Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN


SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun oleh:

Restu Resdian
Siti Nurhaerani A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
2021

1
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup
kelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik (Price & Wilson
2006, h.641).
Syok adalah kegagalan system sirkulasi dalam mengirimkan darah
beroksigen ke setiap bagian tubuh. (Prasada. h.29)

2. Etiologi
Etiologi syok menurut (Price & Wilson 2006, h.641) :
Syok oligemik / hipovolemik
a. Perdarahan
b. Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes militus,
diabetus insifidus, kekurangan korteks adrenal, peritonitis, pancreatitis, luka
bakar, asites, adenoma vilosa.

3. Patofisiologis
Syok hipovolemik dapat disebabkan kehilangan cairan eksternal seperti
hemoragi, atau perpindahan cairan internal seperti pada dehidrasi hebat, edema
berat, atau asites. Volume intravaskular dapat menurun baik melalui kehilangan
cairan dan perpindahan cairan antara kompartemen intravaskular dan
interstisial.
Urutan peristiwa dalam syok hipovolemik dimulai dengan penurunan
dalam volume intravaskular. Hal ini diakibatkan oleh penurunan arus balik
darah vena ke jantung dan akibat lanjut penurunan pengisian ventrikular.
Penurunan pengisian ventrikular mengakibatkan penurunan volume sekuncup
(jumlah darah yang dipompakan dari jantung) dan penurunan curah jantung.
Ketika curah jantung menurun, tekanan darah juga turun, dan jaringan tidak
dapat diperfusi secara adekuat (Smeltzer & Bare 2001, h.303).

2
4. Pathways

3
5. Manifestasi Klinis
a. Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok.
Ansietas, tidak bisa tenang, takut, apatis, stupor, atau koma dapat
ditemukan.kelainan-kelainan ini menunjukkan adanya perfusi serebral yang
menurun.
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemik adalah adanya
pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik. Ini merupakan
akibat adanya peningkatan tekanan diastolic yang disebabkan oleh
vasokonstriksi atas rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan
pada batas normal sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%.
Hipotensi postural dan hipotensi pada keadaan berbaring akan timbul.
2) Denyut nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah
karakteristik untuk syok. Dapat ditemukan adanyapenurunan dari
amplitude denyutan.
3) Pernafasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering
ditemukan pada tahap awal dari syok.
c. Kulit
Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Vena-vena ekstremitas
menunjukan tekanan yang rendah yang dinamakan vena perifer yang kolaps.
Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.

o Gejala-gejala lain seperti pasien mengeluh pusing, mual, lemal,


atau lelah dan rasa haus karena kandungan cairan dari darah
berkurang.

4
6. Stadium
Stadium syok menurut Chandrasoma & Taylor (2005, h.124) :
a. Stadium konpensasi
Mekanisme kompenssasi yang diaktifkan oleh penurunan curah
jantung antara lain adalah rangsangan simpatis secara reflek, yang
mempercepat frekuensi jantung (takikardi) dan menyebabkan vasokonstriksi
perifer yang mempertahankan tekanan darah di organ-organ vital (otak dan
miocardium). Tanda klinis syok yang paling awal adalah denyut nadi cepat
dengan volume kecil (halus).
Vasokonstriksi perifer paling nyata terjadi di jaringan-jaringan
kurang vital. Kulit menjadi dingin dan lembab. Vasokonstriksi di arteriol
ginjal menurunkan tekanan dan laju filtrasi glomerulus sehingga
menurunkan keluaran urin (ologuria). Oliguria merupakan mekanisme
kompensasi untuk menahan cairan.
b. Stadium gangguan perfusi jaringan
Vasokonstriksi berat yang berlangsung lama sangat berbahaya
karena mengganggu perfusi jaringan, mengganggu pertukaran cairan, dan
oksigenasi jaringan, serta menimbulkan pengedapan, yang selanjutnya
menghalangi aliran darah kapiler.
Gangguan perfusi jaringan mempunyai beberapa efek merugikan.
Kondisi ini meningkatkan glikolisis anaerob, yang mengakibatkan produksi
asam laktat dan asidosis laktat, yang hampir selalu ada pada syok.
Gangguan perfusi jaringan (berat dan berlangsung lama) menimbulkan
nekrosis sel. Pada ginjal terjadi nekrosis tubulus renalis akut yang
mengakibatkan gagal ginjal akut. Pada paru, hipoksia akibat gangguan
perfusi menyebabkan kerusakan alveolus akut dengan edema intra alveolus,
perdarahan, dan pembentukan membran fibrin hialin (syok paru atau
sindrom gawat nafas dewasa). Dihati, dapat terjadi nekrosis anoksik daerah
sentral lobulus hati. Nekrosis iskemik usus sering disertai perdarahan atau
pelepasan endotoksin bakteri yang selanjutnya memperberat status syoknya.
c. Stadium dekompensasi

5
Ketika syok berlanjut, terjadilah dekompensasi. Refleks vasokonstriksi
perifer gagal, mungkin karena hipoksia kapiler dan asidosis meningkat.
Terjadi vasodilatasi dan stasis tersebar luas yang mengakibatkan tekanan
darah menurun progresif (hipotensi) sampai berkurangnya perfusi otak dan
miokardium sampai ketingkat kritis. Hipoksia serebral menyebabkan
disfungsi otak akut (kehilangan kesadaran, edema, degenerasi neuron).
Hipoksia miokardium mengakibatkan menurunnya curah jantung lebih
lanjut, dan dapat segera terjadi kematian.

7. Komplikasi
1. Hemorhagi
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama. Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau
cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan
dehidrasi akan hemokonsentrasi.
b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan

6
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas
antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan
asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada
tanda-tanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya
pada penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit


primer penyebab

9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
a. Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital
b. Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat
hipoperfusi jaringan.
Tatalaksana :
a. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen kalau perlu bisa diberikan ventilatory
support.
b. Pasang akses vaskuler secepatnya ( dalam 60-90 detik) untuk resusitasi
cairan, berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis syok terjadi
hipovolemi baik absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload.
Karena itu terapi cairan pada syok sangat penting. Terapi syok paling tepat
adalah pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid
atau koloid 20 ml/kgbb dalam 10-15 menit secara intravena. Pemberian
cairan ini dapat 2-3 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau

7
darah. Pada syok yang berat atau sepsis pemberian cairan bisa mencapai >
60 ml/kgbb dalam 1 jam pertama. Bila resusitasi sudah mencapai 2-3 kali
dimana jumlah cairan yang diberikan sudah mencapai 40-60 % dari volume
darah yang telah diberikan tapi belum ada respon yang adekuat, maka
dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas
darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH < 7,15. Bila masih
tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral
untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status cairan tubuh. Evaluasi
kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara berhati-hati.
c. Inotropik
Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah
yang bervariasi terhadap tahanan vaskuler, sebagian menyebabkan
vasokonstriksi (epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan
vasodilatsi (dopaamine, dobutamine, melrinon). Meskipun banyak
digunakan tetap harus diingat bahwa penggunaan yang tidak tepat bisa
memperjelek keadaan karena penggunaan initropik dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard yang dapat memperberat fungsi miokard dengan
perfusi yang sudah terbatas. Efek vasokontriksi juga akan memperberat
iskemia dan akan memperjelek perfusi orgn-organ perifer. Indikasi
pemberian inotropik adalah syok kardiogenik dan renjatan refrakter terhadap
pemberian cairan.
Obat-obat inotropik :
1) Dopamin
Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatasi dan
organ pada dosis rendah ( 2-5 g/kgbb/menit). Pada dosis 5-10
g/kgbb/menit meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung
dan meningkatkan konduksi jantung ( meningkatkan rate ). Pada dosis
>10-20 g/kgbb/menit mempunyai efek terhadap reseptor alpha agonis
sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan
darah sentral.

8
2) Epinefrin
Mempunyai efek terhadap reseptor alpha dan beta, meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini
akan meningkatkan tekanan darah sentral tapi aliran darah perifer
berkurang. Dosis 0,1 g/kgbb/menit Iv, bisa ditingkatkan secara bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai
mencapai 2-3 g/kgbb/menit.
3) Dobutamin
Efek utama adalah beta 1 agonis yaitu meningkatkan kntraktilitas
miokard. juga mempunyai sedikit efek beta 2 agonis yaitu vasodilatsi
sehingga bisa menurunkan resistensi vaskuler dan after load dan
memperbaiki fungsi jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada
renjatan kardiogenik. Dosis 5 g/kgbb/menit IV , dapat ditingkatkan
bertahap sampai mencapai 20 g/kgbb/menit
4) Norepinefrin
Terutama mempunyai efek alpha agonis (menyebabkan vasokonstriksi)
dan sedikit efek beta 1 agonis. Dosis 0,1 g/kgbb/menit IV dosis dapat
ditingkatkan sampai efek yang diharapkan tercapai.
5) Phosphodiesterase Inhibitor ( melrinon, amrinon)
Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP sehingga dapat
meningkatkan level kalsium intrasel yang pada akhirnya akan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatsi perifer.
Bermanfaat pada renjatan dengan volume intravaskuler cukup, tapi
kontraktilitas otot jantung dan perfusi jelek. Dosis melrinon : 25-50
g/kgbb/menit dalam 10 menit dilanjutkan 0,375-0,75 g/kgbb/menit
6) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada syok masih merupakan kontroversi.
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resisten
terhadap katekolamin dan kecurigaan adanya insufisiensi adrenal atau
pada anak dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu yang
lama atau pada anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal.

9
Walaupun penggunaannya masih dalam perdebatan, dari penelitian –
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid
pada renjatan memberikan hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang
diberikan adalah hidrokortison dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stres.
Dosis hidrokortison untuk renjatan adalah 50 mg/mgkbb/ Iv bolus
dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secr continous
infussion. Kortikosteroid pada syok dapat memperbaiki fungsi sirkulasi
melalui:
a) Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan
tahanan perifer.
b) Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi
c) Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif
d) Mempunyai efek inotrofik
e) Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian CABD
1) Circulation
Kaji sirkulasi : TD (hipotensi), cianosis, denyut nadi (takikardi atau
bradikardi), ada tidaknya distensi vena jugularis.
2) Airway
3) Kaji bersihan jalan napas. Pada syok anafilaktik dapat terjadi
spasme dan edema laring serta spasme bronkus.
4) Breathing
Kaji pola napas. Biasanya terjadi takipnea atau pernafasan cepat
dan dangkal.

10
5) Disability
Kaji tingkat kesadaran. Dapat terjadi cemas, gelisah, dan perubahan
status mental karena menurunnya perfusi otak dan hipoksia. Takut,
apatis, stupor, atau koma juga dapat ditemukan.
b. Anamnesa
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat
atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan
obat)
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem kardiovaskuler
a) Gangguan sirkulasi perifer : pucat, ekstremitas dingin.
b) Nadi cepat dan halus.
c) Tekanan darah rendah.
d) Vena perifer kolaps.
e) CVP rendah.
2) Sistem neurologi
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah
sampai tidak sadar.
3) Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal
4) Sistem gastrointestinal
Bisa terjadi mual dan muntah, disfagia, kolik, diare yang kadang-
kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi.
5) Sistem genitourinaria
Produksi urin berkurang (< 30 ml/jam).

11
2. Diagnosa keperawatan utama
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri /
vena ditandai dengan nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung ditandai dengan edema, distensi vena jugularis,
c. Ganguan pertukaran gas ketidakseimbangan ventilasi-perfusi ditandai
dengan sianosis, diaforesis.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan tampak
gelisah, tampak tegang, palpitasi.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Perfusi perifer setelah Perfusi Perifer
tidak efektif dilakukan Meningkat (L.02011)
tindakan 1. Observasi
keperawatan  Periksa sirkulasi
perfusi perifer perifer(mis. Nadi
kembali normal perifer, edema,
dengan kriteria pengisian
hasil kalpiler, warna,
1. Tekanan suhu, angkle
brachial index)
darah dalam  Identifikasi faktor
batas normal resiko gangguan
2. Haluaran sirkulasi (mis.
urine normal Diabetes,
3. Kulit hangat perokok, orang
dan kering tua, hipertensi
dan kadar
kolesterol tinggi)
 Monitor panas,
kemerahan,
nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari
pemasangan
infus atau
pengambilan

12
darah di area
keterbatasan
perfusi
 Hindari
pengukuran
tekanan darah
pada ekstremitas
pada
keterbatasan
perfusi
 Hindari
penekanan dan
pemasangan
torniquet pada
area yang cidera
 Lakukan
pencegahan
infeksi
 Lakukan
perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan
berolahraga rutin
 Anjurkan
mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan
menggunakan
obat penurun
tekanan darah,
antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum
obat pengontrol
tekakan darah
secara teratur
 Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
 Ajurkan
melahkukan
perawatan kulit
yang tepat(mis.
Melembabkan

13
kulit kering pada
kaki)
 Anjurkan
program
rehabilitasi
vaskuler
 Anjurkan
program diet
untuk
memperbaiki
sirkulasi( mis.
Rendah lemak
jenuh, minyak
ikan, omega3)
 Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang
harus dilaporkan(
mis. Rasa sakit
yang tidak hilang
saat istirahat,
luka tidak
sembuh,
hilangnya rasa)
2. Penurunan curah setelah PERAWATAN
jantung dilakukan JANTUNG (I.02075)
tindakan 1. Observasi
keperawatan  Identifikasi
curah jantung tanda/gejala
kembali normal primer
dengan kriteria Penurunan curah
hasil : jantung (meliputi
dispenea,
1. Tanda-tanda
kelelahan, adema
vital dalam ortopnea
batas normal paroxysmal
2. Curah nocturnal
jantung dyspenea,
dalam batas peningkatan
normal CPV)
 Identifikasi
3. Perbaikan
tanda /gejala
status sekunder
mental penurunan curah
jantung (meliputi
peningkatan
berat badan,
hepatomegali
ditensi vena
jugularis,
palpitasi, ronkhi
basah, oliguria,

14
batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan
darah (termasuk
tekanan darah
ortostatik, jika
perlu)
 Monitor intake
dan output cairan
 Monitor berat
badan setiap hari
pada waktu yang
sama
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor keluhan
nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi
nyeri)
 Monitor EKG 12
sadapoan
 Monitor aritmia
(kelainan irama
dan frekwensi)
 Monitor nilai
laboratorium
jantung (mis.
Elektrolit, enzim
jantung, BNP,
Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi
alat pacu jantung
 Periksa tekanan
darah dan
frekwensi
nadisebelum dan
sesudah aktifitas
 Periksa tekanan
darah dan
frekwensi nadi
sebelum
pemberian obat
(mis.
Betablocker,
ACEinhibitor,
calcium channel
blocker, digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien
semi-fowler atau
fowler dengan

15
kaki kebawah
atau posisi
nyaman
 Berikan diet
jantung yang
sesuai (mis.
Batasi asupan
kafein, natrium,
kolestrol, dan
makanan tinggi
lemak)
 Gunakan
stocking elastis
atau pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien
dan keluarga
untuk modifikasi
hidup sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi
stres, jika perlu
 Berikan
dukungan
emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen
untuk
memepertahanka
n saturasi
oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan
beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti
merokok
 Ajarkan pasien
dan keluarga
mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien
dan keluarga
mengukur intake
dan output cairan
harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi

16
pemberian
antiaritmia, jika
perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi
jantung
3. Ganguan setelah TERAPI OKSIGEN
pertukaran gas dilakukan (I.01026)
tindakan 1. Observasi
keperawatan  Monitor
gangguan kecepatan aliran
pertukaran gas oksigen
teratasi dengan  Monitor posisi
kriteria hasil : alat terapi
1. Klien oksigen
bernafas  Monitor aliran
tanpa oksigen secara
kesulitan periodic dan
2. Paru-paru pastikan fraksi
bersih yang diberikan
3. Kadar PO2 cukup
dan PCO2  Monitor
dalam batas efektifitas terapi
normal oksigen (mis.
oksimetri, analisa
gas darah ), jika
perlu
 Monitor
kemampuan
melepaskan
oksigen saat
makan
 Monitor tanda-
tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda
dan gejala
toksikasi oksigen
dan atelektasis
 Monitor tingkat
kecemasan
akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas
mukosa hidung
akibat
pemasangan
oksigen

17
2. Terapeutik
 Bersihkan secret
pada mulut,
hidung dan
trachea, jika
perlu
 Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
 Berikan oksigen
tambahan, jika
perlu
 Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi
 Gunakan
perangkat
oksigen yang
sesuai dengat
tingkat mobilisasi
pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien
dan keluarga
cara
menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
4. Ansietas setelah REDUKSI ANXIETAS
dilakukan (I.09314)
tindakan 1.  Observasi
keperawatan  Identifikasi saat
ansietas teratasi tingkat anxietas
dengan kriteria berubah (mis.
hasil : Kondisi, waktu,
1. Klien stressor)
 Identifikasi
mengungka
kemampuan
pkan

18
penurunan mengambil
ansietas keputusan
2. Klien  Monitor tanda
anxietas (verbal
tenang dan dan non verbal)
relaks 2. Terapeutik
3. Klien dapat  Ciptakan
beristirahat suasana 
dengan terapeutik untuk
tenang menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien
untuk
mengurangi
kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi
yang membuat
anxietas
 Dengarkan
dengan penuh
perhatian
 Gunakan
pedekatan yang
tenang dan
meyakinkan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan 
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan
prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
 Informasikan
secara factual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan

19
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih
penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
 Latih teknik
relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat
anti anxietas, jika
perlu

20
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, P & Taylor, C 2005, Ringkasan Patologi Anatomi, EGC, Jakarta.


Eliastam, M, Sternbach, G, & Bresler, M 2002, Penuntun Kedaruratan Medis, EGC,
Jakarta.
Krisanty, P et al, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Trans Info Media,
Jakarta.
Prasada, Soma 1996, Pertolongan pertama dan RJP, edk 2, EGC, Jakarta.
Price, S & Wilson 2006 Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edk 6, EGC,
Jakarta.
Smeltzer, S & Bare, B 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol.1, edk 8, EGC, Jakarta.
Sudoyo, AW et al 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Syok 2011, http:// bedah-mataram. org/ index. php? Option = com_content &
view=article & id=78:syok&catid=37:refrat-bedah-umum & Itemid=77. Diambil
tanggal 07 September 2012.

21

Anda mungkin juga menyukai