3. UU Kesehatan tentang sebagai nakes harus menolak jika menerima gratifikasi ada
pada pasal
Permenkes no 14 th 2014 ttg gratifikasi di lingkungan kemenkes
Prioritas penyakit menular, masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, demam
berdarah, influenza dan flu burung. Disamping itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil
mengendalikan penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain.
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan
secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau dengan
air mengalir dan sabun antiseptik (handwash)
2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.
3. 5 (lima) kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
12. Pembayaran utk PBI atau pengguna bpjs ditangani oleh siapa? (pilihannya:
swasta, perusahaan, PT. Askes dll)
Pembayaran untuk PBI (penerima bantuan iuran) dibayarkan oleh pemerintah.
13. Upaya yg sdh dilakukan pemerintah utk pencegahan penyalahgunaan narkoba
Upaya pemerintah dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui program (P4GN) Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba yang dilakukan oleh BNN.
14. Kalo ada liat tetangga yg ciri2 nya kayak org pake napza, apa yg seharusnya kita
lalukan? (cek lebih dalam utk memastikan / lapor polisi / masukkan ke rs penderita
narkoba)
Lapor ke pejabat berwenang atau BNN
Menurut Uu no 35 th 2009 ttg narkotika Pasal 107 Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang
berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
Bagian Kesatu
Pasal 64
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk
Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian
yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 65
(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di
ibukota kabupaten/kota.
Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan
instansi vertikal.
Pasal 67
(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa
deputi.
(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi urusan:
a. bidang pencegahan;
b. bidang pemberantasan;
c. bidang rehabilitasi;
d. bidang hukum dan kerja sama; dan
e. bidang pemberdayaan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan
Presiden.
Bagian Kedua
Pasal 68
Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
Bagian Ketiga
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 72
(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala
BNN. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Kepala BNN
(1) Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan.
(2) Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatansebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan
yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas
wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah
kerja, dan pembagian waktu kerja.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;g. ahli teknologi laboratorium medik;h. tenaga gizi; dan i.
tenaga kefarmasian.(4) Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
(1) Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta
mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan
kesehatan dirinya dalam bekerja.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki
kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
(2) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Pelayanan laboratorium di Puskesmas harus memenuhi kriteria ketenagaan, sarana, prasarana,
perlengkapan dan peralatan.
(2) Pelayanan laboratorium di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dasar/latar belakang hari cuci tangan : sebenarnya latar belakang dari tujuannya sendiri menurut
Wikipedia
tujuannya adalah penurunan angka kematian untuk anak-anak dimana lebih dari 5.000 anak balita
penderita diare meninggal setiap harinya diseluruh dunia sebagai akibat dari kurangnya akses pada air
bersih dan fasilitas sanitasi dan pendidikan kesehatan.
Yang ini menurut Menkes sebelumnya, di tujukan untuk non medis
26. Posyandu
Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan pelayanan dan pemantauan
kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat.
Tujuan Posyandu
Tujuan pokok dari Posyandu menurut Effendy (1998), antara lain untuk :
Kegiatan Posyandu
Terdapat berbagai jenis kegiatan yang dilakukan pada Posyandu antara lain meliputi 5 kegiatan
posyandu dan 7 kegiatan posyandu (sapta krida posyandu):
27. Polindes
Definisi
Pondok Bersalin Desa (polindes) adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menyediakan
tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk KB di wilayah desa.
Tujuan
Memperluas jangkauan, meningkatkan mutu dan mendekatkan layanan KIA termasuk KB kepada
masyarakat.
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan ANC dan persalinan normal di tingkat desa
Meningkatkan pembinaan dukun bayi oleh bidan di desa
Meningkatkan kesempatan konsultasi dan penyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarganya,
khususnya dalam program KIA, KB, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare dan ISPA
Meningkatkan pelayanan kesehatan bayi dan anak serta yankes lainnya lainnya oleh bidan
sesuai dengan kewenangannya.
Fungsi
Meningkatkan mutu dan mendekatkan pelayanan KB-KIA
Sebagai tempat pemeriksaan kehamilan
Sebagai tempat persalinan
Sebagai tempat pelayanan kesehatan
Sebagai tempat konsultasi kesehatan
Syarat
Kegiatan
Desa siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi pelayanan kesehatan dari sebelumnya bersifat
sentralistik dan top down menjadi lebih partisipatif dan bottom up. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Desa siaga, desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta
dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan
masyarakat untuk memelihara kesehatannya secara mandiri.
Secara umum, tujuan pengembangan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat,
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Selanjutnya, secara khusus,
Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut (Depkes, 2006) :
Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-kurangnya 2 orang
kader desa.
Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan dan
perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang dikenal dengan
istilah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-
kegiatan minimal :
o Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar
biasa serta faktor-faktor risikonya.
o Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta kekurangan
gizi.
o Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
o Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya.
o Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi, PHBS, penyehatan
lingkungan dan lain-lain.
Kegiatan pokok :
surveilans pemetaan
perencanaan partisipatif
mobilisasi sdb, dsb
29. UKBM
30. Prinsip pemberdayaan masyarakat
31. Tujuan pemberdayaan masyarakat
32. PHBS
33. Tahapan pemecahan masalah di bidang kesehatan
Tahapan pemecahan masalah di bidang kesehatan (lebih ke kesehatan masyarakat kyknya)
a. Identifikasi masalah
Penetapan prioritas harus berdasarkan data atau fakta. Untuk masalah kesehatan pada umumnya
menggunakan pendekatan epidemiologi, pendekatan teknologi upaya kesehatan, pendekatan dari aspek
lingkungan dan pendekatan sistem.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menguraikan gejala – gejala dan penyebab – penyebab
masalah. Teknik yang dapat digunakan antara lain adalah brain storming dan diagram sebab akibat
(fishbone diagram, why – why diagram, mind map, dst).
I. Pelaksanaan Kegiatan
1. peningkatan upaya pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan derajat kesehatan dan status
gizi terutama bagi penduduk miskin dan kelompok rentan;
2. peningkatan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit baik menular maupun tidak
menular;
3. peningkatan kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi keluarga miskin, kelompok rentan dan
penduduk di daerah terpencil, perbatasan, rawan bencana dan konflik;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan di
daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan;
5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat produk obat, kosmetik, produk komplemen, dan
produk pangan yang beredar, serta mencegah dari penyalahgunaan obat keras, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; dan
6. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat masyarakat dalam perilaku
hidup bersih dan sehat.
Untuk penyakit tidak menular maka perlu melakukan deteksi dini secara proaktif mengunjungi
masyarakat karena ¾ penderita tidak tahu kalau dirinya menderita penyakit tidak menular terutama
pada para pekerja. Di samping itu perlu mendorong kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS
untuk menerapkan kawasan bebas asap rokok agar mampu membatasi ruang gerak para perokok.
PRINSIP PENGOBATAN
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang
dipakai adalah :
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
- Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Penanganan TB TO, setelah TCM keluar:
- Diagnosis Tegak, Persiapan awal pengobatan, KIE dan informasi consent , menetapkan panduan
pengobatan.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap: