Ante Mortem
Ante Mortem
PEMERIKSAAN KESEHATAN
TERNAK SEBELUM DIPOTONG
OLEH :
LABORATORIUM KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR-BALI
2017
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
PEMERIKSAAN KESEHATAN TERNAK
SEBELUM DIPOTONG
TUJUAN PELATIHAN :
• Peserta pelatihan memahami cara pemeriksaan kesehatan ternak
sebelum dipotong (Ante-Mortem)
• Peserta pelatihan memiliki keterampilan cara melakukan
pemeriksaan kesehatan ternak sebelum dipotong (Ante-Mortem)
1. Pendahuluan
Daging yang beredar di masyarakat hendaknya daging yang sehat dan
berkualitas baik. Untuk pengadaan daging yang sehat dan berkualitas, diperlukan
serangkaiaan pemeriksaan dan pengawasan, mulai dari penyediaan ternak potong
yang sehat melalui pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disembelih
(pemeriksaan ante-mortem), tukang potong yang memiliki syarat kesehatan dan
memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar pemotongan ternak,
keterampilan melakukan proses pemotongan ternak, dan pemeriksaan setelah
hewan dipotong (pemeriksaan post-mortem), penyediaan alat transportasi daging
dan jeroan yang memenuhi syarat kebersihan dan memadai, dan tersedianya kios
daging yang memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan untuk pendistribusian
daging dan jeroan kepada konsumen.
4
yang telah ditentukan oleh pemerintah. Peraturan yang mengatur tentang
pemotongan ternak antara lain : 1). Staatblad No.614 tahun 1936 tentang
pemotongan ternak besar betina bertanduk. Inti dari peraturan pemerintah ini
adalah ternak besar betina bertanduk, yaitu sapi dan kerbau betina dilarang untuk
dipotong, kecuali sudah diafkir karena alasan : 1). Sudah berumur di atas 8 tahun
(tua), 2). Warna bulunya menyimpang, 3). Mengalami kecelakaan (patah tulang),
4). Mengalami majir (mandul), 5). Sudah beranak lebih dari 5 kali, 6).
Eksteriurnya jelek. Peraturan lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Pertanian Nomor 18/1979 dan Nomor 05/Ins/Um/3/1979 tentang
Pelarangan pemotongan ternak sapi/kerbau betina bunting dan atau sapi/kerbau
betina bibit, dan Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkai I Bali tanggal 1
Oktober 1980 tentang Pelarangan dan pencegahan pemotongan ternak sapi/kerbau
betina bunting dan atau sapi/kerbau betina bibit (Arka dkk., 1983).
Menurut Direktorat Kesmavet (2005), tujuan dari pemeriksaaan ante-
mortem adalah :
1. Mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukkan gejala
klinis penyakit hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang,
2. Mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan
pemeriksaan post-mortem dan penelurusan penyakit di daerah asal ternak,
3. Mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian-bagian hewan yang
menderita penyakit kepada petugas, peralatan RPH, dan lingkungan,
4. Menentukan status hewan dapat dipotong, ditunda atau tidak boleh
dipotong,
5. Mencegah pemotongan ternak betina bertanduk produktif.
5
Pemeriksaan ante-mortem, dilakukan di kandang penampungan hewan
siap potong. Syarat kandang penampungan adalah bersih, kering, terang
(intensitas cahaya minimun 540 luks), serta terhindar dari panas matahari dan
hujan.
Peralatan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ante-mortem adalah
1). Jas laboratorium yang bersih,
2) sepatu boot, dan
3) stempel/cap huruf “S”.
Untuk dapat melakukan pemeriksaan kesehatan ternak ante-mortem maka
diperlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang harus dimiliki selain kandang
tempat pengumpulan ternak, adalah kandang jepit (fiksasi). Kandang untuk
pengumpulan ternak harus terang agar pemeriksa dapat bergerak dengan leluasa di
antara ternak untuk mengadakan pengamatan dengan seksama terhadap ternak
dalam keadaan diam/beristirahat atau dalam keadaan bergerak. Kandang jepit
dimaksudkan untuk tempat pemeriksaan kesehatan seekor ternak dengan lebih
seksama, misalnya untuk eksplorasi rektal yang bertujuan untuk diagnosis
kebuntingan, mengukur suhu tubuh, pemasangan identifikasi ternak yang
meragukan kesehatannya, dan untuk memperkirakan umur ternak betina yang
akan dipotong.
6
• Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati gejala klinis dan
patognomonik.
a. Pengamatan (inspeksi) dengan cermat dan seksama terhadap sikap dan
kondisi (status gizi, sistem pernafasan, sistem pencernaan dan lain-lain),
hewan potong saat berdiri atau bergerak yang dilihat dari segala arah,
Amati ternak tersebut dalam keadaan bergerak. Ternak dibangunkan dan
diperhatikan waktu bergerak. Ternak lumpuh atau patah kaki, bergerak
kaku dll, dipindahkan ke kandang khusus untuk mendapat pemeriksaan
yang lebih teliti.
b. Pengamatan dengan cermat dan seksama terhadap lubang-lubang
kumlah (mulut), telinga, hidung, anus), serta kelenjar getah bening
(limfoglandula superficialis) pada ternak, apakah ada pembengkakan atau
tidak. Demikian pula catat kalau ada kotoran pada mata, keluar cairan pada
mata, (lacrimasi) dan keluar leleran pada hidung.
c. Pengamatan kemungkinan adanya sapi bunting dengan eksplorasi rektal.
7
Gambar 2. Kandang Penampungan Sapi.
8
Gambar 4.. Pengamatan Kondisi Sapi Sebelum Dipotong.
9
• Tidak adanya tanda-tanda stres panas maupun dingin.
• Tidak adanya tanda-tanda kesakitan, abses, luka, memar, patah.
• Gusi yang merah muda dan sehat dan mukosa yang sehat pula;
• Kotoran berkonsistensi normal dan tidak berdarah;
• Warna kencing berwarna kuning-jerami;
10
• Jika sapi memiliki jamlah gigi permanen sebanyak 8 buah (4 pasang), maka
perkiraan umur ternak sapi tersebut adalah 4 tahun atau lebih.
Untuk menghitung jumlah umur sapi lebih dari 4 tahun, maka dapat dilihat
dari struktur gigi sapi tersebut. Apakah sudah mulai ada perubahan pada gigi
tersebut, misalnya mulai aus dan lain sebagainya. Biasanya umur sapi di atas 4
tahun sudah mulai beranak, untuk memperkirakan umur sapi bisa dikombinasikan
dengan adanya lingkar tanduk pada sapi.
11
dengan umur 1 tahun. Tinggal menambahkan umur sapi pertama kali bunting. Jika
perkiraan umur bunting sapi pertama kali pada umur 2-2,5 tahun, maka jika ada
satu lingkar tanduk, umurnya diperkirakan 3-3,5 tahun. Begitu seterusnya, tinggal
menghitung berapa banyak jumlah lingkar tanduk pada sapi tersebut.
12
7. Beberapa Gejala Penyakit Penting Pada Hewan Potong
1. Penyakit Anthrax
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus anthraxis yang memiliki 3
bentuk gejala sebagai berikut :
1. Perakut : dengan menunjukkan gejala klinis berupa ganggan syaraf dan
diikuti dengan kematian.
2. Akut dan Subakut : dengan gejala klinis demam, penghentian pengunyahan,
depresi, kesulitas bernafas, iinkoordinasi, konvulsi (kejang-kejang) dan kematian.
Juga ada keluar darah dari lubang-lubang kumlah (anus, mulut, mata).
3. Kronis : dengan gejala klinis edema pada daerah pharynx dan lingual, keluar
cairan berbusa dari mulut hewan.
2. Penyakit Brucellosis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Brucella abortus, yang memiliki
gejala khusus berupa keguguran atau kelahiran janin yang prematur.
3. Penyakit Salmonellosis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella spp. dengan gejala klinis
berupa demam tinggi, adanya bintik darah dalam feses, diare profus,penurunan
suhu tubuh yang drastis mencapai normal atau sub-normal.
4. Penyakit Baliziekte
Penyakit ini disebabkan oleh kondisi sapi yang hatinya mengalami
keracunan lamtana camara yang dimanifestikan dengan sifat sensitif terhadap
sinar matahari (Fotosensitive), denga gejala klinis khas berupa adanya keropeng
pada beberapa bagian kulit.
5. Penyakit Fascioliasis (Distomatosis).
Penyakit ini disebabkan oleh cacing fasciola gigantica, yang sering tidak
menunjukkan gejala klinis yang jelas.
13
8. Keputusan akhir dari pemeriksaan ante-mortem
Konklusi akhir dari pemeriksaan kesehatan ante-mortem dapat dibedakan
menjadi tiga.
• Kelompok pertama adalah ternak yag dapat dipotong regular, yaitu
kelompok ternak yang sehat, normal, dan memenuhi syarat (tidak
melanggar peraturan pemotongan)
• Kelompok kedua yaitu ternak yang ditolak untuk dipotong, yaitu
kelompok ternak yang menderita penyakit, abnormal, dan melanggar
peraturan pemotongan. Contoh ternak untuk kelompok ini adalah ternak
sakit, ternak cacat, ternak betina produktif, bibit, ternak bunting, dan pedet
yang umurnya terlalu muda.
• Kelompok ketiga adalah kelompok ternak yang menderita kelainan lokal
seperti patah kaki/fraktur, luka, memar, abses, neoplasma/tumor, dan
kondisi ternak tersebut meragukan. Ternak kelompok ketiga ini dipisahkan
dari pemotongan regular selesai dilakukan. Pertimbangan kondisi ante-
mortem dikaitkan dengan penemuan post-mortem untuk memberikan
kesimpulan akhir terhadap disposisi daging dan organ-organ tubuhnya.
Menurut Direktorat Kesmavet (2005), keputusan pemeriksaan ante
mortem dilakelompokkan menjadi hewan boleh dipotong, ditunda, atau
tidak boleh dipotong. Terhadapa hewan yang boleh dipotong segera
diberikan stempel/cap“S” di daerah pinggul.
Tabel 2. Keputusan akhir hasil pemeriksaan ante-mortem
Hasil pemeriksaan Keputusan
• Hewan normal/sehat 1. Diijinkan untuk
• Hewaan dengan kelainan terlokasi, dipotong
seperti tumor pada mata, pneumonia, dll
• Hewan lumpuh/ambruk karena 2. Harus segera
kecelakaan, tetapi tidak menunjukkan dipotong
gejala penyakit
• Hewan menderita atau menunjukkan 3. Dipotong
14
gejala sakit, seperti pada Lampiran I dengan
pengawasan
dokter hewan
• Hewan penderita gejala sakit yang 4. Ditunda
belum dapat ditemukan penyakitnya pemotongannya
(menunggu hasil laboratorium)
• Hewan penderita menunjukkan gejala 5. Dilarang
penyakit akut, seperti anthrax, tetanus, dipotong
malleus, dll
Sumber : Direktorat kesmavet (2005)
15
9. Bahan Diskusi
1. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan ante-mortem?
2. Apa tujuan pemeriksaan kesehatan ante-mortem?
3. Bagaimana cara pemeriksaan kesehatan ante-mortem?
4. Apa konklusi/kesimpulan hasil pemeriksaan kesehatan ante-mortem?
16
Lampiran 2. Form RPH-1
Petugas
Juru Periksa Daging
...................................................
17
Lampiran 3. Form RPH-2
Kepala RPH
...................................................
18
Lampiran 4. Form RPH-3
Kepala
Dinas.......................
Kab/Kota ....................
...................................................
19
Lampiran 5. Form RPH-4
Kepala
Dinas.........................
Provinsi ...............
...................................................
20