PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa pemerintahan Abbasiyah merupakan masa keemasan Islam, atau yang sering
kali disebut the golden age. Pada masa itu, umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan,
baik dalam bidang ekonomi, peradaban maupun kekuasaan. Selain itu, berkembang pula
berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab.1
1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya masa pemerintahan Abbasiyah tahun 132
H (750 M) sampai meninggalnya Khalifah Al-Wasiq pada tahun 232 H (847 M).
2. Masa Abbasiyah II, yakni sejak Khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M)
sampai masa pemerintahan Buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3. Masa Abbasiyah III, yaitu sejak berdirinya pemerintahan Buwaihiyah pada tahun 334
H (946 M) hingga masuknya kaum Saljuk ke Baghdad pada tahun 447 H (1055 M).
4. Masa Abbasiyah IV, yakni sejak masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad pada
tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol dibwah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).
1
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2015), h.270
2
Ibid., h.272
1
2
Pada masa pertama dinasti Abbasiyah mampu mengatasi berbagai gerakan politik
internal dan eksternal yang merongrong pemerintahan dan gerakan-gerakan massa yang
mengganggu stabilitas yang muncul dimana-mana. Namun dalam perjalanan selanjutnya
pencapaian kemajuan perdaban dan kebudayaan masa Abbasiyah pertama ini membawa
para penguasa Abbasiyah, hartawan dan anak-anak pejabat untuk hidup mewah. Keadaan
ini ditambah lagi dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya yang menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada
tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah al-Mu’tashim untuk
mengambil kendali pemerintah. Usaha mereka berhasil sehingga kekuasaan
sesungguhnya berada ditangan mereka. Kekuasaan Khalifah yang mulai memudar
merupakan awal dari dinasti ini. Dan merupakan prestasi sejarah tersendiri bahwa
walaupun kekuasaan khalifah telah pudar namun dinasti ini masih dapat bertahan lebih
dari empat ratus tahun.
Pada tahun 656 H kaum tartar menyerbu masuk ke dalam Islam, membunuh
Khalifahnya beserta kaum keluarganya, dan mengumumkan tamatnya pemerintahan
Abbasiyah. Begitulah selanjutnya zaman pemerintahan Abbasiyah dengan para
khalifahnya tidak mempunyai kekuasaanpun, karena kekuasaan yang sebenarnya berada
ditangan kaum Turki, kaum Bani Buwaihi dan kaum saljuq.3
Disamping itu, pada tahun 909 M didirikan sebuah dinasti di daerah Tunisia oleh
Syi’ah Ismailiyah, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat
di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah.4
3
A. Syalabi, Sejarah &Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h. 252
4
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj.R. Cecep Lukman( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h.
787
3
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan Dinasti Fatimiyah?
2. Bagaimana perkembangan dan prestasi Dinasti Buwaih, Dinasti Saljuq dan Dinasti
Fatimiyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan Dinasti
Fatimiyah
2. Untuk mengetahui perkembangan dan prestasi Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan
Dinasti Fatimiyah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dinasti Buwaihi
Dinasti Buwaihi dirujuk kepada turunan Abu Syuja’ Buwaihi dari daerah Dailam. 5
Negeri Dailam atau Negeri Jilan terletak di barat-daya Laut Kaspia, negeri ini tunduk di
bawah pemerintahan Islam sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab. 6
Dinasti ini berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang pencari
ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Supaya bisa keluar
dari tekanan kemiskinan, ketiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang saat itu
diyakini mendatangkan banyak rezeki. Pada mulanya, mereka bergabung dengan
pasukan makan bin Kalli, salah seorang panglima perang Abbasiyah dari Dailam.
Setelah pamor Makan bin Kali memudar, mereka pun bergabung dengan seorang
panglima, yaitu Mardawij bin Zayyar al-Dailaniy. Berkat prestasi mereka, Mardawij
mengangkat Ali sebagai Gubernur Al-Karaj, sedang kedua saudaranya diberi kedudukan
penting lainnya.7
Akan tetapi Mardawij merasa gelisah dan bimbang kerajaannya akan terancam.
Tetapi persaingan diantara Bani Buwaihi dan Mardawij tidak berkepanjangan. Mardawij
telah diserang dan dibunuh oleh sekolompok laskar-laskarnya dari keturunan Turki pada
Tahun 323 H (944 M).
Sesudah itu terbukalah dengan luas pintu kemenangan bagi Bani Buwaihi. Hasan
telah berhasil menaklukkan Raiyi, Hamadan dan negri Parsi seluruhnya pada tahun itu
juga. Ahmad telah berhasil menaklukkan Karman. Sementara Ali telah menyerang dan
menaklukkan Ahwaz, kemudian Wasit. Dengan itu kekuasaan Bani Buwaihi telah
meliputi satu kawasan besar milik pemerintahan Abbasiyah. 8
Buwaihiyyah adalah yang paling kuat dan luas wilayahnya di antara dinasti-
dinasti yang muncul dalam sejarah Iran, yaitu abad kesebelas, sebelum datangnya
Saljuk.9 Seperti kebanyakan orang-orang Daylam, Buwaihiyyah adalah penganut Syi;ah
Itsna ‘Asyariyyah yang moderat. Peringatan-peringatan tradisional Syiah dibawa
kedalam wilayah-wilayah mereka dan selama masa mereka, terjadilah sistematisasi dan
intelektualisasi teologi Syiah yang sebelumnya kandungannya agak samar dan
5
Rizem Aizid, h.403
6
A. Syalabi, h. 269
7
Rizem Aizid, h.404
8
A. Syalabi, h. 272
9
C. E. Bosworth, The Islamic Dynasties, terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), h. 122
5
emosional.10 Perayaan Syiah mulai diadakan, terutama upacara kematian Husein Bin Ali
Bin Thalib, cucu Rsulullah SAW yang dibunuh oleh Khalifah Umayyah di Padang
Karbala setiap tanggal 10 Muharram. 11
Sebuah fase yang bahkan lebih gelap dalam sejarah kekhalifahan dimulai pada
Desember 945 M, ketika khalifah al-Mustakfi (944-946 M) di Baghdad menerima
Ahmad ibn Buwaih yang termasyhur dan mengangkatnya sebagai amir al umara dengan
gelar kehormatan Mu’izz al Dawlah (orang yang memberi kemuliaan pada negara).12
Pada masa pemerintahan Bani Buwaihi ini, para khalifah Abbasiyah benar-benar
tinggal namanya saja.13 Khalifah hanyalah boneka ditangan Dinasti Buwaihi, orang-
orang Buwaihi yang menganut paham Syiah terkesan kurang menghormati khalifah
Abbasiyah yang berpaham Sunni.14Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di
tangan amir-amir Bani Buwaihi. Keadaan khalifah lebih buruk daripada masa
sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah sementara
Bani Abbasiyah adalah sunni. Selama masa kekuasaan Bani Buwaih sering terjadi
kerusuhan antara kelompok ahlus sunnah dan syiah, pemberontakan tentara dan
sebagainya.
Rezim Buwaihiyyah, yang menguasai Iran, Iraq dan Mesopotamia, memprakarsai
sebuah model Rezim baru yang menguasai Timur Tengah sejak abad kesepuluh sampai
abad kesebelas.15 Buwaihiyyah mendudukkan khalifah dalam gelar kepala negara-negara
semata, mengorganisir mereka sebagai pimpinan bagi seluruh muslim sunni, mengakui
hak mereka untuk membuat keputusan dalam urusan keagamaan, dan mengakui sebuah
ide bahwasannya hak mereka untuk memerintah bergantung pada keabsahan
kekhalifahan.
Pada praktiknya rezim Buwaihiyyah ini didasarkan pada sebuah koalisi keluarga
yang mana masing-masing dari mitra yang ditaklukkan diberi sebuah propinsi di Iraq
dan Iran sebagai mitranya. Pasukan militer, yang sebagian terdiri dari infantri
Daylamiyah dan sebagian terdiri dari pasukan kavaleri budak Turki, sebagaimana
10
Ibid., h. 123
11
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Taufik Abdullah dkk, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), Jilid 2, h. 85
12
Philip K. Hitti, h. 597
13
Rizem Aizid, h.404
14
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam., h. 85
15
Ira M. Lapidus, A Historyof Islamic Societies, Penj. Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 213
6
pasukan militer khalifah masa belakangan, diorganisir menjadi sejumlah rezim yang
lebih setia terhadap pimpinan mereka atas kekayaan dan kekuasaan daripada setia
terhadap negara. Rezim ini saling bermusuhan datu dengan lainnyadan mendatangkan
banyak konflik antar sultan-sultan Buwaihiyyah. Konflik tersebut selanjutnya
mengurangi kekuatan pemerintahan pusat lantaran rezim Buwaihiyyah memberikan hak
kepada pasukan militer untuk memungut pajak dari sejumlah wilayah tertentu sebagai
ganti gaji mereka.16
Pada masa Bani Buwaihi, para Khalifah tidak mempunyai wazir, melainkan Katib
(sekertaris) yang mengurusi harta miliknya. Sementara itu, pada masa Dinasti Buwaihi,
wazir dimiliki oleh amir al umara. Maka, bani Buwaihi telah melantik wazir-wazir yang
turut serta mengemban beban pemerintahan. Dan, diantara wazir- wazir tersebut yang
termasyhur adalah:17
2. Dinasti Saljuq
16
Ibid.
17
Rizem Aizid, h.405
7
pindah ke dataran tinggi Dihistan, sebelah utara sungai Atrak (Iran), dan yang lain
mengambil alih pemukiman yang ada di muara sungai Syr Darya (Kazakhstan).18
Pada masa Abbasiyah ke-IV dinasti Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuq.
Kedatangan kaum turki saljuq mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah
Islam dan kekhalifahan.
Bangsa Turki Saljuq merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku
Ghuzz. Dinasti Turki Saljuq dinisbatkan kepada nenek moyangnya yang bernama Saljuq
ibn Dukak (Tukak). Ia adalah salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di kinik,
dan akhirnya menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. 19
Kaum saljuq itu bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah, dan
mereka telah memeluk agama Islam serta sangat fanatik dengan mazhab Ahlus Sunnah
yang tersebar luas di kawasan itu.20
Pada masa kejayaan dinasti Saljuq, kesultanan Saljuq dibagi menjadi lima Emirat
(kesultanan kecil), dan kesultanan besar (Saljuq Agung). Mereka adalah para keluarga
Saljuq yang mempunyai tali darah (keturunan), diantaranya:22
22
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia IslamI”,
Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 391
23
Rizem Aizid, h.377
9
sebagai keturunan Fatimah terbagi menjadi dua kelompok. Setidaknya ada delapan garis
silsilah berbeda yang dikemukakan baik oleh para pendukungnya maupun musuh-
musuhnya. Bahkan, sebagian orang yang memusuhinya melangkah lebih jauh dengan
mengatakan bahwa ia adalah anak seorang Yahudi.24
24
Philip K. Hitti, h. 788
25
Ira M. Lapidus,. h. 533
26
Philip K. Hitti, h. 787
10
Dari sejak berdirinya, Dinasti Buwaihi sudah banyak memberikan kontribusi yang
cukup besar dalam perkembangan agama islam khususnya didaerah baghdad dan siraz.
Dalam perkembangannya, kota Baghdad sebagai ibu kota islam khususnya dari segi
politik dan agama, telah mengalami kehilangan kepentingannya dalam segi politik dan
agama, hal ini terbukti dengan berpindahnya pusat kebudayaan islam ketika itu di daerah
Siraz28 yaitu tempat bermukimnya Ali bin Buwaihi yang bergelar Imad al Daulah. Hal ini
dikarenakan perselisihan beberapa pandangan politik dan agama antara khalifah khalifah
dari Dinasti Buwaihi.
negara yang besarnya seperti Imperium Dan inilah yang menjadi mata tombak pesatnya
perkembangan peradaban dan kebudayaan islam pada saat itu, hal ini bisa dibuktikan
ketika masa runtuhnya Dinasti ini, banyak dinasti dinasti yang memecahkan diri atau
merdeka dari kekuasaan Abbasiyah, sehingga muncullah banyak dinasti dinasti yang
menjadi calon bakal dinasti besar setelah runtuhnya Dinasti Buwaihi ini. Seperti kerajaan
Imran bin Syahin di Batinah, kerajaan Najahiyah Yaman, Kerajaan Uqailiyah di Mausil,
kerajaan Kurd di Diar Bakr, kerajaan Mirdasiyah di Aleppo, kerajaan Samaniyah di
seberang sungai dan Khurasan serta kerajaan Saktikiyah di Ghaznah.
Pada tahun 993 Sabur bin Ardasyir mendirikan sebuah akademi di baghdad,
lengkap dengan perpustakaan yang menyimpan 10.000 buku lebih, yang pernah
digunakan oleh penyair Suriah al Ma’arri ketika masih belajar di kota itu. Dan pada
waktu ini pula terdapat salah satu gerakan islam terbesar ketika itu, yaitu Ikhwanus
Shafa,30 dimana gerakan dan perkembangannya membuat beberapa pembaharuan dalam
bidang pemikiran dan pendidikan, sehingga banyak perubahan dalam perkembangan
politik, agama dan pendidikan yang bersumber dari pemikiran ikhwanus Shafa.
Perkembangan selanjutnya adalah banyak bagian dari kota Baghdad yang di yang
diperindah, memperbaiki kanal kanal yang sudah rusak, dan dibeberapa kota lain
mendirikan masjid, rumah sakitdan gedung gedung publik, dan salah satu bangunan yang
terpenting adalah rumah sakit terkenal di Baghdad yaitu al Bimaristan al Adudi 31, yang
dirampungkan pembangunannya pada tahun 978 -979 dengan biaya sebesar 100.000
dinar. Rumah sakit itu memiliki 24 dokter yang juga berfungsi sebagai pengajar ilmu
kedokteran, dan dalam menciptakan perdamaian antara umat beragama, dibangun pula
beberapa gereja dan biara.
29
C. E. Bosworth, h. 123
30
Philip K. Hitti, h. 601
31
Ibid., h. 600
12
2. Dinasti Saljuq
a. Perkembangan dan prestasi Dinasti Saljuq
Dinasti Saljuq menjadi suatu negara yang tertata secara hirarkis berpolakan Perso-
Islami, dengan sultannya didikung oleh suatu birokrasi Persia dan suatu tentara
multinasional yang diatur oleh panglima-panglima budak Turki, dan inti militer ini
dilengkapi dengan pasukankesukuan yang berada dibawah pemimpin Turkmen. Pada
masa pemerintahan Alp Arslan dan putranya Malik Syah, yang keduanya banyak
Muhammad Alim Ihsan, ”Perkembangan Dakwah Dibidang Politik Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti
32
Ghaznawi, Buwaihi dan SaljukI”, Al-Mishbah, Vol.9 No. 2, Juli-Desembr 2013, h.303
13
bergantung pada menteri mereka yang amat piawai, yaitu seorang persia yang bernama
Nizham al Mulk, dinasti Saljuq Raya mencapai puncak tertingginya.33
Periode kekuasan Thughril (1037-1063), keponakan sekaligus penerusnya Alp
Arslan (1063-1072), dan periode putra terakhirnya, Maliksyah (1072-1092), mewakili
periode-periode paling cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuq atas dunia Islam di
34
Timur. Karena angkatan bersenjata kelompok suku-suku Turki yang masih segar
semakin bertambah pesat, Saljuq memperluas wilayah Asia Barat, sekali lagi
dipersatukan dalam satu kerajaan Muslim dan kemasyhuran tentara muslim yang telah
sirna itu kini bangkit kembali.
Pada tahun kedua pemerintahannya, Alp Arslan (singa pahlawan) merebut Ani,
ibukota Armenia Kristen, lalu menduduki sebuah provinsi Bizantium. Segera setelah itu
dia mengobarkan kembali peperangan melawan Bizantium, sang musuh abadi. Tahun
1071 Alp memenangkan pertempuran genting di Manzikart (Malazkird, Malasjird),
sebelah utara Danau Van di Armenia, dan berhasil menawan Kaisar Romanus Diogenes.
Di bawah pemerintahan Maliksyah, wilayah kekuasaanya terbentang luas dari
Kasygar, sebuah kota kecil di wilayah paling ujung Turki hingga Yerussalem, dan dari
Konstatinopel hingga laut Kaspia. Maliksyah bukan hanya seorang penguasa atas suatu
imperium yang sangat luas. Ia juga membangun beberapa ruas jalan dan sejumlah
masjid, memperbaiki dinding-dinding kota, menggali kanal-kanal dan menghabiskan
banyak dana untuk mengamankan para kafilah yang menempuh rute ibadah haji ke
Mekkah.
Pada umumnya kaum Saljuq amat menyenangi hasil-hasil seni yang indah dan
memeliharanya dengan baik. Sultan-sultan memberi perlindungan kepada hasil-hasil seni
itu dan memberikan galakan kepada anggota-anggotanya. Bangunan-bangunan Saljuq di
Asfahan merupakan bukti minat mereka terhadap bidang bangunan. Mereka telah
mendirikan tiang-tiang yang tinggi untuk membuat bangunan-bangunan yang besar.
Diriwayatkan bahwa Alp Arslan ketika memerintahkan membuat suatu bangunan yang
paling tinggi, yang paling mulia, dan paling indah. Barthold35 menyebutkan bahwa masa
pemerintahan Alp berkeistimewaan dengan kemajuan pesat di bidang seni bangunan. Dia
33
C. E. Bosworth, h. 122
34
Philip K. Hitti, h. 431
35
Barthold, “Turkestan Down to the Mongol Invasion”, h. 319 yang dikutip A. Syalabi, h. 289
14
telah membangun kembali Bukhara dan tembok Madinah, dan telah membangun
Samarkand sebuah masjid yang Indah dan dua Mahligai yang besar, yang kemudian
salah sebuah darinya telah dijadikan sekolah. Begitu juga dia telah meperbanyak
bangunan masjid-masjid dan menara-menara di kota-kota dan desa-desa.
Tangan terampil yang menjalankan Administrasi pemerintahan Alp Arslan dan
Maliksyah adalah seorang wazir Persia yang termasyhur, Nizham al-Mulk (pengatur
kerajaan), salah satu figur penting dalam sejarah politik Islam. 36 Nizham al Mulk sendiri
adalah orang yang terpelajar dan berbudaya. Dari sejumlah karyanya, kita mempunyai
salah satu risalah muslim yang paling mengagumkan tentang seni pemerintahan,
Siyasah namah.
Kemajuan yang dicapai bani saljuq terutama pada masa Sultan Malik Syah yang
paling menonjol disamping wilayahnya luas juga bidang ilmu pengetahuan dan agama.
Pada masa ini bertebaranlah para ulama, ahli kalam, politik, astronomi, filsafat, tafsir,
dan tasawuf. Berbagai perguruan tinggi didirikan37. Pada waktu yang sama Sultan Malik
Syah melalui wazir besar Nizham al Mulk mendirikan tak kurang dari enam universitas
sekaligus. Perguruan tinggi itu dimaksudkan untuk menandingi kebesaran Universitas
Al-Azhar yang bermazhab Syiah. Adapun enam Universitas itu adalah Universitas
Nizamiyah baik yang ada di Nishapur, Baghdad dan kota besar lainnya di wilayah
Saljuqiyah. Tokoh filsafat terkemuka, Imam Ghazali merupakan salah seorang pengajar
di Madrasah ini.38
Para pakar berbagai ilmu pengetahuan berkumpul di istana Malik Syah. Umar
Khayyam merupakan seorang yang terpandang diantara mereka. Pada tahun 486 H/ 1075
M, Malik Syah menyelenggarakan sebuah konferensi yang menghadirkan pakar-pakar
bidang astronomi. Konferensi itu memberi kepada Nizam al Mulk untuk memperbaharui
kalender persi hasil observasi mutakhir yang lebih terpercaya. Hasilnya adalah sebuah
sistem diberi nama kalender jalali. Para ilmuwan muslim yang lahir pada masa ini antara
lain: al-Zamahsyari, sebagai pakar tafsir dan teologi, al Qusyairi sebagai ilmuwan tafsir,
36
Ibid., h.607
37
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia IslamI”,
Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 392
38
Muhammad Alim Ihsan, ”Perkembangan Dakwah Dibidang Politik Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti
Ghaznawi, Buwaihi dan SaljukI”, Al-Mishbah, Vol.9 No. 2, Juli-Desembr 2013, h.303
15
Abu Hamid Al-Ghazali dalam bidang teologi dan filsafat, Farid al-Addin al-Athar dan
Umar Khayyam dalam bidang sastra.
39
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia
IslamI”, Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 394-396
16
Kelompok isma’illiyat ini merupakan cabang aliran Syiah yang dipimpin oleh
Hasan Ashabah. Mereka amat erat hubungannya dengan kelompok Syiah di
Mesir (Fatimiyah). Oleh lawan politiknya, mereka disebut kaum Hasyasyin
(para penghisap ganja). Pembunuhan yang dilakukan para Hasyasyin sangat
mengetarkan para penguasa pada waktu itu. Termasuk kaum Salib.
2) Serangan kaum Salib
Kedatangan kaum Salib pertama kali antara tahun 1097/1098 M. Di daerah
Syiria, Antiokia, Al Qania, Asia Kecil. Kedatangan mereka betul-betul
memporak porandakan Emirat kaum Salju. Apalagi dengan berdirinya
Kingdom of Jerussalem. Pada tahun 1099 M mereka merampas daerah
kekuaaan kaum Saljuq. Disamping dari kaum Salib juga bangkitnya kerajaan
kecil yang berusaha melepaskan diri dari tangan Saljuq.
3. Dinasti Fatimiyah
a. Perkembangan dan Prestasi Dinasti Fatimiyah.
Berdirinya Dinasti Fatimiyah dilatarbelakangi oleh melemahnya Dinasti
Abbasiyah. Ubaidillah Al Mahdi mendirikan Dinasti Fatimiyah yang lepas dari
kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Al Aziz40. Kebudayaan Islam berkembang pesat pada masa Dinasti
Fatimiyah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar.
Sistem organisasi kekhalifahan bani Fatimiyah umumnya masih mengikuti sistem
administrasi persia kuno. Pasukan militer terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu:41
1) Para amir, yang terdiri atas perwira tertinggi dan para pengawal khalifah
2) Para perwira istana yang terdiri atas para ahli (ustaz) dan para kasim
3) Komando-komando resimen yang masing-masing menyandang nama berbeda,
seperti; Hafiziyah, Juyusyiyah, Suduniyah, atau yang dinamai dengan nama
khalifah, wazir atau suku.
Dikatakan bahwa administrasi internal kerajaan dibentuk oleh Ya’qub ibn Killis,
seorang wazir pada kekhalifahan al-Mu’izz dan al-‘Aziz. Ia adalah seorang yahudi
40
Samsul Munir Amin, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 254.
41
Philip K. Hitti, h. 800
17
dari Baghdad yang masuk Islam. Ia memulai karir politiknya di istana Kafur, dan
berkat kecakapannya dalam bidang administrasi berhasil meletakkan dasar-dasar
ekonomu sehingga negeri itu mencapai kemakmurab di sepanjang lembah sungai Nil
pada awal periode Fatimiyah.
Salah satu fondasi terpenting yang dibangun pada masa Fatimiyah adalah
pembangunan Dar al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dar al-‘Ilm (rumah ilmu)
yang didirikan oleh al Hakim pada tahun 1005 M sebagai pusat pembelajaran dan
penyebaran ajaran Syiah ekstrim.42
Bangunan tua yang masih bertahan hingga kini adalah masjid Al-Azhar yang
didirikan oleh Jauhar as-Siqili44. Meskipun sudah pernah dipugar, keaslian bagian
tengahnya yang merupakan pusat bangunan ini tetap dipertahankan, dan secara
umum berbeda jauh dengan gaya persia. Nama masjid al-Azhar merupakan nama
yang dinisbatkan kepada putri Nabi Muhammad Saw, Fatimah Az-Zahra.
Sebelumnya nama masjid tersebut adalah al-Qahirah yang berarti sama dengan nama
kota yaitu Cairo.
Al azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi saat itu, telah banyak melahirkan
ulama yang tidak diragukan lagi dari aspek keilmuannya, dan telah banyak
menyumbangkan khasanah ilmu pengetahuan terutama ke-Islaman baik dari
Mesir maupun uulamayang berasal dari daerah lainnya. Diantara mereka ialah
Izauddin Abdis Salam, Imam Subki, Jalaluddin As Suyuthi, Al-Hafiz Ibnu Hajar
al Asqalani, dan lain-lain.
46
Ibid., h. 107
19
47
Philip K. Hitti, h. 792
20
menyerang Aleppo dan berhasil merebut Homz dan Syaizar dari tangan penguasa
Arab.
Sejak masa kekuasaan al Mustanhir kekacauan terjadi dimana-mana. Kericuhan
dan pertikaian terjadi diantara orang-orang Turki, suku berber dan pasukan Sudan.
Kekuasaan negara lumpuh. Kelaparan yang terjadi selama tujuh tahun telah
melumpuhkan perekonomian negara.48
Tahun tahun terakhir kekuasaan Fatimiyyah ditandai dengan munculnya
perseteruan terus menerus antara para wazir yang di dukung oleh kelompok
tentaranya masing-masing. Ketika al Mustanshir mati, al Malik al Afdhal
menempatkan anak khalifah paling muda sebagai khalifah dengan julukan al
Musta’li dengan harapan bahwa ia akan memerintah dibawah pengaruhnya. Setelah
al Musta’li, anaknya yang berumur lima tahun, dinyatakan sebagai khalifah oleh al
Afdhal dan memberinya gelar kehormatan Al Amir. Ketika al afizh meninggal,
kekuasaan benar-benar hanya sebatas istana kekhalifahan. Di istana Fatimiyyah,
menunjukkan bahwa tidak ada istana yang bersih dari tipu daya, permusuhan dan
kecemburuan.49
Pembunuhan khalifah al Zhafir merupakan suatu persekongkolan yang
menorehkan satu bagian gelap dalam sejarah mesir. Hari kedua setelah meninggalnya
khlaifah sang wzir mengumumkan anak al Zhafir yang berusia empat tahun yakni al
Faiz sebagai khalifah. Khalifah kecil ini meninggal pada usia sebelas tahun, dan
digantikan oleh oleh sepupunya al Adhid yang berumur sembilan tahun. Ia menjadi
khlifah keempat belas dan yang terakhir dalam garis dinasti Fatimiyah yang berkuasa
selama lebih dari dua abad setengah. Kehidupan masyarakat yang sulit, yang
menjadikan aliran sungai Nil sebagai sumber penghidupan mereka, semakin parah
oleh bencana kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi. Akibatnya adalah
pajak yang tinggi dan dan pemerasan yang umum terjadi untuk memuaskan
kebutuhan khalifah dan angkatan bersenjatanya yang rakus. Keadaan semakin parah
dan rumit dengan datangnya pasuka Perang Salib dan serangan balasan dari Almaric,
Raja Yerussalem, yang pada 1167 telah berdiri di gerbang Kairo. Keadaan
48
Ibid., h. 794
49
Ibid., h. 795-796
21
menyedihka itu diakhiri oleh Shalih al Din yang pada 1171 menurunkan khalifah
Fatimiyyah yang terakhir dari tahtanya.50
50
Ibid., h. 796
22
BAB III
SIMPULAN
Dinasti Buwaihi dirujuk kepada turunan Abu Syuja’ Buwaihi dari daerah Dailam. Negeri
Dailam atau Negeri Jilan terletak di barat-daya Laut Kaspia, negeri ini tunduk di bawah
pemerintahan Islam sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab. Dinasti ini berawal dari tiga orang
putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan
dan Ahmad. Supaya bisa keluar dari tekanan kemiskinan, ketiga bersaudara ini memasuki dinas
militer yang saat itu diyakini mendatangkan banyak rezeki. Pada mulanya, mereka bergabung
dengan pasukan makan bin Kalli, salah seorang panglima perang Abbasiyah dari Dailam.
Pada masa Abbasiyah ke-IV dinasti Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuq. Kedatangan
kaum turki saljuq mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan
kekhalifahan. Bangsa Turki Saljuq merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku
Ghuzz. Dinasti Turki Saljuq dinisbatkan kepada nenek moyangnya yang bernama Saljuq ibn
Dukak (Tukak). Ia adalah salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di kinik, dan akhirnya
menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. Kaum saljuq itu bermukim
berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah, dan mereka telah memeluk agama Islam serta
sangat fanatik dengan mazhab Ahlus Sunnah yang tersebar luas di kawasan itu.
Fatimiyah adalah dinasti yang mengklaim sebagai keturunan istri Ali bin Abi Thalib putri
Nabi Muhammad SAW, yaitu Fatimah. Dinasti ini berpaham ismailisme. Pandangan para
sejarawan muslim mengenai keaslian dan keabsahan silsilah al-Syi’i sebagai keturunan Fatimah
terbagi menjadi dua kelompok. Setidaknya ada delapan garis silsilah berbeda yang dikemukakan
baik oleh para pendukungnya maupun musuh-musuhnya. Bahkan, sebagian orang yang
memusuhinya melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa ia adalah anak seorang Yahudi.
Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti ini didirikan di Tunisia
pada 909M., sebagai tandingan penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad
23
DAFTAR PUSTAKA
A., Syafiq, Mughni, 1997, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Jakarta: Logos
Aizid, Rizem, 2015, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: Bumi Aksara
2013
Bosworth, 1993, The Islamic Dynasties, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, 2005, Taufik Abdullah dkk, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jilid 2
Hitti, Philip K., 2010, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta
Lapidus, Ira M. 1999, A Historyof Islamic Societies, Penj. Ghufron A. Mas’adi, Jakarta:
Nuruddin, M., “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal
Syalabi, A., 2003, Sejarah &Kebudayaan Islam 3, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru
24