Anda di halaman 1dari 8

Salah satu pelayanan sentral di rumah sakit adalah bagian Intensive Care Unit (ICU).

Bagian
pelayanan Intensive Care Unit (ICU) membutuhkan sumber daya tenaga dokter dan perawat
yang terlatih. Perawat Intensive Care Unit (ICU) berbeda dengan perawat bagian lain. Tingkat
pekerjaan dan pengetahuan perawat Intensive Care Unit (ICU) lebih kompleks dibandingkan
dengan perawat bagian lain di rumah sakit, karena bertanggung jawab mempertahankan
homeostasis pasien untuk berjuang melewati kondisi kritis/terminal yang mendekati kematian.
Karakteristik perawat Intensive Care Unit (ICU), yaitu memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilam yang lebih baik daripada perawat lain dalam menangani pasien yang memiliki
kondisi kritis. Oleh :
SRI DIAN NUR ASTUTI 70300108083 2012
Perawat Intensive Care Unit (ICU) memiliki peran yang berbeda dengan perawat yang bekerja di
unit lain. Perawat ICU sebagai salah satu tim kesehatan harus memiliki pengetahuan yang
memadai, mempunyai keterampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen terhadap waktu.
Perawat yang bekerja di ICU harus terlatih yang memiliki sertifikat ICU. 2018
Selly Malisa

pada ruang UGD didapatkan tingkat stres tertinggi hal ini dikarenakan pada departemen
kegawatdaruratan merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan tekanan. Karena pada tempat
ini terjadi interaksi dengan anggota tim interdisipliner lainnya serta situasi yang terkait dengan
lingkungan gawat darurat seperti trauma, kematian, kesedihan, kegembiraan dan ketidakpastian
umum setiap saat.14 Tekanan atau stresor yang paling sering diidentifikasi yaitu dari aspek
lingkungan kerja, termasuk bagaimana beban kerja, terlalu ramai, kejadian traumatis, shift kerja,
konflik antar staf, serta kurangnya kerja timpada ruang UGD didapatkan tingkat stres tertinggi
hal ini dikarenakan pada departemen kegawatdaruratan merupakan suatu lingkungan yang penuh
dengan tekanan. Karena pada tempat ini terjadi interaksi dengan anggota tim interdisipliner
lainnya serta situasi yang terkait dengan lingkungan gawat darurat seperti trauma, kematian,
kesedihan, kegembiraan dan ketidakpastian umum setiap saat.14 Tekanan atau stresor yang
paling sering diidentifikasi yaitu dari aspek lingkungan kerja, termasuk bagaimana beban kerja,
terlalu ramai, kejadian traumatis, shift kerja, konflik antar staf, serta kurangnya kerja tim
Healy, S., Tyrrell, M. Stress in Emergency Departments : Experiences of Nurse and Doctors.
Emergency Nurse. 2011. 19 (4): 31-37.

Berdasarkan penelitian Sharma et al.,pada perawat di berbagai unit di rumah sakit menyebutkan
stres kerja tertinggi berasal dari perawat instalasi gawat 4darurat dan perawat intensive care
unit.12Penelitian di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Pasar Rebo mendapatkan hasil hampir
separuh (45,8%) dari perawat memiliki stres kerja tinggi.13Hasil penelitian lain di Intensive Care
Unit(ICU) RS Makassarmenunjukkan bahwa 56,7% perawat mengalami streskerja
tinggi.14Namun, biarpun sama-sama memiliki stres kerja tinggi, terdapat perbedaan stres kerja
antara perawat IGD dan perawat ICU, sesuai dengan penelitian Widodo di RSUD Surakarta yang
menyatakan terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara perawat intensive care unit(ICU) dan
perawat instalasi gawat darurat (IGD).15 Perawat di ruang IGD dan ICU berbeda dengan
perawat yang lain. Tuntutan untuk memiliki tingkat pengetahuan serta keterampilan yang lebih
baik dari perawat yang lain dalam menangani pasien dan faktor psikologis seperti beban kerja
lebih berat yang dialami perawat IGD dan ICU akan menimbulkan kelelahan kerja yang
berujung pada stres kerja. Stres yang dialami perawat yang bekerja di ruang IGD merupakan
akibat dari tuntutan pekerjaan untuk menangani pasien dalam kondisi gawat maupun pasien yang
tidak mengalami kondisi gawat karena pelayanan awal dilakukan juga di ruang IGD. Dalam
pengambilan keputusan klinis, perawat harus mampu memprioritaskan perawatan pasien atas
dasar pengambilan keputusan yang tepat serta kunjungan pasien yang sangat banyak pada siang
hingga malam hari juga berkontribusi terhadap stres kerja perawat.16Peningkatan kemajuan dari
intensive care unit(ICU) menyebabkan kuatnya stresdilingkungan kerja perawat ICU.17Perawat
yang bekerja di ruang ICU memiliki tanggung jawab yang berat untuk menangani pasien dalam
kondisi kritis sehingga perawat dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan serta pengawasan
terhadap kondisi pasien yang dapat mengakibatkan kelelahan dan berujung terjadinya stres
kerja.16 ICU juga merupakan tempat dimana terdapat usaha perjuangan hidup melawan
kematian. Rosenthal et al., menemukan bahwa isu etika yang berhubungan dengan pasien-pasien
menjelang kematian merupakan stres yang tinggi bagi perawat ICU.17
Setiap unit kerja memiliki stressor masing-masing dan beban kerja berbeda yang sama-sama
dapat menimbulkan stres kerja. Sesuai dengan penelitian Chiang & Chang yang menyatakan
bahwa tiap unit kerja memiliki stres yang berbeda-beda.24Penelitian Setiawan menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan tingkat stres perawat
pelaksanadengan arah hubungan yang positif, yang berarti bahwa semakin berat beban kerja
perawat maka stres kerja perawat juga akan semakin berat.25IGD dan ICU merupakan
departemen kritis yang memiliki karakteristik pasien hampir sama dan dapat menyebabkan stres
kerja. Keduanya dituntut untuk melakukan penanganan yang cepat dan tepat pada kondisi akut.
Perawat IGD dan ICU juga dituntut untuk memonitor pasien terus-menerus karena kondisi
pasien yang tidak stabil, pasien yang tidak sadar dan pasien dengan berbagai macam keluhan.
Dukungan sosial dapat memoderasi pengaruh beban kerja terhadap stres kerja perawat.26
Hubungan interpersonal berhubungan secara signifikan dengan tingkat stres. Hubungan
interpersonal antara atasan dengan bawahan dalam pekerjaan merupakanfaktor penting untuk
mencapai kepuasan kerja. Adanya dukungan dari atasan dalam hal ini kepala ruangan pada tiap
unit kerja diyakini dapat menghambat terjadinya stres kerja pada perawat.27
rutinitas pekerjaan yang monoton tanpa diimbangi dengan waktu libur yang panjang, jumlah
kompensasi yang tidak mencukupi kebutuhan, ketidakpahaman dalam pengoperasian alat, dan
tidak adanya hubungan timbal balik antara perawat dengan pasien membuat para perawat
merasakan kelelahan dan mengalami penurunan motivasi.
Burnout merupakan suatu situasi dimana individu menderita kelelahan kronis, kebosanan dan
menarik diri dari pekerjaan (Davis & Newstroom, dalam Rulin; 2004). Lebih lanjut, Rulin (2004)
menjelaskan, pada perawat, penarikan diri secara psikologis ditandai dengan tingkah laku seperti
menurunnya sikap positif terhadap pasien yang ditangani, mudah tersinggung, dan menghindar
dari pasien. Menurut Maslach (Mareike, 2005) dalam keadaan burnout, perawat tidak dapat
bekerja dengan baik dan hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas pelayanannya. Dampak bagi
pasien sebagai penerima pelayanan ialah menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan dan
meningkatnya perilaku negatif terhadap penerima pelayanan. Menurut Musanif (dalam
Khotimah, 2010), perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas di Padang dilaporkan bersikap
judes dan membentak-bentak pasien dan keluarganya. Perawat rumah sakit umum Mataram juga
dilaporkan telah bersikap tidak menyenangkan. Pasien bangsal kelas tiga yang kebanyakan
dihuni pasien dari program jaringan pengaman sosial (JPS) yang mendapat pembebasan biaya
perawatan, merasa sering tidak dipedulikan dan mendapat perlakuan sinis oleh perawat (Ntb,
2007).
Cherniss (Prawasti, 1991) mengemukakan bahwa faktor yang cukup mempengaruhi terjadinya
burnout pada individu adalah karakteristik pribadi. Setiap individu memiliki Karakteristik yang
unik dan berbeda antara satu dengan lainnya, faktor kunci terjadinya burnout pada individu
adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi ini mempengaruhi level stres dan bentuk coping
yang dipilih individu dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Seseorang dengan motivasi
berprestasi tinggi akan memiliki daya tahan yang tinggi pula terhadap masalah yang datang.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki motivasi berprestasi rendah, cenderung mudah menyerah
dalam menghadapi masalah.
Dengan rutinitas pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan jam kerja yang
cukup panjang, seorang perawat yang memiliki self efficacy tinggi tidak akan mudah mengalami
stres. Mereka memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi bahwa ia mampu untuk
menyelesaikan tugas tersulit sekalipun. Mereka juga percaya bahwa mereka mampu untuk
mengontrol ancaman maupun stressor yang datang baik dari dalam diri maupun dari lingkungan,
sehingga mereka
Novita Dian Iva Prestiana dan Dewanti Purbandini 2012
Perawat merupakan salah satu profesi yang memiliki tingkat stres kerja tinggi, ditambah dengan
kelelahan emosional akibat dari kompleksnya pekerjaan yang harus dilakukan sebagai sebuah
tuntutan dan rutinitas, sehingga menyebabkan perawat lebih rentan terhadap stres kerja. Hal ini
diperkuat oleh penelitian Ammouri dan Hamaideh (2011) di Yordania, bahwa perawat
menghadapi berbagai jenis sumber stres seperti beban kerja, lingkungan yang tidak memadai dan
mereka juga harus berhadapan dengan masalah kematian dan keadaan sekarat. perawat
mengalami tingkat stres yang berbeda, beberapa penelitian telah menunjukkan salah satunya
adalah perawat bekerja di kamar operasi, unit perawatan intensif, ruang gawat darurat dan unit
psikiatri, dimana perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah mengalami tingkat stres yang
lebih tinggi.
Perawat juga selalu dihadapkan dengan hal-hal yang monoton dan rutin, ruangan kerja yang
sesak dan sumpek, dalam menangani peralatan di ruang IGD, operasi dan lain sebagainya.
Perawat di tuntut untuk selalu berhati-hati, waspada dan harus bertindak cepat dalam melayani
keluhan pasien. Selain itu, dalam hubungannya dengan pekerjaan seseorang perawat, semakin
banyak jumlah pasien yang dirawat dan semakin beragamnya penyakit serta tingkat kebutuhan
yang tinggi dari pasien akan membuat perawat menjadi rentan terkena stres. Jika perawat tidak
mampu memanajemen pekerjaannya, hal ini dapat memicu terjadinya stres kerja. INTAN PURI
2018
Sumber Stres Kerja Rice (1999) mengemukakan beberapa sumber yang dapat mengakibatkan
stres kerja, antara lain : 2.1.3.1 Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat
mengakibatkan stres kerja terutama saat pekerja menghadapi kemungkinan terluka. Pekerja yang
berada pada pekerjaan yang darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan tentara memiliki
kemungkinan mengalami stres kerja. Koping yang sukses pada pekerja tersebut tergantung dari
perasaan mampu pekerja atau keahlian pekerja untuk mengatasi keadaan yang gawat atau
darurat.2.1.3.2 Shift work adalah salah satu sumber stres kerja. shift work dapat mengakibatkan
terganggunya pola tidur, ritme neurophysiological, metabolisme tubuh dan efisiensi mental.
Reaksi tersebut terjadi karena terganggungnya circadianryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh.
2.1.3.3Ambiguitas peran (role ambiguity). Ambiguitas peran adalah sumber dari stres kerja yang
banyak terjadi terutama dalam struktur organisasi yang besar. Ini terjadi karena peran
menunjukkan ekspektasi sosial yang akan ditunjukkan individu pada perilakunya saat individu
tersebut menduduki posisi yang jelas. Ambiguitas peran terjadi saat seseorang tidak tahu apa
yang diharapkan manajemen untuk dilakukan. Efek dari ambiguitas peran ini meliputi rendahnya
performansi kerja, tingginya kecemasan, dan adanya motivasi untuk meninggalkan perusahaan
(Moch et al dalam Rice, 1999). 2.1.3.4Interpersonal stress. Rendahnya hubungan interpersonal
individu dapat mengakibatkan stres kerja. Hubungan interpersonal dibutuhkan oleh pekerja.
Jaringan sosial meliputi dukungan dari pekerja lain, manajemen, keluarga dan teman dapat
menurunkan ketegangan (Fissher dalam Rice, 1999). Gambaran tingkat..., Anggara Martina,
FIK UI, 2012
10Universitas Indonesia2.1.3.5Perkembangan karir. Stres kerja dapat diakibatkan oleh
ketidaktersediaannya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana penelitian mengenai stres kerja
mengatakan bahwa seseorang membawa harapan spesifik terhadap pekerjaannya, harapan
mengenai hal-hal yang berlalu begitu cepat, atau terus menerus dan berharap akan adanya
kemajuan. Empat fakor yang sangat dekat dengan stres kerja dalam pengembangan karir adalah
tidak adanya kesempatan mendapat promosi, promosi yang berlebihan (over promotion),
pengamanan terhadap pekerjaan, dan ambisi yang bersifat frustrasi. 2.1.3.6Struktur organisasi.
Struktur organisasi dapat mengakibatkan stres kerja, pekerja biasanya mengalami permasalahan
dengan stuktur yang tidak jelas, ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan
supervisi dalam manajemen. 2.1.3.7Hubungan antara keadaan rumah dan pekerjaan, masalah
pribadi pekerja dirumah dapat mengakibatkan stres kerja di lingkungan tempatnya bekerja.
2.1.3.8Kebosanan dan situasi yang monoton, situasi yang membosankan dan monoton dapat
mengakibatkan stres kerja. Tiga hal yang menjadi diskusi berhubungan dengan stres kerja adalah
pekerja menerima pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang membosankan, monoton dan
dilakukan berulang-ulang. 2.1.3.9Technostress. Teknologi dapat menjadi sumber stres bagi
pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan mereka atau organisasinya untuk
beradaptasi dengan teknologi yang baru. Berdasarkan dari beberapa definisi dari sumber maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa sumber stres dapat berasal dari dalam diri individu dan
berasal dari luar individu
Penelitian yang dilakukan The National Institute Occupational Safety and Health (NIOSH)
menunjukkan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan rumah sakit atau kesehatan
memiliki kecenderungan tinggi untuk terkena stres kerja atau depresi (Rahman 2010), sedangkan
American National Association for Occupational Health (ANAOH) menempatkan kejadian stres
kerja pada perawat berada diurutan paling atas pada empat puluh pertama kasus stres kerja pada
pekerja. Hal ini bisa disebabkan oleh tugas-tugas perawat yang sering monoton dan kondisi
ruangan yang sempit, biasa dirasakan oleh perawat yang bertugas di bagian bangsal. Tuntutan
untuk bertindak cepat dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang
gawat darurat atau bagian kecelakaan (Rahman, 2010).
Selain itu perawat juga harus mengerjakan banyak pekerjaan di rumah sakit dengan jam kerja
yang padat sehingga ada sebagian perawat yang mengalami stres melihat pekerjaan yang sangat
banyak tersebut, dimulai dari pelayanan mereka terhadap pasien sampai tanggung jawab mereka
menyangkut keselamatan pasien. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perawat harus
memperhatikan pasien berdasarkan kebutuhan dari pasien, dan perawat juga harus memberikan
pelayanan yang bagus kepada pasien, keluarga pasien dan lainnya. Dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari seorang perawat akan lebih mudah mengalami stres apabila kurang mampu
mengadaptasikan keinginan dan kenyamanan. Hal ini disebabkan karena perawat sering
dihadapkan pada suatu usaha penyelamatan yang sangat besar terhadap nyawa seseorang.
Perawat juga selalu dihadapkan dengan hal-hal yang monoton dan rutin, ruangan kerja yang
sesak dan sumpek, dalam menangani peralatan di ruang IGD, operasi dan lain sebagainya.
Perawat di tuntut untuk selalu berhati-hati, waspada dan harus bertindak cepat dalam melayani
keluhan pasien. Selain itu, dalam hubungannya dengan pekerjaan seseorang perawat, semakin
banyak jumlah pasien yang dirawat dan semakin beragamnya penyakit serta tingkat kebutuhan
yang tinggi dari pasien akan membuat perawat menjadi rentan terkena stres. Jika perawat tidak
mampu memanajemen pekerjaannya, hal ini dapat memicu terjadinya stres kerja.
Rutinitas kerja berat sebesar 63.3% dan sebesar 88,2% mengalami stress kerja berat. Faktor
penyebab perawat mengalami stres di Ruangan ICU diantaranya disebabkan oleh adanya
kejenuhan. Sebab kejenuhan antara lain pekerjaan rutin yang diulang-ulang dan setiap langkah
harus ditulis yang dipersepsikan sebagai pekerjaan yang monoton dan membosankan.( Hudak, C.
M. et al., 2010)

Anda mungkin juga menyukai