Anda di halaman 1dari 1

Laki-laki ujung Barat

Banyak dari kita yang berkata bahwa hidup adalah pilihan, tapi ternyata kita tidak pernah bisa memilih
apapun. Menerima sesuatu yang tidak kita sukai adalah sebuah keharusan. Kita mendapat pilihan
sebelum memilih dengan konsekuensi yang telah ditetapkan. Kita hanya pelaku peran dari apa yang
telah Tuhan tetapkan dalam takdirnya. Dalam rapuhnya cerita hidup kita selalu percaya bahwa Tuhan
memang telah menetapkan pilihan dalam suka ataupun kita tidak suka, tapi Tuhan dengan caraNya
selalu memberikan yang terbaik, seperti kisah yang akan kutulis sekarang, cerita perjuangan laki-laki dari
ujung barat dengan semua problematika dan cobaan yang terus datang silih berganti.

Namaku dais, aku lahir pada tanggal 20 September 1992, kurang lebih 27 tahun yang lalu. Aku anak
kedua dari dua bersaudara, namun sekarang saudaraku menjadi empat, nanti di bagian selanjutnya akan
kuceritakan hal ini. Ayahku bekerja sebagai seorang Harlan terminal, aku selalu sulit mendeskripsikan
tentang bagaimana pekerjaan ayahku, yang aku pahami dia orang yang di beri tanggung jawab untuk
mengatur keluar masuk bis-bis lintas kecamatan dalam sebuah kabupaten dan ibuku pada saat itu masih
seorang pegawai honorer di sebuah kantor kecamatan. Maaf, aku lupa menjelaskan dari mana asalku,
aku berasal dari Kabupaten Bireuen, provinsi Aceh. Sebuah daerah yang pernah menjadi Ibu Kota
Negara Republik Indonesia ke tiga dalam kurun waktu satu minggu, saat Ir. Soekarno melarikan diri dari
pulau jawa dan membuat perundingan dengan para petinggi di Aceh terkait upaya perlawanan terhadap
Belanda, daerah yang mempunyai bagian dari cerita kemerdekaan bangsa ini yang dikenal dengan
sebutan Kota Juang. Lahir dan besar di Kota Juang secara tidak langsung membentukku menjadi pribadi
yang kuat dan tangguh, banyak hal yang telah kulewati dari permasalahan keluarga, perceraian orang
tua, penculikan ayah, darurat operasi militer, kesulitan ekonomi dan gejelok mental, semua akan
kuceritakan disini satu persatu.

Aku terlahir dari keluarga sederhana, tinggal di rumah kecil yang kami rapungkan bangunannya
bersama-sama. Hidup yang

Anda mungkin juga menyukai