OLEH :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book
Report ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu Selvia Dewi Pohan, S.Si., M.Si sebagai
dosen yang bersangkutan yang sudah memberikan bimbingannya.
Di dalam CBR ini terdapat beberapa istilah yang akan dibahas, yaitu meliputi
kultur pucuk, kultur embrio, kultur meristem, kultur akar, kultur protoplas, kultur sel,
kultur anther dan kultur biji.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.
Madeleine Diana
NIM. 4153141030
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 6
1.3 Manfaat Penelitian 7
BAB II PEMBAHASAN 9
2.1 Identitas Buku 9
2.2 Ringkasan Isi Buku 13
2.3 Penilian Terhadap Buku 20
DAFTAR PUSTAKA 44
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Semua kehidupan di atas permukaan bumi ini tergantung langsung dari adanya
proses asimilasi CO2menjadi senyawa organik dengan energi yang diperoleh dari
cahaya matahari. Dalam proses ini energi cahaya matahari daitangkap dan diubah
menjadi energi kimia dengan proses fotosintesis.
Suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan ialah
kemampuannya untuk menggunakan zat-karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan
organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman. Peristiwa ini hanya berlangsung
cukup cahaya, dan oleh karena itu maka asimilasi zat-karbon disebut juga fotosintesis.
Lengkapnya adalah bahwa fotosintesis atau asimilasi zat-karbon itu suatu proses di
mana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi zat organik
karbohidrat dengan pertolongan cahaya matahari. Pengubahan energi sinar menjadi
energy kimia (karbohidrat) dan kemudian pengubahan energi kimia menjadi energi
kerja pada peristiwa pernefasan dalam tubuh tumbuhan merupakan rangkaian proses
kehidupan di dunia ini.
Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi
yang tidak henti-hentinya, sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik
seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik hidup dan tumbuh dengan memasukkan
molekul-molekul organik ke dalam sel-selnya.
Satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung
seluruh kehidupan ialah fotosintesis. Proses ini berlangsung di dalam jasad
berfotosintesis, termasuk jasad tumbuhan tinggi, tumbuhan pakis, lumut, ganggang
(ganggang hijau, biru, merah, dan coklat), berbagai jasad renik dll.
Sebangsa tumbuhan bersifat autotrof yang artinya tumbuhan mampu
menangkap energi matahari untuk fotosintesis molekul-molekul organik kaya energi
dari prekusor anorganik H2O dan CO2. Yang akhirnya ketahanan hidup seluruh
kehidupan di bumi ini bergantung pada fotosintesis. Bagi organisme heterotrof
bergantung pada organisme autotrof untuk keberadaannya.
1
1.2. TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2. Ringkasan isi buku
A. Kultur Sel
B. Kultur Kalus
Saat ini kultur kalus dan suspense sel banyak dilakukan dalam penelitian untuk
menghasilkan metabolit sekunder. Kalus adalah kumpulan massa sel yang amorphous
yang terdiri dari sel/jaringan-jaringan yang membelah diri terus-menerus. Kalus
tersusun oleh sel-sel parenkim yang mana ikatannya dengan sel lainnya sangat
renggang. Jaringan ini belum mengalami diferensiasi lanjut. Untuk menginduksi
terbentuknya tunas, diperlukan media regenerasi, dengan modifikasi ZPT.
4
1. Umur fisiologi jaringan waktu isolasi dilakukan. Jaringan yang masih
meristematis lebih mudah penanganannya dibandingkan jaringan yang sudah
berdiferensiasi.
2. Musim pada saat tanaman di isolasi.
3. Jenis tanaman.
4. Bagian tanaman yang di isolasi, bagian yang sudah tua akan memerlukan
modifikasi dengan merejuvenilisasikan selnya kembali.
1. Aberasi Kromosom
2. Poliploidi
3. Delesi.
Kalus yang baik adalah kalus yang variable dan mempunyai spot-spot
hijau yang pada permukaan atasnya. Kalus yang padat akan sulit beregenerasi
membentuk embriosomatik dan tunas.
5
C. Kultur Protoplas
Protoplas adalah sel dalam keadaan telanjang. Fusi protoplas ( yang terjadi di
dalam sel tanpa campur tangan manusia ) adalah proses alamiah yang terjadi pada
tumbuhan rendah sampai tingkat tinggi. Proses pembuahan terjadi penyatuan gamet
jantan ( sub protoplas ) dengan gamet betina ( protoplas )menjadi zigot ( Hibrida seksual
).
D. Kultur Anther
Kultur anter ( Anther culture ) sering juga disebut kultur haploid. Jika serbuk
sari yang digunakan sebagai sumber eksplan maka disebut kultur serbuk sari ( pollen
culture ). Kultur serbuk ini lebih tepat disebut kultur haploid. Kultur haploid adalah
kultur yang menghasilkan tanaman haploid. Tanamaan haploid adalah tanaman yang
memiliki jumlah kromosomnya sama dengan jumlah kromosom gamet ( N ). Untuk
6
tanaman diploid ( 2N ), jumlah kromosom gametnya ( N ) adalah sama dengan dasar,
tetapi untuk tanaman yang tetraploid ( 4N ) maka jumlah kromosomnya gamet adalah
dua kali kromosom dasar ( N= 2X ).
1. Semua sifat ditampilkan dalam kondisi monohaplod, baik sifat dominan atau
resesif.
2. Seleksi pada level haploid jauh lebih mudah dibandingkan dengan level
ploidi yang tinggi.
3. Penggandaan kromosom tanaman haploid akan menghasilkan tanaman
diploid yang homozigot, panggandaan kromosom berikutnya akan
menghasilkan tanaman tertraploid homozigot.
4. Hibrisasi seksual dengan tanaman diploid akan menghasilkan tanaman
triploid.
5. Dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman jantan super.
6. Tanaman diploid atau tetraploid dapat dilepaskan sebagai kultivar baru.
7
14. Sub-kultur.
E. Kultur Embrio
Kultur embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa/ dewasa secara
steril dan menumbuhkannya secara in-vitro, dengan maksud memperoleh tanaman yang
viabel. Embrio yang dipisahkan dari bakal biji dalam berbagai tingkat perkembangan
membutuhkan makanan yang optimal untuk pertumbuhannya.
1. Fase heterotrofik : bentuk embrio dalam fase akhir ini berbentuk bulat dan
sangat tergantung pada endosperm sebagai sumber makanan
2. Fase autotrofik : bentuk embrio dalam fase akhir ini erbentuk hati, embrio tidak
tergantung lagi pada makanannya.
1. Kultur embrio muda (immature embryo) berasal dari biji yang belum masak. Hal
ini digunakan untuk menghindari keguguran embrio, hingga dihasilkan tanaman
yang viabel. Tipe ini sangat sulit, terkait dengan cara pengirisan sumber eksplan
dan nutrien yang dibutuhkan.
2. Kultur embrio dewasa, berasal dari biji yang masak. Tipe ini relatif mudah,
menggunakan medium sederhana dengan mineral-mineral pada umumnya.
8
4. Komposisi media. Komposisi media untuk embrio awal dan dewasa sangat
berbeda.
5. Oksigen, cahaya, teperatur.
Kultur meristem adalah kultur yang menggunakan eksplan yang berasal dari
jaringan meristem, biasanya diperoleh dari meristem apikal atau meristem tunas aksilar.
Pada ujung pucuk, jaringan ini berada di bagian dalam, oleh karena itu, untuk
mengambil jaringan ini agar dapat digunakan sebagai eksplan, kita membutuhkan
mikroskop.
Untuk pelaksanaan perbanyakan mikro dengan teknik kultur jaringan ini, apabila
kita menggunakan eksplannya adalah daerah meristem pucuk yang sangat kecil (± 0,2
mm), dan dalam pelaksanaannya digunakan perlakuan pemberian zat kimia untuk
membunuh penyakit, maka hasil yang diperoleh kemungkinan besar adalah bebas
patogen.
9
Tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem disebut mericlone. Saat ini sudah
banyak beredar anggrek mericlone terutama Vanda dan Cymbidium. Tanaman
mericlone lainnya adalah kedelai, kentang, anyelir, dan capsella.
G. Kultur Akar
Untuk pembuatan kultur akar, pertama yang harus dilakukan adalah mengisolasi
akar dan menumbuhkannya dalam media cair kemudian dishaker (digojok) dengan
kecepatan tertentu. Media yang diberikan adalah umumnya medium dasar (medium
White) dengan penambahan garam-garam mineral yang sedikit berlebih seperti yodium
dan besi, namun tergantung dari jenis tanamannya.
Kultur akar saat ini yang dikembangkan adalah kultur akar berambut (hairy
root). Kultur akar berambut diperoleh dengan menginokulasikan suspensi bakteri
Agrobacterium rhizogenes pada bagian tanaman yang dilukai.
Ditinjau dari bahan eksplan yang digunakan, kultur jaringan tanaman dibedakan
menjadi :
10
D. Kultur dan Fusi protoplas (Protoplast cultures)
E. Kultur anther/mikrospora (Anthere/microspore cultures)
F. Kultur kalus dan kultur sel (callus cultures and cell cultures)
G. Kultur biji (seed cultures)
Dalam kultur jaringan, meristem yang umum digunakan sebagai bahan eksplan
adalah meristem ujung tunas (apikal maupun aksilar). Kultur meristem menggunakan
bahan eksplan yang sangat kecil, berukuran ≤ 1 mm. Eksplan meristem harus diambil
menggunakan mikroskop dalam laminar. Kultur meristem merupakan sistem
organogenesis secara langsung, sehingga memungkinkan diperoleh anakan yang secara
genetis lebih stabil jika dibandingkan melalui fase kalus.
11
Makin besar ukuran eksplan akan mempermudah proses kultur dan
menyebabkan lebih banyak plantlet yang dihasilkan, namun akan diperoleh anakan
tanaman yang bebas virus makin sedikit. Produksi tanaman bebas virus dengan kondisi
genetis yang stabil melalui kultur meristem telah dilakukan oleh perusahaan hortikultura
yang besar untuk tanaman kentang, tebu, pisang dan apel.
Kultur ujung tunas menggunakan eksplan bakal tunas apikal atau tunas aksilar,
berukuran 3-20 mm, menyertakan beberapa primordia daun dan jaringan pembuluh.
Eksplan bakal tunas aksilar dapat berupa‘nodal segment’ (irisan buku) karena pada
irisan buku (buku merupakan bekas tempat daun tumbuh) terdapat bakal tunas aksilar.
Eksplan ditanam pada media induksi tunas (media dengan kandungan sitokinin) untuk
memunculkan ‘pre-existing’ tunas yang ada dalam eksplan.
Perbanyakan tanaman dengan kultur ujung tunas ini sukses dilakukan untuk
tanaman pisang. Metode ini disebutkan superior (dibandingkan perbanyakan pisang
secara konvensional dengan sucker) dalam hal hasil optimal yang diperoleh,
keseragaman bibit, kebersihan bibit karena bebas penyakit serta sifat true to type yang
diturunkan.
12
Yang dimaksud dengan kultur embrio adalah mengkulturkan embrio zigotik
secara in vitro. Embrio zigotik adalah hasil fertilisasi antara sel telur dengan inti sel
sperma yang terjadi pada proses fertilisasi ganda tanaman angiospermae.
Embrio zigotik dapat digunakan sebagai bahan eksplan namun untuk kondisi
tertentu atau alasan tertentu sebagai berikut :
1. Embrio tidak bisa ditumbuhkan dalam kondisi biasa secara eks vitro karena tidak
memiliki cadangan makanan. Biji-biji ini harus ditumbuhkan secara in vitro
dengan memberi nutrisi buatan untuk dapat berkecambah dan tumbuh menjadi
seedling (tanaman).
2. Embrio hasil fertilisasi tidak berkembang dan mati. Contohnya adalah ‘embryo
rescue’ pada embrio zigotik hasil persilangan buatan yang dilakukan para
pemulia tanaman jeruk keprok. Setelah melakukan persilangan buatan, embrio
muda diambil dari tanaman induk dan ditumbuhkan secara in vitro karena pada
tanaman induknya embrio tersebut tidak berkembang dan mati.
Istilah protoplas mengacu pada sel tanaman tanpa dinding sel atau isi sel yang
terbungkus hanya oleh membran plasma. Protoplas dari sebuah sel dapat dipisahkan dari
dinding selnya secara enzimatik maupun secara mekanik. Protoplas yang sudah terpisah
dari dinding selnya ini dapat diregenerasikan menjadi tanaman secara utuh.
Isolasi protoplas dan kultur protoplas menjadi dasar dilakukannya fusi protoplas
atau hibridisasi in vitro dari dua tetua tanaman dengan sifat-sifat yang unggul. Fusi
protoplas atau hibridisasi in-vitro ini dilakukan karena adanya inkompatibilitas
(ketidakcocokan) yang terjadi pada persilangan buatan yang dilakukan secara
konvensional di lapangan sehingga gagal terbentuk embrio. Hasil fusi protoplas ini bisa
ditumbuhkan menjadi tanaman secara utuh yang membawa sifat dari dua tetua dari
mana protoplas tersebut berasal. Fusi protoplas ini juga memungkinkan dilakukannya
persilangan antar dua tanaman yang secara taksonomi memiliki hubungan kekerabatan
yang jauh, dimana secara konvensional persilangan tersebut sulit dilakukan.
13
Metode isolasi protoplas yang umum dilakukan adalah secara enzimatik,
meskipun secara mekanik juga bisa dilakukan. Secara enzimatik, dinding sel dapat
didegradasi dan dihilangkan dengan menggunakan enzim selulase dan pektinase karena
komponen utama dari dinding sel tanaman adalah senyawa selulosa dan pektin. Reagen
atau larutan untuk mengisolasi protoplas, selain mengandung enzim selulase dan
pektinase juga mengandung larutan osmotik untuk menjaga stabilitas dari membran
plasma atau menjaga membran plasma agar terhindar dari kerusakan. Gula dan garam
seperti CaCl2 dapat digunakan sebagai larutan osmotik.
Bahan tanaman, jenis enzim dan pH reagen yang digunakan untuk isolasi
protoplas sangat berpengaruh terhadap jumlah protoplas yang diperoleh dalam proses
isolasi tersebut. Selain itu spesies tanaman juga berpengaruh terhadap reagen yang
dibutuhkan. Sebelum dilakukan fusi protoplas, hasil isolasi protoplas selanjutnya
dipurifi kasi untuk memisahkannya dari kotoran sel (cell debris), sisa sisa enzim dan
dari protoplas yang rusak.
14
melalui teknik ‘doubling chromosome’ akan dihasilkan tanaman yang double haploid
homozigot.
F. Kultur Kalus dan Kultur Suspensi (Callus Cultures and Suspension cultures)
Kalus adalah kumpulan sel yang belum terdiferensiasi. Kalus terbentuk pada
bekas luka atau irisan pada organ tanaman. Secara in vitro kalus akan terbentuk pada
bagian irisan/luka dari organ yang dikulturkan, namun pada beberapa spesies tanaman,
kalus dapat terbentuk pada bagian sebelah dalam (interior). Secara teori, semua
organ/jaringan tanaman yang sel-selnya masih hidup dapat membentuk kalus secara in
vitro. Akan tetapi jaringan tanaman yang masih muda (belum ada lignifi kansi pada
dinding selnya), atau jaringan muda yang bersifat meristematik akan lebih mudah
menghasilkan kalus. Seedling (kecambah) yang dibuat secara in vitro dari biji (yang
15
sudah disterilkan) sangat baik digunakan sebagai bahan eksplan untuk pembuatan kalus.
Kalus akan terbentuk jika eksplan ditanam pada media kultur yang mengandung auksin
dan sitokinin dengan rasio yang sama atau media yang mengandung 2,4-D.
Pada kultur suspensi, kalus yang terbentuk akan diambil dan dikulturkan pada
media cair membentuk kultur cair atau kultur suspensi. Kalus yang remah dengan
mudah lepas membentuk kultur sel. Kultur sel dilakukan dengan agitasi atau shaker
(penggoyangan) untuk suplai oksigen. Pada perbanyakan tanaman melalui kultur in-
vitro, kultur sel (melalui kalus) digunakan dalam embriogenesis secara tidak langsung
(indirect embryogenesis), tetapi beberapa riset menunjukkan bahwa anakan yang
dihasilkan melalui kultur sel secara genetik bersifat tidak stabil sehingga metode ini
jarang digunakan. Kultur sel umumnya dibuat untuk produksi senyawa kimia tertentu,
untuk riset-riset yang terkait dengan investigasi jalur biosintesis senyawa tertentu
ataupun riset yang terkait dengan fisiologi sel.
Kultur biji dilakukan untuk biji tanaman yang tidak dapat dikecambahkan secara
eks vitro ataupun kalau dapat berkecambah secara eks vitro maka persentase
perkecambahannya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena biji-biji tersebut berukuran
sangat kecil dan sedikit atau tidak sama sekali memiliki endosperm (cadangan
makanan). Beberapa literatur menyebutkan kultur biji tanpa cadangan makanan ini juga
disebut sebagai kultur embrio. Cadangan makanan pada biji diperlukan oleh embrio biji
untuk proses respirasi sehingga menghasilkan energi untuk berkecambah. Alasan ini
menyebabkan biji-biji tanaman ini harus dikecambahkan secara in vitro dengan
memberikan sumber karbohidrat eksternal untuk respirasi. Selain itu, pada media juga
ditambahkan nutrisi untuk pertumbuhan lanjutan dari biji yang sudah berkecambah.
Salah satu contoh tipe biji seperti ini adalah biji tanaman anggrek.
16
Buah anggrek biasanya berbentuk kapsul. Di dalam satu buah anggrek terdapat
ribuan hingga jutaan biji anggrek. Biji anggrek ini dikecambahkan secara in vitro pada
media kultur yang aseptik. Kandungan nutrisi pada media sama dengan media kultur
pada umumnya, namun pada media kultur biji anggrek biasanya ditambahkan senyawa
organik alami seperti ekstrak tomat, air kelapa, jus pisang, jus kentang, dan lain
sebagainya. Perkecambahan biji anggrek tergantung dari umur buah, kultivar (atau
takson yang lebih rendah, forma), serta jenis dan konsentrasi senyawa ekstrak alami
yang ditambahkan. Senyawa organik alami berupa ekstrak tomat memberikan
pertumbuhan yang lebih baik untuk perkecambahan dan pertumbuhan lanjutan biji
anggrek V. tricolor forma Bali dibandingkan dengan air kelapa, dan konsentrasi 100-
200 gram ekstrak tomat per liter media memberikan hasil optimal untuk pertumbuhan
protokorm V. tricolor.
Secara ringkas, cara menanam biji anggrek adalah sebagai berikut. Buah
anggrek dicuci bersih, disikat dengan detergen dan dibilas dengan air kran hingga
bersih. Selanjutnya buah anggrek tersebut dicelup ke dalam spiritus dan diekspose ke
arah api, diulang hingga tiga kali, kemudian dimasukkan ke dalam laminar. Di dalam
laminar, buah tersebut kembali diekspose ke arah api satu kali, kemudian diletakkan
pada cawan petri steril. Buah ini dibelah dengan pisau steril dan bijinya ditabur pada
media steril yang sudah disiapkan. Proses penaburan biji anggrek ini semua
berlangsung dalam laminar.
17
Kedua buku sama-sama menjelaskan tentang fotosintesis tumbuhan. Keduanya
sama-sama menjelaskan jalur fotosintesis yang terdiri dari fotosistem I dan II serta
fosforilasi, dan kedua buku ini juga membahas tentang sifat cahaya sebagai gelombang,
cahaya tampak dan panjang gelombang yang baik bagi fotosintesis.
c. Kelebihan Buku
18
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Berdaarkanmateripemaparandapatdisimpulkanbahwa
Fotosintesis merupakan proses pembuatan makanan pada tumbuhan
dengan mengubah CO2 dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil
untuk mengahsilkan karbohidrat dan oksigen, fotosintesis meliputi
proses reduksi dan oksidasi.
Jalur fotosintesis dimulai dari fotolisis air, Reaksi terang, Reaksi gelap,
fotosistem I dan II, dan terakhir di siklus Calvin membentuk gula
Faktor yang mempengaruhi fotosintesis yaitu intensitas cahaya,
konsentrasi karbon dioksida, dan suhu.
Cahaya yang sangat berperan dalam fotosintesis adalah cahaya-tampak ,
yaitu Cahaya merah dan biru-ungu (panjang gelombang : 400nm (merah)
dan 680-700nm untuk biru-ungu), hal ini terjadi karena memiliki foton
berenergi tinggi.
Peranan klorofil dalam fotosintesis ialah sebagai permanenan cahaya,
pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, dan bertindak sebagai
penyumbang elektron utama maupun penerima elektron utama.
3.2. SARAN
Hendaknya mahasiswa lebih giat membaca buku-buku fisiologi
tumbuhan tentang fotosintesis agar tidak ada lagi salah kaprah tentang
materi ini.
Hendaknya buku-buku biologi bergambar dan berarna dengan baik agar
lebih udah dipahami bagi pembaca.
19
Hendaknya pembaca mengambil manfaat dari penulisan makalah critical
book report ini
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A, dkk. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta : Erlangga
Salisbury, F.B dan C.W. Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : Penerbit
ITB
20
21
LAMPIRAN : BUKU 1 (salisbury)
22
23
COVER SALISBURY
24
LAMPIRAN BUKU 2 (CAMPBELL)
25
26
27