S53021-Dewi Y Hasibuan
S53021-Dewi Y Hasibuan
Abstrak
Pada bangunan gedung, fasad merupakan salah satu elemen arsitektural yang sangat penting.
Fasad merupakan salah satu elemen arsitektur yang pertama kali terlihat dari luar yang dapat
mengkomunikasikan fungsi dan nilai bangunan kepada para pengamat. Elemen–elemen
pembentuk fasad dapat terlihat dari permukaan dinding, struktur, hingga ornamentasi. Semua
elemen tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menampilkan keindahan bangunan.
Penggunaan fasad tidak hanya bertujuan untuk menampilkan estetika namun juga
menciptakan ruang yang berkualitas. Salah satu unsur yang paling menonjol pada fasad
gedung Perpustakaan Universitas Indonesia ialah penggunaan material yang mendominasi
seluruh permukaan bangunan yang terdiri dari batu andesit, kaca, dan rumput. Dari
penggunaan material tersebut kita dapat mengetahui bagaimana material tersebut membentuk
view, bukaan dan orientasi dan melihat kualitas ruang di dalamnya. Penggunaan material pada
fasad menjadi tepat atau tidak ketika kita melihat kualitas ruang yang terbentuk di dalamnya.
Abstract
The facade is a very important architectural element of a building. It is one of the first
architectural elements to be noticed from the outside which can also tell the observer the
function and value of the building. The elements which form a facade start from the surface of
walls, structures, to ornamentation. All these elements have the same purpose, which is to
display beauty from a building. The facade’s purpose is not merely to display aesthetics but
also to create space with quality. One of the most prominent features of the facade of
Universitas Indonesia’s Library is the use of material which dominates the whole surface of
the building, consisting of andesite, glass and grass. From the application of the materials, we
are able to discover how the materials create views, openings, and orientation, as well as
allowing us to see the quality of the space inside. The chosen facade materials become
appropriate or inappropriate based on how we see the spatial qualities created inside.
1
Universitas Indonesia
I. Pendahuluan
Perpustakaan Universitas Indonesia mulai dibangun pada bulan Juni 2009 dan dibuka
untuk publik pada bulan Mei 2011. Awal proses pembangunannya, perpustakaan ini cukup
kontroversial. Perpustakaan ini diklaim sebagai yang terbesar, termegah dan terindah di dunia
dengan sebutannya The Crystal of Knowledge. Setelah dibuka untuk umum, ada yang
menyambut secara positif namun ada juga yang mengarah ketidaksetujuan yang menanyakan
seberapa penting pembangunan tersebut. Beberapa civitas akademika mengatakan bahwa
desain gedung perpustakaan ini indah, mulai dari komposisi material batu dengan kacanya,
roof garden yang menyelimuti bangunan hingga sebutan rumah teletubies pernah disandarkan
pada perpustakaan UI. Hal ini membuat desain bangunan ini berbeda dengan bangunan di
sekitarnya dan kebanyakan bangunan di Jakarta. Selain itu ruang-ruang yang tersedia di dalam
cukup membuat pengunjung betah untuk berlama-lama dan menjadi agenda harian untuk
sekedar browsing, cari buku, baca buku, mengerjakan tugas hingga bertemu dengan teman.
Isu kemegahan dan keindahan yang ingin ditampilkan salah satunya dapat dilihat
melalui desain bangunannya. Dan penampilan bangunan dapat menjadi faktor utama
bagaimana perpustakaan UI terlihat megah dan indah. Oleh karena itulah, penampilan
berkaitan dengan keindahan dan memiliki peran penting untuk menciptakan suatu image akan
suatu objek.
Perancang mendesain penampilan luar bangunan untuk memberikan gambar kepada
pengamat objek mengenai bangunan yang dirancangnya pada bagian luar bangunan. Citra
bangunan menjadi penting bagi seorang arsitek untuk mendeskripsikan bangunan yang
dirancangnya. Sebutan untuk penampilan luar suatu bangunan dinamakan fasad. Dari fasad
kita dapat menilai suatu bangunan bagus atau tidak melalui apa yang terlihat dari luar, bisa
dari teknologi bangunan, material yang digunakan, bagian mana saja yang terbuka, permainan
massa yang diekspos, hingga membuat perkiraan berapa jumlah lantai di dalamnya.
Pengolahan fasad dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dari
segi pemilihan material dan komposisinya. Pengolahan fasad yang dilakukan melalui
pemilihan material disesuaikan dengan bentuk bangunan secara keseluruhan dan ekspresi
struktural yang ingin ditonjolkan.
Oleh karena itulah, pemilihan material menjadi sesuatu yang penting sebagai salah
satu elemen pembentuk fasad. Dari pemilihan material kita dapat melihat bagaimana
karakteristik material dapat berpengaruh terhadap kualitas cahaya ruang, suara ruang, view
ruang, sirkulasi ruang, dan suhu ruang.
Terkait dengan latar belakang di atas, ada dua pertanyaan / permasalahan utama yang
coba dijawab dalam tulisan ini, yaitu mengenai aspek apa saja yang mempengaruhi kualitas
ruang berkaitan dengan karakteristik material fasad yang digunakan dan bagaimanakah aspek
tersebut diatas diimplementasikan dalam penataan ruang Perpustakaan UI berkaitan dengan
kualitas ruang.
Tujuan penulisan ini adalah mengkaji penggunaan material fasad dan kualitas ruang
dalam bangunan, dimana bangunan yang diambil untuk menjadi studi kasus ialah
Perpustakaan UI. Penggunaan material fasad dilihat kualitas cahaya ruang, suara ruang, view
ruang, sirkulasi ruang, hingga bagaimana kenyamanan ruang tersebut terhadap penghuni
bangunan. Sehingga dari analisa ini kita dapat memahami pentingnya pengetahuan akan
penggunaan material fasad untuk menciptakan kualitas ruang yang lebih optimal dari segi
pemilihan material.
2
Universitas Indonesia
Melalui tulisan ini saya berharap dapat menambah wawasan baru bagi para arsitek
maupun calon arsitek mengenai pengaruh pemilihan material fasad terhadap kualitas cahaya
ruang, suara ruang, view ruang, sirkulasi ruang, dan suhu ruang.
II. Metode Pembahasan
Metode yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode empiris melalui
studi kepustakaan dan survei untuk mendapatkan data-data yang mendukung sehingga dapat
membuat analisa dari studi kasus yang dipilih, yakni Perpustakaan Pusat UI.
1. Studi mengenai teori dan preseden melalui literatur atau media elektronik yang
menjelaskan elemen-elemen pembentuk ruang, fasad bangunan, dan kualitas ruang.
2. Studi lapangan, yaitu pengamatan langsung terhadap kasus yang diangkat, dilengkapi
dengan data arsitektural dan data visual berupa foto atau gambar.
Studi hasil wawancara terhadap beberapa pihak berwenang yang mengerti akan kasus yang
diangkat sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan.
Menurut Francis D. K. Ching (1979:110), terdapat dua elemen dasar arsitektur, yaitu
form (bentuk) dan space (ruang). Form berbicara mengenai sebuah titik yang
mengindikasikan posisi dalam space yang kemudian berekstensi menjadi garis, bidang dan
volume. Sedangkan space berbicara mengenai respon indera manusia akan alam disekitarnya.
Elemen pembentuk ruang arsitektur adalah elemen-elemen yang bersifat arsitektur,
mulai struktur dan pembentuk ruang yang memberi bentuk pada bangunan, memisahkan dari
luar dan membentuk pola tatanan ruang interior yang terdiri dari lantai, dinding, dan plafon.
3
Universitas Indonesia
Bisa disimpulkan bahwa ada 3 unsur pembentuk ruang, yaitu alas (lantai), batasan (dinding),
dan naungan (plafon).
Nilai sebuah ruang arsitektur dipengaruhi oleh elemen – elemen yang melingkupi
ruang tersebut, sebagai berikut:
1. Dimensi: proporsi, skala
2. Wujud: bentuk
3. Permukaan ruang: warna, tekstur, dan pola
4. Bukaan: enclosure, cahaya, dan pandangan
Dinding merupakan salah satu elemen vertikal pembentuk ruang. Dinding dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Dinding masif
Dinding masif bersifat kuat dalam pembentukan ruang karena material terlihat
jelas dan rapat seperti: batu bata, beton, kayu, kaca dsb.
2. Dinding transparan
Material pembentuknya agak renggang dan ada celah seperti: pohon, semak
belukar, bambu dsb.
3. Dinding semu
Suatu batasan yang terbentuk berdasarkan perasaan pengamat. Dinding semu dapat
terbentuk oleh batas – batas seperti misalnya, garis batas laut.
Konstruksi dan fungsi tidak dapat dipisahkan dari arsitektur secara keseluruhan.
Konstruksi merupakan salah satu elemen naratif yang dapat semakin menghidupkan fasad.
Konstruksi sangat erat hubungannya dengan fungsi (Rob Krier, Elements of Architecture).
Rangka atau kerangka kerja struktural ditutup atau diisi oleh berbagai jenis material
bangunan.
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
3. Konstruksi campuran
Fasad merupakan salah satu elemen arsitektural paling penting yang mampu
mengkomunikasikan fungsi dan nilai bangunan. Kata ‘fasad’ atau ‘façade’ berasal dari bahasa
latin yaitu ‘facies’, yang berarti sama dengan kata ‘face’ dan ‘appearance’ (penampilan). Oleh
karena itu, jika kita berbicara mengenai “the face of building”, façade, maka yang dimaksud
ialah bagian depan bangunan yang menghadap jalan (Rob Krier, Elements of Architecture).
Karena posisinya yang menghadap ke jalan, titik awal dimana orang mengakses bangunan,
fasad memiliki peran sebagai berikut;
1. Menyuarakan fungsi dan nilai bangunan
2. Menunjukkan organisasi ruang di dalam bangunan
3. Menyuarakan keadaan budaya saat bangunan dibangun
4. Menunjukkan keindahan dalam ornamentasi dan dekorasi
5. Menyuarakan tentang penghuni bangunan dan memberikan identitas terhadap suatu
/ banyak komunitas.
6
Universitas Indonesia
Secara keseluruhan fasad terdiri dari elemen tunggal, suatu kesatuan tersendiri dengan
kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka. Komposisi suatu fasad, dengan
mempertimbangkan semua persyaratan fungsionalnya (jendela, bukaan pintu, pelindung
matahari, bidang atap) pada dasarnya berkaitan dengan penciptaan kesatuan harmonis antara
proporsi yang baik, penyusunan struktut vertikal horizontal, bahan, warna dan elemen
dekoratif (Rob Krier, Elements of Architecture).
Elemen-elemen pembentuk fasad dapat berbagai macam bagian mulai dari permukaan
dinding, struktur, pengaturan bukaan dan ornamentasi (Ernest Burden, Building Facades).
Fasad yang ingin menunjukkan karakter, fungsi dan makna bangunan dapat diwujudkan
dengan berbagai cara. Mulai dari pemberian bentuk, irama, komposisi, ekspos struktur, hingga
ornamentasi. Disini arsitek mengkombinasikan seluruh atau sebagaian untuk menampilakan
estetika / keindahan bangunan yang dirancangnya. Fasad dapat diolah dengan bermain-main
pada proporsi geometri untuk keselarasan tampilan fasad.
Sir Henry Wooten, humanis abad ke-15 yang mengadaptasi tulisan – tulisan Vitruvius
dalam bukunya, The Elements of Architecture, menulis bahwa sebuah bangunan yang baik
harus memenuhi tiga kondisi sebagai berikut;
1. Komoditas (kondisi lingkungan yang nyaman)
2. Ketegasan (tentang stabilitas dan keamanan)
7
Universitas Indonesia
IV. Pembahasan
8
Universitas Indonesia
Unsur pembentuk ruang terdiri dari lantai, dinding, dan plafon. Pada lantai
digunakan finishing material dari vinyl yang berwarna kayu yang natural dengan
berbagai corak. Namun lantai vinyl memiliki kekurangan dari segi ketahanannya,
mudah mengelupas, mudah menyerap air dan tidak tahan cuaca panas berlebih.
Unsur pembentuk ruang berikutnya ialah dinding. Dalam buku Architecture
Form, Space and Order, elemen vertikal ruang baca ini terbentuk dengan komposisi
bidang – bidang sejajar membentuk suatu volume ruang diantaranya yang berorientasi
terhadap kedua ujung yang terbuka, dimana area yang terbuka ini merupakan garis
sirkulasi pengguna ketika berpindah ke ruang lainnya.
Untuk olahan tampilan fasad pada bangunan Perpustakaan UI, berdasarkan
buku Elements of Architecture, termasuk menggunakan proporsi geometris yang
harmonis. Dimana batu andesit di-zoning terlebih dahulu dan di tiap zoning tersebut
digunakan batu andesit dengan ukuran yang berbeda – beda mulai dari 30 x 60, 60 x
60, 60 x 90 secara acak vertikal keatas sepanjang kulit bangunan sehingga komposisi
terlihat enak dilihat.
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
2. Ruang Buku
Unsur pembentuk ruang terdiri dari lantai, dinding, dan plafon. Pada lantai
digunakan finishing material dari vinyl berukuran 75 x 900. Namun lantai vinyl
memiliki kekurangan dari segi ketahanannya, dia mudah mengelupas, mudah
menyerap air dan tidak tahan cuaca panas berlebih.
Unsur pembentuk ruang berikutnya ialah dinding. Dalam buku Architecture Form,
Space and Order, elemen vertikal ruang baca ini terbentuk dengan komposisi empat
bidang tertutup membentuk batas – batas dari suatu ruang introvert, dimana fungsi
area ini sebagai tempat orang mencari buku dan membaca sehingga diperlukan suatu
privasi dan ruang yang kondusif.
Material dinding perpustakaan UI menggunakan bata ringan. Material fasad yang
berhubungan dengan ruang ini adalah roof garden, beberapa titik di ruang ini terdapat
bocor yang disebabkan oleh kontruksi atapnya yang digunakan untuk menahan roof
garden.
Unsur pembentuk berikutnya, yaitu plafon. Material yang digunakan untuk plafon
yaitu gypsum board fin. Waterbase paint pada plafon dengan tebal 9 mm
menghasilkan finishing yang rapi pada interior ruang.
11
Universitas Indonesia
3. Ruang Diskusi
Unsur pembentuk ruang terdiri dari lantai, dinding, dan plafon. Pada lantai
digunakan finishing material dari vinyl yang berwarna kayu yang natural dengan
berbagai corak. Namun lantai vinyl memiliki kekurangan dari segi ketahanannya, dia
mudah mengelupas, mudah menyerap air dan tidak tahan cuaca panas berlebih.
12
Universitas Indonesia
Unsur pembentuk ruang berikutnya ialah dinding. Dalam buku Architecture Form,
Space and Order, elemen vertikal ruang baca ini terbentuk dengan komposisi empat
bidang tertututp membentuk batas – batas ruang yang tertutup atau introvert.
Komposisi ruang membuat orang lebih nyaman untuk berdiskusi di dalamnya.
Prinsip konstruksi yang digunakan pada dindingnya menggunakan konstruksi
masif yang menggunakan batu andesit sebagai materialnya. Penggunaan material kaca
untuk memasukkan cahaya alami ke dalam bangunan.
Unsur pembentuk berikutnya, yaitu plafon. Material yang digunakan untuk plafon
yaitu gypsum board fin. Waterbase paint pada plafon dengan tebal 9 mm.
Universitas Indonesia
Unsur pembentuk ruang lounge, ada lantai, dinding dan plafon. Dimana pada lantai
di ruang ini menggunakan finishing material keramik homogenious yaitu keramik
yang memiliki struktur dan warna yang sama. Jenis yang digunakan adalah essenza.
Unsur pembentuk ruang berikutnya ialah dinding. Dalam buku Architecture Form,
Space and Order, elemen vertikal lounge terbentuk dengan komposisi bidang – bidang
berbentuk U dimana volume ruang tersebut berorientasi menghadap ujung yang
terbuka. Secara ruang mungkin bisa dikatakan orientasi menghadap ujung yang
terbuka, namun secara personal atau penghuni, bisa jadi orientasi yang terjadi
menghadap sisi kaca dengan view pohon dan situasi luar bangunan.
Untuk olahan tampilan fasad pada bangunan Perpustakaan UI, berdasarkan buku
Elements of Architecture, termasuk menggunakan proporsi geometris yang harmonis.
Dimana batu andesit di-zoning terlebih dahulu dan di tiap zoning tersebut digunakan
batu andesit dengan ukuran yang berbeda – beda mulai dari 30 x 60, 60 x 60, 60 x 90
secara acak vertikal keatas sepanjang kulit bangunan sehingga komposisi terlihat enak
dilihat.
Unsur pembentuk berikutnya, yaitu plafon. Material yang digunakan untuk plafon
yaitu gypsum board fin. Waterbase paint pada plafon dengan tebal 9 mm
menghasilkan finishing yang rapi pada interior ruang.
14
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
berupa skylight, dan dari penyediaan lampu di semua titik plafon. Dilihat melalui tabel
2.2, daylight factor minimum untuk sebuah ruang sebesar 2 %.
Pengudaraan bangunan semuanya disuplai dengan pengudaraan buatan
menggunakan AC. Tidak adanya bukaan membuat angin tidak bisa masuk dalam
bangunan. Cukup sejuk, namun memakan daya listrik yang besar untuk penggunaan
AC nya, sehingga lebih boros. Dilihat melalui tabel 2.4 untuk ruang kerja, besar aliran
udara minimum yang diterima tiap orang sebesar 22,6 m³ per hour per person.
Landscape
Pemandangan keluar gedung yang disediakan oleh gedung ini ialah pohon besar
yang terletak di pusat lengkungan bangunan yang dikelilingi oleh amphitheater.
Landscape memberikan batasan fisik antara ruang dalam perpustakaan berupa ruang –
ruang fungsional dan ruang luar berupa amphitheater. Selain itu pohon tersebut
berfungsi sebagai pelindung dari air, angin dan silau dari luar. Dan tingginya dapat
mencapai lantai 3 bangunan perpustakaan dengan tinggi ± 15 meter. Sehingga warna
hijau dari pohon rindang tersebut dapat menjadi kesejukan tersendiri ketika sudah
lelah menatap laptop atau membaca buku.
V. Kesimpulan
16
Universitas Indonesia
Iklim merupakan faktor utama yang harus diperhatikan perancang jika ingin hasil
rancangannya dapat selaras dengan lingkungan dan bertahan lebih lama. Kita tidak bisa
terpisah dari alam, kita harus menyatu dengannya karena dengan begitulah kita dapat bertahan
lebih lama. Iklim merupakan salah satu faktor yang membedakan orientasi setiap bangunan
pada setiap wilayah yang ada di bumi. Bentuk bangunan satu dengan lainnya berbeda karena
iklim setiap tempat memerlukan perlakuan yang berbeda beda. Ada yang untuk bertahan dari
badai salju, angin, hujan hingga gempa.
Untuk di Indonesia yang beriklim tropis. Maka ada dua hal yang diperhatikan
berkaitan dengan faktor iklim,, yakni; panas dan hujan. Dalam studi kasus didapatkan bahwa
arsitek kurang memanfaatkan dan mengantisipasi akan pengaruh dari aspek iklim tersebut.
Dari keseluruhan fasad bangunan, tidak ada bukaan yang memanfaatkan ventilasi alam dari
luar sehingga daya listrik yang digunakan makin besar. Sedangkan bangunan yang baik ialah
bangunan yang dalam pengoperasiannya ekonomis. Pada ruang apung, material fasad yang
digunakan ialah kaca, tujuannya untuk meng-capture view danau di bagian luar. Namun
karena tidak memperhatikan iklim sekitar yang panas hampir dari jam 7 pagi hingga jam 5
sore, maka kebutuhan akan pendingin ruangan, menjadi lebih besar dan boros.
Daftar Pustaka
DK Ching, Francis. 1943. Architecture. Form, Space and Order. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Osbourn, Derek. 1985. Introduction to Building. Great Britain: Mitchell Publishing Company
Limited.
Latimer, Karen & Hellen Niegaard. 2007. IFLA Library Guidelines: Developments and
Reflections. Munchen: Walter de Gruyter.
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia