Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KMB KELOMPOK 7

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


ENDOKRIN
( DIABETES MELITUS )

DISUSUN OLEH
1. Ari Setiawan A ( 202002030139 )
2. Mukahar ( 202002030140 )
3. Laila Novita ( 202002030141 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN


2020
BAB I
PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

( DIABETES MILITUS )

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai oleh keadaan
absolute insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi metabolisme
karbohidrat.

Penyakit diabetes melitus ini banyak dijumpai di Amerika Serikat. Penderita diabetes
mellitus sekitar 11 juta atau 6% dari populasi yang ada dan diabetes melitus menduduki
peringkat ketiga setelah jantung dan kanker. Sedangkan di Indonesia penderita diabetes
mellitus ada 1,2 % sampai 2,3% dari penduduk berusia 15 tahun.

Sehingga diabetes melitus tercantum dalam urutan nomor empat dari proses prioritas
pertama adalah penyakit kardiovaskuler kemudian disusul penyakit serebro vaskuler,
geriatric, diabetes melitus, reumatik dan katarak sehingga diabetes mellitus ini dapat
menimbulkan berbagai komplikasi. (Donna D. ignativius, 2013).

Peranan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan Diabetes Melitus yaitu perawat
dapat memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan
penyakit, pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan
seperti diet untuk penderita Diabetes Melitus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian DM?
2. Apa Etiologi DM?
3. Apa Patofisiologi DM?
4. Apa Manifestasi Klinis DM?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang DM?
6. Bagaimana Penatalaksanaan DM?
7. bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien DM?

C. Tujuan Penelitian
1. Mahaiswa dapat mengetahui Pengertian DM
2. Mahaiswa dapat mengetahui Etiologi DM
3. Mahaiswa dapat mengetahui Patofisiologi DM
4. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinis DM?
5. Mahaiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang DM
6. Mahaiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan DM
7. Mahaiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien DM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi


yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan
neuropati. ( Yuliana Elin,2009 )

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan


kronik pada mata, ginjal,syaraf dan pembuluh darah.( Soeparman, 1999 )

Klasifikasi Diabetes militus :

a. Klasifikasi klinis
1) DM
a) Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun
b) Tipe II :Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi
glukosa oleh hati : Tipe II dengan obesitas dan Tipe II tanpa obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa
3) Diabetes Kehamilan

b. Klasifikasi Resiko Statistik :


1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan glukosa
2. Etiologi
Etiologi diabetes tergantung dari tipenya, yaitu:
a. Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM)
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas disebabkan oleh:
1) Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi/kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan
pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplatasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.

b. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM )


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu:
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
2) Obesitas
3) Riwayat Keluarga
4) Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
dibanding dengan golongan Afro-Amerika.(Smeltzer and Bare, 2002)
3. Patofisiologi
Tubuh dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa atau produksi
glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel
hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa
darah > 110 mg/dl). Jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolik terjadi
menimbulkan hiperglikemi. Empat perubahan itu adalah:
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
b. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati
dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke
dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak.
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati,
maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria).
Ketika glukosa berlebihan diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit (diuresis osmotik). Akibat kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan pasien juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan
simpanan kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan
penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa
darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering
bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, polivagi, luka pada kulit
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi). Pada penyakit diabetes mellitus juga dapat terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi dapat menyebabkan penurunan suplai glukosa ke otak yang dapat
mengakibatkan koma atau kematian.

4. Pathway

5. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Carpenito, 2001).
a. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perbedaan utama Koma Hiperosmilar Nonketotik dengan Diabetik
ketoasidosis adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada Koma
Hiperosmolar Nonketotik (Smetzer, 2002 : 1262)
3) Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar
glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256).
b. Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada dasarrnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi
2 yaitu (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan.
Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996:
588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996: 16)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom, Medulla
spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan
metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996: 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosklerosis), dengan resiko penderita
penyakit jantung koroner atau stroke.
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf–saraf sensorik, keadaan ini berperan
dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan
gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada
sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan
kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena trauma
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke
otak menurun

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Darah
2) Hemoglobin
3) Trombosit
4) Leukosit
5) HbAIc
Normalnya adalah 4 – 6 % jika hasilnya > 8% mengindikasikan DM yang tidak
terkontrol.
6) Glukosa Darah
GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post pandrial >
200 mg/dl
7) Elektrolit
Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : normak atau peningkatan semu (perpindahan seluler selanjutnya
menurun).
8) RFT (renal fungsi tes)
Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan
fungsi ginjal).
9) LFT (liver fungsi tes)
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
10) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolik).
11) Benda keton
Aseton plasma (keton ) positif secara mencolok.
12) Urine
Kimia : proteinuria
Sedimen : leukosit, eritrosit, oksalat

b. Radiodiagnostik
1) Thorax
2) Pedis/ekstrimitas (ulkus diabetic foot)
c. Cardiac studies
1) EKG
2) ECHO
7. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan BB yang cepat
2. Hiperglikemi berat disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik,operasi besar, IMA,stroke)
7. Kehamilan dengan DM /DIABETES miletus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat

8. Pengkajian
Pengkajian Primer
1. Airway:pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan
napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
2. Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
3. Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta perdarahan.
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, TD dan adanya
perdarahan.
4. Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
5. Exposure/kontrol lingkungan: penderita dibuka seluruh pakaiannya untuk
mengetahui kodisi seluruh tubuh.

Pengkajian Sekuder
1. Aktivitas/istirahat:
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
dan istirahat, takikardi dan takipnea, letargi, disorientasi, koma, penurunan kekuatan
otot.
2. Sirkulasi:
Adanya riwayat hipertensi, MCI, Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas.
Ulkus, penyembuhan luka lama. Takikardi, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia, krekles. Kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego:
Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi. Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi:
Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru atau berulang. Diare, nyeri tekan
abdomen. Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila ada infeksi. Bising
usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif (diare), abdomen keras, adanya asites.
5. Makanan/cairan:
Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan. Haus dan lapar terus, penggunaan
diuretik (Tiazid), kekakuan/distensi abdomen. Kulit kering bersisik, turgor kulit jelek,
bau halitosis/manis, bau buah (nafas aseton).
6. Neurosensori:
Pusing, pening, sakit kepala. Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori
(baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun/koma, aktifitas kejang.
7. Nyeri/kenyamanan:
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi.
8. Pernafasan:
Batuk, dan ada purulen, jika terjadi infeksi. Frekuensi pernafasan meningkat, merasa
kekurangan oksigen.
9. Keamanan:
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/ paralysis otot, termasuk otot-otot pernafasan, (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam), demam, diaforesis.
10. Seksualitas:
Cenderung infeksi pada vagina. Masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
11. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
12. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
13. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
14. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
15. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
16. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
17. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
18. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
19. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.

9. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
b. Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit ke dalam sel tubuh,hipovolemia
c. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan,proses penyakit (diabetes militus)
d. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri.
e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuri dan dehidrasi

10. Intervensi Keperawatan


Intervensi yang dapat dilakukan berdassarkan diagnosa yang muncul :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan
insulin, makanan dan aktivitas jasmani
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan informasi tentang kebutuhan kalori
b. Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit ke dalam sel tubuh,hipovolemia
Intervensi :
Syok Prevention
1) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR dan
ritme
2) Monitor suhu dan pernafasan
3) Monitor input dan output
4) Pantau nilai labor : HB,HT,AGD dan elektrolit
5) Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
Syok Management
1) Monitor fungsi neurologis
2) Monitor tekanan nadi
3) Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan
4) Monitor EKG

c. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan,proses penyakit (diabetes militus)


Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2) Ajarkan cara menghindari infeksi
3) Tingkatkan intake nutrisi
4) Dorong istirahat
5) Kolaborasi pemberian antibiotik
d. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri.
Intervensi :
1) Monitor intake dan output
2) Monitor penggunaan obat anti kolinergik
3) Stimulasi reflek bledder dengan kompres dingin pada abdomen
4) Kateterisasi jika perlu

e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuri dan dehidrasi


Intervensi :
1) Monitor vital sign
2) Monitor Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3) Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4) Kolaborasi pemberian cairan IV

11. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat memiliki tiga alternatif dalam menentukan sejauh man tujuan tercapai :
a. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu tau tanggal yang
ditetapkan di tujuan
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidaksebaik yang
diharapkan
c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekaali menunjukkan perilau yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

12. Daftar Pustaka


Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Digiulio,Mary,dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Demystified. Yogyakarta: Rapha
Publishing.
Huda Nurarif, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid I. Yogyakarta : Mediaction.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai