Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG KEKURANGAN VITAMIN A

OLEH :
NAMA : AYU FEBRIA KURNIATI
KELAS :1A
ABSEN : 10

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KESEHATAN GIGI
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul kekurangan vitamin A tepat waktu.

Makalah kekurangan vitamin A disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
ilmu kesehatan masyarakat di poltekkes denpasar. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang vitamin A.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen selaku dosen


mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar,8 November 2020

Ayu Febria Kurniati


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………… 1

 A. Latar Belakang ………………………………………….. 2


 B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
 C. Tujuan Penulisan ……………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………. 4

 A. Pengertian Vitamin A …………………………………… 4


 B. Definisi kurang Vitamin A …………………………………….. 6
 C. Epidemiologi KVA ………………………………………. 8
 D. Klasifikasi KVA ………………………………. 10
 E. Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A ……………………………. 11
 F. Pencegahan dan pengobatan KVA ……………………….. 13
 G. Jadwal pemberian dosis Vitamin A ……………………….. 15
 H. Faktor pendukung terjadinya KVA……………………….. 19

BAB III PENUTUP …………………………………… 20

 A. Simpulan …………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 21


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi
anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia
dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh
yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi
nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga
masuk ke usia dewasa. (Keith dan West, 2008)
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di
atas anak usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia
reproduksi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan 
periode awal postpartum. KVA yang berat pada maternal juga memberikan kerugian
bagi anak baru lahir karena dapat akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama
kehidupan. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya pemahaman tentang  KVA maka
sangat penting bahwa beban kesehatan yang dihasilkan dikuantifikasi setepat mungkin,
sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta evaluasi program pencegahan
selanjutnya. Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade terakhir dalam memperkirakan
beban KVA,  terutama dengan menggabungkan dan mengekstrapolasikan data
prevalensi dari negara dimana telah dikumpulkan dalam populasi dengan profil
demografis yang sama dan risiko yang telah diantisipasi. Dalam beberapa tahun
terakhir, KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254 juta anak prasekolah
setiap tahun, jauh dari jarak  yang akurat. Tidak ada perkiraan permasalahan kesehatan
global KVA ibu atau adanya insidensi tahunan kebutaan malam ibu (XN). ( Arlappa,
2012; Keith dan West, 2008)
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk
zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali
terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan
infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga
terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus
juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya
konsumsi makanan (< 80 % AKG)  yang berkepanjangan akan menyebabkan anak
menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak
mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia
masih membutuhkan perhatian yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya
Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA
terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wwanita yang
berada pada usia reproduksi. Program ini sejalan dengan Vision 2020 The Right to
Sight yang bertujuan untuk menurunkan masalah kebutaan di Indonesia.( Heijthuijsen,
et al ,2013)

B.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1.Apa defenisi dari penyakit kekurangan vitamin A?
2.Bagaimana epidemiologi penyakit KVA ?
3. Apa aja klasifikasi KVA ?
4. Bagaimana tanda dan gejala kurang vitamin A?
5. Bagaimana pencegahan dan pengobatan KVA itu sendiri?
6. Faktor-faktor pendukung terjadinya KVA.

C.    Tujuan Penulisan


Yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum mengenai KVA (Kurang Vitamin A) beserta program – program yang
dapat dilakukan dalam upaya pencegahan masalah KVA ini.
BAB II 
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Vitamin A


Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak
dan merupakan vitamin yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan
kelangsungan hidup. Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat
mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi. (Olson dan Mello,2011)
Vitamin A merupakan komponen penting dari retina (selaput jala), maka fungsi
utama adalah untuk penglihatan. Disamping itu vitamin A juga membantu pertumbuhan
dan mempunyai peranan penting dalam jaringan epitel. (Marsetyo & Karta Sapoetra,
2003)

B.     Defenisi Kurang Vitamin A (KVA)


Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah suatu kondisi
dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum
retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Masih dalam buku tersebut
terdapat Xeroptalmia merupakan Istilah yang menerangkan gangguan pada mata akibat
kekurangan vitamin A, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel
retinayang dapat menyebabkan kebutaan.KVA adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar
Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) & melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap &
sangat rendahnya konsumsi/ masukkan karotin dari Vitamin A (WHO, 1976)
Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika jaringan retinol
kehilangan vitamin A, fungsi rod  (batang) dan cone (kerucut) pada mata mengalami kegagalan.
Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan
dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan tubuh.
Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi. Kebutuhan vitamin A tergantung
golongan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu.
 
          Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan
dewasa.Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering
ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka kesakitan
khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah
kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan
mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan Kekurangan Vitamin A(KVA). Pada dewasa
normal, simpanan vitamin A dalam hati bisa memenuhi kebutuhan selama ±24 bulan. Pada anak-
anak yang mengalami tumbuh kembang, jika konsumsi makanan yang mengandung vitamin A tidak
memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan, maka xeropthalmia kelihatan dalam beberapa
minggu. Sebuah gejala awal kekurangan vitamin A adalah buta senja (night blindness).Buta senja
terjadi ketika cadangan vitamin A di hati hampir habis. Kemudian  ocular
lesions seperti conjunctiva xerosis, Bitot's spot,keratomalacia,  dan  xeropthalmia dapat
terjadi. Untuk mendeteksi kondisi buta senja seseorang, dapat melalui suatu proses pengujian
dengan metode yang sesuai, seperti rapid dark adaptation testatau photostress test (Gibson,
1990).

a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI
(warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus.

a. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis
200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada
bulan Februari dan Agustus.

a. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin
A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin
A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).

b. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A


mengandung palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000
IU) dengan dosis :
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk yang hidup maupun yang mati. Semakin bertambah usia, semakin
banyak pengalaman yang diperoleh sehingga seseorang dapat meningkatkan
kematangan mental dan intelektual serta dapat membuat keputusan yang bijaksana
dalam bertindak. (Sarwono, 2005.)
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur
mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi.
Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut. (Noor, 2000).
Umur merupakan salah satu dari faktor sosial yang juga mempengaruhi status
kesehatan seseorang dan berdasarkan golongan umur maka dapat dilihat ada
perbedaan pola penyakit. (Kresno, 2000).
Hasil penelitian Suswanto (2000) juga didapatkan sebagian besar variabel penelitian
berhubungan dengan cakupan vitamin A antara lain umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keaktifan ibu dalam organisasi masyarakat.
Pendidikan adalah suatu konsep guna mencapai suatu tujuan (perubahan tingkah laku).
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan antara lain tingkat
pengetahuan yang dimiliki seseorang. Tahap pendidikan sangat menentukan
kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya.
(Sarwono, 2005)
Pendidikan memegang peranan penting terhadap kesuksesan pelaksanaan pemberian
vitamin A. Begitu juga terhadap ibu-ibu, ada hubungan antara pendidikan dengan
pemberian vitamin A, semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin menambah
wawasan ibu mengenai vitamin A. (Sarwono, 2005)
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka
melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat
unsur-unsur pendidikan yakni:
a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pelaku
pendidikan.
b. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).
c. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Soekanto (2004) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses pembelajaran agar secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Disebutkan jenjang pendidikan dibagi menjadi pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Yang termasuk dalam pendidikan dasar
yaitu SD/Sederajat dan SLTP/Sederajat, pendidikan menengah yaitu SLTA/sederajat,
sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah menengah yang
mencakup Diploma (D3), Sarjana, Magister, Spesialis dan Doctor yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi. (Sarwono, 2005)
Berdasarkan hasil penelitian Darniati (2009) ibu yang berpendidikan dasar cenderung
memberikan vitamin A pada balitanya sebanyak 40 %, begitu juga dengan ibu yang
berpendidikan menengah yaitu 40 %, sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi
memberikan vitamin A pada balitanya sebanyak 50 %.
Hasil penelitian Semba, et. All (2010) tentang program cakupan kapsul vitamin A dan
faktor risiko yang berhubungan dengan non-penerimaan vitamin A di Bangladesh
didapatkan bahwa tingkat pendidikan formal ibu yang tinggi lebih cenderung
mendapatkan cakupan kapsul vitamin A yang baik dibandingkan dengan tingkat
pendidikan formal yang rendah.
Menurut Asih (2007) pekerjaan adalah sosial ekonomi yang merupakan salah satu dari
penyebab ketidaktauan tentang pemberian vitamin A pada balita yang tidak langsung
dalam arti bahwa keadaan ekonomi yang rendah akan menyebabkan balita kekurangan
gizi. Hal ini menyebabkan balita bila terserang campak, diare atau infeksi lain,
penyakitnya tersebut akan bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian.
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia seseorang bekerja karena
ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang
dilakukannya akan membawa kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada
sebelumnya. (Anoraga, 2006).
Menurut Noor, N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya
dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik. Status sosio ekonomi
erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat
tinggal, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.
Menurut hasil penelitian Idwar (2000),bahwa ibu yang bekerja mempunyai resiko 2,324
kali untuk memberikan vitamin A dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya
informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
Pada masa yang akan datang di Indonesia akan terjadi perubahan dari negara agraris
menjadi negara industri. Sementara itu, karena adanya perbaikan pendidikan dan
perhatian terhadap perempuan menyebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja
perempuan. Batasan ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang melakukan aktivitas ekonomi
mencari penghasilan yang dilakukan secara reguler diluar rumah. Tentunya aktivitas ini
akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan kasih sayang
terhadap anaknya termasuk perhatian ibu pada pemberian vitamin A tersebut. (Depkes
RI, 2000).
Pengetahuan adalah sesuuatu yang diketahui mengenai hal atau sesuatu. pengetahuan
dapat mengetahui perilaku seseorang. (Sarwono, 2005)
Pengetahuan ibu-ibu tentang kesehatan anak merupakan salah satu faktor yang
mendukung ibu-ibu yang mempunyai balita dalam pemberian vitamin A. Semakin tinggi
ilmu pengetahuan, maka wawasan yang didapatkan akan semakin luas. (Sarwono,
2005)
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab
pertanyaan. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Dengan
perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjad ilmu apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Mempunyai objek kajian
2. Mempunyai metode pendekatan
3. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum) (Notoatmodjo, 2002)
1. Tahu (know)
Di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memahami ( comprehension)
Di artikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3. Menerapkan (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
kondisi yang sebenarnya.
4. Analysis (analisa)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-
komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama lainnya.
5. Sintesa (synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu objek atau materi. (Notoatmodjo, 2003)
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan domain di atas. (Notoatmodjo, 2003)
Berdasarkan hasil penelitian Darniati ( 2009) di dapatkan bahwa ibu yang
berpengetahuan baik akan cenderung memberikan vitamin A pada balitanya yaitu 50
%, ibu yang berpengetahuan sedang memberikan vitamin A pada balitanya yaitu
sebanyak 39,48 %, sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang cenderung
memberikan vitamin A yaitu 41,67 %.
Hasil penelitian Suswanto (2000) tentang faktor yang berhubungan dengan ditribusi
kapsul Vitamin A di Desa Cukil Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang,
menunjukkan bahwa sebagian besar variabel penelitian berhubungan dengan cakupan
distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
cakupan distribusi kapsul vitamin A dosisi tinggi adalah umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan, lama ibu kontak dengan anak, keterlibatan ibu dalam organisasi
masyarakat, umur kader, tingkat pendidikan kader, aktivitas kader, frekuensi pembinaan
oleh petugas Puskesmas, tingkat pendidikan tokoh masyarakat dalam kegiatan
distribusi, sedangkan lama menjadi kader tidak berhubungan dengan cakupan ditribusi
kapsul vitamin A dosis tinggi.

8. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA
karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan janin dan produksi ASI.

8. Pemberian kapsul vitamin A dilaksanakan dengan cara terjadwal, kunjungan


rumah  atau pada kejadian tertentu.

1. Perlu adanya penyuluhan secara berkala mengenai pentingnya asupan vitamin A


yang cukup agar terhindar dari penyakit – penyakit tertentu seperti xeroptalmia

1. Perlu adanya kerja sama dengan kelompok PKK di lingkungan sekitar


puskesmas dalam usaha fortifikasi vitamin A dalam menu makanan keluarga
sehari – hari

1. Diharapkan tenaga kesehatan agar dapat lebih pro aktif dalam melakukan home
visit terhadap klien yang tidak datang saat penyuluhan mengenai pentingnya
vitamin A ini berlangsung.

Tingkatan kekurangan Vitamin A (Depkes, 2003) adalah :


a. Buta Senja (XN) :
b.Xerosis Konjungtiva (X1A)
c.Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)
d. Xerosis Kornea (X2)
e.Keratomalasia dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B) 
f. Xerophtalmia Scar (XS)
g. Xerophtalmia Fundus (XF)

C.    Epidemiologi KVA


Estimasi yang dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami kekurangan
penyimpanan vitamin A (Sommer, 1996). Prevalensi KVA yang tertinggi ditemukan pada anak
prasekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat KVA subklinik juga terlihat banyak pada anak
sekolah dan dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu tersedia di setiap negara hanyalah
prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada kelompok umurlainnya tidak tersedia.
(Bloem, dkk, 1998).
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar
1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (xeropthalmia)
¼diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa
bulan.Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami
kesakitan,tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian
sebesar 30 % antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya
yang tidak kekurangan vitamin A (Unicef,1991 dalam Myrnawati). Angka kebutaan di Indonesia
tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survaikesehatan indera penglihatan dan
pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angkakebutaan di Indonesia 1,5 % dari jumlah
penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh
(1%), India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %) (Gsianturi,2004).
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anak-anak
telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kebutaan karenakekurangan
vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerah-
daerah.Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010 Pada pasca persalinan, atau masa nifas,
ibuyang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara
dan65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang tidak sekolah
mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%).Demikian pula
kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan perdesaan,serta menurut tingkat
pengeluaran. Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsulvitamin A selama enam bulan
terakhir disajikan pada Tabel berikut . Persentase distribusikapsul vitamin A untuk anak umur 6-59
bulan sebesar 69,8%. Persentase tersebut bervariasiantar provinsi dengan persentase terendah di
Papua Barat (49,3%) dan tertinggi di Di Yogyakarta (91,1%)
Masalah kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup serius adalah gangguan mata.
Proporsi low vision di Sulawesi Selatan cukup tinggi 9,8%, dua kali lipat dari angka nasional,bahkan di
Kota Makassar, angka proporsi low vision sangat tinggi (31,1%). Demikian jugaproporsi kebutaan di
Sulawesi Selatan adalah 2,6%, hampir tiga kali lipat dari angka nasional(0,9%).Secara keseluruhan di
Sulawesi Selatan cakupan distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6 - 59 bulan sebesar 74,2%,
sedikit lebih baik dari angka nasional (71,5%) sepertiterlihat dalam tabel 3.36. Cakupan tersebut
bervariasi antar kabupaten dengan cakupanterendah di Bone (53,8%) dan tertinggi di Enrekang
(90,9%).

D.    Klasifikasi KVA

Kekurangan vitamin A merupakan masalah nutrisi kesehatan masyarakat di


negara berkembang. Berdasarkan World Health Organization (WHO), konsentrasi
serum retinol diklasifikasikan menjadi ;
a.       Normal
Apabila konsentrasi serum retinol  ≥0.70 μmol/L
b.      Marginal
Apabila konsentrasi serum retinol  0.35-0.70 μmol/L
c.       Deficient
Apabila konsentrasi serum retinol  <0.35 μmol/L
Kesehatan masyarakat mengenai derajad beratnya KVA dikategorikan dalam
mild, moderate, dan severe. Dikatakan mild jika prevalensi dari anak –anak usia pra
sekolah atau ibu hamil dengan konsentrasi plasma serum 2-10%, moderate jika
prevalensi konsentrasi plasma serum 10-20%, dan severe apabila prevalensi
konsentrasi plasma serum ≥20%.
WHO membagi cakupan KVA kedalam dua kelompok utama yaitu:
Xerophthalmia dan rabun senja sebagai masalah kesehatan yang serius  pada negara
yang termasuk kelompok pertama, seperti diantaranya negara di Afrika dan Asia
Tenggara. Pada negara yang termasuk kedalam kelompok kedua, tanda klinis KVA
jarang terdeteksi namun marginal KVA sekitar 10-30% dari populasinya dan
direkomendasikan monitoring status vitamin A secara berkelanjutan. The Pan-American
Health Organization (PAHO) memutuskan bahwa KVA sebagai masalah kesehatan
masyarakat ketika 15% atau lebih populasi menunjukkan konsentrasi plasma serum of
0.70 μmol/L. diantara wanita, dua batas konsentrasi retinol digunakan untuk estimasi
KVA apabila 0.70 μmol/L dan untuk status deficient vitamin A jika 1.05 μmol/L.
Konsentrasi  retinol pada ASI kurang dari 1.05 μmol/L merupakan KVA pada ibu
menyusui. Prevalensi <10%, ≤10 to <25%, ≥25%  dari retinol ASI 1.05 μmol/L
mengindikasikan KVA golongan mild, moderate dan severe pada masalah kesehatan
masyarakat. (Tansuğ N, et al. 2010)

E.     Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A

Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada mata
dapat terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya defisiensi vitamin A,
terganggunya kemampuan untuk beradaptasi dan melihat dalam kondisi gelap,
xerophthalmia, hingga akhirnya mengalami kebutaan dapat terjadi. Kornea mata
terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. kelenjar air mata tidak mampu
mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi
kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang akhirnya
berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total. Beberapa
tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah kelelahan yang sangat, anemia,
kulit menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat terjadi kekeringan dan
gangguan pertumbuhan rambut dan kuku. (Almatsier, 2008)  
Gejala dini dari akibat kekurangan Vitamin A adalah buta senja (niktatopia).
Penderita buta senja tidak dapat melihat dalam keadaan gelap. Apabila gejala buta
senja ini tidak dapat ditanggulangi maka akan muncul gejala lebih lanjut yaitu
Konjungtiva serosis (pengeringan selaput bening yang menutupi bagian depan bola
mata). Dapat pula terjadi kelainan dalam bentuk lain yaitu adanya bercak pada bola
mata (disebut bercak bitot). Bercak bitot merupakan bintik-bintik warna kelabu terang
dan berbusa yang terdapat di konjungtiva mata. Meskipun diakui sebagai manifestasi
kekurangan Vitamin A akan tetapi kekurangan Vitamin A menyebabkan timbulnya
bercak bitot. Tanda klinis selanjutnya adalah pengeringan pada kornea mata (kornea
serosis). Gejala kekurangan Vitamin A yang paling serius, kornea mata menjadi keruh,
kering dan melunak. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi tergantung bersarnya
kerusakan pada kornea mata. Pengobatan segera dapat dan tuntas dapat
mengembalikan fungsi kornea mata, akan tetapi pengobatan yang terlambat dapat
menyebabkan kebutaan total. Keseluruhan gejala yang terjadi pada mata akibat
kekurangan Vitamin A secara umum disebut Xerophtalmia. (Sugiarno. 2010)

F.     Pencegahan dan Pengobatan KVA

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan
baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara
kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui,
suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat
pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya
resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu
hingga dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan
tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam
tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara
berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada
vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI
mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak yang
mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai studi yang
dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah
melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-
anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu
hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena
pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin
dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui
proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman.
Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata.
Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi.
d.      Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan sebagai
bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant morbidity dan
mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat
yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka suplementasi  vitamin A
direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara khusus, wanita hamil dapat
mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000
IU setiap minggu. Suplementasi dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan
hingga melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi
berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil
atau  ≥5% pada anak – anak yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)

Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang


menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A.
penyakit usus yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus
terganggu. Untuk melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya
dokter akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk
mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang
berwarna ( Hassan, 2008).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk
mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini
adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah
Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A
didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan
Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu
melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan
membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua
minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin
A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka
diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan proteinkalori
mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi.
Pencegahan dan pengobatan di kutip berdasarkan keterangan dari brosur
suplementasi vitamin A kapsul yang terdiri dari :
a.       Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)
Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara dengan
vitamin A 100.000 IU) dengan dosis
1). Pencegahan bayi umur 6 bulan – 11 bulan : 1 kapsul
2). Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
-  Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
-  Hari berikutnya 1 kapsul
-  4 minggu berikutnya 1 kapsul
3). Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi 1 kapsul.
1). Pencegahan bayi umur 1 tahun – 3 tahun : 1 kapsul
2). Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
-  Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
-  Hari berikutnya 1 kapsul
-  4 minggu berikutnya 1 kapsul
3). Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi   lainnya
diberi 1 kapsul ( Puspitorini, 2007).

G.     Jadwal Pemberian Dosis Vitamin A


Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk
mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini
vitamin A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami
gizi kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan
yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU untuk bayi berusia < 6
bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6  -  12 bulan , dan 200.000 IU untuk anak
berusia > 12 bulan.  Jika terdapat tanda klinis dari defisiensi vitamin A (seperti rabun
senja, xerosis konjungtiva dengan bitot’s spot, xerosis kornea atau ulceration, atau
ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus diberikan untuk dua hari pertama, diikuti
dosis ketiga sekurang-kurangnya 2 minggu kemudian (Maryam, 2010).

H.    Faktor Pendukung Terjadinya KVA


a.      Aspek Sosial Ibu

            Faktor pendukung terjadinya KVA pada anak bisa dilihat dari aspek sosial
Ibunya, yaitu sebagai berikut :
1). Umur
2). Pendidikan
3). Pekerjaan
4). Pengetahuan
Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif :
b. Aspek Budaya
a.Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b.Pola makan dan cara makan
c.Adanya paceklik atau rawan pangan
d.Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakansumber Vit A.
e.Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dandiare
f.Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g.Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h.Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan

c.    Dilihat Dari Aspek Keluarga dan Aspek Ekonomi


a).Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinananaknya menderita KVA
karena pendidikan yang rendah biasanya disertai dengankeadaan sosial ekonomi dan pengetahuan
gizi yang kurang.
b).Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVAWalaupun demikian besarnya
penghasilan keluarga tidak menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi
dengan pengetahuan gizi yang cukupsehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
c).Jumlah anak dalam keluarga :
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orangtua dalam mengasuh anaknya.
d).Pola asuh anak :
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan danperkembangan anak seperti pasangan
suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari serangkaian penulisan makalah di atas adalah sebagai
berikut:
1.  Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan
merupakan vitamin yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan
hidup.
2.  Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat mudah teroksidasi oleh
udara dan akan rusak pada suhu tinggi.
3.   Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA
terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita.
4.    Kesehatan masyarakat mengenai derajad beratnya KVA dikategorikan dalam mild,
moderate, dan severe.
5.    Hipervitaminosis Vitamin A adalah kadar vitamin A dalam darah sangat tinggi
sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan.
6.   Vitamin A yang berlebihan tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan
melalui air seni dan tinja dan selebihnya disimpan dalam hati.
7.   Dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain yaitu hemarolopia atau rabun
senja, frinoderma, pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru, xerosis
konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, keratomalasia, ulserasi kornea, xeroftahalmia
scars, terhentinya proses pertumbuhan, serta terganggunya pertumbuhan pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA

http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html
http://elummah35.wordpress.com/health-information/kurang-vitamin-a-kva/
http://berbagiilmubio.blogspot.com/2012_12_01_archive.html
http://hendyuuk.blogspot.com/2009/04/aspek-sosial-budaya-yang-mempengaruhi.html
Restunawati.1995. Keragaan Aspek Gizi Anak  Usia Pra Sekolah dan Sosial Ekonomi
Keluarga di Daerah Kurang Vitamin A ( KVA ), Studi Kasus : di Daerah Rawan KVA,
Provinsi Sumatera Utara.Bogor:IPB

Anda mungkin juga menyukai