Anda di halaman 1dari 14

Tugas

Pemuliaan ternak ungas

Di susun oleh :

Indrawati s. daud

Nim : 621419004

Universitas negeri gorontalo

Fakultas pertaniaan

2021

1
Pemuliaan ternak unggas

Kebutuhan akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi. Masyarakat Indonesia

sudah mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein hewani dalam mencukupi kebutuhan

nutrisinya. Produk peternakan adalah produk yang sangat primer. Sebagai contoh yaitu daging,

telur susu merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak

kalangan yang beranggapan bahwa dunia peternakan adalah dunia yang kurang mempunyai

prospek ke depan. Salah satunya adalah usaha ayam pedaging.

Keberlanjutan usaha ayam pedaging memerlukan adanya bibit, bibit yang dimaksud
adalah bibit unggul yang mudah diperoleh. Program pembibitan dilakukan dengan melaksanakan

program pemuliaan (seleksi dan persilangan) dan memperbaiki performa reproduksi. Performa

reproduksi ayam pedaging tidak hanya tergantung pada gen-gen yang dimiliki ternak. Keadaan

lingkungan dan pakan juga turut menunjang munculnya performa reproduksi secara optimal.

Pada iklim mikro yang berbeda reproduksi ternak didaerah tropis dipengaruhi oleh suhu

lingkungan, kelembaban dan pakan yang tersedia bagi ternak. Suhu dan kelembaban lingkungan

yang tinggi serta kondisi pakan yang buruk menghambat laju reproduksi. Laju reproduksi yang

rendah akan membatasi program seleksi.

Nilai heretabilitas menunjukkan besarnya perbedaan genetik dalam individu yang

berkontribusi pada perbedaan antar individu untuk sifat yang diamati. Nilai heretabilitas yang

tinggi menunjukkan bahwa pengaruh utamanya adalah genetik (Warwick et al. 1990). Faktor lain

yang mempengaruhi nilai heretabilitas adalah tempat dan waktu. Nilai heretabilitas dibagi

menjadi tiga yaitu heretabilitas rendah berkisar antara 0-0,2 ; heretabilitas sedang berkisar 0,2-

0,4 dan heretabilitas tinggi lebih dari 0,4. (Martojo, 1992).

Nilai ripitabilitas dapat digunakan untuk mengetahui daya ulang suatu sifat yang dimiliki

suatu individu selama individu tersebut hidup. Selain itu untuk menduga besarnya suatu sifat

yang diturunkan dari tetua kepada turunannya, karena nilai ripitabilitas dapat untuk menduga

nilai maksimum heretabilitas sifat yang diketahui nilai ripitabilitasnya. Nilai ripitabilitas dapat

pula digunakan sebagia dasar kebijakan dalam melakukan seleksi (Falconer, 1989).

2
Pendugaan parameter genetik yaitu heretabilitas dan ripitabilitas suatu sifat diperlukan

untuk meningkatkan produksi. Pengetahuan tentang pendugaan nilai ripitabilitas dan heretabilitas

membantu peternak merancang pemuliaan yang tepat untuk meningkatkan mutu genetik ternak

(Bennewitz et al. 2007)

Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging

Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah penerapan

prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat produksi dan reproduksi) yang
menunjang pertumbuhan daging suatu ternak melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan

melakukan seleksi dan perkawinan (breeding).Keragaman suatu sifat Performance dapat

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik, danfaktor non genetik atau lingkungan.

A. Faktor Genetik

Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh individu.

Oleh karena itu, faktor genetik sudah ada sejak terjadinya pembuahan atau bersatunya sel telur

(ovum) dengan spermatozoa. Faktor genetik ini tidak akan berubah selama hidup individu,

sepanjang tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya, dan faktor genetik dapat diwariskan

kepada anak keturunannya. Berbeda dengan faktor genetik, pengaruh lingkungan tidak akan

diwariskan kepada anak keturunannya.

Sebagai contoh yaitu ayam pedaging (ras) dengan ayam kampung (bukan ras) diambil

pada saat umur yang sama DOC (kira-kira1 hari setelah penetasan),dengan memberikan pakan

yang sama dan perlakuan yang sama pula setiap harinya,pada saat ayam keduanya mencapai

umur 2 bulan ayam broiler memiliki berat 1,5 kg, dan ayam kampong memiliki berat 0,8 kg. Hal

ini karena dipengaruhi faktor genetik yaitu ayam broiler (ayam ras) dan ayam kampung (bukan

ras) yang secara genetik berbeda.

B. Faktor Lingkungan

Faktor lingkingan tergantung pada kapan dan dimana individu yang bersangkutan berada.

Sebagai contoh kita memilih ternak dengan jenis yang sama, sebagai contoh ayam broiler dan

3
diambil pada saat umur yang sama. Tetapi kita memberikan pakan kedua ayam tersebut dengan

pakan yang berbeda, maka pada saat ayam mencapai umur kira-kira 2 bulanan kita akan melihat

perbedaan berat diantara keduanya, hal ini karena pemberian pakan yang berbeda pada kedua

ayam tersebut.

Contoh Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging

Pemuliaan ayam yang dilakukan oleh Gunawan, B. dan Tike sartika. Tahun 2001.

Persilangan ayam Pelung jantan x Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner 6(1):21-27.Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan ayam lokal

pedaging dengan pertumbuhan cepat, yaitu mencapai bobot badan lebih besar dari 1 kg pada

umur 3 bulan. Materi yang digunakan adalah 330 ekor DOC ayam silangan (PK) yang berasal

dari perkawinan inseminasi buatan (IB) Pelung jantan dengan Kampung betina hasil seleksi

generasi kedua (G2) dan 180 ekor DOC ayam Kampung murni (KK) yang berasal dari populasi

Kontrol.

Ayam-ayam tersebut ditempatkan dalam kandang grower sebanyak 10 ekor/cages yang

dihitung sebagai 1 satuan unit ulangan percobaan. Pakan yang diberikan selama penelitian dibagi

dalam 3 fase, yaitu pakan starter I (protein 21%, energi 3000 kkal/kg) untuk ayam umur (0-21

hari); pakan starter II (protein 19%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 22-42 hari, dan

pakan grower (protein 17%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 43-84 hari. Peubah yang

diamati antara lain bobot badan setiap minggu selama 12 minggu, konsumsi pakan, konversi

pakan, mortalitas selama penelitian, bobot karkas, dan komponen karkas serta perhitungan

ekonomi sederhana (B/C ratio).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan ayam silangan Pelung x Kampung

(PK) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam KK (1009 vs 923 g) dan secara statistik

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Konsumsi pakan tidak nyata (3037 vs 3036

g/ekor/12 mg), tetapi konversi pakannya untuk ayam silangan lebih baik (3,09 vs 3,4). Hasil

evaluasi karkas menunjukkan bahwa untuk bobot karkas dan komponen karkas antara kedua

4
galur tidak berbeda nyata, sedangkan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang

nyata (P<0,05). Berdasarkan perhitungan ekonomi sederhana diperoleh bahwa pemeliharaan

ayam PK lebih menguntungkan dibandingkan dengan hanya memelihara ayam KK saja yang

ditunjukkan oleh nilai B/C ratio sebesar 1,31 untuk PK dan 1,20 untuk KK. Mortalitas selama

penelitian masih dalam kisaran normal, yaitu untuk ayam silangan sebesar 6,36% dan ayam

Kampung murni sebesar 5,56%.

Heretabilitas pada Ayam Pedaging

Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Affan Mu’in. Tahun 2008. Heretabilitas beberapa

ukuran tubuh ayam kampung. Junal Ilmu Peternakan, Vol. 3 No.1 Hal. 16-19. Penelitian ini

bertujuan untuk mengestimasi niai heretabilitas ukuran tubuh ayam kampung. Beberapa laporan

menginformasikan bahwa bobot badan yang dicapai sampai umur 6 bulan hanya berkisar 1,4 –

1,8 kg (Mansjoer, 1985; Maryanto dan Noerdjito, 1988; Mugiyono dkk, 1988). Lambatnya

pertumbuhan ayam kampung disebabkan rendahnya mutu genetik yang dimiliki-nya, karena

umumnya peternak belum menerapkan program pemuliaan secara ketat (Hakim, 1993;

Hardjosubroto, 1994).

Kemajuan perbaikan mutu genetik ternak melalui seleksi dan atau persilangan sangat

ditentukan oleh kekuatan pewarisan dari sifat-sifat yang akan diperbaiki . Informasi mengenai

nilai heretabilitas sifat-sifat kuantitatif penting artinya dalam membantu penyusunan program

perbaikan mutu genetik. Dalam penelitian ini digunakan 97 ekor ayam kampung sebagai

kelompok anak yang berasal dari kelompok tetua sebanyak 19 pasang ayam kampung di wilayah

kabupaten monokwari. Kemudian memasangkan ayam kampung jantan dan betina dan

tempatkan didalam unit-unit kandang perkawinan.

Telur dikumpulkan selama 10 hari dari tiap pasangan kemudian ditetaskan selama 21

hari dan beri no identitas pada kedua kakinya dalam kelompok anak dipelihara dikandang

brooder, setelah 4 minggu dipindahkan ke kandang grower, dan umur 8 minggu lakukan

pengukuran terhadap panjang shang, panjang betis, panjang paha, lingkar dada,panjang dada,

5
lebar dada, panjang badan, panjang sayap, panjang kepala dan tinggi kepala. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh nilai estimasi h2 masing-masing ukuran tubuh sebagai berikut:

Tabel 1. Heretabilitas Beberapa Ukuran Tubuh Ayam Kampung Umur 8 Minggu


Ukuran Tubuh Heretabilitas (h2) Salah baku (SE)
Panjang shank O,8900 O,3831
Panjang betis 0,5212 0,2932
Panjang paha 0,3176 0,2289
Lingkar dada 0,1715 0,1682
Panjang dada 0,2510 0,2035
Lebar dada 0,3707 0,2473
Panjang badan 0,3901 0,2537
Panjang sayap 0,0237 0,0625
Panjang kepala 0,0282 0,0682
Tinggi kepala 0,0072 0,0345
Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka dalam penelitian ini nilai h2 beberapa ukuran

tubuh ayam kampung umur 8 minggu yang ditemukan yang ter-masuk kategori (a) rendah: tinggi

kepala (0,007), panjang sayap (0,024) dan tinggi kepala (0,028); (b) sedang: lingkar dada (0,171)

dan panjang dada (0,251); dan tinggi: panjang paha (0,318), lebar dada (0,371), panjang badan

(0,390), panjang betis (0,521) dan panjang shank (0,890).

Nilai h2 yang tinggi dari suatu sifat menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara

ragam fenotipik dan ragam genetik aditif, sehingga seleksi berdasarkan fenotipik individu

(individual selection) akan lebih efektif karena tanggap terhadap seleksi (Lasley, 1978),

sedangkan apabila rendah maka seleksi sebaiknya dilakukan berdasarkan per-formans keluarga

(pedigree selection) (Minkema, 1987). Berdasarkan petunjuk ini maka untuk meningkatkan mutu

genetik karakteristik panjang shank, pan-jang betis, panjang paha, panjang badan dan lebar dada

ayam kampung umur 8 minggu akan efektif bila dilakukan seleksi berdasarkan fenotipik

individu, sedangkan untuk karaktersitik lainnya dapat dilakukan seleksi berdasarkan performans

keluarga.

6
Ripitabilitas pada Ayam Pedaging

Ripitabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang digunakan pada program

pemuliaan dengan tujuan untuk perbaikan sifat tertentu. Ripitabilitas merupakan salah satu

parameter genetik yang digunakan untuk menduga bagian dari keragaman fenotip yang

disebabkan oleh ke-ragaman genetik total (aditif, dominan,dan epistasis) dan keragaman

lingkungan permanen. Interaksi antara keragaman genetik total dan keragaman lingkungan

permanen terjadi pada sifat yang kinerjanya diukur beberapa kali pada waktu yang berbeda

namun pada sekelompok individu yang sama.


Perbedaan kinerja suatu sifat pada sekelompok ayam pedaging pada waktu yang berbeda

terjadi karena adanya perbedaan keragaman lingkungan namun tidak terjadi perubahan pada

keragaman genetiknya (Nurgiyatiningsih, 2008). Estimasi ripitabilitas yang tinggi sangat

diharapkan karena kinerja sifat pada waktu yang akan datang dapat diprediksi berdasarkan

kinerja yang diukur pada waktu lebih awal.

Ripitabilitas merupakan konsep yang berkaitan dengan heritabilitas yang berguna untuk

sifat-sifat yang muncul beberapa kali pada ayam pedaging. Keterkaitan ripitabilitas dengan

heritabilitas disebabkan oleh bagian dari keragaman fenotipik yang sama-sama disebabkan oleh

keragaman genetik aditif tetapi pada ripitabilitas ditambah dengan keragaman genetik dominan

dan epistasis serta keragaman lingkungan permanen. Hal tersebut mengakibatkan nilai

ripitabilitas suatu sifat dalam populasi ayam pedaging selalu lebih tinggi daripada nilai

heritabilitas apabila diestimasi pada sifat dan kelompok individu yang sama. Oleh karena itu,

nilai ripitabilitas merupakan batas atas nilai heritabilitas.

Perhitungan nilai ripitabilitas terhadap parameter produksi pada ayam pedaging perlu

dilakukan pada program pemuliaan. Konsep ripitabilitas berhubungan dengan pengaruh

lingkungan permanen yang mempengaruhi sifat tertentu. Ripitabilitas dihitung untuk mengetahui

korelasi fenotip antara performan sekarang dengan performa di masa mendatang pada suatu

individu.

7
Hasil estimasi nilai ripitabilitas diharapkan dapat digunakan sebagai dasar seleksi dan

pemuliaan ayam pedaging selanjutnya.Nilai ripitabilitas berkisar antara 0 (0%) sampai dengan 1

(100%) yang dapat di-golongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00—0,20;

sedang apabila nilainya 0,20—0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Nilai ini akan semakin

rendah dan mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan temporer meningkat dan sebaliknya

semakin tinggi dan mendekati 1,0 apabila ragam suatu sifat se-bagian besar dikendalikan oleh

faktor genetik dan lingkungan yang sifatnya permanen.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ripitabilitas antara lain keragaman


lingkungan temporer dan interaksinya dengan genetik individu-individu dalam populasi pada

waktu yang berbeda. Interaksi tersebut menghasilkan keragaman kinerja pada waktu yang

berbeda.Nilai ripitabilitas akan semakin rendah dan mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan

temporer meningkat. Sebaliknya, nilainya semakin tinggi dan men-dekati 1,0 apabila ragam

suatu sifat sebagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan yang sifatnya

permanen. Manfaat ripitabilitas yaitu untuk:

a. Menunjukkan besarnya peningkatan yang dapat dicapai apabila satu sifat individu

diukursecara berulang-ulang

b. Menyusun batas atas rasio keragaman genetik total dengan keragaman fenotipik atau rasio

keragaman genetik aditif dengan keragaman fenotipik

c. Meramalkan kinerja yang akan datang berdasarkan catatan sebelumnya

d. Menghitung nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) ternak betina yang digunakan

untuk seleksi

e. Menghitung Nilai Pemuliaan (NP) ternak betina pada sifat tertentu untuk seleksi.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan niai repitabilitas pada ayam

pedaging yaitu :

1. Metode korelasi antarkelas (interclass correlation)

8
Metode korelasi antarkelas digunakan untuk estimasi ripitabilitas dalam populasi yang

masing-masing individu memiliki catatan kinerja dua kali pengukuran. Misalnya: produksi

bertelur pertama dan kedua. Rumus estimasi ripitabilitas sebagai berikut:


XY −(
∑ XY )
r=
∑ n
√ ¿ ¿ ¿¿

Keterangan:

r = ripitabilitas

X = kinerja suatu sifat pada pengukuran pertama

Y = kinerja suatu sifat pada pengukuran kedua

n = jumlah individu

2. Metode korelasi dalam kelas (intraclass correlation)


Metode korelasi dalam kelas dapat digunakan dalam estimasi ripitabilitas apabila masing-

masing individu memiliki lebih dari dua pengukuran catatan kinerja suatu sifat, misalnya

produksi daging pada tiga generasi. Estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas

menggunakan analisis keragaman untuk memperoleh nilai keragaman yang diperlukan untuk

menghitung estimasi ripitabilitas. Model matematik pada estimasi ripitabilitas dengan metode

korelasi dalam kelas sebagai berikut:


Ykm = µ + αk + ekm

Keterangan:

Ykm = hasil pengamatan ke-m pada individu ke-k

µ = rata-rata kinerja suatu sifat dalam populasi

αk = pengaruh individu ke-k

ekm = pengaruh lingkungan tidak terkontrol

9
Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging

Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam mengevaluasi

keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan parameter penting dalam

program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik

ternak terhadap nilai heritabilitasnya. Pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan

ternak,kecermatan pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang diperoleh.

Nilai pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang cukup cermat dalam

menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear Unbiased Prediction (BLUP).
Keuntungan metode BLUP adalah :

(1) Model dapat memperhitungkan semua pengaruh lingkungan tetap dan bisa langsung

dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi.

(2) Memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi kekerabatan antar

ternak

(3) Bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan produksi asalkan

mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang mempunyai catatan.

(4) EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang, dkk. 2003).

Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada ayam pedaging dilakukan melalui seleksi

dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan.

Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak yang diseleksi banyak, namun catatan

performans individu dari jumlah yang banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk

mengatasi hal ini adalah, seleksi atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-

kelompok tertentu kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999).

Pola pemuliaan pada dasarnya ada dua bentuk yaitu pola inti tertutup (Closed nucleus

breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus breeding scheme). Pada pola tertutup

aliran gen hanya berlangsung satu arah dari puncak (nucleus) ke bawah tidak ada gen yang

mengalir dari bawah ke nucleus. Croston dan Pollot (1985) mengemukakan bahwa tiga hal

penting untuk keberhasilan program pemuliaan yaitu :

10
(1) Tujuan seleksi harus jelas serta sejalan dengan yang diinginkan peternak.

(2) Metode yang tepat untuk menilai genotip.

(3) Pola (scheme) harus praktis untuk memperoleh materi genetik yang tinggi yang akan

menguntungkan untuk digunakan dalam pemuliaan.

Langkah pertama dalam menyusun program pemuliaan adalah menentukan tujuan

pemuliaan, yang dirumuskan bersama peternak supaya bisa berhasil dan sesuai dengan

kepentingan peternak. Sifat yang ditingkatkan pada ayam pedaging sebaiknya bernilai ekonomis

tinggi serta mudah diukur, antara lain adalah litter size, laju reproduksi, bobot lahir dan kualitas
karkas. Langkah kedua bersama-sama dengan petani menentukan bangsa dari ayam pedaging

yang cocok untuk dikembangkan. Langkah ke tiga mengelola program pemuliaan supaya

berhasil meningkatkan mutu genetik ternak serta dalam jangka panjang dapat berkelanjutan.

Selain adanya partisipasi peternak untuk dapat berkelanjutan program pemuliaan harus

berorientasi pasar.

Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Ayam Pedaging

. Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif merupakan sifat yang dikontrol oleh beberapa gen yang

memiliki perbedaan yang jelas antar fenotipnya, biasanya bersifat tidak aditif, dan

variasinya tidak kontinyu (Noor, 2008). Menurut Warwick, et al., (1995), sifat

kualitatif adalah suatu sifat yang dapat mengklasifikasikan individu-individu ke

dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas

satusama lain. Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan

karena secara tidak langsung sifat ini berpengaruh terhadap sifat produksi. Sifat

kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama

sekali dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga variasi genetik juga menunjukkan

11
variasi sifat kualitatif. Karakteristik genetik eksternal dapat netral, bermanfaat atau merugikan,

tergantung pada lingkungan ternak itu dipelihara. Beberapa sifat

kualitatif yang penting yang merupakan ciri khas yang dipakai sebagai patokan

untuk penentuan suatu bangsa ayam diantaranya adalah warna bulu, warna

kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi oleh

lingkungan (Mansjoer, 1985).

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif merupakan sifata yang dapat diukur. Sifat ini dipengaruhi banyak gen
dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pakan dan tatalaksana. Perubahan pada bobot

badan menunjukkan perkembangan tubuh ayam muda ,sedangkan perubahan pada ukuran-

ukuran tubuh menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan dari bagian-bagian tubuh

(Sasimowski,1987) setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang

sehingga pengukuran pada tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk menetahui

ukuran tubuh.

Panjang tulang tarsus merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan bobot badan.

Oleh karena itu panjang kaki mempunyai korelasi positif dengan bobot badan dan menentukan

komposisi tubuhnya. Namun dengan demikian untuk seleksi ayam untuk produksi daging ayam

yang mempunyai kaki yang terlalu panjang tidak diinginkan karena kaki yang pendek lebih kuat

menopang tubuhnya (Jull, 1951). Soeharsono (1976) menyatakan bahwa pendugaan karakter

ayam pedaging dapat dilakukan dengan mengukur panjang paha atas ( panjang tarsus) dan paha

bawah. Perkembangan dari panjang paha bawah dan paha atas dapat menunjukkan produksi

daging karena merupakan peletakan daging.Hal ini ditambahkan oleh pendapat Mansjoer (1981)

bahwa panjang tarsometatarsus dan diameter tarsometatarsus merupakan pendugaan yang tepat

untuk penentuan bobot banda. Kemudian diperjelas oleh Jull (1951) yang menyatakan bahwa

panjang kaki dan diameter kaki mempunyai korelasi positif dengan bobot badang dan

menentukan komposisi tubuhnya. Namun dengan demikian untuk seleksi ayam untuk produksi

daging ayam yang mempunyai kaki yang terlalu panjang dan diameter kaki kecil tidak

12
diinginkan karena kaki pendek dan diamter kaki yang besar lebih kuat menopang tubuhnya.

Dimensi tubuh ayam pedaging yang dapat digunakan sebagai parameter antara lain :

a) Panjang tarsometatarsus (tulang kering ) dan diameter tarsometatarsus. Panjang shank

merupakan panjang tulang tarsometatarsus (Kusuma, 2002). Hal ini ditambahkan oleh

Mansjoer (1981) bahwa panjang tarsometatarsus dan diamater tarsometatarsus

merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan bobot badan. Kemudian diperjelas

oleh Jull ( 1951) yang menyatakan bahwa panjang kaki dan diameter kaki mempunyai

korelasi positif dengan bobot badan dan menentukan komposisi tubuhnlya. Namun
dengan demikian untuk seleksi ayam untuk produksi daging ayam yang mempunyai kaki

yang terlalu panjang dan diameter kaki kecil tidak diinginkan karena kaki pendek dan

diameter kaki yang besar lebih kuat menopang tubuhnya.

b) Tinggi dan panjang badan Mansjoer (1981) menyatakan bahwa pendugaan karakter ayam

pedaging dapat dilakukan dengan mengukur tinggi badan yang menyatakan bahwa

perkembangan dari tinggi badan ayam pedaging dapat menunjukkan produksi daging

karena mempunyai korelasi positif dengan bobot badan dan menentukan komposisi

tubuhnya. Sedangkan panjang badan mempengaruhi perkembangan rangka ayam

pedaging. Ayam broiler dapat digolongkan kedalam kelompok unggas penghasil daging

artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki kerangka

tubuh besar, pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat, lebih efisien dalam

mengubah ransum menjadi daging (Hardjoswaro dan Rukminasih, 2000).

c) Lingkar dada lingkar dada merupakan komponen utama dalam pertumbuhan daging.

Besarnya dada dijadikan ukuran menilai kualitas perdagingan karena sebagian besar otot

yang merupakan komponen karkas paling besar terdapat disekitar dada (JULL, 1979).

d) Panjang paruh, panjang sayap dan panjang tibia Pertumbuhan fisik yang terjadi pada

ayam dipengaruhi oleh faktorintrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang

mempengaruhi kecepatanpertumbuhan pada ayam adalah umur, genetik, dan hormon.

Sedangkan faktorekstrinsik yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan adalah pakan

13
(kualitasransum), suhu, dan penyakit (Isnaeni, 2006).perubahan panjang paruh, panjang

sayap dan panjang tibiamemiliki dugaan korelasi dimensi antara berat badan. Hal ini

sesuai dengan pendapat dari (Kadaryanto, 2003) yangmenyatakan bahwa pertumbuhan

adalah perubahan dari kecil ke besar karenabertambahnya jumlah sel dan volume sel serta

proses tersebut tidak dapat dibalik.

14

Anda mungkin juga menyukai