Anda di halaman 1dari 30

Critical Book Report

Mata Kuliah : Kultur Jaringan


Dosen Pengampu : Selvia Dewi Pohan, S.Si, M.Si

PEMULIAAN TANAMAN SECARA IN VITRO


(TIPE KULTUR)

OLEH :

NAMA : MADELEINE DIANA


NIM : 4153141030
KELAS : BIOLOGI DIK D 2015

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book
Report ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu Selvia Dewi Pohan, S.Si., M.Si sebagai
dosen yang bersangkutan yang sudah memberikan bimbingannya.

Di dalam CBR ini terdapat beberapa istilah yang akan dibahas, yaitu meliputi
kultur pucuk, kultur embrio, kultur meristem, kultur akar, kultur protoplas, kultur sel,
kultur anther dan kultur biji.

Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan, 27 Maret 2019

Madeleine Diana
NIM. 4153141030

i
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 6
1.3 Manfaat Penelitian 7

BAB II PEMBAHASAN 9
2.1 Identitas Buku 9
2.2 Ringkasan Isi Buku 13
2.3 Penilian Terhadap Buku 20

BAB III PENUTUP 32


3.1 Kesimpulan 32
3.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 44

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Semua kehidupan di atas permukaan bumi ini tergantung langsung dari adanya
proses asimilasi CO2menjadi senyawa organik dengan energi yang diperoleh dari
cahaya matahari. Dalam proses ini energi cahaya matahari daitangkap dan diubah
menjadi energi kimia dengan proses fotosintesis.
Suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan ialah
kemampuannya untuk menggunakan zat-karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan
organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman. Peristiwa ini hanya berlangsung
cukup cahaya, dan oleh karena itu maka asimilasi zat-karbon disebut juga fotosintesis.
Lengkapnya adalah bahwa fotosintesis atau asimilasi zat-karbon itu suatu proses di
mana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi zat organik
karbohidrat dengan pertolongan cahaya matahari. Pengubahan energi sinar menjadi
energy kimia (karbohidrat) dan kemudian pengubahan energi kimia menjadi energi
kerja pada peristiwa pernefasan dalam tubuh tumbuhan merupakan rangkaian proses
kehidupan di dunia ini.
Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi
yang tidak henti-hentinya, sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik
seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik hidup dan tumbuh dengan memasukkan
molekul-molekul organik ke dalam sel-selnya. 
Satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung
seluruh kehidupan ialah fotosintesis. Proses ini berlangsung di dalam jasad
berfotosintesis, termasuk jasad tumbuhan tinggi, tumbuhan pakis, lumut, ganggang
(ganggang hijau, biru, merah, dan coklat), berbagai jasad renik dll.
Sebangsa tumbuhan bersifat autotrof yang artinya tumbuhan mampu
menangkap energi matahari untuk fotosintesis molekul-molekul organik kaya energi
dari prekusor anorganik H2O dan CO2. Yang akhirnya ketahanan hidup seluruh
kehidupan di bumi ini bergantung pada fotosintesis. Bagi organisme heterotrof
bergantung pada organisme autotrof untuk keberadaannya. 

1
1.2. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain

1. Mengetahui tujuan pemuliaan tanaman secara in vitro.


2. Mengetahui kultur pucuk, kultur embrio, kultur meristem, dan kultur akar.
3. Mengetahui kultur protoplas dan fusi protoplas.
4. Mengetahui kultur sel dan kultur kalus.
5. Mengetahui kultur anther dan kultur biji.

1.3. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat penulisan makalah ini antara lain :

1. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan pemuliaan tanaman secara in vitro


2. Mahasiswa mampu mengetahui kultur pucuk, kultur embrio, kultur meristem,
dan kultur akar.
3. Mahasiswa mampu mengetahui kultur protoplas dan fusi protoplas.
4. Mahasiswa mampu mengetahui kultur sel dan kultur kalus.
5. Mahasiswa mampu mengetahui kultur anther dan kultur biji.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IDENTITAS BUKU

A. Buku Utama (buku satu)


 Judul buku : Kultur Jaringan Tanaman
 Pengarang : Dr. Fauziyah Harahap, M.Si
 Penerbit : UNIMED
 Tahun terbit : 2011
 Kota Terbit : Medan
 Tebal Buku : vi + 191 halaman
 Ukuran : x cm
 ISBN : 978-602-8848-58-9

B. Buku Pembanding (buku kedua)


 Judul buku : Kultur Jaringan Tanaman
 Pengarang : Rindang Dwiyani
 Penerbit : Pelawa Sari
 Tahun terbit : 2015
 Kota Terbit : Bali
 Tebal Buku : xi + 75 hlm
 Ukuran : 15,5 x 23 cm
 ISBN : 978-602-8409-44-5

3
2.2. Ringkasan isi buku

Buku 1 : Kultur Jaringan Tanaman (Dr. Fauziyah Harahap, M.Si)

A. Kultur Sel

Kultur Suspensi sangat berguna dalam penelitian metabolit primer maupun


sekunder, juga untuk regulasi nitrogen di dalam organ dan asimilasi sulfur, metabolisme
karbohidrat dan karbon fotosintetik.

Kultur sel dilakukan dengan menggunakan eksplan adalah kalus. Kalus


dipindahkan ke media cair untuk menginduksi sel-sel independen/inisiasi suspensi sel.
Pada kultur sel ini juga harus dilakukan sub-kultur secara periodic, tergantung
tujuannya, yaitu ke media yang sama/modifikasi untuk memperbanyak suspensi sel atau
media regenerasii ( Media Padat ). Untuk regenerasi harus didahulukan menginduksikan
munculnya tunas, setelah muncul tunas kemudian abru di induksi ke pembentukan akar.

Umumnya kultur sel digunakan untuk :


1. Sumber protoplas
2. Perlakuan dengan mutagen kimia, penyakit dan lain-lain
3. Memproduksi metabolit sekunder
4. Untuk keperluan selekti in-vitro dalam pemuliaan tanaman.

B. Kultur Kalus

Saat ini kultur kalus dan suspense sel banyak dilakukan dalam penelitian untuk
menghasilkan metabolit sekunder. Kalus adalah kumpulan massa sel yang amorphous
yang terdiri dari sel/jaringan-jaringan yang membelah diri terus-menerus. Kalus
tersusun oleh sel-sel parenkim yang mana ikatannya dengan sel lainnya sangat
renggang. Jaringan ini belum mengalami diferensiasi lanjut. Untuk menginduksi
terbentuknya tunas, diperlukan media regenerasi, dengan modifikasi ZPT.

Kemampuan jaringan dalam membentuk kalus sangat terkait dengan:

4
1. Umur fisiologi jaringan waktu isolasi dilakukan. Jaringan yang masih
meristematis lebih mudah penanganannya dibandingkan jaringan yang sudah
berdiferensiasi.
2. Musim pada saat tanaman di isolasi.
3. Jenis tanaman.
4. Bagian tanaman yang di isolasi, bagian yang sudah tua akan memerlukan
modifikasi dengan merejuvenilisasikan selnya kembali.

Eksplan yang digunakann untuk menginduksi kalus adalah: batang, akar,


daun, embrio, kotiledon dan lainnya. Eksplan awal ini kemudian ditempatkan
pada media padat. Kalus yang tumbuh harus disubkultur ke media baru dalam
kurun waktu tertentu, agar ketersediaan hara dan airnya tetap ada dan mencegah
terhambatnya pertumbuhan kalus akibat keluarnya senyawa-senyawa hasil
metabolism kalus tersebut.

Subkultur dapat dilakukan ke media yang sama atau media regenerasi.


Hal ini tergantung kepada tujuan subkultur tersebut. Untuk tujuan menghasilkan
senyawa/metabolit sekunder maka jangan menggunakan media regenerasi.
Subkultur yang berulang dengan sumber eksplan yang terdiri dari sel-sel yang
heterogen dapat menyebabkan perubahan berupa :

1. Aberasi Kromosom
2. Poliploidi
3. Delesi.

Untuk melakukan praktek kultur kalus, dari pengalaman penulis


menunjukkan, penempatan pada daerah gelap tanpa sinar sinar akan lebih
memacu pembentukkan kalus. Auksin akan sangat baik bekerja dengan kondisi
gelap, sementara dengan adanya cahaya maka kerja auksin akan terganggu,
sehingga kalus yang dihasilkan juga tidak baik kualitasnya.

Kalus yang baik adalah kalus yang variable dan mempunyai spot-spot
hijau yang pada permukaan atasnya. Kalus yang padat akan sulit beregenerasi
membentuk embriosomatik dan tunas.

5
C. Kultur Protoplas

Protoplas adalah sel dalam keadaan telanjang. Fusi protoplas ( yang terjadi di
dalam sel tanpa campur tangan manusia ) adalah proses alamiah yang terjadi pada
tumbuhan rendah sampai tingkat tinggi. Proses pembuahan terjadi penyatuan gamet
jantan ( sub protoplas ) dengan gamet betina ( protoplas )menjadi zigot ( Hibrida seksual
).

Modifikasi genetic dengan fusi protoplas bertujuan untuk :


1. Mengatasi masalah Incompatibilitas
2. Mengatasi masalah Sterilitas
3. Mendapatkan sifat yang diinginkan
4. Melalukan fusi sel guna menghasilkan hibrida somatic
5. Mendapatkan tanaman bebas virus, penyakit
6. Mendapatkan tanaman dengan variasi somaklonal yang baik.

Protoplas dapat diisolasi secara mekanik dengan menggunakan prinsip proses


plasmolysis sel, juga dapat diisolasi secara enzimatis. Enzim-enzim yang digunakan
mengisolasi protoplas antara lain : sellulase, driselase, zymalose, pectiolyase, pectinase,
hemisellulase, maserase. Sumber protolas yang umum untuk diisoloasi adalah : daun
( paling sering digunakan ), pucuk, buah akar, nodul akar. Fusi sel ( protoplas ) tanaman
dilakukan dengan cara memfusikan 2 macam protoplas yang satu atau berbeda.

Teknik fusi protoplas yang dikembangkan saat ini :

1. Fusi antara protoplas dengan protoplas


2. Fusi antara sub protoplas dengan protoplas.

D. Kultur Anther

Kultur anter ( Anther culture ) sering juga disebut kultur haploid. Jika serbuk
sari yang digunakan sebagai sumber eksplan maka disebut kultur serbuk sari ( pollen
culture ). Kultur serbuk ini lebih tepat disebut kultur haploid. Kultur haploid adalah
kultur yang menghasilkan tanaman haploid. Tanamaan haploid adalah tanaman yang
memiliki jumlah kromosomnya sama dengan jumlah kromosom gamet ( N ). Untuk

6
tanaman diploid ( 2N ), jumlah kromosom gametnya ( N ) adalah sama dengan dasar,
tetapi untuk tanaman yang tetraploid ( 4N ) maka jumlah kromosomnya gamet adalah
dua kali kromosom dasar ( N= 2X ).

Keuntungan dari tanaman haploid adalah :

1. Semua sifat ditampilkan dalam kondisi monohaplod, baik sifat dominan atau
resesif.
2. Seleksi pada level haploid jauh lebih mudah dibandingkan dengan level
ploidi yang tinggi.
3. Penggandaan kromosom tanaman haploid akan menghasilkan tanaman
diploid yang homozigot, panggandaan kromosom berikutnya akan
menghasilkan tanaman tertraploid homozigot.
4. Hibrisasi seksual dengan tanaman diploid akan menghasilkan tanaman
triploid.
5. Dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman jantan super.
6. Tanaman diploid atau tetraploid dapat dilepaskan sebagai kultivar baru.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan kultur anther adalah :

1. Lingkungan pertumbuhan tanaman donor


2. Suhu
3. Lama penyinaran
4. Intesitas cahaya dari tanaman donor
5. Umur tanaman donor
6. Fase perkembangan serbuk sari
7. Pra perlakuan dari anther
8. Kultur media
9. Sucrose dengan konsentrasi yang ditentukan
10. Garam anorganik
11. Vitamin dan zat pengatur tumbuh
12. Cara peletakan anther
13. Lingkungan inkubasi

7
14. Sub-kultur.

E. Kultur Embrio

Kultur embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa/ dewasa secara
steril dan menumbuhkannya secara in-vitro, dengan maksud memperoleh tanaman yang
viabel. Embrio yang dipisahkan dari bakal biji dalam berbagai tingkat perkembangan
membutuhkan makanan yang optimal untuk pertumbuhannya.

Berdasarkan makanan yang dibutuhkan selama perkembangan, fase


perkembangan embrio dibeddakan atas :

1. Fase heterotrofik : bentuk embrio dalam fase akhir ini berbentuk bulat dan
sangat tergantung pada endosperm sebagai sumber makanan
2. Fase autotrofik : bentuk embrio dalam fase akhir ini erbentuk hati, embrio tidak
tergantung lagi pada makanannya.

Pada prinsipnya ada 2 tipe kultur embrio :

1. Kultur embrio muda (immature embryo) berasal dari biji yang belum masak. Hal
ini digunakan untuk menghindari keguguran embrio, hingga dihasilkan tanaman
yang viabel. Tipe ini sangat sulit, terkait dengan cara pengirisan sumber eksplan
dan nutrien yang dibutuhkan.
2. Kultur embrio dewasa, berasal dari biji yang masak. Tipe ini relatif mudah,
menggunakan medium sederhana dengan mineral-mineral pada umumnya.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan kultur embrio :

1. Genotip. Perbedaan kultivar, menyebabkan timbulnya embrio yang mudah dan


sulit dikulturkan.
2. Tingkat perkembangan embrio. Embrio yang masih kecil lebih sulit dikulturkan
dibanding dengan embrio yang sudah berkembang.
3. Kondisi pertumbuhan tanaman induk. Tanaman induk yang terkontrol biasanya
menghasilkan sumber embrio yang lebih baik.

8
4. Komposisi media. Komposisi media untuk embrio awal dan dewasa sangat
berbeda.
5. Oksigen, cahaya, teperatur.

Kegunaan kultur embrio :

1. Memperpendek siklus breeding.


2. Uji kecepatan viabilitas biji.
3. Untuk memperbanyak tanaman langka.
4. Memperoleh hibrid yang langka.

F. Kultur Meristem dan Mericlone

Kultur meristem adalah kultur yang menggunakan eksplan yang berasal dari
jaringan meristem, biasanya diperoleh dari meristem apikal atau meristem tunas aksilar.
Pada ujung pucuk, jaringan ini berada di bagian dalam, oleh karena itu, untuk
mengambil jaringan ini agar dapat digunakan sebagai eksplan, kita membutuhkan
mikroskop.

Jadi pada setiap pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan pengirisan


bagian pucuk secara transversal, lalu jaringan meristem yang tertutupi oleh primordia
daun akan dapat diambil, semua kegiatan ini dilakukan dibawah mikroskop.

Aplikasi kultur meristem ini adalah untuk: mengeliminir penyakit, terutama


virus, karena jaringannya jauh berada di bagian dalam, sehingga penetrasi penyakit
diharapkan belum menjauhkan jaringan ini, penyimpanan plasma nutfah bebas virus.
Tanaman yang dihasilkan berasal dari jaringan vegetatif, sehingga planlet yang
dihasilkan berupa klon (seragam).

Untuk pelaksanaan perbanyakan mikro dengan teknik kultur jaringan ini, apabila
kita menggunakan eksplannya adalah daerah meristem pucuk yang sangat kecil (± 0,2
mm), dan dalam pelaksanaannya digunakan perlakuan pemberian zat kimia untuk
membunuh penyakit, maka hasil yang diperoleh kemungkinan besar adalah bebas
patogen.

9
Tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem disebut mericlone. Saat ini sudah
banyak beredar anggrek mericlone terutama Vanda dan Cymbidium. Tanaman
mericlone lainnya adalah kedelai, kentang, anyelir, dan capsella.

Melalui kultur meristem, jaringan meristem sebagai sumer eksplan dapat


langsung digenerasikan untuk membentuk tunas dengan subkultur berulang dan
menggunakan variasi ZPT, atau melalui fase kalus terlebih dahulu, kemudian
dikulturkan membentuk protocorm dan akhirnya dikulturkan untuk berdiferesiansi lebih
lanjut mementuk tunas dan akar.

G. Kultur Akar

Untuk pembuatan kultur akar, pertama yang harus dilakukan adalah mengisolasi
akar dan menumbuhkannya dalam media cair kemudian dishaker (digojok) dengan
kecepatan tertentu. Media yang diberikan adalah umumnya medium dasar (medium
White) dengan penambahan garam-garam mineral yang sedikit berlebih seperti yodium
dan besi, namun tergantung dari jenis tanamannya.

Penambahan ZPT umumnya adalah auksin, karena untuk menginduksi


terbentuknya akar, sitokinin tidak dibutuhkan di dalam kultur akar ini. banyak
keberhasilan kultur akar yang telah diperoleh, namun species yang berbeda memiliki
respon yang berbeda dalam kultur ini.

Kultur akar saat ini yang dikembangkan adalah kultur akar berambut (hairy
root). Kultur akar berambut diperoleh dengan menginokulasikan suspensi bakteri
Agrobacterium rhizogenes pada bagian tanaman yang dilukai.

Buku 2 : Kultur Jaringan Tanaman (Rindang Dwiyani)

Ditinjau dari bahan eksplan yang digunakan, kultur jaringan tanaman dibedakan
menjadi :

A. Kultur meristem (meristem cultures)


B. Kultur ujung tunas (shoot-tip cultures)
C. Kultur embrio (Embrio cultures)

10
D. Kultur dan Fusi protoplas (Protoplast cultures)
E. Kultur anther/mikrospora (Anthere/microspore cultures)
F. Kultur kalus dan kultur sel (callus cultures and cell cultures)
G. Kultur biji (seed cultures)

A. Kultur Meristem (meristem cultures)

Meristem adalah bagian tananaman yang sel-selnya bersifat meristematik dan


aktif membelah. Pada tubuh tanaman posisi meristem ada pada ujung tunas (tunas
apikal maupun aksilar) yang berfungsi menambah panjang tunas, pada ujung akar
berfungsi menambah panjang akar serta pada kambium batang yang menyebabkan
bertambah besarnya diameter tanaman. Pada tanaman graminae, meristemnya
dinamakan meristem interkalar karena terdapat pada nodus-nodus.

Dalam kultur jaringan, meristem yang umum digunakan sebagai bahan eksplan
adalah meristem ujung tunas (apikal maupun aksilar). Kultur meristem menggunakan
bahan eksplan yang sangat kecil, berukuran ≤ 1 mm. Eksplan meristem harus diambil
menggunakan mikroskop dalam laminar. Kultur meristem merupakan sistem
organogenesis secara langsung, sehingga memungkinkan diperoleh anakan yang secara
genetis lebih stabil jika dibandingkan melalui fase kalus.

Kultur meristem menghasilkan progeni (anakan) tanaman yang bebas virus


meskipun bahan eksplan berasal dari tanaman yang terserang virus. Beberapa alasan
yang diduga menyebabkan dihasilkannya tanaman bebas virus dari kultur meristem
adalah:

1. Sistem jaringan pembuluh belum berkembang pada meristem, sementara virus


bergerak dalam tubuh tanaman melalui jaringan pembuluh.
2. Aktifitas metabolit yang sangat tinggi pada sel-sel meristem yang aktif membelah
sehingga tidak memungkinkan virus bereplikasi.
3. Tingginya kandungan auksin endogen pada meristem mungkin menghambat
replikasi virus.

11
Makin besar ukuran eksplan akan mempermudah proses kultur dan
menyebabkan lebih banyak plantlet yang dihasilkan, namun akan diperoleh anakan
tanaman yang bebas virus makin sedikit. Produksi tanaman bebas virus dengan kondisi
genetis yang stabil melalui kultur meristem telah dilakukan oleh perusahaan hortikultura
yang besar untuk tanaman kentang, tebu, pisang dan apel.

B. Kultur ujung tunas (shoot-tip cultures)

Kultur ujung tunas menggunakan eksplan bakal tunas apikal atau tunas aksilar,
berukuran 3-20 mm, menyertakan beberapa primordia daun dan jaringan pembuluh.
Eksplan bakal tunas aksilar dapat berupa‘nodal segment’ (irisan buku) karena pada
irisan buku (buku merupakan bekas tempat daun tumbuh) terdapat bakal tunas aksilar.
Eksplan ditanam pada media induksi tunas (media dengan kandungan sitokinin) untuk
memunculkan ‘pre-existing’ tunas yang ada dalam eksplan.

Tunas dalam jumlah banyak bisa muncul (multiplikasi tunas) kemudian


disubkultur ke media perakaran (media dengan auksin) untuk dihasilkannya plantlet.
Jika tunas yang dihasilkannya hanya satu, maka dilakukan kultur ‘nodal segment’
kembali dari satu tunas yang dihasilkan tersebut. Caranya yaitu dengan jalan menanam
kembali irisan buku (node) yang dihasilkan oleh tunas tersebut. Penanaman ‘nodal
segment’umumnya dilakukan dengan posisi irisan buku ‘tidur’. Tunas yang muncul
kemudian bisa disubkultur ke media perakaran untuk dihasilkannya plantlet. Munculnya
bakal tunas aksilar sebagai bahan eksplan pada tanaman induk dapat dilakukan dengan
menstimulasinya.

Perbanyakan tanaman dengan kultur ujung tunas ini sukses dilakukan untuk
tanaman pisang. Metode ini disebutkan superior (dibandingkan perbanyakan pisang
secara konvensional dengan sucker) dalam hal hasil optimal yang diperoleh,
keseragaman bibit, kebersihan bibit karena bebas penyakit serta sifat true to type yang
diturunkan.

C. Kultur embrio (Embrio cultures)

12
Yang dimaksud dengan kultur embrio adalah mengkulturkan embrio zigotik
secara in vitro. Embrio zigotik adalah hasil fertilisasi antara sel telur dengan inti sel
sperma yang terjadi pada proses fertilisasi ganda tanaman angiospermae.

Embrio zigotik dapat digunakan sebagai bahan eksplan namun untuk kondisi
tertentu atau alasan tertentu sebagai berikut :

1. Embrio tidak bisa ditumbuhkan dalam kondisi biasa secara eks vitro karena tidak
memiliki cadangan makanan. Biji-biji ini harus ditumbuhkan secara in vitro
dengan memberi nutrisi buatan untuk dapat berkecambah dan tumbuh menjadi
seedling (tanaman).
2. Embrio hasil fertilisasi tidak berkembang dan mati. Contohnya adalah ‘embryo
rescue’ pada embrio zigotik hasil persilangan buatan yang dilakukan para
pemulia tanaman jeruk keprok. Setelah melakukan persilangan buatan, embrio
muda diambil dari tanaman induk dan ditumbuhkan secara in vitro karena pada
tanaman induknya embrio tersebut tidak berkembang dan mati.

D. Kultur dan fusi protoplas (Protoplast cultures and fussion)

Istilah protoplas mengacu pada sel tanaman tanpa dinding sel atau isi sel yang
terbungkus hanya oleh membran plasma. Protoplas dari sebuah sel dapat dipisahkan dari
dinding selnya secara enzimatik maupun secara mekanik. Protoplas yang sudah terpisah
dari dinding selnya ini dapat diregenerasikan menjadi tanaman secara utuh.

Isolasi protoplas dan kultur protoplas menjadi dasar dilakukannya fusi protoplas
atau hibridisasi in vitro dari dua tetua tanaman dengan sifat-sifat yang unggul. Fusi
protoplas atau hibridisasi in-vitro ini dilakukan karena adanya inkompatibilitas
(ketidakcocokan) yang terjadi pada persilangan buatan yang dilakukan secara
konvensional di lapangan sehingga gagal terbentuk embrio. Hasil fusi protoplas ini bisa
ditumbuhkan menjadi tanaman secara utuh yang membawa sifat dari dua tetua dari
mana protoplas tersebut berasal. Fusi protoplas ini juga memungkinkan dilakukannya
persilangan antar dua tanaman yang secara taksonomi memiliki hubungan kekerabatan
yang jauh, dimana secara konvensional persilangan tersebut sulit dilakukan.

13
Metode isolasi protoplas yang umum dilakukan adalah secara enzimatik,
meskipun secara mekanik juga bisa dilakukan. Secara enzimatik, dinding sel dapat
didegradasi dan dihilangkan dengan menggunakan enzim selulase dan pektinase karena
komponen utama dari dinding sel tanaman adalah senyawa selulosa dan pektin. Reagen
atau larutan untuk mengisolasi protoplas, selain mengandung enzim selulase dan
pektinase juga mengandung larutan osmotik untuk menjaga stabilitas dari membran
plasma atau menjaga membran plasma agar terhindar dari kerusakan. Gula dan garam
seperti CaCl2 dapat digunakan sebagai larutan osmotik.

Bahan tanaman, jenis enzim dan pH reagen yang digunakan untuk isolasi
protoplas sangat berpengaruh terhadap jumlah protoplas yang diperoleh dalam proses
isolasi tersebut. Selain itu spesies tanaman juga berpengaruh terhadap reagen yang
dibutuhkan. Sebelum dilakukan fusi protoplas, hasil isolasi protoplas selanjutnya
dipurifi kasi untuk memisahkannya dari kotoran sel (cell debris), sisa sisa enzim dan
dari protoplas yang rusak.

E. Kultur mikrospora (microspore cultures)

Mikrospora merupakan sel kelamin (gamet) jantan pada tanaman angiospermae


dan dapat dijumpai pada bunga tanaman yang masih kuncup. Mikrospora dapat
dikatakan sebagai immature pollen (polen yang belum masak fi siologis). Secara
alamiah, mikrospora akan berkembang menjadi polen atau serbuk sari. Polen ini
nantinya akan berkembang menjadi inti sperma 1 dan inti sperma 2 pada penyerbukan
ganda tanaman angiospermae. Namun pada kultur mikrospora, mikrospora dibelokkan
arah perkembangannya menjadi embrio, bukan menjadi polen.

Embriogenesis mikrospora atau juga disebut androgenesis ini akan


menghasilkan plantlet (tanaman) yang bersifat haploid atau double haploid. Mikrospora
dan anther (wadah mikrospora), keduanya dapat digunakan sebagai bahan eksplan,
namun lebih baik digunakan mikrospora yang sudah diisolasi dari anther. Jaringan
anther dapat memberikan dampak negatif dan bisa menjadi kalus diploid yang nantinya
berkembang menjadi tanaman diploid yang tidak homozigot atau heterozigot,
sedangkan jika murni mikrospora maka akan dihasilkan tanaman haploid. Selanjutnya

14
melalui teknik ‘doubling chromosome’ akan dihasilkan tanaman yang double haploid
homozigot.

Teknik mikrospora tersebut secara umum memiliki beberapa langkah sebagai


berikut:

 Menumbuhkan tanaman donor/tanaman induk penghasil mikrospora


 Panen organ bunga yang masih kuncup
 Isolasi mikrospora
 Menumbuhkan mikrospora menjadi embrio (induksi embriogenesis)
 Melakukan doubling chromosome jika diperlukan.

Embriogenesis mikrospora memerlukan perlakuan stress untuk menginduksi


tebentuknya embrio dari mikrospora. Perlakuan tersebut dapat berupa perlakuan secara
in vivo maupun in vitro berupa perlakuan fisik, fisiologi maupun secara kimia. Secara
in vivo misalnya, perlakuan stress terhadap tanaman donor berupa kekurangan nitrogen,
kekurangan air dan perlakuan temperatur rendah dapat meningkatkan jumlah embrio
yang dihasilkan dari kultur mikrospora. Perlakuan secara in vitro misalnya kondisi
anaerob, radiasi dan perlakuan senyawa kimia dapat menjadi stimulus untuk
terbentuknya embrio dari mikrospora. Semua perlakuan stress tersebut dapat merubah
atau membelokkan program perkembangan mikrospora yang seharusnya menjadi polen
untuk menjadi embrio.

F. Kultur Kalus dan Kultur Suspensi (Callus Cultures and Suspension cultures)

Kalus adalah kumpulan sel yang belum terdiferensiasi. Kalus terbentuk pada
bekas luka atau irisan pada organ tanaman. Secara in vitro kalus akan terbentuk pada
bagian irisan/luka dari organ yang dikulturkan, namun pada beberapa spesies tanaman,
kalus dapat terbentuk pada bagian sebelah dalam (interior). Secara teori, semua
organ/jaringan tanaman yang sel-selnya masih hidup dapat membentuk kalus secara in
vitro. Akan tetapi jaringan tanaman yang masih muda (belum ada lignifi kansi pada
dinding selnya), atau jaringan muda yang bersifat meristematik akan lebih mudah
menghasilkan kalus. Seedling (kecambah) yang dibuat secara in vitro dari biji (yang

15
sudah disterilkan) sangat baik digunakan sebagai bahan eksplan untuk pembuatan kalus.
Kalus akan terbentuk jika eksplan ditanam pada media kultur yang mengandung auksin
dan sitokinin dengan rasio yang sama atau media yang mengandung 2,4-D.

Kalus merupakan bentuk ‘antara’ sebelum terbentuknya embrio dalam proses


indirect embriogenesis somatik maupun sebelum terbentuknya organ pada indirect
organogenesis. Kalus juga merupakan bahan stock untuk kultur suspensi.

Pada kultur suspensi, kalus yang terbentuk akan diambil dan dikulturkan pada
media cair membentuk kultur cair atau kultur suspensi. Kalus yang remah dengan
mudah lepas membentuk kultur sel. Kultur sel dilakukan dengan agitasi atau shaker
(penggoyangan) untuk suplai oksigen. Pada perbanyakan tanaman melalui kultur in-
vitro, kultur sel (melalui kalus) digunakan dalam embriogenesis secara tidak langsung
(indirect embryogenesis), tetapi beberapa riset menunjukkan bahwa anakan yang
dihasilkan melalui kultur sel secara genetik bersifat tidak stabil sehingga metode ini
jarang digunakan. Kultur sel umumnya dibuat untuk produksi senyawa kimia tertentu,
untuk riset-riset yang terkait dengan investigasi jalur biosintesis senyawa tertentu
ataupun riset yang terkait dengan fisiologi sel.

G. Kultur Biji (Seed Cultures)

Kultur biji dilakukan untuk biji tanaman yang tidak dapat dikecambahkan secara
eks vitro ataupun kalau dapat berkecambah secara eks vitro maka persentase
perkecambahannya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena biji-biji tersebut berukuran
sangat kecil dan sedikit atau tidak sama sekali memiliki endosperm (cadangan
makanan). Beberapa literatur menyebutkan kultur biji tanpa cadangan makanan ini juga
disebut sebagai kultur embrio. Cadangan makanan pada biji diperlukan oleh embrio biji
untuk proses respirasi sehingga menghasilkan energi untuk berkecambah. Alasan ini
menyebabkan biji-biji tanaman ini harus dikecambahkan secara in vitro dengan
memberikan sumber karbohidrat eksternal untuk respirasi. Selain itu, pada media juga
ditambahkan nutrisi untuk pertumbuhan lanjutan dari biji yang sudah berkecambah.
Salah satu contoh tipe biji seperti ini adalah biji tanaman anggrek.

16
Buah anggrek biasanya berbentuk kapsul. Di dalam satu buah anggrek terdapat
ribuan hingga jutaan biji anggrek. Biji anggrek ini dikecambahkan secara in vitro pada
media kultur yang aseptik. Kandungan nutrisi pada media sama dengan media kultur
pada umumnya, namun pada media kultur biji anggrek biasanya ditambahkan senyawa
organik alami seperti ekstrak tomat, air kelapa, jus pisang, jus kentang, dan lain
sebagainya. Perkecambahan biji anggrek tergantung dari umur buah, kultivar (atau
takson yang lebih rendah, forma), serta jenis dan konsentrasi senyawa ekstrak alami
yang ditambahkan. Senyawa organik alami berupa ekstrak tomat memberikan
pertumbuhan yang lebih baik untuk perkecambahan dan pertumbuhan lanjutan biji
anggrek V. tricolor forma Bali dibandingkan dengan air kelapa, dan konsentrasi 100-
200 gram ekstrak tomat per liter media memberikan hasil optimal untuk pertumbuhan
protokorm V. tricolor.

Secara ringkas, cara menanam biji anggrek adalah sebagai berikut. Buah
anggrek dicuci bersih, disikat dengan detergen dan dibilas dengan air kran hingga
bersih. Selanjutnya buah anggrek tersebut dicelup ke dalam spiritus dan diekspose ke
arah api, diulang hingga tiga kali, kemudian dimasukkan ke dalam laminar. Di dalam
laminar, buah tersebut kembali diekspose ke arah api satu kali, kemudian diletakkan
pada cawan petri steril. Buah ini dibelah dengan pisau steril dan bijinya ditabur pada
media steril yang sudah disiapkan. Proses penaburan biji anggrek ini semua
berlangsung dalam laminar.

Biji anggrek yang berkecambah akan membentuk protokorm. Protokorm ini


berkembang menjadi plantlet. Prosedur penanaman biji anggrek ini merupakan prosedur
dalam pembuatan bibit anggrek botol. Plantlet yang sudah memiliki 3 atau 4 daun dan
memiliki akar yang kuat sudah siap diaklimatisasi (dikeluarkan dari botol) untuk
ditanam dalam comonity pot (compot), dimana dalam satu pot ada 10-20 plantlet,
tergantung ukuran potnya. Jika tanaman sudah mencapai kurang lebih tinggi 5 cm,
tanaman anggrek dapat dipindah ke individu pot (1 pot untuk 1 tanaman).

2.3. Penilaian terhadap buku

a. Persamaan Kedua Buku

17
Kedua buku sama-sama menjelaskan tentang fotosintesis tumbuhan. Keduanya
sama-sama menjelaskan jalur fotosintesis yang terdiri dari fotosistem I dan II serta
fosforilasi, dan kedua buku ini juga membahas tentang sifat cahaya sebagai gelombang,
cahaya tampak dan panjang gelombang yang baik bagi fotosintesis.

b. Perbedaan Kedua Buku

Buku Salisbury menjelaskan proses jalur fotosintesisnya tidak berurut, banyak


dilangkah ke sub bab berikutnya, juga banyak diulang di halaman selanjutnya.
Sedangkan pada Buku Campbell, penjelasannya sangat berurut, sistematis dan
dijelaskan secara ringkas dan jelas. Di buku campell dijelaskan fotosintesis tumbuhan
C4 dan CAM, sedangkandi buku Salisbury tidak.

c. Kelebihan Buku

Menurut saya, adapun kelebihan Buku Salisbury ini dilengkapi dengan


informasi-informasi tambahan seperti metode terdahulu dan hasil penelitian sains
mengenai materi yang dibahas di dalamnya.Seperti dalam materi klorofil, dijelaskan
dengan rinci sekali
Menurut saya, adapun kelebihan buku Campbell ini dilengkapi gambar yang
mudah dipahami, ringkasan buku yang memuat keseluruhan materi, dan soal-soal
evaluasi tiap bab untuk merefleksikan pembelajaran dari materi ini. Penyajian materi
dalam buku ini juga sudah bagus dan runtut, serta kata-katanya mudah dipahami.
d. Kelemahan Buku
Menurut saya, kemahan Buku Salisbury ini adalah sistematika penjelasan tidak
berurut. Banyak terdapat pengulangan materi. Ada materi yang sudah dijelaskan namun
diulang-ulang kembali di materi berikutnya. Hal ini dapatmembingungkan pembaca,
terumata orang yang memang tidak mengetahui materi ini sama sekali.
Buku Campbell ini sudah sangat bagus dalam hal tampilan, keruntutan isi dan
bahasa penyajiannya. Namun, gambar di bab fotosintesis ini tidak berwarna sehingga
kurang menarik untuk dilihat gambarnya. Seandainya gambar di bab fotosintesis ini
berwarna, itu akan membuat pembaca semakin mengerti dengan gambar tersebut.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Berdaarkanmateripemaparandapatdisimpulkanbahwa
 Fotosintesis merupakan proses pembuatan makanan pada tumbuhan
dengan mengubah CO2 dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil
untuk mengahsilkan karbohidrat dan oksigen, fotosintesis meliputi
proses reduksi dan oksidasi.
 Jalur fotosintesis dimulai dari fotolisis air, Reaksi terang, Reaksi gelap,
fotosistem I dan II, dan terakhir di siklus Calvin membentuk gula
 Faktor yang mempengaruhi fotosintesis yaitu intensitas cahaya,
konsentrasi karbon dioksida, dan suhu.
 Cahaya yang sangat berperan dalam fotosintesis adalah cahaya-tampak ,
yaitu Cahaya merah dan biru-ungu (panjang gelombang : 400nm (merah)
dan 680-700nm untuk biru-ungu), hal ini terjadi karena memiliki foton
berenergi tinggi.
 Peranan klorofil dalam fotosintesis ialah sebagai permanenan cahaya,
pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, dan bertindak sebagai
penyumbang elektron utama maupun penerima elektron utama.

3.2. SARAN
 Hendaknya mahasiswa lebih giat membaca buku-buku fisiologi
tumbuhan tentang fotosintesis agar tidak ada lagi salah kaprah tentang
materi ini.
 Hendaknya buku-buku biologi bergambar dan berarna dengan baik agar
lebih udah dipahami bagi pembaca.

19
 Hendaknya pembaca mengambil manfaat dari penulisan makalah critical
book report ini

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A, dkk. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta : Erlangga

Salisbury, F.B dan C.W. Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : Penerbit

ITB

20
21
LAMPIRAN : BUKU 1 (salisbury)

22
23
COVER SALISBURY

24
LAMPIRAN BUKU 2 (CAMPBELL)

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai