Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar 80.000 fungi yang telah ditemukan di dunia, 400 spesies


diantaranya  dinyatakan penting dalam dunia medis. Beberapa fungi punya
peranan penting dalam memproduksi berbagai bahan makanan seperti keju,
roti, dan bir. Fungi njuga menyumbangkan peran dalam dunia pengobatan
melalui metabolisme  bioaktif dalam tubuhnya yang dimanfaatkan manusia
untuk membuat antibiotik  (contoh : penisilin) dan obat penekan daya tahan
tubuh (contoh : siklosporin).  Infeksi yang disebabkan oleh fungi dinamakan
mikosis. Insidensi mikosis  tertinggi adalah kandidiasis yang disebabkan oleh
Candida albicans(Brooks,  2007).

Candida albicans merupakan flora normal dari kulit, membran


mukosa, dan traktus gastrointestinal.  Candida albicans dapat menginfeksi
penderita diabetes  mellitus, orang dengan daya imun tubuh rendah (AIDS),
wanita yang  mengkonsumsi pil KB dan wanita hamil. Kesulitan dalam
pengobatan kandidiasis  karena sering terjadi resistensi terhadap obat
antikandida biasa sehingga  memerlukan obat seperti amfoterisin B dan
flusitosin. Keduanya merupakan obat  sintetis dengan efek samping yang
dapat menimbulkan masalah serius pada  beberapa organ seperti ginjal dan
hati (Sulistia G. Ganiswarna, 2003).

Temu putih adalah tanaman herba berasal dari India dan hidup di
daerah  beriklim tropis seperti India, Indonesia, Filipina, dan Nigeria. Temu
putih  mengandung diarilheptanoid, minyak atsiri atau  volatile oil,
polisakarida serta  golongan lain  seperti  sesquiterpenedan
eugenol(Bruneton,1999).

1
Para ilmuwan  menemukan adanya efek temu putih sebagai antijamur,
antiulkus, antimutasi, dan  hepatoprotektor (Rana, 1992).

Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama


di negara – negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit
kulit yang sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan
jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya
masyarakat Indonesia yang berada digaris kemiskinan sehingga masalah
kebersihan lingkungan, sanitasi, dan pola hidup sehat kurang menjadi
perhatian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Jamur dapat menyebabkan infeksi antara lain Candida albicans dan


Trichopyton rubrum. Oleh karena itu untuk membantu tubuh mencegah
mengatasi infeksi jamur serius dapat menggunakan obat Amfoterisin B. Yang
mana Amfoterisin bekerja dengan menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel
matang. Aktifitas anti jamur nyata pada pH 6,0 – 7,5. Aktifitas anti jamur
akan berkurang pada Ph yang lebih rendah. Amfoterisin bersifat fungistatik
atau fungisidal tergantung dengan dosis yang diberikan dan sensitivitas jamur
yang dipengaruhi. Namun dibalik kegunaan dari obat tersebut tentu ada efek
sampingnya.

Untuk itu perlu bahasan yang luas dari segala aspek mengenai obat
anti jamur ini terutama Amfoterisin B tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui lebih jelas tentang obat
jamur

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai obat jamur ini tentunya bisa di
pahami dan digunakan untuk kehidupan sehari – hari.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian obat jamur dan Amfoterisin B tersebut.


2. Mengetahui macam-macam infeksi jamur dan jenis obat anti jamur.
3. Mengetahui apa indikasi dan kontraindikasi obat jamur tersebut.
4. Memahami bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik dari
obat tersebut.
5. Memahami bagaimana dosis dan penyediaan obat tersebut.
6. Memahami bagaimana interaksi dan mekanisme kerja serta aktivitas obat
tersebut.
7. Mengetahui apa efek samping dari obat tersebut.
8. Mengetahui anti jamur yang aman diberikan untuk ibu hamil dan menyusui.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Pendidikan Kebidanan

Sebagai bahan masukan atau sebagai bahan informasi yang berguna bagi
mahasiswa kebidanan tentang antifungi

1.4.2 Bagi Penulis

Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah didapat selama pendidikan,


menambah wawasan tentang antifungi

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antifungi

2.1.1 Pengertian

Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel,


seperti cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada
permukaan tubuh yang bisa menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau
vagina. Jamur yang paling umum menyebabkan infeksi kulit adalah tinea. For
example, tinea pedis (‘athletes foot) . Infeksi umum yang ada pada mulut dan
vagina disebut seriawan. Hal ini disebabkan oleh Candida. Candida
merupakan ragi yang merupakan salah satu jenis jamur. Sejumlah Candida
umumnya tinggal di kulit.

Obat Jamur = Anti fungi = Anti Mikotik yaitu obat yamg digunakan
untuk membunuh atau menghilangkan jamur.

Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan


penyakit yang disebabkan oleh jamur. Sebuah jamur adalah anggota
kelompok besar eukariotik organisme yang meliputi mikroorganisme seperti
ragi dan jamur, serta lebih akrab jamur. Kadang disebt juga Fungi yang
diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan
dan bakteri. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa sel-sel jamur memiliki
dinding sel yang mengandung kitin, tidak seperti dinding sel tumbuhan, yang
mengandung selulosa.

Obat anti jamur terdiri dari beberapa kelompok yaitu : kelompok


polyene (amfoterisin B, nistatin, natamisin), kelompok azol (ketokonazol,

4
ekonazol, klotrimazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol), allilamin
(terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin.

2.1.2 Macam – Macam Infeksi Jamur

Menurut tempatnya yang terinfeksi jamur, ada beberapa jenis, yaitu :

1. Tinea Capitis (ringworm of the scalp)


Infeksi jamur menyerang kulit kepala. Gejala klinis yang tampak yaitu
kebotakan (alopesia), dan inflamasi pada kulit dan rambut kepala yang
terkena.
2. Tinea Corporis (Tinea Glabrosa)
Infeksi jamur ini menyerang pada bagian tubuh yang tidak berambut
(leher atau badan). Gejala infeksi ini ditandai dengan munculnya bercak
bulat atau lonjong kemerahan dan berbatas tegas, bersisik, dan berbintil.
Bagian tengah lesi lebih tenang, tak berbintil.
3. Tinea Cruris (Jockey Itch atau Ringworm of the Grain)
Infeksi jamur menyerang di daerah selakangan, lipatan paha, daerah
bawah perut, kelamin luar, dan sekitar anus, berwarna kemerahan dan
gatal. Kebanyakan penderita infeksi jamur ini sering menggaruk karena
terasa gatal, akibatnya kulit selangkangan lebih legam, meradang dan
basah bergetah, terutama jika jamur sudah terkena infeksi oleh kuman
lain.
4. Tinea pedis (kutu air / athlete’s foot / rangen)
Infeksi jamur ini menyerang di sela-sela jari kaki dan telapak kaki.
Gejalanya berupa gatal-gatal diantara jari kaki, kemudian terbentuk
gelembung lalu pecah dan mengeluarkan cairan. Kulit yang terinfeksi
akan menjadi lunak (maserasi), berwarna keputihan disertai dengan
rekahan-rekahan (fisura) dan terkelupas sehingga membuka luang
terjadinya infeksi sekunder oleh kuman lain. Biasanya disertai dengan rasa
gatal, berbau, panas terbakar atau nyeri seperti tersengat.

5
5. Tinea unguinum (Onikomikosis / Ringworm of the nails)
Infeksi jamur ini bisa menyerang kuku hingga rusak, rapuh, dan
bentuknya tak lagi normal. Di bagian bawah kuku akan terjadi
penumpukan sisa jaringan kuku rapuh (menebal).
6. Pityriasis versicolor (Panu)
Penyakit kulit ini banyak terdapat di Indonesia karena iklim tropis dan
kurangnya prasarana air bersih. Kadang-kadang penderita tidak
menganggap ini sabagai penyakit. Gejala yang muncul berupa bercak-
bercak putih pada kulit, dengan batas tegas, bersisik halus, rata (tidak
timbul), gatal terutama bila berkeringat. Penyakit ini biasanya menyerang
pada wajah, leher, bahu, kulit lengan, badan dan bagian lain yang tertutup
pakaian.
7. Kandidiasis
Infeksi jamur Candida sp. ini banyak menyerang kulit dan vagina wanita.
Umumnya tak berbahaya, meski dapat meradang. Gejalanya yaitu terjadi
lesi (pseudomembran) berwarna putih kelabu yang bila terlepas dari
dasarnya akan meninggalkan bekas berwarna kemerahan. Umumnya lesi
tampak di daerah lipatan payudara, ketiak, genital, dan rongga mulut. Pada
kandidiasis vagina akan keluar cairan kental putih kekuningan dari vagina
dan bisa mengalami peradangan, serta sakit saat buang air kecil atau
senggama.

2.1.3 Jenis – Jenis Obat Anti Jamur

1. Anti jamur cream

Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara

lain : ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan


tioconazole.

6
2. Anti jamur peroral

Itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin adalah obat


yang sering digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur.
Penggunaannya tergantung pada jenis infeksi yang ada. Contoh :

 Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang


biasanya disebabkan oleh jenis jamur tinea.
 Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal.
Juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur
pada tubuh
3. Anti jamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin

adalah obat-obatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi.

A. KETOCONAZOLE
Ketoconazole digunakan untuk mengatasi infeksi jamur pada
kulit. Misalnya, kurap pada bagian kaki atau selangkangan, panu, serta
ketombe. Obat antijamur ini berfungsi membunuh jamur penyebab
infeksi, sekaligus mencegahnya tumbuh kembali.
Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis
yang memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit
dan ragi, misalnya Tricophyton Sp, Epidermophyton floccosum,
Pityrosporum Sp, Candida Sp. Ketoconazole bekerja dengan
menghambat enzim sitokrom jamur sehingga mengganggu sintesis
ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel
jamur.

Indikasi:
-Infeksi pada kulit, rambut, dan kuku (kecuali kuku kaki) yang
disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatophytosis,

7
onychomycosis, candida perionyxixs, pityriasis versicolor, pityriasis
capitis, pityrosporum, folliculitis, chronic mucocutaneus candidosis),
bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena tempat lesi
tidak dipermukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal. - Infeksi
ragi pada rongga pencernaan. - Vaginal kandidosis kronik dan rekuren
kandidosis. Pada terapi lokal penyembuhan infeksi yang kurang
berhasil. - Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,
paracoccidioidomycosis, histoplasmosis, coccidioidomycosis,
blastomycosis. - Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme
pertahanan tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau
obat), berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur.
Ketoconazole tidak dipenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf
pusat. Oleh karena itu jamur meningitis jangan diobati dengan oral
ketoconazole.

Kontra Indikasi:
- Penderita penyakit hati yang akut atau kronik. - Hipersensitif
terhadap ketoconazole atau salah satu komponen obat ini. - Pada
pemberian peroral ketoconazole tidak boleh diberikan bersama-sama
dengan terfenadin, astemizol, cisaprid dan triazolam. - Wanita hamil.

Komposisi:
Tiap tablet mengandung ketoconazole 200 mg.

Cara Kerja Obat:


Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis yang
memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit, ragi.
Misalnya Tricophyton Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum
Sp, Candida Sp.
Ketoconazole bekerja dengan menghambat enzym "cytochrom P. 450"
jamur, dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan

8
komponen penting dari membran sel jamur.

Dosis:
Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun.
Pengobatan kuratif:
Dewasa:
- Infeksi kulit, gastrointestinal dan sistemik: 1 tablet (200 mg) sekali
sehari pada waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini,
dosis ditingkatkan menjadi 2 tablet (400 mg sehari).
- Kandidosis vagina: 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu
makan.
Anak-anak:
- Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg: 20 mg 3 kali sehari pada
waktu makan.
- Anak dengan berat badan 15-30 kg: 100 mg sekali sehari pada waktu
makan.
- Anak dengan berat badan lebih dari 30 kg sama dengan dewasa.
Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1
minggu setelah semua simptom hilang dan sampai kultur pada media
menjadi negatif.
Pengobatan profilaksis:
1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Lama pengobatan:
- Kondidosis vaginal 5 hari.
- Mikosis pada kulit yang disebabkan oleh dermatosis: kurang lebih 4
minggu.
- Pityriasis versicolor: 10 hari.
- Mikosis mulut dan kulit yang disebabkan oleh kandida: 2 - 3 minggu.

- Infeksi rambut 1 - 2 bulan.

9
- Infeksi kuku: 3 - 6 bulan, bila belum ada perbaikan dapat dilanjutkan
hingga 12 bulan.
- Dipengaruhi juga dengan kecepatan pertumbuhan kuku,sampai kuku
yang terinfeksi diganti oleh kuku yang normal.
- Parakoksidioidomikosis, histoplasmosis, coccidioidomycosis: lama
pengobatan optimum 2 - 6 bulan.

Efek Samping
Sediaan peroral:
- Dispepsia, nausea, sakit perut dan diare.
- Sakit kepala, peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid,
dizzines, paraesthesia dan reaksi alergi.
- Thrombositopenia, alopecia, peningkatan tekanan "intracranial
pressure" yang reversibel (seperti papiloedema, "bulging fontanel"
pada bayi).
- Impotensi sangat jarang.
- Gynaecomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang
diberikan lebih tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan.
- Hepatitis (kemungkinan besar idiosinkrasi) jarang terjadi (terlihat
dalam 1/12.000 penderita).
Reversibel apabila pengobatan dihentikan pada waktunya.

Peringatan dan Perhatian:


- Penting memberikan penjelasan kepada pasien yang diterapi untuk
jangka panjang mengenai gejala penyakit hati seperti letih tidak
normal yang disertai dengan demam, urine berwarna gelap, tinja pucat
atau ikterus.
- Faktor yang meningkatkan risiko hepatitis: wanita berusia di atas 50
tahun, pernah menderita penyakit hati, diketahui mempunyai
intoleransi dengan obat, pemberian jangka lama dan pemberian obat

10
bersamaan dengan obat yang mempengaruhi fungsi hati. Tes fungsi
hati dilakukan pada pengobatan dengan ketoconazole lebih dari 2
minggu. Apabila telah didiagnosis sebagai penyakit hati, pengobatan
harus dihentikan.
- Fungsi adrenal harus dimonitor pada pasien yang menderita
insufisiensi adrenal atau fungsi adrenal yang "border line" dan pada
pasien dengan keadan stres yang panjang (bedah dasar, intensive care,
dll).
- Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun.
- Jangan diberikan pada wanita hamil, kecuali kemungkinan
manfaatnya lebih besar dari risiko pada janin.
- Kemungkinan diekskresikan pada air susu ibu, maka ibu yang diobati
dengan ketoconazole dianjurkan untuk tidak menyusui.

Interaksi Obat:
- Pemberian bersama-sama dengan terfenadin dan astemizol.
- Absorpsi ketoconazole maksimal bila diberikan pada waktu makan.
Absorpsinya terganggu kalau sekresi asam lambung berkurang, pada
pasien yang diberi obat-obat penetral asam (antasida) harus diberikan 2
jam atau lebih setelah ketoconazole.
- Pemberian bersama dengan rifampicin dapat menurunkan konsentrasi
plasma kedua obat.
- Pemberian bersama dengan INH dapat menurunkan konsentrasi
plasma ketoconazole, bila kombinasi ini digunakan konsentrasi plasma
harus dimonitor.

B. AMFOTERISIN B

11
Amfoterisin adalah salah satu obat anti jamur yang termasuk
kedalam golongan polyene. Obat ini biasa digunakan untuk
membantu tubuh mengatasi infeksi jamur serius.

Amfoterisin A dan B adalah hasil fermentasi Streptomyces


nodosus, actinomyces yang ditemukan di tanah.98 % campuran ini
terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas anti jamur.
Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak
berbau dan tidak berasa. Amfoterisin merupakan antibiotik polien
yang bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil,
tidak tahan suhu diatas 370C. Tetapi dapat bertahan sampai
berminggu-minggu pada suhu 40C.

Amfoterisin bekerja dengan menyerang sel yang sedang


tumbuh dan sel matang. Aktifitas anti jamur nyata pada pH 6,0 –
7,5. Aktifitas anti jamur akan berkurang pada Ph yang lebih rendah.
Amfoterisin bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dengan
dosis yang diberikan dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.

Obat ini digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti:


a. Koksidiodomikosis
b. Parakoksidioidomikosis
c. Aspergilosis
d. Kromoblastomikosis
e. Kandidiosis
f. Maduromikosis (misetoma)
g. Mukormikosis (fikomikosis)

Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis


selain hidrosis tilbamidin yang cukup efektif untuk sebagian besar
pasien dengan lesi kulit yang tidak progresif.

12
Obat ini efektif untuk mengatasi infeksi jamur Absidia spp,
Aspergillus spp, Basidiobolus spp, Blastomyces dermatitidis,
Candida spp, Coccidoide immitis, Conidiobolus spp, Cryptococcus
neoformans, Histoplasma capsulatum, Mucor spp, Paracoccidioides
brasiliensis, Rhizopus spp, Rhodotorula spp, dan Sporothrix
schenckii.

Organisme lain yang telah dilaporkan sensitif terhadap


amfoterisin B termasuk alga Prototheca spp. dan Leishmania
protozoa dan Naegleria spp. Hal ini tidak aktif terhadap bakteri
(termasuk rickettsia) dan virus.
Beberapa strain yang resisten terhadap Candida telah diisolasi dan
diberikan pengobatan jangka panjang dengan amfoterisin B.
Amfoterisin B hanya tersedia dengan resep dokter.

Indikasi

 Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis,


parakoksidoidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan
kandidosis.
 Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
 Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.
 Mungkin efektif terhadap maduromikosis (misetoma) &
mukomikosis (fikomikosis)
 Secara topikal efektif thdp keratitis mikotik
 Penderita dengan terapi amfoterisin B harus dirawat di RS,
untuk pengamatan ketat.

Kontra Indikasi

 Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif / alergi


 Gangguan fungsi ginjal

13
 Ibu hamil dan menyusui
 Pada pasien yang mengonsumsi obat antineoplastik

Infus amfoterisin B seringkali meninbulkan beberapa efek


samping seperti kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam,
menggigil, hipotensi, lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan
penurunan fungsi ginjal. 50% pasien yang mendapat dosis awal
secara iv akan mengalami demam dan menggigil. Keadaan ini
hampir selalu terjadi pada penyuntikan amfoterisin B tapi akan
berkurang pada pemberian berikutnya. Reaksi ini dapat ditekan
dengan memberikan hidrokortison 25-50 mg dan dengan antipiretik
serta antihistamin sebelumnya. Flebitis dapat dikurangi dengan
menambahkan heparin 1000 unit kedalam infuse.

• Farmakodinamik

Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan


ergosterol (sterol dominan pada fungi) yang terdapat pada
membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel
bocor dan membentuk pori-pori yang menyebabkan bahan-
bahan esensial dari sel-sel jamur merembas keluar sehingga
terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan
kerusakan yang tetap pada sel. Efek lain pada membran sel
jamur yaitu dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel
jamur.

• Farmakokinetik

Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna.


Suntikan yang dimulai dengan dosis 1,5 mg/hari lalu
ditingkatkan secara bertahap sampai dosis 0,4-0,6
mg/kgBB/hari akan memberikan kadar puncak antara 0,5-2

14
µg/mL pada kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48
ja pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasifase kedua dengan
waktu paruh kira-kira 15 hari sehingga kadar mantapnya baru
akan tercapai setelah beberapa bulan pemakaian. Obat ini
didistribusikan luas ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% obat
beredar dalam plasma, terikat pada lipoprotein. Kadar
amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, sinovial dan
akuosa yang mengalami peradangan hanya kira-kira2/3 dari
kadar terendah dalam plasma. Amfoterisin b juga dapat
menembus sawar uri, sebagian kecil mencapai CSS, humor
vitreus dan cairan amnion. Ekskresi melalui ginjal sangat
lambat, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selam 24 jam
sebelumnya ditemukan dalam urine.

• Dosis

Infeksi jamur sistemik (melalui injeksi intravena).

* Dosis awal 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250


mikrogram/kg perhari, dinaikan perlahan sampai 1 mg/kg
perhari, pada infeksi berat dapat dinaikan sampai 1.5 mg/kg
perhari.

Catatan : terapi diberikan dalam waktu yang cukup lama. Jika


terapi sempat terhenti lebih dari 7 hari maka dosis lanjutan
diberikan mulai dari 250 mikrogram/kg perhari kemudian
dinaikan secara bertahap.

• Sediaan
o Sediaan – Serbuk lofilik mgn 50 mg, dilarutkan dengan
aquadest 10 ml lalu ditmbh ke larutan dextroa 5% = kadar
0,1 mg/ml

15
o Larutan elektrolit, asam/ mgdg pengawet tidak boleh
digunakan sebagai pelarut mengendapkan amfoterisin B
o Untuk injeksi selalu dibuat baru

Interaksi Obat

1. Amikasin, siklosporin, Gentamisin, paromomycin,


pentamidine, Streptomycin, Vancomycin meningkatkan
risiko kerusakan ginjal.
2. Dexamethasone, Furosemide, hidroklorotiazide,
Hydrocortisone, Prednisolone : Meningkatkan risiko
hipokalemia.
3. Digoxin : amphoterisin B meningkatkan risiko
keracunan digoxin.
4. Fluconazole : melawan kerja amphoterisin B.

Aktivitas Obat

Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh


dansel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5:
berkurang pada pH yang lebihrendah. Antibiotik ini
bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung pada dosis
dansensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-
1,0 µg/mL antibiotik ini dapat menghambat aktivitas
Histoplasma capsulaium, Cryptococcus neoformans,
Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida,
Tondopsis glabrata,Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides braziliensis, Beberapa spesies
Aspergillus, Sporotrichum schenckii, Microsporum
audiouini dan spesiesTrichophyton. Secara in vitrobila
rifampisin atau minosiklin diberikan bersamaamfoterisin B
terjadi sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.

16
Mekanisme kerja

Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang


terdapat pada membran sel jamur sehingga membran sel
bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan
menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel.
Salah satu penyebab efek toksik yang ditimbulkan
disebabkan oleh pengikatan kolesterol pada membran sel
hewan dan manusia.Resistensi terhadap amfoterisin B
mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan reseptor
sterol pada membran sel.

Efek Samping

Demam, sakit kepala, mual, turun berat badan,


muntah, lemas, diare, nyeri otot dan sendi, kembung, nyeri
ulu hati, gangguan ginjal (termasuk hipokalemia,
hipomagnesemia, kerusakan ginjal), kelainan darah,
gangguan irama jantung, gangguan saraf tepi, gangguan
fungsi hati, nyeri dan memar pada tempat suntikan.

• Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam,


menggigil, lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang
dan penurunan faal ginjal.
• 50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV
akan mengalami demam dan menggigil.
• Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam
infus.
• Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering
dijumpai à pemberian kalium.
• Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila
amfoterisin B diberikan bersama flusitosin.

17
C. FLUSITOSIN
ASAL DAN KIMIA. Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan
antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan
mempunyai persamaan struktur dengan fluorourasil dan floksuridin.
Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau, sedikit larut dalam air
tapi mudah larut dalam alkohol.
AKTIVITAS ANTI JAMUR. Spektrum antijamur flusitosin agak
sempit. Obat ini efektif untuk pengobatan kriptokokosis,
kandidiasis, kromomikosis, torulopsis dan aspergilosis.
Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten selama
pengobatan dengan flusitosin. 40 – 50% Candida sudah resisten
sejak semula pada kadar100 µg/mL flusitosin. Infeksi saluran kemih
bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan
flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi.
Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan
menghasilkan efek supraaditif terhadap C. neoformans, C.
tropicalis dan C. albicans yang sensitif.

MEKANISME KERJA. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur


dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan
bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-
fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel jamur terganggu
akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh metabolit
fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia karena
dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.
ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SUPERFISIALIS

D. GRISEOFULVIN
ASAL DAN KIMIA. Griseofulvin diisolasi dari Penicillium
griseovulyum dierckx. Pada tahun 1946, Brian dkk. menemukan
bahan yang menyebabkan susut dan mengecilnya hifa yang disebut

18
sebagai curling factor kemudian temyata diketahui bahwa bahan
yang mereka isolasi dari Penicillin janczewski adalah griseofulvin.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Griseofulvin in vitro efektif terhadap


berbagai jenis jamur dermatofit seperti Trichophyton,
Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel muda yang
sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini tidak
efektif terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan
Nocardia.

Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang
diberikan bersama urin dalam  bentuk metabolit selama 5 hari. Kulit
yang sakit mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat ini. Obat
ini akan dihimpun dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul
bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin
sehingga sel baru ini akan resisten terhadap  serangan jamur.
Kreatin yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh
sel yang normal. Antibiotik ini dapat ditemukan dalam lapisan
tanduk 4-8 jam setelah pemberian oral. Keringat dan hilangnya
cairan transepidermal memegang peranan penting dalam
penyebaran obat ini pada stratum korneum. Kadar yang ditemukan
dalam cairan dan jaringan tubuh lainnya kecil sekali.

E. IMIDAZOL DAN TRIAZOL

Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas.


Karena sifat dan penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya
mikonazol dan klotrimazol yang akan dibahas. Ketokonazol yang
juga termasuk golongan imidazol telah dibahas padapembicaraan
mengenai antijamur untuk infeksi sistemik, juga itrakonazol
(golongan triazol). Resistensi terhadap imidazol dan triazol sangat

19
jarang terjadi dari jamur penyebab dermatofitosis, tetapi dari jamur
kandida paling sering terjadi.

F. MIKONAZOL
ASAL DAN KIMIA. Mikonazol merupakan turunan imidazol
sintetik yang relatif stabil, mempunyai spektrum antijamur yang
lebar terhadap jamur dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih,
tidak bewama dan tidak berbau, sebagian kecil larut dalam air tapi
lebihlarutdalampelarutorganik.
AKTIVITAS ANTIJAMUR. Mikonazol menghambat aktivitas
jamur Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum, Candida
dan Malassezia furfur.Mikonazol in vitro efektif terhadap beberapa
kumanGrampositif.
Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol
masuk kedalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel
sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat.
Mungkin pula terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan menyebabkan
kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan tanduk
kulit akan menetap di sana sampai 4 hari.
Mikonazol topikal diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea
versikolor dan kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang
atau berat yang mengenai kulit kepala, telapak dan kuku sebaiknya
dipakai griseofulvin.
G. KLOTRIMAZOL
Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang praktis tidak
larutdalam air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut
dalameter.
Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan
mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan

20
untuk pengobatan tinea pedis, kruris dan korporis yang disebabkan
olehT. rubrum, T. mentagrophytes, E.floccosum dan M. canis dan
untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis
yang disebabkan oleh C. albicans.
H. TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT

TOLNAFTAT. Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif


untuk pengobatan sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif
terhadapkandida.
TOLSIKLAT. Tolsiklat merupakan antijamur topikal yang
diturunkan dari tiokarbamat. Namun karena spektrumnya yang
sempit, antijamur ini tidak banyak digunakan lagi.

I. NISTATIN

ASAL DAN KIMIA. Nistatin merupakan suatu antibiotik polien


yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa
bubuk wama kuning kemerahan ini bersifat higroskopis, berbau
khas, sukar larut dalam kloroform dan eter. Larutannya mudah
terurai dalam air atau plasma. Sekalipun nistatin mempunyai
struktur kimia dan mekanisme kerja mirip dengan amfoterisin B,
nistatin lebih toksik sehingga tidak digunakan sebagai obat
sistemik. Nistatin tidak diserap melalui saluran cema, kulit maupun
vagina.
AKTIVITAS ANTIJAMUR. Nistatin menghambat pertumbuhan
berbagai jamur dan ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa
danvirus.
MEKANISME KERJA. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau
ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan
dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali
ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan

21
antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil.
Candida albicanshampir tidak memperlihatkan resistensti terhadap
nistatin, tetapi C. tropicalis,. C.guillermondi dan
C. stellatiodes mulai resisten. bahkan sekaligus menjadi tidak
sensitif terhadap amfoterisin B. namun resistensi ini biasanya tidak
terjadi in vivo.

J. ANTI JAMUR TOPIKAL LAINNYA

ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT

Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingannya


2 : 1(biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salepWhitfield.
Asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam
Salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam ben-zoat hanya
bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan
tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya, sehingga
pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
bulanan. Salep ini banyak digunakan untuk pengobatan tinea pedis
dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi
ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang
menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak.

K. ASAM UNDESILENAT

Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang


tajam. Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek
fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama
dapat memberikan efek fungisidal. Dalam hal ini seng berperan
untukmenekanluasnyaperadangan.
Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tinea pedis,

22
tetapi efektivitasnya tidak sebaik mikonazol, haloprogin atau
tolnaftat.

L. HALOPROGIN
Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal
putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol.
Obat ini bersifat fungisidal terhadap Epidermophyton,
Trichophyton, Miciosporum dan Malassezia furfur. Haloprogin
sedikit sekali diserap melalui kulit, dalam tubuh akan terurai
menjadi triklorofenol.

Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar,
vesikel, meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi mungkin
merupakan pertanda cepatnya respons pengobatan sebab toksin
yang dilepaskan kadang-kadang memperburuk lesi. Di samping itu
obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor.

M. SIKLOPIROKS OLAMIN

Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas.


Penggunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan
tinea versikolor. Siklopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1%
yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi
walaupun jarang.

N. TERBINAFIN
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan
struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi
dermatofitosis, terutama onikomikosis; dan juga digunakan secara
topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal tersedia dalam
bentuk krim 1 % dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk

23
pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari
selama 1-2 minggu.

 
 

24
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel,


seperti cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada
permukaan tubuh yang bisa menyebabkan infeksi.

Obat Jamur = Anti fungi = Anti Mikotik yaitu obat yamg digunakan
untuk membunuh atau menghilangkan jamur.

Menurut tempatnya yang terinfeksi jamur, ada beberapa jenis, yaitu :

1. Tinea Capitis (ringworm of the scalp)

2. Tinea Corporis (Tinea Glabrosa)

3. Tinea Cruris (Jockey Itch atau Ringworm of the Grain)

4. Tinea pedis (kutu air / athlete’s foot / rangen)

5. Tinea unguinum (Onikomikosis / Ringworm of the nails)

6. Pityriasis versicolor (Panu)

7. Kandidiasis

Amfoterisin adalah salah satu obat anti jamur yang termasuk kedalam
golongan polyene. Obat ini biasa digunakan untuk membantu tubuh mengatasi
infeksi jamur serius.

Obat ini digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti:


a. Koksidiodomikosis
b. Parakoksidioidomikosis

25
c. Aspergilosis
d. Kromoblastomikosis
e. Kandidiosis
f. Maduromikosis (misetoma)
g. Mukormikosis (fikomikosis)

3.2 Saran
Agar setiap mahasiswa kebidanan memahami pengertian, macam –
macam, kegunaan, interaksi obat dan efek samping dari suatu jenis obat
terutama pada obat jamur ini, serta dapat dimanfaat kan dalam kehidupan
sehari-hari

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus .2010. http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anti-jamur.html


Anonimus.2009. http://www.scribd.com/doc/57215070/36154284-Uraian-Obat-Anti-
Jamur
Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai