Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KMB II

ASKEP OSTEOMIOLITIS, OSTEOPOROSIS

DAN GOUT ARTRITIS

Disusun oleh :

Rahmania Nurdin (1901007)

Vini Dasucika Landeng (1901009)

Rahmatia Adam (1901010)

Julistisya Vinny Kanakang (1901030)

Kelas : Keperawatan IV A

POLITEKNIK NEGERI NUSA UTARA

JURUSAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

2021
BAB I

KONSEP TEORI

A. Definisi
 Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang mencangkup sumsum dan atau korteks
tulang, yang terjadi secara eksogen dan hematogen, akut atau kronis, dan biasanya
menyerang metafis tulang panjang (Lukman & Nurma Ningsih 2009). Infeksi tulang
lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang
mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Brunner, suddarth. 2002).
 Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang
berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan
rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang
mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang
pergelangan tangan (Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan
dimana terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi
mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang
normal (Brunner&Suddarth, 2000).
 Gout Artritis
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat
yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian
atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
Gout merupakan penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang
menyebabkan nyeri pada sendi. (Moreau, David. 2005;407). Jadi, Gout atau sering
disebut asam urat adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat
mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan
rasa nyeri pada tulang dan sendi.

B. Etiologi
 Osteomiolitis
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi
di tempat lain (misal tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana
terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma
subklinis. Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
(misal ulkusdekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (misalfraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan
tulang). Staphylocuccus merupakan penyebab 70%-80% infeksi tulang. Organisme
lain meliputi proteus, pseudomonas, dan Escherichia coli. Pada anak-anak infeksi
tulang sering kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain
seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo).
Bakterinya (staphylocuccusaureus, Streptococcus, haemophylusinfluenzae) berpindah
melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana
darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis
jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan.
Mikroorganisme yang menginfeksi tulang akan membentuk koloni pada tulang
perivaskuler, menimbulkan edema, infiltrasi seluler dan akumulasi produk-produk
inflamasi yang akan merusak trabekula tulang yang hilangnya matriks dan mineral
tulang. (Lukman & Nurma Ningsih. 2009)
 Osteoporosis
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi
bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit
putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit
hitam (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa
tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia
diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan postmenopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang, hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur daripada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang
dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki ketentuan
normal sesuai dengan sifat genetiknya beban mekanis dan besar badannya. Apabila
individu dengan tulang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif
masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
 Gout Artritis
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Beberapa factor lain yang mendukung, seperti :
1) Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat
berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
2) Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus,
3) hipertensi,gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
4) Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
5) Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asamurat
seperti:aspirin,diuretic,levodopa,diazoksid,asam nikotinat,aseta zolamid dan
etambutol.
6) Pembentukan asam urat yang berlebih
7) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
8) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana
penyakit lain, seperti leukimia.
9) Kurang asam urat melalui ginjal
10) Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distal ginjal
yang\sehat. Penyabab tidak diketahui. Gout sekunder renal disebabkan oleh
karena kerusakan ginjal,misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik.

C. Patofisiologi
 Osteomiolitis
Staphylococcusaureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi :
Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
AwitanOsteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan  penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan
dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke
kavitasmedularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak
atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian
akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan
mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi
pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan
mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
sequestruminfeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan
sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik (Brunner, suddarth.
2002).
 Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan
tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan,
hilangnya estrogen pada saat menopouse  dan pada ooforektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga
1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang
dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per
hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak
terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui
ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing,
hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang.
Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid
mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan
gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
 Gout Artritis
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah
produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam
urat dapat diterangkan sebagai berikut :
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan
(salvage pathway).
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam
guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme
yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu
fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-
PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang
terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin
bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui
zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin,
hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin
fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan
dikeluarkan melalui urin.

D. Manifestasi Klinik
 Osteomiolitis
Manifestasi klinis tergantung pada etiologi dan lokasi tulang yang cedera, dapat
berkembang secara progresif atau cepat. Infeksi hematogen akut, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia yaitu menggigil, demam tinggi, denyut nadi
cepat dan malaiseumum sedangkan gejala lokal yang terjadi berupa rasa nyeri tekan,
bengkak dan kesulitan menggerakkan anggota tubuh yang sakit. Klien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut, semakin nyeri bila digerakkan, dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul (Lukman &NurmaNingsih. 2009).
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septekemia. Daerah infeksi bengkak, hangat, nyeri
tekan. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan,
dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah (Lukman &NurmaNingsih. 2009).
 Osteoporosis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis
tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul
nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada
osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan
kollum femoris (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung
yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah
tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara
bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang
hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang
(punuk), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit (Lukman,
Nurma Ningsih : 2009).
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara
perlahan (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
 Gout Artritis
Manisfestasi sindrom gout mencakup artiritis gout yang akut (serangan
rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat), tofus (endapan kristal
yang menumpuk dalam jaringan aritukuler,jaringan oseus,jaringan lunak,serta
kartilago),nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan assam urat dalam
traktus urunarus. Ada empat stadium penyakit gout yang di kenali :
1. Hiperutisemia asimtomatik
2. Artiritis gout yang kronis
3. Gout interkritikal
4. Gout tofaseus yang kronik
Gout akut biasanya terjadi pada pria sesudah lewat masa pubertas dan sesudah
menopause pada wanita, sedangkan kasus yang paling banyak diternui pada usia
50-60. Gout lebih banyak dijumpai pada pria, sekitar 95 persen penderita gout
adalah pria. Urat serum wanita normal jumahnya sekitar 1 mg per 100 mI, lebih
sedikit jika dibandingkn dengan pria. Tetapi sesudah menopause perubahan
tersebut kurang nyata. Pada priahiperurisemia biasanya tidak timbul sebelurn
mereka mencapai usia remaja.
Gout Akut biasanya monoartikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda awitan
serangan gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Pasien
mungkin juga menderita demam dan jumlah sel darah putihmeningkat. Serangan
akut mungkin didahului oleh tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol
dan stres emosional. Meskipun yang paling sering terserang mula-mula adalah ibu
jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga terserang. Dengan semakin lanjutnya
penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan siku dapat
terserang gout. Serangan gout akut biasanya dapat sembuh sendiri.
Kebanyakan gejala-gejala serangan Akut akan berkurang setelah 10-14 hari
walaupun tanpa pengobatan. Perkembangan serangan Akut gout biasanya merupakan
kelanjutan dari suatu rangkaian kejadian. Pertama-tama biasanya terdapat
supersaturasi urat dalam plasma dan cairan tubuh. Ini diikuti dengan pengendapan
kristal-kristal urat di luar cairan tubuh dan endapan dalarn dan seldtar sendi. Tetapi
serangan gout sering merupakan kelanjutan trauma lokal atau ruptura tofi (endapan
natrium urat) yang merupakan penyebab peningkatan konsentrasi asam urat yang
cepat. Tubuh mungkin tidak dapat menanggulangi peningkatan ini dengan memadai,
sehingga mempercepat proses pengeluaran asam urat dari serum.
Kristalisasi dan endapan asam urat merangsang serangan gout. Kristal-kristal
asam urat ini merangsang respon fagositosis oleh leukosit dan waktu leukosit
memakan kristal-kristal urat tersebut maka respon mekanisme peradangan lain
terangsang. Respon peradangan mungkin dipengaruhi oleh letak dan besar
endapan kristal asam urat. Reaksi peradangan mungkin merupakan proses yang
berkembang dan memperbesar diri sendiri akibat endapan tambahan kristal-kristal
dari serum.
Periode antara serangan gout akut dikenal dengan nama gout inter kritikal. Pada masa
ini pasien bebas dari gejala-gejala klinik. Gout kronik timbul dalam jangka waktu
beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku dan pegal. Akibat adanya kristal-
kristal urat maka terjadi peradangan kronik, sendi yang bengkak akibat gout kronik
sering besar dan berbentuk nodular. Serangan gout Aut dapat terjadi secara simultan
diserta gejala-gejala gout kronik. Tofi timbul pada gout kronik karena urat tersebut
relatif tidak larut. Awitan dan ukuran tofi sebanding dengan kadar urat serum. Yang
sering terjadi tempat pembentukan tofi adalah: bursa olekranon, tendon Achilles,
permukaan ekstensor dari lengan bawah, bursa infrapatella dan helix telingaTofi-tofi
ini mungkin sulit dibedakan secara klinis dari rheumatoid nodul. Kadang-kadang tofi
dapat membentuk tukak dan kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan
sendi. Penyakit ginjal dapat terjadi akibat hiperurisemia kronik, tetapi dapat dicegah
apabila gout ditangani secara memadai.
E. Pemeriksaan Penunjang

 Osteomiolitis
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endap darah
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji   sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi
oleh bakteri salmonella
4. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
 Osteoporosis
Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah pencegahan

karena bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan. Seyogyanya,

sedini mungkin dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa tulang

sebelum  terjadi akibat yang lebih fatal seperti  terjadinya patah tulang . penilaian

langsung tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis  dapat dilakukan

dengan berbagai cara , yaitu sebagai berikut :

- Pemeriksaan radiologic
- Pemeriksaan radioisotope
- Pemeriksaan Quantitative
- Magnetic resonance imaging (MRI)
- Quantitative Ultra Sound (QUS)
- Densitometer (X-ray absorptiometry)
- Tes darah dan urine
 Gout Artritis
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu = > 6 mg %
normalnya pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
2. Pemeriksaan cairan tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa yaitu
cairan berwarna putih seperti susu dan sangat kental sekali.
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. Pemeriksaan ureua dan kratinin
- kadar ureua darah normal : 5-20 ,mg/dl
- kadar kratinin darah normal :0,5-1 mg/dl
b. Pemeriksaaan fisik
1. Inspeksi
- Deformitas
- Eritema
2. Palpasi
- Pembengkakan karena cairan / peradanagn
- Perubahan suhu kulit
- Perubahan anatomi tulang/ jaringan kulit
- Nyeri tekan
- Krepitus
- Perubahan range of motion

F. Penatalaksanaan
 Osteomiolitis
1. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan
penderita dan reaksi alergi penderita
2. Penicillin cair 500.000 milion unit IV  setiap 4 jam
3. Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
4. Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
5. Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
6. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
7. Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik,
mengeluarkan nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kosong yang
ditinggalkan dengan cara mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
8. Istirahat di tempat tidur untuk menghemat energi dan mengurangi hambatan aliran
pembuluh balik.
9. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B,C,D dan K.
a. Vitamin K : Diperlukan untuk pengerasan tulang karena vitamin K
dapat mengikat kalsium.Karena tulang itu bentuknya berongga, vitamin K
membantu mengikat kalsium dan menempatkannya ditempat yang tepat.
b. Vitamin A,B dan C  : untuk dapat membantu pembentukan tulang.
c. Vitamin D :Untuk membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur
untuk kalsium dan fosfor pada tubuh agar ada di dalam darah yang kemudian
diendapkan pada proses pengerasan tulang. Salah satu cara pengerasan tulang
ini adalah pada tulang kalsitriol dan hormon paratiroid merangsang pelepasan
kalsium dari permukaan tulang masuk ke dalam darah.
 Osteoporosis

Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng.
Selain itu, juga dilakukan Terapi hormone pengganti (THP) atau hormone
replacement therapy (HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi
lainnya yaitu terapi non hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk
menekan atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa
sakit.
2) Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat
pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut
memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi
yang mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat
pereda sakit, dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol
atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co
codramol, atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk
menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari.
3) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih
besar. Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus
osteoporosis berat untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk
mencegah penurunan massa tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya
kurang terasa sehingga banyak pasien penderita osteoporosis merasa putus asa
dan menghentikan pengobatan. Hal tersebut sangat tidak baik karena
pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat secara maksimal menekan
laju penurunan massa tulang dan patah tulang.
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter
menganjurkan untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak
menopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga
berpendapat bahwa penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah
penggunaan selama 5-10 tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya
kanker.
4) Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti
(THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan
progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah
diproduksi oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama
menopause sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif  dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan
terjadinya efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding
rahim). Dengan adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan
sel-sel di dinding rahim yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat
berkembang menjadi kanker ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen
biasanya di kombinasikan dengan progesterone untuk mengurangi resiko
tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual,
muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun,
demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan
kondisi berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan
pemberian hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis kecil
diberikan pada awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila
dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.
5) Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja
sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh.
Kalsitonin biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap
hari atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat
menimbulkan efek samping  berupa  rasa mual dan muka merah, mungkin
pula terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
6) Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat
muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di
dada, kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti
yang biasa terjadi pada pria.
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk
mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan  dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
1) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal dalam
pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.

2) Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam
pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis
satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan
dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan agar konsumsi
suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum dan sesudah
mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya. Kadang kala
konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya
timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
3) Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi  bila asupan kalsium masih rendah, pemberian
kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada
konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut,
serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa
menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu
dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol
dan menjaga pola makan yang baik.
 Gout Artritis
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin,
mencegah serangan berulang dan pencegahan komplikasi.
1. Medikasi
- Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0 – 3,0 mg
( dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.
- Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik )
- Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal
asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
- Nostreoid, obat – obatan anti inflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan inflamasi.
- Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk
mencegah serangan.
- Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat akumulasi
asam urat.
- Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat menggunakan
probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane ) pada pasien yang tidak
tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan
Allopurinol 100 mg 2x/hari.
2. Perawatan
- Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang mengandung
purin yaitu jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus ), sarden, kerang, ikan
herring, kacang – kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo.
- Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.
- Anjurkan asupa tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan
ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
- Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak.
- Anjurkan pasien untuk banyak minum.
- Hindari penggunaan alkohol.
BAB II

PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan Utama merupakan keluhan yang paling dirasakan dan yang paling sering
mengganggu pasien dijadikan sebagai acuan dalam menggali informasi lebih
dalam, melakukan pemeriksaan, dan pemberian tindakan.

b. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik maupun psikologik
yang pernah diderita pasien sebelumnya. Seperti diabetes melitus, hipertensi,
trauma, dan lain – lain.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan. (misalnya diabetes,
terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi atau bedah ortopedi
sebelumnya).
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien biasanya  tidak mengerti bahwa penyakit yang ia diderita adalah penyakit
yang berbahaya. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien memandang penyakit
yang dideritanya, apakah klien tau apa penyebab penyakitnya sekarang.
b. Pola Nutrisi Metabolic
Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makan karena demam yang ia
diderita.
c. Pola Aktifitas
Biasaya pada pasien Osteomielitis mengalami penurunan aktivitas karena rasa
nyeri yang ia rasakan
d. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien mengalami
penurunan nafsu makan akibat demam.
e. Pola Istirahat Tidur
Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karena rasa nyeri yang ia
rasakan pada tulangnya.
f. Pola Kognitif Persepsi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengan kognitif dan persepsinya.
g. Pola Persepsi Diri
Biasanya pasien memiliki perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi
takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang,
gagal menepati janji atau banyak janji.
h. Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya. Serta
adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Dan klien juga tidak dapat
melakukan perannya dengan baik.
i. Pola Seksualitas
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.
j. Pola Manajemen Koping Stress
Biasanya pasien mengalami stressysng berat karena kondisinya saat itu.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar kebutuhan spiritual
klien data dipenuhi selama proses perawatan klien di RS. Kaji apakah ada
pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya mengalami
gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.

B. Diagnosis
Diagnosa Keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung, aktual, maupun potensial. Diagnosis keperawatan yang bertujuan untuk
menyidentifikas respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehtan.

- Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis


- Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan integritas tulang

C. Perencanaan

N Diagnosa Keperawatan (SDKI) Luaran & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


O (SLKI)
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri (I.08238)
 Definisi : Pengalaman sensorik atau Menurun (L.08066) a. Observasi
emosional yang berkaitan dengan  Identifikasi lokasi,
kerusakan jaringan aktual atau Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
fungsional, dengan onset mendadak 1. Keluhan Nyeri (5) frekuensi, intensitas
atau lambat dan berintensitas ringan 2. Meringis (5) nyeri.
hingga berat yang berlangsung 3. Sikap protektif (5)  Identifikasi skala nyeri
kurang dari 3 bulan. 4. Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur (5) memperberat dan
 Penyebab : 6. Frekuensi nadi (5) memperingan nyeri.
1. Agen Pencedera fisiologis ( mis.  Monitor keberhasilan
Inflamasi ) terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Tanda dan gejala mayor :  Amonitor efek
Subjektif : samping penggunaan
1. Mengeluh Nyeri efek samping.

Objektif : b. Terapeutik
1. Tampak meringis  Berikan teknik
2. Bersikap protektif (mis. nonfarmakologis unruk
Waspada, posisi menghindari mengurangi rasa nyeri
nyeri ) ( mis. TENS, hipnosis,
3. Gelisah akupresur, terapi
4. Frekuensi nadi meningkat musik, biofeedback,
5. Sulit tidur terapi pijat,
aromaterapi, teknik
- Tanda dan gejala minor : imajinasi terbimbing,
Subjektif : kompres hangat?
(Tidak Tersedia) dingin, terapi bermain)
 Fasilitas istirahat dan
Objektif : tidur
1. Tekanan darah meningkat  Pertimbangkan jenis
2. Pola napas berubah dan sumber nyeri
3. Nafsu makan berubah dalam pemilihan
4. Proses berpikir terganggu strategi meredakan
5. Menarik diri nyeri.
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforensis c. Edukasi
 Jelaskan penyebab,
- Kondisi Klinis Terkait : periode, dan pemicu
1. Kondisi pembedahan nyeri
2. Cedera traumatis  Jelaskan strategi
3. Infeksi meredakan nyeri
4. Sindrom koroner akut  Anjurkan
5. glaukoma menggunakan
analgetik secara tepat

d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan Mobilitas fisik (D.0054) Mobilitas Fisik : Dukungan Mobilisasi


 Definisi : Keterbatasan dalam Meningkat (L.05042) (I.05173)
gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri Kriteria Hasil : a. Observasi
1. Pergerakan - Identifikasi adanya
 Penyebab : Ekstremitas (5) nyeri atau keluhanfisik
1. Kerusakan integritas struktur 2. Kekuatan otot (5) lainnya
tulang 3. Rentang gerak - Identifikasi toleransi
2. Perubahan metabolisme (ROM) (5) fisik melakukan
3. Kekakuan sendi 4. Nyeri (5) pergerakan
4. Kontraktur 5. Kecemasan (5) - Monitor frekuensi
5. Malnutrisi 6. Kaku sendi (5) jantung dan tekanan
6. Gangguan muskuloskeletal 7. Gerakan tidak darah sebelum memulai
7. Gangguan neuromuskular terkoordinasi (5) mobilisasi
8. Indeks masa tubuh diatas 8. Gerakan terbatas (5) - Monitor kondisiumum
persentil ke-75 sesuai usia 9. Kelemahan fisik (5) selama melakukan
9. Nyeri mobilisasi
10. Kurang terpapar informasi
tentang aktifitas. b. Terapeutik
11. Kecemasan - Fasilitasi aktivitas
12. Keengangan melakukan mobilisasi dengan alat
pergerakan bantu (mis. Pagar
tempat tidur )
- Fasilitas melakukan
 Tanda dan gejala mayor : pergerakan, jika perlu
Subjektif - Libatkan keluarga
1. Mengeluh sulit untuk membantu pasien
menggerakkan ekstemitas dalam meningkatkan
pergerakan
Objektif
1. Kekuatan otot menurun c. Edukasi
2. Rentang gerak (ROM) - Jelaskan Tujuan dan
menurun prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
 Tanda dan gejala Minor : mobilisasi dini
Subjektif - Ajarkan mobilisasi
1. Nyeri saat bergerak sederhana yang harus
2. Enggan melakukan gerakan dilakukan (mis. Duduk
3. Merasa cemas saat bergerak di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
Objektif pindah dari tempat
1. Sendi Kaku tidur ke kursi).
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

 Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Osteomalasia
7. Keganasan
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
https://id.scribd.com/doc/75555340/Askep-Osteoporosis
https://id.scribd.com/doc/269507364/Asuhan-Keperawatan-Osteomielitis

Anda mungkin juga menyukai