkait dengan batas
wilayah administrasi kota, sehingga RDTRK ditujukan untuk wilayah yang secara administrasi
berada di dalam kota.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk rencana rinci tata ruang yang disusun sebagai
perangkat operasional rencana umum tata ruang, dan dijadikan dasar bagi penyusunan
peraturan zonasi (Pasal 14 ayat 1 huruf b, ayat 3 huruf c, ayat 4, ayat 6)
Berdasarkan Permen. PU No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, defiinisi RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota. Sementara peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Wilayah
perencanaan dari RDTR adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota yang akan/perlu disusun rencana rincinya sesuai arahan atau yang ditetapkan
di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan (Pasal 1).
7
f. Pengaturan teknis bangunan
g. Penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan
h. Penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
Perumusan konsepsi RDTR paling sedikit harus (Pasal 61 ayat 2 huruf d):
Pada Permen. PU No 20 tahun 2011 (Pedoman RDTR) tersebut, sesuai dengan amanat UU No
26 Tahun 2007 dan Pasal 59 PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
bahwa setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota
8
yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan
kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota
dapat disusun RDTR apabila merupakan:
Adapun kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan
pembangunan nasional dapat dilihat pada gambar berikut:
RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG
RTR Kawasan
RPJM Nasional Strategis Nasional
RPJM Provinsi
RDTR Kabupaten
RTRW Kabupaten
RTR Kawasan Strategis
Kabupaten
RPJP Kabupaten/Kota
RDTR Kota
RTRW Kota
RTR Kawasan
RPJM Kabupaten/Kota Strategis Kota
Gambar 2.
Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan acuan
lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota
memerlukan RDTR, maka disusun RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan
zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi
dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang
9
penanganannya diprioritaskan. Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR,
peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang
direncanakan pada wilayah kabupaten/kota. RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok
pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang
memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan
yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional
tersebut.
Gambar 3
Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya
Sumber: Lampiran Permen. PU No 20 tahun 2011
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011, RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:
a. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan
permukiman dengan karakteristik tertentu;
10
b. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
c. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan
fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka dapat
disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap. Sementara
itu, wilayah perencanaan RDTR mencakup :
a. Wilayah administrasi;
b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;
c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;
d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau
e. Bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan
menjadi kawasan perkotaan.
11
6. Muatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Berdasarkan Permen. PU No 20 tahun 2011 Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota , muatan RDTR terdiri atas:
a) Tujuan penataan Konsep dan strategi penataan ruang kawasan (arahan pencapaian dari
BWP RTRW, isu strategis, potensi masalah)
Tujuan penataan BWP (menunjukkan tema kawasan yang direncanakan)
B. Zona Budidaya
1. Zona Perumahan
2. Zona Perdagangan dan Jasa
3. Zona Perkantoran
4. Zona Sarana Pelayanan Umum
5. Zona Industri
6. Zona Peruntukan Khusus
7. Zona Peruntukan Lainnya
8. Zona Campuran
c) Rencana jaringan Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
prasarana Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
d) Penetapan Sub Dasar dan Kriteria Penetapan Sub BWP / Blok yang Diprioritaskan Penanganannya
BWP yang Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
diprioritaskan Tema Penanganan Sub BWP Prioritas
penanganannya Penanganan Sub BWP Prioritas
12
Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Materi Pilihan
1. Ketentuan Tambahan
2. Ketentuan Khusus
(1) zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
(2) zona cagar budaya atau adat;
(3) zona rawan bencana;
(4) zona pertahanan keamanan (hankam);
(5) zona pusat penelitian;
(6) zona pengembangan nuklir;
(7) zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU);
(8) zona gardu induk listrik;
(9) zona sumber air baku; dan
(10) zona BTS.
3. Ketentuan Standar Teknis
4. Ketentuan Pengaturan Zonasi
13
7. Proses Penyusunan dan Penetapan RDTR
Proses penyusunan RDTR mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan
penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data, dan perumusan konsepsi RDTR sebagai
mana tertuang dalam tabel di bawah ini.
14
- Karakteristik fisik bagian dari wilayah 7) Teridentifikasinya indikasi arahan
kabupaten/kota; penanganan kawasan dan
- Kerentanan terhadap potensi lingkungan.
bencana, termasuk perubahan iklim;
- Karakteristik sosial kependudukan;
- Karakteristik perekonomian; dan
- Kemampuan keuangan daerah.
15
b. Materi teknis RDTR terdiri atas:
1) Buku data dan analisis yang dilengkapi peta-peta;
2) Buku rencana yang disajikan dalam format A4; dan
3) Album peta yang disajikan dengan skala atau tingkat ketelitian minimal 1:5.000 dalam
format a1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem
informasi geografis (gis) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta
minimum terdiri atas:
a) Peta wilayah perencanaan, yang berisi informasi rupa bumi, dan batas
administrasi BWP dan sub BWP (bila ada);
b) Peta penggunaan lahan saat ini;
c) Peta rencana pola ruang BWP, yang meliputi rencana alokasi zona dan subzona
sesuai klasifikasi yang telah ditentukan;
d) Peta rencana jaringan prasarana BWP, yang meliputi rencana pengembangan
jaringan pergerakan, jaringan energi/kelistrikan, jaringan telekomunikasi,
jaringan air minum, jaringan drainase, jaringan air limbah, prasarana lainnya; dan
e) Peta penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya.
16
III. Kelengkapan dokumen perda RDTR
Naskah perda RDTR terdiri atas:
a) Perda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana materi teknis RDTR
disajikan dalam format A4; dan
b) Lampiran yang terdiri atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,
penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta zona-zona khusus
yang disajikan dalam format A3, serta tabel indikasi program pemanfaatan ruang
prioritas.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedudukan RDTR secara hierarki berada di bawah
lingkup RTRW dan berada di atas RTBL, dimana RDTR merupakan penjabaran rencana detail pada
kawasan perkotaan/strategis yang terdapat pada RTRW sementara pada RDTR akan ditentukan
kawasan-kawasan yang diprioritaskan untuk ditangani dan pengaturannya diturunkan secara lebih
spesifik lagi menjadi RTBL per masing-masing zona. Untuk melihat perbedaan dan keterkaitan
antara ketiga jenis produk rencana tersebut, pada tabel 4 disajikan perbandingan substansi RDTR
dengan RTRW dan RTBL dengan rincian sebagai berikut.
17
Tabel 4 Perbandingan Substansi RDTR dengan RTRW dan RTBL
SUBSTANSI YANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) RENCANA TATA BANGUNAN DAN
DIPERBANDINGKAN LINGKUNGAN (RTBL)
Wilayah Perencanaan Administrasi Kabupaten atau Kota a. Wilayah administrasi; Dilaksanakan pada suatu kawasan/
b. Kawasan fungsional, seperti bagian wilayah lingkungan bagian wilayah kabupaten/
kota/sub-wilayah kota; kota, kawasan perkotaan dan/atau
c. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perdesaan meliputi:
memiliki ciri perkotaan; a. kawasan baru berkembang cepat;
d. Kawasan strategis kabupaten/kota yang b. kawasan terbangun;
memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau c. kawasan dilestarikan;
e. Bagian dari wilayah kabupaten/kota yang d. kawasan rawan bencana;
berupa kawasan perdesaan dan e. kawasan gabungan atau campuran
direncanakan menjadi kawasan perkotaan. dari keempat jenis kawasan
Skala Minimal 1:50.000 untuk kabupaten Minimal 1:5.000 Tidak diatur
Minimal 1:20.000 untuk kota
Jangka Waktu 20 Tahun 20 Tahun 5 Tahun
Peninjauan Kembali 1 kali dalam 5 tahun, dimana peninjauan Ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Tidak diatur
kembali dapat dilakukan kurang dari 5 tahun Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih
jika: dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
a. terjadi perubahan kebijakan dan strategi
a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
yang mempengaruhi BWP RDTR; atau
wilayah; dan
b. terjadi dinamika internal yang b. terjadi dinamika internal kabupaten/kota
mempengaruhi pemanfaatan ruang yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
secara mendasar antara lain berkaitan secara mendasar antara lain berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan dengan bencana alam skala besar,
pemekaran wilayah yang ditetapkan perkembangan ekonomi yang signifikan,
dengan peraturan perundang-undangan. dan perubahan batas wilayah daerah.
18
Acuan Penyusunan a. RTRW Nasional dan RTRW Provinsi RTRW kabupaten/kota RDTR kawasan perkotaan/strategis dari
b. RPJP Daerah Kabupaten/Kota
Muatan Rencana a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan a. tujuan penataan ruang bagian wilayah Materi pokok Rencana Tata Bangunan dan
ruang wilayah kabupaten/kota; perencanaan, yang berfungsi sebagai: Lingkungan meliputi:
b. rencana struktur ruang wilayah • sebagai acuan untuk penyusunan a. Program Bangunan dan Lingkungan;
kabupaten yang meliputi sistem rencana pola ruang, penyusunan b. Rencana Umum dan Panduan
perkotaan di wilayahnya yang terkait rencana jaringan prasarana, penetapan Rancangan;
dengan kawasan perdesaan dan sistem Sub BWP yang diprioritaskan c. Rencana Investasi;
jaringan prasarana wilayah kabupaten/ penanganannya, penyusunan ketentuan d. Ketentuan Pengendalian Rencana;
kota; pemanfaatan ruang, penyusunan e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten peraturan zonasi; dan
yang meliputi kawasan lindung dan • menjaga konsistensi dan keserasian Adapun komponen rancangan meliputi:
kawasan budi daya kabupaten/kota; pengembangan kawasan perkotaan a. Struktur peruntukan lahan
d. penetapan kawasan strategis dengan RTRW. b. Intensitas pemanfaatan lahan
kabupaten/kota; b. rencana pola ruang, yang berfungsi c. Tata bangunan
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah sebagai: d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung
kabupaten/kota yang berisi indikasi • alokasi ruang untuk berbagai kegiatan e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau
program utama jangka menengah lima sosial, ekonomi, serta kegiatan f. Tata kualitas lingkungan
tahunan; dan pelestarian fungsi lingkungan dalam g. Sistem prasarana dan utilitas
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan BWP;
ruang wilayah kabupaten/kota yang berisi • dasar penerbitan izin pemanfaatan
ketentuan umum peraturan zonasi, ruang;
ketentuan perizinan, ketentuan insentif • dasar penyusunan RTBL; dan
dan disinsentif, serta arahan sanksi. • dasar penyusunan rencana jaringan
prasarana.
c. rencana jaringan prasarana, yang berfungsi
sebagai:
19
Khusus untuk RTRW kota ditambah : • pembentuk sistem pelayanan, terutama
pergerakan, di dalam BWP;
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan
• dasar perletakan jaringan serta rencana
ruang terbuka hijau;
pembangunan prasarana dan utilitas
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan
dalam BWP sesuai dengan fungsi
ruang terbuka non-hijau; dan
pelayanannya; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan
• dasar rencana sistem pergerakan dan
prasarana dan sarana jaringan pejalan
aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
• rencana teknis sektoral.
informal, dan ruang evakuasi bencana,
d. penetapan sub bagian wilayah
yang dibutuhkan untuk menjalankan
perencanaan yang diprioritaskan
fungsi wilayah kota sebagai pusat
penanganannya, yang berfungsi sebagai:
pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah. • dasar penyusunan RTBL dan rencana
teknis pembangunan sektoral; dan
• dasar pertimbangan dalam penyusunan
indikasi program prioritas RDTR.
e. ketentuan pemanfaatan ruang, yang
berfungsi sebagai:
• dasar pemerintah dan masyarakat
dalam pemrograman investasi
pengembangan BWP;
• arahan untuk sektor dalam penyusunan
program;
• dasar estimasi kebutuhan pembiayaan
dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan
dan penyusunan program tahunan
untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan
20
• acuan bagi masyarakat dalam
melakukan investasi.
f. peraturan zonasi, yang berfungsi sebagai:
• perangkat operasional pengendalian
pemanfaatan ruang;
• acuan dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang, termasuk di
dalamnya air right development dan
pemanfaatan ruang di bawah tanah;
• acuan dalam pemberian insentif dan
disinsentif;
• acuan dalam pengenaan sanksi; dan
• rujukan teknis dalam pengembangan
atau pemanfaatan lahan dan penetapan
lokasi investasi.
Fungsi Sebagai pedoman untuk: RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai: dokumen pengendali pembangunan agar
a. RPJP Daerah a. kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah memenuhi kriteria perencanaan tata
b. RPJM Daerah kabupaten/kota berdasarkan RTRW; bangunan dan lingkungan yang
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian b. acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang berkelanjutan meliputi:
pemanfaatan ruang di wilayah yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan a. Pemenuhan persyaratan tata
kabupaten/kota ruang yang diatur dalam RTRW; bangunan dan lingkungan;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, c. acuan bagi kegiatan pengendalian b. Peningkatan kualitas hidup
dan keseimbangan antarsektor pemanfaatan ruang; masyarakat melalui perbaikan kualitas
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk d. acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan b. lingkungan dan ruang publik;
investasi ruang; dan c. Perwujudan pelindungan lingkungan,
f. penataan ruang kawasan strategis e. acuan dalam penyusunan RTBL. d. Peningkatan vitalitas ekonomi
kabupaten/kota lingkungan.
21
Berdasarkan tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga jenis dokumen rencana tersebut memiliki tingkat
kedalaman substansi yang berbeda, dimana RTRW bersifat rencana umum, RDTR bersifat rencana
detail, dan RTBL bersifat rencana teknis. Secara hierarki terdapat keterkaitan antara ketiga jenis
rencana tersebut, meskipun bila melihat pada UU No. 26 tahun 2007 sebagai panduan penataan
ruang wilayah yang paling utama, tidak diatur adanya terminologi rencana teknis. Sementara
secara konsep, RTBL tidak hanya memuat substansi keruangan tetapi juga sudah mengarah pada
perancangan kawasan (urban design) yang bersifat teknis. Secara lingkup wilayah perencanaan pun
dari RTRW-RDTR-RTBL ukuran atau luasan yang direncanakan semakin mengecil yang juga
mengindikasikan adanya peningkatan kedetailan rencana.
1. Kesimpulan
Berdasarkan kajian peraturan-perundangan terkait penataan ruang terhadap rencana detail tata
ruang (RDTR), dapat disimpulkan bahwa :
a. Rencana detail tata ruang (RDTR) merupakan salah satu bentuk rencana rinci yang digunakan
untuk menjabarkan atau mendetailkan substansi rencana tata ruang wilayah (RTRW) pada
tingkat kabupaten/kota terkait pengaturan kawasan perkotaan atau kawasan strategis di
wilayah tersebut. Secara historis, filosofi RDTR berubah dengan adanya UU No. 26 tahun
2007 dimana RDTR semula hanya ditujukan untuk wilayah administrasi kota menjadi
kawasan perkotaan termasuk yang berada di wilayah administrasi kabupaten. RDTR juga
berfungsi sebagai alat untuk mengoperasionalkan RTRW yang sudah disusun, sehingga
pengaturannya dapat menjadi lebih detail dan jelas.
b. Rencana detail tata ruang (RDTR) sebagai bentuk rencana rinci memiliki keterkaitan dengan
dokumen RTRW sebagai bentuk rencana umum yang berada di atasnya dan dokumen RTBL
sebagai bentuk rencana teknis yang berada di bawahnya. Ketiga jenis dokumen tersebut
dapat diterapkan secara bersamaan hanya pada kawasan yang berkarakter perkotaan atau
kawasan perdesaan yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
2. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan pada kajian ini terkait rencana detail tata ruang
(RDTR) adalah:
a. Perlu ada penjelasan secara lebih terinci mengenai perbedaan substansi antara RDTR pada
wilayah kota dengan kabupaten, karena dimungkinkan adanya perbedaan karakteristrik
antara kawasan urban dengan kawasan peri urban yang memerlukan arahan pengaturan
yang berbeda.
b. Perlu dikaji secara lebih mendalam apakah kawasan perdesaan tidak memerlukan rencana
detail tata ruang, karena kawasan perdesaan tersebut diakomodasi kebutuhannya pada
RTBL. Terlebih dengan berkembangnya konsep sawah abadi yang secara tidak langsung
membuat kawasan tersebut tidak akan berubah menjadi kawasan perkotaan, namun
memiliki nilai strategis dalam pembangunan wilayah kabupaten.
22