Anda di halaman 1dari 16

lOMoARcPSD|7969684

LAPORAN PENDAHULUAN
INSOMNIA PADA LANSIA

Disusun Oleh :
Dede Puri Purwandi
(J.0105.20.053)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
CIMAHI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Konsep Lansia dan Gangguan Tidur
A. Proses Penuaan
Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara
alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umumnya dialami
seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh
yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua,
akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter,
nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006). WHO (1999)
menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok
yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59, lanjut usia (elderly)
berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua
(Very old) di atas 90 tahun
B. Konsep Medis
1. Definisi
Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan pada kehidupan seseorang,
secara umum seseorang dikatakan lansia apabila berusia 65 tahun atau lebih
(Efendi dan Makhfudli, 2009). Masalah yang sering terjadi pada lansia adalah
adanya pada pola tidur. Gangguan pola tidur merupakan keadaan dimana individu
mengalami resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang
menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan
(Carpenito,LJ,1995). Menurut Aldrich (2006), gangguan tidur adalah kondisi yang
jika tidak diobati akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan
munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut; gerakan atau sensasi abnormal
dikala tidur, terjaga di tengah malam, rasa mengantuk yang berlebihan di siang
hari (Hartini,2014)
a. Kebutuhan Tidur pada Lansia
Usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat sejak
dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium I ke stadium
IV selama 70-100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode REM
berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total.
Umumnya REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium III sekitar 50%
dari jumlah tidur. Jumlah jam tidur total pada 90% orang dewasa normalnya
adalah 5-9 jam. Pada usia lanjut efisiensi tidur berkurang dengan waktu yang lebih
lama di tempat tidur, namun lebih singkat dalam keadaan tidur.
Jumlah tidur total lansia tidak berubah, akan tetapi kualitas tidur berubah pada
kebanyakan usia lanjut. Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat
penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM III dan IV. Beberapa usia lanjut
tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam, seperti eorang lanjut usia yang terbangun
lebih sering dimalam hari dan lansia yang membutuhkan banyak waktu untuk
jatuh tidur. Tetapi pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan
fisiologis dan psikologis dalam penuaan, lebih mudah dalam mempertahankan
tidur REM
b. Masalah Kebutuhan Tidur
Insomnia, merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang
adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang sebentar dan
susah tidur. Insomnia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu inisial insomnia, merupakan
ketidakmampuan untuk mengawali tidur; intermitten insomnia, merupakan
ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur karena sering terbangun;
insomnia terminal, merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah
terbangun di malam hari. Proses gangguan tidir ini kemungkinan besar disebabkan
oleh adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun stres (Aziz,2006). Selain itu, ada
pembagian jenis insomnia berdasarkan penyebabnya, yaitu insomnia kronik,
merupakan insomnia yang disebabkan oleh kecemasan, selain itu dapat terjadi
akibat kebiasaan atay perilaku maladaptif di tempat tidur; insomnia idiopatik,
merupakan insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini.
Hipersomnia, merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan,
pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari, kemungkinan
disebabkan oleh adanya masalah psikologis, deperi, kecemasan, gangguan
susunan saraf pusat, dan gangguan metabolisme (Aziz, 2006)
Narcolepsi, merupakan suatu serangan mengantuk yang mendadak, penderita
tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tidur dalam keadaan berdiri
atau berkendara. Hal ini merupakan gangguan neurologis.
2. Etiologi Gangguan Tidur
Faktor penyebab gangguan tidur antara lain:
1. Faktor fisik
Penyakit yang menyebabkan nyeri, rasa tidak nyaman, atau masalah suasana
hati seperti depresi atau kecemasan dapat mengakibatkan masalah tidur.
Penyebab utama gangguan tidur klien pada tingkat gangguan tinggi adalah
nyeri, sesak napas, dan batuk.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga bisa menjadi penyebab seseorang susah tidur. Hal ini
disebabkan oleh keadaan lingkungan yang bising dan kelembaban lingkungan.
Jadi bagi lansia yang akhir-akhir ini susah tidur mugkin karena faktor
lingkungan yang tidak bersahabat sehingga mengganggu pola tidur.
3. Faktor Psikologis
Seorang lansia mengalami insomnia biasanya karena hal-hal yang secara tiba-
tiba datang seperti, ditinggal pasangan atau ditinggal oleh anaknya sehingga
seorang lansia mengalami depresi dan stress. Hal inilah yang membuat para
lansia mengalami gangguan faktor psikologis dan berdampak pada pikiran
sehingga susah tidur.
4. Perubahan pola tidur
Pola tidur yang salah juga menjadi penyebab terjadinya insomnia. Biasanya
para lansia menghabiskan waktu untuk tidur siang dan hal ini akan sulit bagi
mereka untuk tidur dimalam hari. Semakin bertambahnya usia pola irama
sirkadian mengalami perubahan sehingga menyebabkan perubahan pada pola
tidur seorang yang telah lansia.
5. Asupan nutrisi
Mengkonsumsi makanan yang salah juga dapat menyebabkan seseorang
terserang insomnia salah satunya jika mengonsumsi alkohol dan obat-obatan
hal ini sangat tidak baik bagi tubuh efeknya anda akan mengalami susah tidur.
Dan satu lagi tetap jaga kebersihan diri agar terhindar dari insomnia
3. Patofisiologi
Tidur merupakan ritme biologis yang bekerja 24 jam, bertujuan untuk
mengembalikan stamina. Tidur dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus,
hipothalamus, serta beberapa neurohormon dan neurotransmitter. Hasil yang
diproduksi oleh mekainsme serebral dalam batang otak yaitu serotonin. Serotonin
merupakan neurotransmitter yang berperan sangat penting dalam menginduksi
rasa kantuk.
Beberapa faktor yang mengganggu mekanisme hormonal sehingga dapat
terjadi gangguan tidur, seperti insomnia adalah stres atau khawatir, kecemasan,
depresi, penggunaan obat-obatan, kafein, perubahan lingkungan atau jadwal kerja,
dll. Pada lansia, individu mengalami banyak perubahan secara biologis,
psikologis, dan sosial, khususnya kemunduran fungsi dan kemamouan yang
dahulu dimiliki. Mereka juga harus berhadapan dengan kehilangan dengan orang
yang disayang, sehingga lansia mengalami kerentanan terhadap masalah
kesehatan dan mempengaruhi aktivitas/mekanisme hormonal tubuh termasuk
gangguan tidur.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis insomnia yang biasanya dirasakan umumnya berupa waktu
tidur yang kurang, mudah terbangun saat malam hari, bangun pagi lebih awal, rasa
mengantuk yang dirasakan sepanjang hari dan sering tertidur sejenak (Bestari,
2013). Hal ini menyebabkan kualitas tidur seseorang menjadi menurun. Akibatnya
akan terlihat pada kehidupan sehari-hari, yaitu menurunnya kualitas hidup,
produktivitas dan keselamatan serta dapat menyebabkan tubuh terasa lemah, letih,
dan lesu akibat tidur yang tidak lelap (Sumedi et. al., 2010).
5. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua, yaitu
a. Benzodiazepine ; nitrazepam, trizolam
b. Non benzodiazepine ; phenobarbital

Terapi farmakologis yang diberikan kepada lansia yang mengalami insomnia


memberikan efek samping pada lansia seperti obat-obatan jenis antidepresan,
antihipertensi, antineoplastic, antikoligernik, hormon, simpatometik amines,
agen neurologi, dll (Touhy, 2010)

2. Nonfarmakologi
A. Terapi tingkah laku yang bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Beberapa
bentuk terapi tingkah laku seperti;
1. Edukasi kebiasaan tidur
2. Terapi relaksasi (terapi musik)
B. Sleep Hygiene merupakan tindakan untuk mengatasi insomnia dimana
terapi yang mengidentifikasi dan memodifikasi perilaku dan lingkungan
yang mempengaruhi tidur (Suastari,et.al. 2014).
Sleep Hygiene menekankan jadwal dan rutinitas tidur yang stabil,
lingkungan yang ramah untuk tidur, menghindari zat-zat yang akan
mengganggu tidur, olahraga teratur (tapi tidak segera sebelum mencoba
untuk tidur), menghindari minuman berkafein, pil tidur, alkohol dan
pengurangan stress.
Edukasi tentang sleep hygiene menurut Ebert Michael H. (2008) dengan
menggunakan terapi kontrol stimulus, yaitu :
Terapi kontrol stimulus
a. Menjaga waktu tidur dan terbangun agar konstan, bahkan saat
hari libur.
b. Saat sudah di tempat tidur hentikanlah kegiatan menonton tv,
membaca buku atau bekerja.
c. Hindari tidur siang.
d. Berolahraga secara rutin (3-4 kali per minggu), namun hindari
berolahraga di sore hari bila mengganggu waktu tidur nantinya.
e. Hentikan atau kurangi mengkonsumsi alkohol, kafein, rokok dan
substansi lain yang dapat mengganggu tidur.
f. Sebelum tidur lakukan aktifitas yang dapat menenangkan.
g. Aturlah agar ruangan tempat tidur terasa nyaman dan tenang
C. Teknik deconditioning : pada teknik ini pasien diminta untuk
menggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur dan bukan untuk hal-hal
lainnya, bila pasien tidak tertidur dalam 5 menit, maka mereka diminta
untuk bangun dan melakukan hal lain. Terkadang, berganti tempat atau
ruangan tidur berguna bagi pasien (Sadock B. & Sadock V., 2014).
D. Terapi kognitif : pasien insomnia sering memiliki pemikiran dan
kepercayaan yang negatif tentang konsekuensi dari kondisi mereka.
Membantu pasien dalam menangani pemikiran dan kepercayaan mereka
yang tidak tepat adalah tujuan dasar dari terapi ini. Hal ini juga dapat
menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan insomnia (Pigeon,
2010).
6. WOC

Penurunan Faktor Faktor


fungsi lingkungan; psikologis;
fisiologis;
Bising, Cemas, stres
Batuk, nyeri kelembaban

Mekanisme hormonal tidur Masalah


terganggu ; melatonin Keperawatan:

Ansietas

Kadar katekolamin meningkat

(hormon yang memiliki gugus katekol yang dikeluarkan


oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stres)

Merangsang saraf
simpatetik

Masalah Keperawatan: Badan tetap Terbangun pada


terjaga malam hari
Keletihan

Masalah
keperawatan:

Gangguan rasa
nyaman
Masalah Keperawatan: Frekuensi Sulit tidur
dan durasi kembali pada
Gangguan Pola Tidur tidur malam hari
menurun

Perasaan tidak
Pusing ketika nyaman
bangun tidur
II. Asuhan Keperawatan
A. Konsep Carrol A Miller
Teori keperawatan Miller yaitu teori konsekuensi fungsional bertujuan
meningkatkan kesejahteraan lansia yang menggabungkan peningkatan pemahaman
kesehatan berkembang sebagai aspek integral perawatan. Teori ini menjelaskan
“keunikan dalam meningkatkan kesejahteraan lansia” dan “bagaimana memenuhi
kebutuhan kesehatan lansia” (Miller, 2009).
Teori konsekuensi fungsional adalah pendekatan yang berfokus pada peran
perawat untuk meningkatkan kesehatan, fungsi, dan kualitas hidup dari lansia.
Selama tahun 1980an, carol mengacu kepada keperawatan gerontik dimana hal
tersebut menjadi kerangkan kerja acuan pada saat itu. Sebagai permulaan model ini
menekankan pada peran perawat yang signifikan dalam melakukan intervensi melalui
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesehatan.

Pondasi dasar dari Teori Functional Consequences adalah sebagai berikut:

1) Proses keperawatan yang holistic menjadi tubuh-jiwa-semangat yang saling


terkait satu sama lain dari para lansia dan menyatakan bahwa ruang lingkup
kesejahteraan lebih dari fungsi fisiologis dari lansia.
2) Meskipun perubahan usia merupakan hal yang tidak bisa terelakkan,
mayoritas masalah yang mengenai lansia disebabkan oleh adanya faktor
resiko.
3) Functional consequences positif dan negatif pada lansia dapat terjadi
dipengaruhi oleh kombinasi antara perubahan usia dan adanya faktor risiko
tambahan.
4) Penerapan perencanaan tindakan dapat diarahkan untuk menghilangkan atau
memodifikasi faktor risiko yang dapat menimbulkan functional consequences
negatif.
5) Para perawat dapat meningkatkan kesejahteraan lansia melalui tindakan
promosi kesehatan dan tindakan keperawatan lain untuk mengatasi terjadinya
functional consequences negatif.
6) Perencanaan tindakan keperawatan yang tepat dapat menghasilkan functional
consequences yang positif yang juga disebut sebagai kesejahteraan, yang
mana setiap lansia mampu mencapai level terbaik dalam menjalankan setiap
fungsinya walaupun efek perubahan usia dan faktor resikonya dapat
memberikan ancaman bagi mereka.
Konsep dari Teori Functional Consequences adalah sebagai berikut:

1) Gabungan dari perubahan terkait usia dan faktor risiko terhadap konsekuensi
fungsional negatif yang mengganggu fungsi dan kualitas hidup seseorang
atau lansia.
2) Pengkajian perubahan terkait usia, faktor risiko dan konsekuensi
fungsional negatif untuk mengidentifikasi faktor risiko melalui tindakan
keperawatan.
3) Pencapaian kesehatan memungkinkan lansia berfungsi meskipun dipengaruhi
oleh perubahan terkait usia dan faktor risiko.

The functional Consequences Theory terdiri dari teori tentang penuaan,


lansia, dan keperawatan holistik. Konsep domain keperawatan adalah orang,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan dihubungkan bersama secara khusus dalam
kaitannya dengan lansia.

B. Pengkajian
A. Anamnesa
1.Identitas
Identitas pada klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, diagnosa medis, keluhan utama, kapan
keluhan dimulai
2.Riwayat atau keberadaan faktor risiko
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, keadaan lingkungan, dan riwayat kesehatan lainnya
3.Aktivitas/istirahat
a. kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
b. frekuensi jantung meningkat
c. perubahan irama jantung
d. takipnea
4. Integritas ego
a. riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia atau marah
kronik
b. faktor penekan (hubungan dengan orang lain, keuangan
5. Makanan dan Cairan
a. makanan tinggi garam, mengandung kafein, tinggi kalori
b. mual dan muntah
c. perubahan berat badan
6. nyeri atau ketidaknyamanan
a. angina
b. nyeri hilang timbul
7.Pola Fungsi
Kesehatan
Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit, kebiasaan sehari-hari, nutrisi,
pola tidur dan istirahat, kognitif-perseptual, persepsi-konsep diri, aktivitas
dan kebersihan diri, koping-toleransi stres, nilai-pola keyakinan

B. Pemeriksaan Fisik
a. Integumen :
- Lemak subkutan menyusut
- Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat
sembuh
b. Mata : Areus senilis, penurunan visus
c. Telinga :
- Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan
bicara.
d. Kardiopulmonar :
- Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah
berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik,
kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru
berkurang.
e. Muskuloskeletal :
- Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran
otot berkurang.
- Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang
disertai pula oleh kehilangan cairan.
f. Gastrointestinal :
- Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta
produksi saliva menurun.
g. Neurologikal :
-Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak
melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur (D.0055)
2. Keletihan (D.0057)
D. Intervensi Keperawatan

Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur (D.0055)
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.05174)
keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi:
diharapkan masalah klien dapat teratasi, 1. Indentifikasi pola aktivitas dan tidur
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
(psikologis; stres)
Pola Tidur (L.05045) Terapeutik:
1. Keluhan sulit tidur menurun (5) 1. Modifikasi lingkungan (pastikan
2. Keluhan sering terjaga menurun (5) suhu kamar sesuai dengan keinginan
3. Keluhan tidak puas tidur menurun klien yaitu 28C, pastikan tidak ada
(5) pencahayaan saat tidur,pastikan tempat
4. Keluhan pola tidur berubah menurun tidur aman dan nyaman)
(5) 2. Batasi waktu tidur siang
5. Keluhan istirahat tidak cukup 3. Tetapkan jadwal tidur rutin (setiap
menurun (5) pukul 21.00 WIB)
4. Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur (terapi musik atau
mendengarkan murrotal)
5. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan fisik (pijat,
mengatur posisi)
Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya tidur dengan
cukup (merefreshkan badan dan
mengistirahatkan badan)
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
3. Ajarkan terapi relaksasi sesuai
kebutuhan (terapi musik, murrotal,
napas dalam agar relaks)
4. Anjurkan menghindari minuman/
makanan yang mengganggu tidur
(jangan memberikan kopi, teh
sebelum tidur, berikan air putih
sebelum tidur)

Keletihan b.d gangguan tidur d.d tampak lesu (D.0057)


SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.123662)
keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi:
diharapkan masalah klien dapat teratasi, 1. Identifikasi kesiapan dan
dengan kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
Terapeutik:
Tingkat Keletihan (L.05046) 1. Jadwalkan pemberian pendidikan
1. Kemampuan melakukan aktivitas kesehatan sesuai kesepakatan
rutin meningkat (5) 2. Ajarkan klien dan keluarga perihal
2. Tenaga meningkat (5) aktivitas dan istirahat (pentingnya
3. Keluhan lelah menurun (5) istirahat bagi lansia)
4. Tampak lesu menurun (5) Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas rutin
2. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas
dan istirahat (jadwal pasti lansia
untuk tidur, misal pukul 21.00WIB
lansia harus sudah tertidur)

Manajemen Energi (I.05178)


Obervasi:
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang menyebabkan kelelahah
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola dan jam
tidur Terapeutik:
1. Berikan aktivitas distraksi yang
membuat nyaman (aromaterapi dan
mendengarkan murrotal)
2. Modifikasi lingkungan agar nyaman
(hindarkan dari suara yang bising dan
mengganggu, pastikan cahaya
redup/tidak terlalu terang agar
meningkatkan rasa nyaman untuk
tidur, pastikan suhu kamar sesuai
dengan keinginan klien yaitu 28C,
pastikan tempat tidur aman dan
nyaman)
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap (jalan-jalan)
3. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
asupan gizi seimbang
I. DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas:


Teori dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
medika.

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :


Salemba Medika

Potter, P. A, Perry, A. G. (2013). Fundamentals of nursing. 8th Ed. St. Louis, Missouri :
Elsevier Mosby.

E. Astutik.2019. ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA
LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPT PUSKESMAS
BALONGPANGGANG. Surabaya. Universitas Airlangga

Halimah, Alfiana. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN


INSOMNIA DAN IMPAKSI. Surabaya. Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai