Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masa pemerintahan Abbasiyah merupakan masa keemasan Islam, atau yang sering
kali disebut the golden age. Pada masa itu, umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan,
baik dalam bidang ekonomi, peradaban maupun kekuasaan. Selain itu, berkembang pula
berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab.1

Munculnya Dinasti Abbasiyah dalam sejarah peradaban Islam, telah membawa


perubahan yang cukup signifikan dan radikal dalam catatan sejarah Islam. Hal ini tidak hanya
sekedar pergantian kekuasaan raja saja, akan tetapi lebih dari itu adalah pergantian struktur
sosial dan ideologi. Karena itu mayoritas ahli sejarah menilai bahwa kebangkitan Dinasti
Abbasiyah merupakan suatu revolusi

Selama bani Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda,


sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan
politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat
periode berikut:2

1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya masa pemerintahan Abbasiyah tahun 132
H (750 M) sampai meninggalnya Khalifah Al-Wasiq pada tahun 232 H (847 M).
2. Masa Abbasiyah II, yakni sejak Khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M)
sampai masa pemerintahan Buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3. Masa Abbasiyah III, yaitu sejak berdirinya pemerintahan Buwaihiyah pada tahun 334
H (946 M) hingga masuknya kaum Saljuk ke Baghdad pada tahun 447 H (1055 M).
4. Masa Abbasiyah IV, yakni sejak masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad pada
tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol dibwah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).
1
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2015), h.270
2
Ibid., h.272

1
2

Pada masa pertama dinasti Abbasiyah mampu mengatasi berbagai gerakan politik
internal dan eksternal yang merongrong pemerintahan dan gerakan-gerakan massa yang
mengganggu stabilitas yang muncul dimana-mana. Namun dalam perjalanan selanjutnya
pencapaian kemajuan perdaban dan kebudayaan masa Abbasiyah pertama ini membawa
para penguasa Abbasiyah, hartawan dan anak-anak pejabat untuk hidup mewah. Keadaan
ini ditambah lagi dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya yang menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada
tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah al-Mu’tashim untuk
mengambil kendali pemerintah. Usaha mereka berhasil sehingga kekuasaan
sesungguhnya berada ditangan mereka. Kekuasaan Khalifah yang mulai memudar
merupakan awal dari dinasti ini. Dan merupakan prestasi sejarah tersendiri bahwa
walaupun kekuasaan khalifah telah pudar namun dinasti ini masih dapat bertahan lebih
dari empat ratus tahun.

Pada tahun 656 H kaum tartar menyerbu masuk ke dalam Islam, membunuh
Khalifahnya beserta kaum keluarganya, dan mengumumkan tamatnya pemerintahan
Abbasiyah. Begitulah selanjutnya zaman pemerintahan Abbasiyah dengan para
khalifahnya tidak mempunyai kekuasaanpun, karena kekuasaan yang sebenarnya berada
ditangan kaum Turki, kaum Bani Buwaihi dan kaum saljuq.3

Kekuasaan khalifah memang menjadi hilang pada tataran temporal (kekuasaan


yang berorientasi pada keduniaan di mana khalifah bertindak sebagai pemegang otoritas
dalam pemerintahan), namun tetap pada tataran spiritual (berorientasi pada keagamaan
dimana khalifah berfungsi sebagai wakil Tuhan di muka bumi). Dengan demikian
kekuasaan khalifah Bani Abbas hanya dijadikan penguasa simbolik dan pengendalian
pemerintahan secara defakto ditangan para amir yaitu Bani Buwaih dan Bani Saljuq.

Disamping itu, pada tahun 909 M didirikan sebuah dinasti di daerah Tunisia oleh
Syi’ah Ismailiyah, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat
di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah.4

3
A. Syalabi, Sejarah &Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h. 252
4
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj.R. Cecep Lukman( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h.
787
3

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan Dinasti Fatimiyah?
2. Bagaimana perkembangan dan prestasi Dinasti Buwaih, Dinasti Saljuq dan Dinasti
Fatimiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan Dinasti
Fatimiyah
2. Untuk mengetahui perkembangan dan prestasi Dinasti Buwaihi, Dinasti Saljuq dan
Dinasti Fatimiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti


4

1. Dinasti Buwaihi
Dinasti Buwaihi dirujuk kepada turunan Abu Syuja’ Buwaihi dari daerah Dailam. 5
Negeri Dailam atau Negeri Jilan terletak di barat-daya Laut Kaspia, negeri ini tunduk di
bawah pemerintahan Islam sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab. 6
Dinasti ini berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang pencari
ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Supaya bisa keluar
dari tekanan kemiskinan, ketiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang saat itu
diyakini mendatangkan banyak rezeki. Pada mulanya, mereka bergabung dengan
pasukan makan bin Kalli, salah seorang panglima perang Abbasiyah dari Dailam.
Setelah pamor Makan bin Kali memudar, mereka pun bergabung dengan seorang
panglima, yaitu Mardawij bin Zayyar al-Dailaniy. Berkat prestasi mereka, Mardawij
mengangkat Ali sebagai Gubernur Al-Karaj, sedang kedua saudaranya diberi kedudukan
penting lainnya.7
Akan tetapi Mardawij merasa gelisah dan bimbang kerajaannya akan terancam.
Tetapi persaingan diantara Bani Buwaihi dan Mardawij tidak berkepanjangan. Mardawij
telah diserang dan dibunuh oleh sekolompok laskar-laskarnya dari keturunan Turki pada
Tahun 323 H (944 M).
Sesudah itu terbukalah dengan luas pintu kemenangan bagi Bani Buwaihi. Hasan
telah berhasil menaklukkan Raiyi, Hamadan dan negri Parsi seluruhnya pada tahun itu
juga. Ahmad telah berhasil menaklukkan Karman. Sementara Ali telah menyerang dan
menaklukkan Ahwaz, kemudian Wasit. Dengan itu kekuasaan Bani Buwaihi telah
meliputi satu kawasan besar milik pemerintahan Abbasiyah. 8
Buwaihiyyah adalah yang paling kuat dan luas wilayahnya di antara dinasti-
dinasti yang muncul dalam sejarah Iran, yaitu abad kesebelas, sebelum datangnya
Saljuk.9 Seperti kebanyakan orang-orang Daylam, Buwaihiyyah adalah penganut Syi;ah
Itsna ‘Asyariyyah yang moderat. Peringatan-peringatan tradisional Syiah dibawa
kedalam wilayah-wilayah mereka dan selama masa mereka, terjadilah sistematisasi dan
intelektualisasi teologi Syiah yang sebelumnya kandungannya agak samar dan
5
Rizem Aizid, h.403
6
A. Syalabi, h. 269
7
Rizem Aizid, h.404
8
A. Syalabi, h. 272
9
C. E. Bosworth, The Islamic Dynasties, terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), h. 122
5

emosional.10 Perayaan Syiah mulai diadakan, terutama upacara kematian Husein Bin Ali
Bin Thalib, cucu Rsulullah SAW yang dibunuh oleh Khalifah Umayyah di Padang
Karbala setiap tanggal 10 Muharram. 11
Sebuah fase yang bahkan lebih gelap dalam sejarah kekhalifahan dimulai pada
Desember 945 M, ketika khalifah al-Mustakfi (944-946 M) di Baghdad menerima
Ahmad ibn Buwaih yang termasyhur dan mengangkatnya sebagai amir al umara dengan
gelar kehormatan Mu’izz al Dawlah (orang yang memberi kemuliaan pada negara).12
Pada masa pemerintahan Bani Buwaihi ini, para khalifah Abbasiyah benar-benar
tinggal namanya saja.13 Khalifah hanyalah boneka ditangan Dinasti Buwaihi, orang-
orang Buwaihi yang menganut paham Syiah terkesan kurang menghormati khalifah
Abbasiyah yang berpaham Sunni.14Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di
tangan amir-amir Bani Buwaihi. Keadaan khalifah lebih buruk daripada masa
sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah sementara
Bani Abbasiyah adalah sunni. Selama masa kekuasaan Bani Buwaih sering terjadi
kerusuhan antara kelompok ahlus sunnah dan syiah, pemberontakan tentara dan
sebagainya.
Rezim Buwaihiyyah, yang menguasai Iran, Iraq dan Mesopotamia, memprakarsai
sebuah model Rezim baru yang menguasai Timur Tengah sejak abad kesepuluh sampai
abad kesebelas.15 Buwaihiyyah mendudukkan khalifah dalam gelar kepala negara-negara
semata, mengorganisir mereka sebagai pimpinan bagi seluruh muslim sunni, mengakui
hak mereka untuk membuat keputusan dalam urusan keagamaan, dan mengakui sebuah
ide bahwasannya hak mereka untuk memerintah bergantung pada keabsahan
kekhalifahan.
Pada praktiknya rezim Buwaihiyyah ini didasarkan pada sebuah koalisi keluarga
yang mana masing-masing dari mitra yang ditaklukkan diberi sebuah propinsi di Iraq
dan Iran sebagai mitranya. Pasukan militer, yang sebagian terdiri dari infantri
Daylamiyah dan sebagian terdiri dari pasukan kavaleri budak Turki, sebagaimana
10
Ibid., h. 123
11
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Taufik Abdullah dkk, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), Jilid 2, h. 85
12
Philip K. Hitti, h. 597
13
Rizem Aizid, h.404
14
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam., h. 85
15
Ira M. Lapidus, A Historyof Islamic Societies, Penj. Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 213
6

pasukan militer khalifah masa belakangan, diorganisir menjadi sejumlah rezim yang
lebih setia terhadap pimpinan mereka atas kekayaan dan kekuasaan daripada setia
terhadap negara. Rezim ini saling bermusuhan datu dengan lainnyadan mendatangkan
banyak konflik antar sultan-sultan Buwaihiyyah. Konflik tersebut selanjutnya
mengurangi kekuatan pemerintahan pusat lantaran rezim Buwaihiyyah memberikan hak
kepada pasukan militer untuk memungut pajak dari sejumlah wilayah tertentu sebagai
ganti gaji mereka.16
Pada masa Bani Buwaihi, para Khalifah tidak mempunyai wazir, melainkan Katib
(sekertaris) yang mengurusi harta miliknya. Sementara itu, pada masa Dinasti Buwaihi,
wazir dimiliki oleh amir al umara. Maka, bani Buwaihi telah melantik wazir-wazir yang
turut serta mengemban beban pemerintahan. Dan, diantara wazir- wazir tersebut yang
termasyhur adalah:17

Wazir Amir al-Umara


‘Abad bin Abbas (Al Sahib bin ‘Abad)
Ibnu Al- Amid Rukn al- Daulah (Hasan bin Buwaihi)
Amak bin Al-Amid
Al- Hasan Bin Muhammad bin Harun al
Muhallabi Mu’izz al Daulah (Ahmad bin Buwaihi)
Al Abbas bin Hasan al-Syairazi
Al Abbas bin Hasan al-Syairazi
Mu’iz al-Daulah (Ahmd bin Buwaihi)
Abu Tahir Muhammad bin Baqiyah
Nasir bin Harun Al-Hud al-Daulah
Al Sahib bin Abbas Mu’ayyid al- Daulah

2. Dinasti Saljuq

Saljuq adalah nama keluarga penguasa suku-suku Oghuz di Turki. Mereka


berasal dari daerah pegunungan dan stepa Turkistan. Menjelang akhir abad ke-2 H atau
abad ke-8 M, orang-orang Oghuz pindah ke arah Barat melalui dataran tinggi Siberia ke
Laut Arab dan sebagian ke wilayah Rusia. Dengan menyerang daerah Ushrusana (Iran),
yang berada dibawah kekuasaan Khalifah Al mA’mun, beberapa orang Oghuz juga

16
Ibid.
17
Rizem Aizid, h.405
7

pindah ke dataran tinggi Dihistan, sebelah utara sungai Atrak (Iran), dan yang lain
mengambil alih pemukiman yang ada di muara sungai Syr Darya (Kazakhstan).18

Pada masa Abbasiyah ke-IV dinasti Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuq.
Kedatangan kaum turki saljuq mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah
Islam dan kekhalifahan.

Bangsa Turki Saljuq merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku
Ghuzz. Dinasti Turki Saljuq dinisbatkan kepada nenek moyangnya yang bernama Saljuq
ibn Dukak (Tukak). Ia adalah salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di kinik,
dan akhirnya menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. 19
Kaum saljuq itu bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah, dan
mereka telah memeluk agama Islam serta sangat fanatik dengan mazhab Ahlus Sunnah
yang tersebar luas di kawasan itu.20

Seorang cucu saljuq, Thughril, bertualang bersama saudara lelakinya sampai ke


khurasan. Pada 1037, dua saudara itu merebut Marw dan Naisabur dari genggaman
penguasa Ghaznawi. Segera setelah itu mereka juga merebut Balkh, Jurjan, Thabaristan
dan Khawarizm, Hamdan, Rayyi dan Isfahan. Pemerintahan Buwaihi di bawah kendali
mereka. Pada 18 Desember 1055, Thughril Beg sebagai pimpinan suku-suku Turki yang
liar itu, berdiri di Gerbang Baghdad. Al- Basasiri, seorang jenderal berkebangsaan Turki
sekaligus gubernur militer Baghdad di bawah kekuasaan raja Buwaihi yang terakhir,
meninggalkan ibukota dan khalifah al-Qaim segera menyambut para pejuang saljuk itu
dan menganggapnya sebagai utusan.21

Setelah absen satu tahun,Thughril kembali ke Baghdad dan disambut dengan


upacara besar-besaran. Dengan mengenakan mantel dan memegang tongkat Rasulullah,
snag khalifah duduk diatas podium di balik tirai yang kemudian diangkat menjelang
kedatangan sang penakluk. Thughril duduk diatas sebuah podium yang berdampingan
dan bercakap dengan khalifah melalui seorang penerjemah. Sang penakluk itu diangkat
menjadi wali atas seluruh imperium dn dielu-elukan sebagai “Raja Timur dan Barat”
18
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam., h. 85
19
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997), h.13
20
A. Syalabi, h. 277
21
Philip K. Hitti, h. 602
8

gelar kenegaraannya adalah al-Sulthan. Kini kekhalifahan berjalan dibawah sebuah


perwalian baru yang lebih baik.

Pada masa kejayaan dinasti Saljuq, kesultanan Saljuq dibagi menjadi lima Emirat
(kesultanan kecil), dan kesultanan besar (Saljuq Agung). Mereka adalah para keluarga
Saljuq yang mempunyai tali darah (keturunan), diantaranya:22

a. Saljuq Besar (Saljuq Agung) antara tahun 429-552 H/ 1038-1157 M.


Menguasai Khurasan, Ray, Kabal, dan Ahwaz. Diperintah oleh Thughril Bek.
Saljuq ini merupakan induk dari lainnya. Mereka terdiri atas delapan Syekh.
Saljuq Raya beribukotakan Baghdad.
b. Saljuq Kirman, dengan Ibukota di Nishapur. Wilayahnya di Asia Tengah.
Saljuq Kirman berlangsung antara tahun 433-582 H/ 1041-1186 M. Mereka
dibawah kekuasaan keluarga Qarut Bek bin Dawud bin Mikhael bin Saljuq.
Mereka ada 12 emir, yaitu semenjak Qarut Bek sampai Muhammad II.
c. Saljuk Irak, berkuasa tahun 511-590 H/ 1117-1194 M. Mereka dipimpin oleh
Muhammad II hingga amir terakhir Thugruk III. Saljuq Iraq meliputi daerah
Iraq dan Kurdistan.
d. Saljuk Syam, yang meliputi wilayah Syiria dan Palestina. Mereka dibawah
kekuasaan Tutush bin Alp Arselan bin Dawud bin Mikael bin Saljuq, jumlah
emirnya ada lima yaitu semenjak Tutush sampai Sulaiman Syah. Mereka
berjasa tahun 471-511 H/ 1078 – 1111M. Saljuq Syam sangat berperan dalam
perang salib.
e. Seljuk Romawi, diperintah keluarga Sulaiman Al Qithlimisyi semenjak 470-
707H/ 1078 – 1307 M. Saljuq Rum beribukota di Konia. Saljuk inilah yang
menelorkan dinasti Usmani.
3. Dinasti Fatimiyah
Fatimiyah adalah dinasti yang mengklaim sebagai keturunan istri Ali bin Abi
Thalib putri Nabi Muhammad SAW, yaitu Fatimah. Dinasti ini berpaham ismailisme. 23
Pandangan para sejarawan muslim mengenai keaslian dan keabsahan silsilah al-Syi’i

22
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia IslamI”,
Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 391
23
Rizem Aizid, h.377
9

sebagai keturunan Fatimah terbagi menjadi dua kelompok. Setidaknya ada delapan garis
silsilah berbeda yang dikemukakan baik oleh para pendukungnya maupun musuh-
musuhnya. Bahkan, sebagian orang yang memusuhinya melangkah lebih jauh dengan
mengatakan bahwa ia adalah anak seorang Yahudi.24

Dinasti Fatimiyyah sebagaimana dinasti Abbasiyah, mengklaim sebagai


pemimpin Islam yang sebenarnya. Klaim ini dikembangkan dalam beberapa istilah dalam
peradaban Mediteranian. Fatimiyah mewakili simbolisme otoritas politik Abbasiyah,
Bizantium, Filsafat dan Imailiyah. Mereka menegaskan bahwasannya mereka adalah
imam-imam yang sebenarnya, yakni imam-imam keturunan Ali, dengan demikian mereka
memutuskan hubungan dengan tradisi Syiah yang tengah berkembang sebelumnya bahwa
Imam Syiah adalah tersembunyi dan akan kembali sebagai mahdi. Deklarasi Fatimiyah
tentang imamah mengharuskan sebuah redefinisi mengenai pergantian sejarah imam atau
mengenai siklus eskatologis sejarah. Fatimiyah menegaskan bahwasannya mereka
merupakan penerus siklus keenam dari para imam dan bahwasannya kedatangan mahdi
dan berakhirnya siklus kesejarahan haruslah ditinggalkan untuk tidak membatasi sejarah
masa depan.25

Dinasti Fatimiyah didirikan di Tunisia pada 909M., sebagai tandingan penguasa


dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad yaitu Bani Abbasiyah. Fatimiyah
didirikan oleh Sa’id ibn Husayn, kemungkinan pendiri kedua sekte ismailiyah, seorang
Persia yang bernama Abdullah ibn Maymun.26
Saat itu penguasa Afrika Utara, yakni Ibrahim bin Muhammad, berusaha menekan
syiah Ismailiyah ini, akan tetapi usahanya sia-sia. Sedangkan Ziyadatullah, putranya
sekaligus penggantinya, tidak berhasil menekan gerakan tersebut.Setelah berhasil
menegakkan pengaruhnya di Afrika Utara, Abu Abdullah al-Husain menulis surat kepada
imam Ismailiyah, yaitu Sa’id bin Husain as Salamiyah, supaya bergegas ke Afrika Utara
guna menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi gerakan Ismailiyah. Sa’id
mengabulkan undangan tersebut dan ia memproklamirkan diri sebagai putra Muhammad

24
Philip K. Hitti, h. 788
25
Ira M. Lapidus,. h. 533
26
Philip K. Hitti, h. 787
10

Al-Habib, seorang cucu imam Ismailiyah. Setelah berhasil merebut kekuasaan


Ziyadatullah, ia memproklamirkan diri sebagai pemimpin tertinggi gerakan Ismailiyah.
Gerakan Ismailiyah bisa menduduki Tunis, pusat pemerintahan Dinasti
Aghlabiyah, pada tahun 909 M, sekaligus mengusir penguasa Aghlabiyah yang terakhir
yaitu Ziyadatullah.27 Lantas Sa’id memproklamirkan diri sebagai imam bergelar
Ubaidillah al-Mahdi. Dengan demikian, terbentuklah pemerintah Dinasti Fatimiyah di
afrika Utara, dengan Al-Mahdi sebagai khalifah pertamanya.
Adapun para penguasa Dinasti Fatimiyah adalah sebagai berikut:
a. Al-Mahdi (909-934 M)
b. Al-Qaim (934-949 M)
c. Mu’iz lidinillah (969-975 M)
d. Al-Aziz (975-996 M)
e. Al-Hakim (996-1021 M)
f. Az-Zahir (1021-1036 M)

B. Perkembangan dan prestasi dinasti


1. Dinasti Buwaihi
a. Perkembangan dan prestasi dinasti Buwaihi

Dari sejak berdirinya, Dinasti Buwaihi sudah banyak memberikan kontribusi yang
cukup besar dalam perkembangan agama islam khususnya didaerah baghdad dan siraz.
Dalam perkembangannya, kota Baghdad sebagai ibu kota islam khususnya dari segi
politik dan agama, telah mengalami kehilangan kepentingannya dalam segi politik dan
agama, hal ini terbukti dengan berpindahnya pusat kebudayaan islam ketika itu di daerah
Siraz28 yaitu tempat bermukimnya Ali bin Buwaihi yang bergelar Imad al Daulah. Hal ini
dikarenakan perselisihan beberapa pandangan politik dan agama antara khalifah khalifah
dari Dinasti Buwaihi.

Dalam perkembangannya, Dinasti Buwaihi sudah menyatukan beberapa dinasti


yang terpecah dan memisahkan diri pada saat pemerintahan Abbasiyah dan sudah muncul
sejak periode kekuasaan Buwaihi di daerah Irak dan Persia, sehingga membentuk satu
27
Rizem Aizid, h.379-380
28
Ibid., h. 406
11

negara yang besarnya seperti Imperium Dan inilah yang menjadi mata tombak pesatnya
perkembangan peradaban dan kebudayaan islam pada saat itu, hal ini bisa dibuktikan
ketika masa runtuhnya Dinasti ini, banyak dinasti dinasti yang memecahkan diri atau
merdeka dari kekuasaan Abbasiyah, sehingga muncullah banyak dinasti dinasti yang
menjadi calon bakal dinasti besar setelah runtuhnya Dinasti Buwaihi ini. Seperti kerajaan
Imran bin Syahin di Batinah, kerajaan Najahiyah Yaman, Kerajaan Uqailiyah di Mausil,
kerajaan Kurd di Diar Bakr, kerajaan Mirdasiyah di Aleppo, kerajaan Samaniyah di
seberang sungai dan Khurasan serta kerajaan Saktikiyah di Ghaznah.

Secara kultural generasi kedua dan selanjutnya dari Buwaihiyyah sangat


menghargai literatur atau kesusasteraan Arab dan Persia, dan beberap pakar masa ini,
termasuk penyair al Mutanabbi dan Antolog Abul Faraj Al Isfahani, bekerja dibawah
lindungan mereka.29

Pada tahun 993 Sabur bin Ardasyir mendirikan sebuah akademi di baghdad,
lengkap dengan perpustakaan yang menyimpan 10.000 buku lebih, yang pernah
digunakan oleh penyair Suriah al Ma’arri ketika masih belajar di kota itu. Dan pada
waktu ini pula terdapat salah satu gerakan islam terbesar ketika itu, yaitu Ikhwanus
Shafa,30 dimana gerakan dan perkembangannya membuat beberapa pembaharuan dalam
bidang pemikiran dan pendidikan, sehingga banyak perubahan dalam perkembangan
politik, agama dan pendidikan yang bersumber dari pemikiran ikhwanus Shafa.

Perkembangan selanjutnya adalah banyak bagian dari kota Baghdad yang di yang
diperindah, memperbaiki kanal kanal yang sudah rusak, dan dibeberapa kota lain
mendirikan masjid, rumah sakitdan gedung gedung publik, dan salah satu bangunan yang
terpenting adalah rumah sakit terkenal di Baghdad yaitu al Bimaristan al Adudi 31, yang
dirampungkan pembangunannya pada tahun 978 -979 dengan biaya sebesar 100.000
dinar. Rumah sakit itu memiliki 24 dokter yang juga berfungsi sebagai pengajar ilmu
kedokteran, dan dalam menciptakan perdamaian antara umat beragama, dibangun pula
beberapa gereja dan biara.

29
C. E. Bosworth, h. 123
30
Philip K. Hitti, h. 601
31
Ibid., h. 600
12

b. Kemunduran Bani Buwaihi


Kekuatan politik Bani Buwaihi tidak lama bertahan, setelah generasi pertama, tiga
bersudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka.
Masing-masing mereka paling berhak atas kekuasaan pusat. Misalnya, pertikaian antara
Izz al-Daulah Bakhtiar, putra Mu’izz al Daulah dan Adhah al-Daulah, Putra Imad al-
Daulah dalam perebutan amir al umara. Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan bani
Buwaihi ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan
kehancuran pemerintahan mereka.32 Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam
tubuh militer, antara golongan yang berasal dari Dailam dengan keturunan Turki, ketika
amir al umara dijabat oleh Mu’izz al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala
jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah masalah tersebut muncul ke
permukaan mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah.
Sejalan dengan makin melemahnya kekuatan politik Bani Buwaihi, makin banyak
pula gangguan dari luar yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Faktor-faktor eksternal tersebut di antaranya adalah semakin gencarnya serangan-
serangan Bizantium ke dunia Islam dan semakin banyak dinasti-dinasti kecil yang
membebaskan diri dari kekuasaan pusat Baghdad. Dinasti-dinasti itu antara lain, dinasti
Fatimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di Mesir.
Ikhsyidiyah di Mesir dan Syiria. Hamdan di Aleppo dan lembah Furat, Ghaznawi
Ghazna dekat Kabul dan dinasti Saljuq yang berhadil merebut kekuasaan dari Bani
Buwaihi.

2. Dinasti Saljuq
a. Perkembangan dan prestasi Dinasti Saljuq
Dinasti Saljuq menjadi suatu negara yang tertata secara hirarkis berpolakan Perso-
Islami, dengan sultannya didikung oleh suatu birokrasi Persia dan suatu tentara
multinasional yang diatur oleh panglima-panglima budak Turki, dan inti militer ini
dilengkapi dengan pasukankesukuan yang berada dibawah pemimpin Turkmen. Pada
masa pemerintahan Alp Arslan dan putranya Malik Syah, yang keduanya banyak

Muhammad Alim Ihsan, ”Perkembangan Dakwah Dibidang Politik Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti
32

Ghaznawi, Buwaihi dan SaljukI”, Al-Mishbah, Vol.9 No. 2, Juli-Desembr 2013, h.303
13

bergantung pada menteri mereka yang amat piawai, yaitu seorang persia yang bernama
Nizham al Mulk, dinasti Saljuq Raya mencapai puncak tertingginya.33
Periode kekuasan Thughril (1037-1063), keponakan sekaligus penerusnya Alp
Arslan (1063-1072), dan periode putra terakhirnya, Maliksyah (1072-1092), mewakili
periode-periode paling cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuq atas dunia Islam di
34
Timur. Karena angkatan bersenjata kelompok suku-suku Turki yang masih segar
semakin bertambah pesat, Saljuq memperluas wilayah Asia Barat, sekali lagi
dipersatukan dalam satu kerajaan Muslim dan kemasyhuran tentara muslim yang telah
sirna itu kini bangkit kembali.
Pada tahun kedua pemerintahannya, Alp Arslan (singa pahlawan) merebut Ani,
ibukota Armenia Kristen, lalu menduduki sebuah provinsi Bizantium. Segera setelah itu
dia mengobarkan kembali peperangan melawan Bizantium, sang musuh abadi. Tahun
1071 Alp memenangkan pertempuran genting di Manzikart (Malazkird, Malasjird),
sebelah utara Danau Van di Armenia, dan berhasil menawan Kaisar Romanus Diogenes.
Di bawah pemerintahan Maliksyah, wilayah kekuasaanya terbentang luas dari
Kasygar, sebuah kota kecil di wilayah paling ujung Turki hingga Yerussalem, dan dari
Konstatinopel hingga laut Kaspia. Maliksyah bukan hanya seorang penguasa atas suatu
imperium yang sangat luas. Ia juga membangun beberapa ruas jalan dan sejumlah
masjid, memperbaiki dinding-dinding kota, menggali kanal-kanal dan menghabiskan
banyak dana untuk mengamankan para kafilah yang menempuh rute ibadah haji ke
Mekkah.
Pada umumnya kaum Saljuq amat menyenangi hasil-hasil seni yang indah dan
memeliharanya dengan baik. Sultan-sultan memberi perlindungan kepada hasil-hasil seni
itu dan memberikan galakan kepada anggota-anggotanya. Bangunan-bangunan Saljuq di
Asfahan merupakan bukti minat mereka terhadap bidang bangunan. Mereka telah
mendirikan tiang-tiang yang tinggi untuk membuat bangunan-bangunan yang besar.
Diriwayatkan bahwa Alp Arslan ketika memerintahkan membuat suatu bangunan yang
paling tinggi, yang paling mulia, dan paling indah. Barthold35 menyebutkan bahwa masa
pemerintahan Alp berkeistimewaan dengan kemajuan pesat di bidang seni bangunan. Dia

33
C. E. Bosworth, h. 122
34
Philip K. Hitti, h. 431
35
Barthold, “Turkestan Down to the Mongol Invasion”, h. 319 yang dikutip A. Syalabi, h. 289
14

telah membangun kembali Bukhara dan tembok Madinah, dan telah membangun
Samarkand sebuah masjid yang Indah dan dua Mahligai yang besar, yang kemudian
salah sebuah darinya telah dijadikan sekolah. Begitu juga dia telah meperbanyak
bangunan masjid-masjid dan menara-menara di kota-kota dan desa-desa.
Tangan terampil yang menjalankan Administrasi pemerintahan Alp Arslan dan
Maliksyah adalah seorang wazir Persia yang termasyhur, Nizham al-Mulk (pengatur
kerajaan), salah satu figur penting dalam sejarah politik Islam. 36 Nizham al Mulk sendiri
adalah orang yang terpelajar dan berbudaya. Dari sejumlah karyanya, kita mempunyai
salah satu risalah muslim yang paling mengagumkan tentang seni pemerintahan,
Siyasah namah.
Kemajuan yang dicapai bani saljuq terutama pada masa Sultan Malik Syah yang
paling menonjol disamping wilayahnya luas juga bidang ilmu pengetahuan dan agama.
Pada masa ini bertebaranlah para ulama, ahli kalam, politik, astronomi, filsafat, tafsir,
dan tasawuf. Berbagai perguruan tinggi didirikan37. Pada waktu yang sama Sultan Malik
Syah melalui wazir besar Nizham al Mulk mendirikan tak kurang dari enam universitas
sekaligus. Perguruan tinggi itu dimaksudkan untuk menandingi kebesaran Universitas
Al-Azhar yang bermazhab Syiah. Adapun enam Universitas itu adalah Universitas
Nizamiyah baik yang ada di Nishapur, Baghdad dan kota besar lainnya di wilayah
Saljuqiyah. Tokoh filsafat terkemuka, Imam Ghazali merupakan salah seorang pengajar
di Madrasah ini.38
Para pakar berbagai ilmu pengetahuan berkumpul di istana Malik Syah. Umar
Khayyam merupakan seorang yang terpandang diantara mereka. Pada tahun 486 H/ 1075
M, Malik Syah menyelenggarakan sebuah konferensi yang menghadirkan pakar-pakar
bidang astronomi. Konferensi itu memberi kepada Nizam al Mulk untuk memperbaharui
kalender persi hasil observasi mutakhir yang lebih terpercaya. Hasilnya adalah sebuah
sistem diberi nama kalender jalali. Para ilmuwan muslim yang lahir pada masa ini antara
lain: al-Zamahsyari, sebagai pakar tafsir dan teologi, al Qusyairi sebagai ilmuwan tafsir,

36
Ibid., h.607
37
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia IslamI”,
Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 392
38
Muhammad Alim Ihsan, ”Perkembangan Dakwah Dibidang Politik Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti
Ghaznawi, Buwaihi dan SaljukI”, Al-Mishbah, Vol.9 No. 2, Juli-Desembr 2013, h.303
15

Abu Hamid Al-Ghazali dalam bidang teologi dan filsafat, Farid al-Addin al-Athar dan
Umar Khayyam dalam bidang sastra.

b. Kemunduran Dinasti Saljuq


Semenjak terbunuhnya wazir Nizham al Mulk dan Sultan Malik Syah, serta
meninggalnya al-Ghazali, tidak ada pemimpin dan ulama yang cakap. Hanya tampak
ada perkembangan terakhir pada masa Sultan Sanjar dan wazirnya Tajuddin Abul
Ghanaim. Tapi mengingat kondisi kerajaan sudah rapuh, sehingga mereka tidak
mampu lagi mempertahankan kebesaran kerajaan
Adapun kehancuran Bani Saljuq dapat disimpulkan karena sebab dalam dan sebab
luar. Sebab dari dalam kehancuran Bani Saljuq adalah sebagai berikut:39
1) Terjadinya perang saudara yang berlarut-larut, baik diantara putra putra Saljuq
maupun tentara. Oleh sebab itu, semenjak pemimpin mereka saling
memisahkan diri maka mereka tidak punya kekuatan nyata sama sekali. Oleh
karenanya para pemimpin disibukkan mengatasi masalah internal, meraka
tidak mampu mengatasi persoalan eksternal.
2) Sistem pemerintahan yang nepotisme, bentuk federasi (emirat), maka memacu
mereka untuk memisahkan diri dari keluarga Saljuq, sehingga pihak lain
merasa direndahkan terutama kaum militer merasa tersinggung. Dan
ketidakpuasan inilah mereka selalu menyulut pemberontakan diantara
pemerintahan emirat.
3) Banyak para Atabik (pemimpin-bapak) yang mengasuh putra penguasa ketika
masih kecil. Mereka punya daerah-daerah kecil untuk keluarganya, seperti
Utabak Khawarizm, Ghur, Damsyik, Mausil, Jazirah yang terkenal dengan
Istilah miriah Utabak.

Disamping sebab sebab dari dalam, sebab khusus yang menimbulkan


kehancuran dinasti Saljuq adalah:

1) Serangan kelompok Isma’illiyat

39
M. Nuruddin, “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia
IslamI”, Fikrah, Volume2 No !, Juni 2014, h. 394-396
16

Kelompok isma’illiyat ini merupakan cabang aliran Syiah yang dipimpin oleh
Hasan Ashabah. Mereka amat erat hubungannya dengan kelompok Syiah di
Mesir (Fatimiyah). Oleh lawan politiknya, mereka disebut kaum Hasyasyin
(para penghisap ganja). Pembunuhan yang dilakukan para Hasyasyin sangat
mengetarkan para penguasa pada waktu itu. Termasuk kaum Salib.
2) Serangan kaum Salib
Kedatangan kaum Salib pertama kali antara tahun 1097/1098 M. Di daerah
Syiria, Antiokia, Al Qania, Asia Kecil. Kedatangan mereka betul-betul
memporak porandakan Emirat kaum Salju. Apalagi dengan berdirinya
Kingdom of Jerussalem. Pada tahun 1099 M mereka merampas daerah
kekuaaan kaum Saljuq. Disamping dari kaum Salib juga bangkitnya kerajaan
kecil yang berusaha melepaskan diri dari tangan Saljuq.

3. Dinasti Fatimiyah
a. Perkembangan dan Prestasi Dinasti Fatimiyah.
Berdirinya Dinasti Fatimiyah dilatarbelakangi oleh melemahnya Dinasti
Abbasiyah. Ubaidillah Al Mahdi mendirikan Dinasti Fatimiyah yang lepas dari
kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Al Aziz40. Kebudayaan Islam berkembang pesat pada masa Dinasti
Fatimiyah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar.
Sistem organisasi kekhalifahan bani Fatimiyah umumnya masih mengikuti sistem
administrasi persia kuno. Pasukan militer terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu:41
1) Para amir, yang terdiri atas perwira tertinggi dan para pengawal khalifah
2) Para perwira istana yang terdiri atas para ahli (ustaz) dan para kasim
3) Komando-komando resimen yang masing-masing menyandang nama berbeda,
seperti; Hafiziyah, Juyusyiyah, Suduniyah, atau yang dinamai dengan nama
khalifah, wazir atau suku.

Dikatakan bahwa administrasi internal kerajaan dibentuk oleh Ya’qub ibn Killis,
seorang wazir pada kekhalifahan al-Mu’izz dan al-‘Aziz. Ia adalah seorang yahudi

40
Samsul Munir Amin, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 254.
41
Philip K. Hitti, h. 800
17

dari Baghdad yang masuk Islam. Ia memulai karir politiknya di istana Kafur, dan
berkat kecakapannya dalam bidang administrasi berhasil meletakkan dasar-dasar
ekonomu sehingga negeri itu mencapai kemakmurab di sepanjang lembah sungai Nil
pada awal periode Fatimiyah.

Salah satu fondasi terpenting yang dibangun pada masa Fatimiyah adalah
pembangunan Dar al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dar al-‘Ilm (rumah ilmu)
yang didirikan oleh al Hakim pada tahun 1005 M sebagai pusat pembelajaran dan
penyebaran ajaran Syiah ekstrim.42

Beberapa konsep Fatimiyah tentang penguasa dan imperium juga diekspresikan di


dalam upacara, kesenian, dan arsitektur istana penguasa yang dirancang dengan
dekorasi yang sangat megah. Tujuan mereka adalah untuk melukiskan kembali
keagungan pemerintahan Fatimiyah.43

Bangunan tua yang masih bertahan hingga kini adalah masjid Al-Azhar yang
didirikan oleh Jauhar as-Siqili44. Meskipun sudah pernah dipugar, keaslian bagian
tengahnya yang merupakan pusat bangunan ini tetap dipertahankan, dan secara
umum berbeda jauh dengan gaya persia. Nama masjid al-Azhar merupakan nama
yang dinisbatkan kepada putri Nabi Muhammad Saw, Fatimah Az-Zahra.
Sebelumnya nama masjid tersebut adalah al-Qahirah yang berarti sama dengan nama
kota yaitu Cairo.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga para Dai, al-Azhar kemudian ditingkatkan


peranannya bukan hanya sebagai masjid melainkan juga sebagai lembaga pendidikan
yang terorganisir dibawah pengawasan khalifah. Al azhar pada masa Dinasti
fatimiyah merupakan lembaga pendidikan yang menjadi corong dan alat propaganda
kekuasaan kekhalifahan, sekaligus sebagai alat penyebar doktrin Syiah.

Adapun tujuan Universitas Al-Azhar adalah:45


42
Asriati Amaliyah, “Eksistensi Pendidikan Islam di Mesir Masa Daulah Fatimiyah (lahirnya al-Azhar, tokoh-tokoh
pendidikan dan Masa Daulah Fatimiyah dan Pengaruhnya terhadap Dunia Islam”, Lentera Pendidikan, Volume 16
No. 1 Juni 2013, hal. 103
43
Ira M. Lapidus,. h. 534
44
Ibid., h.104
45
Ibid., h. 106
18

1) Mengemukakan kebenaran dan mengaruh turas Islam terhadap kemajuan umat


manusia dan jaminannya terhadap kebahagiaannya di dunia dan di akhirat.
2) Memberikan perhatian penuh terhadap kebangkitan turas ilmu, pemikiran dan
keruhanian bangsa Arab Islam
3) Menyuplai duni Islam dengan ulama-ulama aktif yang eriman percaya
terhadap diri sendiri, mempunyai keteguhan mental dan ilmu yangmendalam
tentang akidah, syariah dan bahasa Alquran
4) Memcetak ilmuwan agama yang aktif dalam semua bentuk kegiatan, karya,
kepemimpinan dan menjadi contoh baik serta mencetak ilmuwan dari berbagai
ilmu pengetahuan yang sanggup aktif dalam dakwah Islam yang dipimpin
dengan hikmat kebijaksanaan dan pelajaran yang baik di luar dan di dalam
republik Arab Mesir
5) Meningkatkan hubungan kebudayaan dan ilmiah dengan universitas dan
lembaga ilmiah Islam di luar negeri.

Al azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi saat itu, telah banyak melahirkan
ulama yang tidak diragukan lagi dari aspek keilmuannya, dan telah banyak
menyumbangkan khasanah ilmu pengetahuan terutama ke-Islaman baik dari
Mesir maupun uulamayang berasal dari daerah lainnya. Diantara mereka ialah
Izauddin Abdis Salam, Imam Subki, Jalaluddin As Suyuthi, Al-Hafiz Ibnu Hajar
al Asqalani, dan lain-lain.

b. Tokoh-tokoh Pendidikan pada Masa Dinasti Fatimiyah dan Pengaruhnya terhadap


Dunia Islam
Pada masa Dinasti Fatimiyah, seiring dengan lahir dan berkembangnya Universitas
Al Azhar, muncul pula tokoh-tokoh pendidikan yang memegang peranan penting
pada masa tu, diantaranya:46
1) Syaikh Imam Ibrahim
Syaikh Ibrahim bin Syihabuddin bin Khalid al Barmawi ketika belajar di al-
Azhar mendalami bidang ilmu syariah dan bahasa. Kemudian setelah lulus dari

46
Ibid., h. 107
19

al-Azhar, ia langsungmenjadi tenaga pengajar sehingga beliau pernah menjabat


sebagai Syaikh al-Azhar pada tahun 1694
2) Syaikh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi
Adalahrektor al Azhar ke-21. Dia bermazhab Hanafi pertama yang memegang
jabatan rektor. Diantara pembaruan yang dilakukannya adalah pada bulan
Februari 1872 M memasukkan sistem ujian mendapatkan ijazah al-Azhar
3) Syaikh Muhammad Abduh
Termasuk pembaharu agama dan sosial di Mesir pada zaman modern. Dialah
penganjur yang sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam
dengan tuntutan zaman modern.
4) Syaikh Mahmud Syaltut
Adalah rektor al Azhar yang membentuk organisasi untuk mengatur
pemeliharaan AlQuran dan membentuk fakultas-fakultas baru antara lain:
fakultas kedokteran, fakultas pertanian dan fakultas teknik.

c. Kemunduran Dinasti Fatimiyah


Kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal pada pemerintahan Khalifah Al-Hakim.
Ketika diangkat menjadi khalifah ia baru berumur 11 tahun. Al-Hakim memerintah
dengan tangan besi, masa-nya dipenuhi dengan tindak kekerasan dan kekejaman. Ia
membunuh beberapa orang wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen,
termasuk sebuah gereja yang di dalamnya terdapat kuburan suci umat Kristen. 47
Maklumat penghancuran kuburan suci ini ditandatangani oleh sekretarisnya yang
beragama Kristen, Ibn Abdun. Peristiwa ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya perang salib. Ia memaksa umat Kristen dan Yahudi memakai jubah hitam,
dan mereka hanya diperbolehkan menunggangi keledai. Orang-orang Yahudi dan
Nasrani dibunuh dan aturan-aturan tidak ditegakkan dengan konsisten. Ia juga
dengan mudah membunuh orang yang tidak disukainya, bahkan pernah membakar
sebuah desa tanpa alasan yang jelas. Kemudian pada tahun 381 H/991 M ia

47
Philip K. Hitti, h. 792
20

menyerang Aleppo dan berhasil merebut Homz dan Syaizar dari tangan penguasa
Arab.
Sejak masa kekuasaan al Mustanhir kekacauan terjadi dimana-mana. Kericuhan
dan pertikaian terjadi diantara orang-orang Turki, suku berber dan pasukan Sudan.
Kekuasaan negara lumpuh. Kelaparan yang terjadi selama tujuh tahun telah
melumpuhkan perekonomian negara.48
Tahun tahun terakhir kekuasaan Fatimiyyah ditandai dengan munculnya
perseteruan terus menerus antara para wazir yang di dukung oleh kelompok
tentaranya masing-masing. Ketika al Mustanshir mati, al Malik al Afdhal
menempatkan anak khalifah paling muda sebagai khalifah dengan julukan al
Musta’li dengan harapan bahwa ia akan memerintah dibawah pengaruhnya. Setelah
al Musta’li, anaknya yang berumur lima tahun, dinyatakan sebagai khalifah oleh al
Afdhal dan memberinya gelar kehormatan Al Amir. Ketika al afizh meninggal,
kekuasaan benar-benar hanya sebatas istana kekhalifahan. Di istana Fatimiyyah,
menunjukkan bahwa tidak ada istana yang bersih dari tipu daya, permusuhan dan
kecemburuan.49
Pembunuhan khalifah al Zhafir merupakan suatu persekongkolan yang
menorehkan satu bagian gelap dalam sejarah mesir. Hari kedua setelah meninggalnya
khlaifah sang wzir mengumumkan anak al Zhafir yang berusia empat tahun yakni al
Faiz sebagai khalifah. Khalifah kecil ini meninggal pada usia sebelas tahun, dan
digantikan oleh oleh sepupunya al Adhid yang berumur sembilan tahun. Ia menjadi
khlifah keempat belas dan yang terakhir dalam garis dinasti Fatimiyah yang berkuasa
selama lebih dari dua abad setengah. Kehidupan masyarakat yang sulit, yang
menjadikan aliran sungai Nil sebagai sumber penghidupan mereka, semakin parah
oleh bencana kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi. Akibatnya adalah
pajak yang tinggi dan dan pemerasan yang umum terjadi untuk memuaskan
kebutuhan khalifah dan angkatan bersenjatanya yang rakus. Keadaan semakin parah
dan rumit dengan datangnya pasuka Perang Salib dan serangan balasan dari Almaric,
Raja Yerussalem, yang pada 1167 telah berdiri di gerbang Kairo. Keadaan

48
Ibid., h. 794
49
Ibid., h. 795-796
21

menyedihka itu diakhiri oleh Shalih al Din yang pada 1171 menurunkan khalifah
Fatimiyyah yang terakhir dari tahtanya.50

50
Ibid., h. 796
22

BAB III

SIMPULAN

Dinasti Buwaihi dirujuk kepada turunan Abu Syuja’ Buwaihi dari daerah Dailam. Negeri
Dailam atau Negeri Jilan terletak di barat-daya Laut Kaspia, negeri ini tunduk di bawah
pemerintahan Islam sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab. Dinasti ini berawal dari tiga orang
putra Abu Syuja’ Buwaihi, seorang pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan
dan Ahmad. Supaya bisa keluar dari tekanan kemiskinan, ketiga bersaudara ini memasuki dinas
militer yang saat itu diyakini mendatangkan banyak rezeki. Pada mulanya, mereka bergabung
dengan pasukan makan bin Kalli, salah seorang panglima perang Abbasiyah dari Dailam.

Pada masa Abbasiyah ke-IV dinasti Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuq. Kedatangan
kaum turki saljuq mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan
kekhalifahan. Bangsa Turki Saljuq merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku
Ghuzz. Dinasti Turki Saljuq dinisbatkan kepada nenek moyangnya yang bernama Saljuq ibn
Dukak (Tukak). Ia adalah salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di kinik, dan akhirnya
menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. Kaum saljuq itu bermukim
berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah, dan mereka telah memeluk agama Islam serta
sangat fanatik dengan mazhab Ahlus Sunnah yang tersebar luas di kawasan itu.

Fatimiyah adalah dinasti yang mengklaim sebagai keturunan istri Ali bin Abi Thalib putri
Nabi Muhammad SAW, yaitu Fatimah. Dinasti ini berpaham ismailisme. Pandangan para
sejarawan muslim mengenai keaslian dan keabsahan silsilah al-Syi’i sebagai keturunan Fatimah
terbagi menjadi dua kelompok. Setidaknya ada delapan garis silsilah berbeda yang dikemukakan
baik oleh para pendukungnya maupun musuh-musuhnya. Bahkan, sebagian orang yang
memusuhinya melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa ia adalah anak seorang Yahudi.
Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti ini didirikan di Tunisia
pada 909M., sebagai tandingan penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad
23

DAFTAR PUSTAKA

A., Syafiq, Mughni, 1997, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Jakarta: Logos

Aizid, Rizem, 2015, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: Bumi Aksara

Alim Ihsan, Muhammad, 2013, “Perkembangan Dakwah Dibidang Politik Ilmu

Pengetahuan Pada Masa Dinasti Ghaznawi, Buwaihi dan Saljuk”, Al-Mishbah,

Vol.9 No. 2, Juli-Desember

Amaliyah, Asriati, “Eksistensi Pendidikan Islam di Mesir Masa Daulah Fatimiyah

(lahirnya al-Azhar, tokoh-tokoh pendidikan dan Masa Daulah Fatimiyah dan

Pengaruhnya terhadap Dunia Islam”, Lentera Pendidikan, Volume 16 No. 1 Juni

2013

Bosworth, 1993, The Islamic Dynasties, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, 2005, Taufik Abdullah dkk, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, Jilid 2

Hitti, Philip K., 2010, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman, Jakarta: PT Serambi

Ilmu Semesta

Lapidus, Ira M. 1999, A Historyof Islamic Societies, Penj. Ghufron A. Mas’adi, Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Munir Amin, Samsul, 2010, “Sejarah Peradaban Islam”, Jakarta: Amzah

Nuruddin, M., “Dinasti Saljuq dan Pengaruhnya Terhadap Aliran Ahlussunnah Wal

Jama’ah di Dunia IslamI”, Fikrah, Volume2 No 1, Juni 2014

Syalabi, A., 2003, Sejarah &Kebudayaan Islam 3, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru
24

Anda mungkin juga menyukai