Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peran


penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, adapun perbankan memiliki
fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat guna memenuhi kebutuhan dana bagi pihak yang membutuhkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.

Dalam melaksanakan kegiatannya, lembaga perbankan di Indonesia


terbagi menjadi dua jenis bank ditinjau dari prinsipnya yaitu bank konvensional
dan bank syariah. Kedua jenis bank ini memiliki produk bank yang hampir sama
hanya berbeda pada sistem operasinya. Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, bank konvensional merupakan bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional berlandaskan sistem bunga
dan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
Sedangkan bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah berlandaskan sistem bagi hasil dan jenisnya terdiri dari
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Perkembangan Lembaga perbankan syariah di Indonesia berdasarkan data


Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat
dilihat pada tabel berikut :

1
Tabel 1.1
Perkembangan Lembaga Perbankan Syariah

Kategori 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Bank Umum Syariah

 Jenis BUS 12 12 12 13 14 14
 Jumlah 2.163 1.990 1.807 1.849 1.885 1.919
Kantor

Unit Usaha Syariah

 Jumlah UUS 22 22 22 21 20 20
 Jumlah 320 311 322 336 354 381
Kantor
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah

 Jumlah 163 163 166 167 167 165


BPRS
439 446 453 456 458 526
 Jumlah
Kantor
Sumber data: www.ojk.go.id (Statistika Perbankan Syariah, diolah 2019)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa perkembangan lembaga


perbankan syariah selalu menunjukkan peningkatan pada setiap tahunnya yang
mana berdasarkan data yang diperoleh, peminatnya lebih didominasi oleh Bank
Umum Syariah. Peningkatan yang dialami Bank Umum Syariah menunjukkan
bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin meningkat.
Berkaitan dengan hal tersebut, perbankan syariah menuntut segera di
implementasikannya praktik-praktik good corporate governance atau biasa disebut
dengan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan Good Corporate Governance

2
dalam dunia usaha perbankan merupakan suatu kebutuhan dalam aktivitas bisnis
agar Bank Umum Syariah dapat terus bertahan dalam persaingan yang semakin
kompetitif dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan Bank Umum Syariah.

Nasution dan Setiawan (2007) menyebutkan bahwa corporate governance


merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan kerangka peraturan.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur Good Corporate
Governance antara lain dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dan dewan
pengawas syariah.

Penerapan Good Corporate Governace pada perbankan syariah menjadi


sangat penting dikarenakan bank syariah memiliki perbedaan yang mendasar
dengan bank konvensional, salah satunya adalah penerapan prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah inilah yang menjadi pilar penting dalam
keberlangsungan bank syariah, yang diwujudkan oleh adanya pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab dewan pengawas syariah yang berfungsi untuk mengawasi
pengelolaan perbankan syariah yang harus mematuhi prinsip syariah yang berlaku.

Kinerja keuangan menurut Ihsan (2016) dapat dinilai melalui berbagai


macam indikator untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada umumnya
berfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam rangka
membuat keputusan investasi, penempatan dana, pembiayaan, serta prospek bank
syariah dimasa mendatang Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja
keuangan adalah dengan menggunakan teknik analisis rasio yang tercantum dalam
lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP tahun 2011 adalah
Return On Asset (ROA) yang merupakan bagian dari rasio Profitabilitas. Tujuan
dari rasio ROA adalah untuk menggambarkan kemampuan atau produktivitas bank
dalam mengelola dana yang di investasikan seluruh aktivanya untuk menghasilkan
keuntungan. Bank Indonesia selanjutnya menjelaskan bahwa rasio ROA
merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total asset

3
dalam suatu periode. Bank Indonesia kemudian menetapkan standar untuk ROA
minimum yang harus dimiliki bank sebesar 1,5%. Semakin besar ROA yang
dimiliki suatu bank, maka bank tersebut semakin besar tingkat keuntungan yang
dicapai oleh bank. Sehingga kecil kemungkinan terjadi bank dalam kondisi
bermasalah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah (Periode 2014-2019).”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah


adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Dewan Komisaris terhadap Kinerja Keuangan pada


Bank Umum Syariah periode 2014-2019?

2. Bagaimana pengaruh Dewan Direksi terhadap Kinerja Keuangan pada Bank


Umum Syariah periode 2014-2019?

3. Bagaimana pengaruh Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan pada Bank


Umum Syariah periode 2014-2019?

4. Bagaimana pengaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan


pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019?

5. Bagaimana pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit,


Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum
Syariah periode 2014-2019?

4
1.3 Batasan Masalah

Penelitian menggunakan data laporan Good Corporate Governance dan


data laporan keuangan tahunan yang telah diaudit pada Bank Umum Syariah
periode 2014-2019. Hal ini berpedoman bahwa Good Corporate Governance pada
perbankan syariah tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI
tahun 2009 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kemudian mengacu pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/13/DPbS tanggal 20 April 2010, sehingga pelaporan Good
Corporate Governance pada Bank Umum Syariah mulai intensif dipublikasikan
pada tahun 2010. Good Corporate Governance yang diproksikan dengan dewan
komisaris, dewan direksi, komite audit, dan dewan pengawas terhadap kinerja
keuangan yang diproksikan dengan ROA.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, adapun penelitian ini


bertujuan sebagai berikut:

1. Menguji dan menganalisis pengaruh Dewan Komisaris terhadap Kinerja


Keuangan pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
2. Menguji dan menganalisis pengaruh Dewan Direksi terhadap Kinerja
Keuangan pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
3. Menguji dan menganalisis pengaruh Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan
pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
4. Menguji dan menganalisis pengaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap
Kinerja Keuangan pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
5. Menguji dan menganalisis pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan pada
Bank Umum Syariah periode 2014-2019.

5
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah dan mengembangkan


wawasan penulis, terutama berkaitan dengan masalah yang diteliti mengenai
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance khususnya pada
perbankan syariah

2. Bagi Operasional

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi perbankan syariah


dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam
meningkatkan kinerja keuangan khususnya pada perbankan syariah.

3. Bagi Akademis

Untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan menambah referensi bagi
penelitian selanjutnya dimasa yang akan datang mengenai Good Corporate
Governance yang berkaitan dengan kinerja keuangan perbankan syariah.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami


Good Corporate Governance. Dikutip dari Gunawan (2016), tindakan manajer
yang lebih mementingkan kesejahteraan personal di atas kepentingan pemilik
perusahaan akan memicu terjadinya biaya keagenan (agency cost). Konflik
kepentingan antara manajer dan pemegang saham diminimumkan dengan suatu
mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang
terkait tersebut. Munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan
biaya yang disebut biaya agensi (agency cost). Agency cost yang dikeluarkan oleh
pemegang saham sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan dan akan
berakibat pada penurunan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, adanya konflik
agensi harus diminimalisasi dengan berbagai strategi agar kinerja perusahaan
tinggi. Konflik agensi selanjutnya di jelaskan oleh Gunawan (2016) bisa terjadi
karena adanya asimetri informasi antara pemilik dan manajer yaitu ketika salah
satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki pihak lain. Berbagai cara dapat
dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding investor,
akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau
membeli saham perusahaan sehingga saham perusahaan menjadi turun.

Dalam teori keagenan, Sulistyowati (2017) menjelaskan hubungan antara


principal dan agent pada hakikatnya suka tercipta karena adanya kepentingan yang
saling bertentangan. Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara principal
dan agent dapat menimbulkan permasalahan dikenal sebagai Asymmetric
Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena
adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent.
Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer

7
untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat Asymmetric Information (AI) yang
tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang
dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam praktik pelaporan keuangan
sering menimbulkan konflik principal dan agent akibat adanya perilaku
manajemen yang tidak transaparan dalam penyajian informasi. Hal ini akan
mengakibatkan penghalang terciptanya Good Corporate Governance pada
perusahan-perusahaan.

Sari (2017) memaparkan bahwa pada hakekatnya, principal menginginkan


pengembalian sebesar-besarnya atas investasi yang dilakukan, sementara agent
menginginkan adanya kompensasi yang memadai atas kinerjanya. Adanya
perbedaaan kepentingan membuat masing-masing pihak berusaha membuat dirinya
untung. Good Corporate Governance dapat digunakan sebagai alat untuk
memonitor bahkan membatasi perilaku opportunistik manajer dalam melakukan
penyajian informasi.

2.1.2 Kinerja Keuangan


Kinerja keuangan menurut Hery (2016) merupakan suatu usaha formal
untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba
dan posisi kas tertentu. Dengan pengukuran kinerja keuangan, dapat dilihat
prospek pertumbuhan dan perkembangan keuangan perusahaan dari mengandalkan
sumber daya yang dimiliknya. Perusahaan dikatakan berhasil apabila perusahaan
telah mencapai suatu kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja
keuangan adalah penting sebagai sarana atau indikator dalam rangka memperbaiki
kegiatan operasional perusahaan. Dengan perbaikan kinerja operasional diharapkan
bahwa perusahaan dapat mengalami pertumbuhan keuangan yang lebih baik dan
juga dapat bersaing dengan perusahaan lain lewat efisiensi dan efektivitas.
Pengukuran kinerja keuangan dilakukan bersamaan dengan proses
analisis. Analisis kinerja keuangan merupakan suatu proses pengkajian kinerja
keuangan secara kritis, yang meliputi peninjauan data keuangan, penghitungan,
pengukuran, interpretasi, dan pemberian solusi terhadap masalah keuangan

8
perusahaan pada suatu periode tertentu. Kinerja keuangan dapat dinilai dengan
menggunakan analisis rasio keuangan.
Analisis keuangan menurut Ikatan Bankir Indonesia (2014) digunakan
dalam rangka perbandingan kinerja suatu bank dengan periode waktu yang berbeda
atau perbandingan dengan bank lain yang berbeda ukuran asetnya. Acuan
perbandingan rasio umumnya dibandingkan dengan industri atau kelompok bank
sejenis. Perbandingan juga dapat dilakukan terhadap periode sebelumnya dan
target anggaran, serta ketentuan dari Bank Indonesia. Rasio keuangan yang
digunakan sebagai pengukuran kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah ROA
(Return ON Asset) yang merupakan bagian dari rasio Profitabilitas.
Berdasarkan uraian tersebut, kinerja keuangan perbankan syariah
merupakan elemen yang penting untuk mengukur keberhasilan Good Corporate
Governance dalam mengetahui gambaran kondisi keuangan terutama kondisi
kesehatan bank umum syariah pada suatu periode tertentu.

2.1.2.1 Return On Asset (ROA)

Menurut Machmud dan Rukmana (2010) Return On Asset (ROA)


merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata
total asset bank yang bersangkutan. Sedangkan menurut Ikatan Bankir Indonesia
(2014) Return On Asset (ROA) adalah perbandingan antara laba sebelum pajak
dengan rata-rata total asset.

Semakin besar rasio ini, maka semakin besar tingkat pendapatan pada
suatu bank serta semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset
sebaliknya apabila ROA pada suatu bank rendah maka tingkat keuntungan yang
diperoleh bank tersebut rendah. Oleh karena itu dapat diartikan bahwa Return On
Asset (ROA) merupakan gambaran produktivitas bank dalam mengelola dana
sehingga menghasilkan keuntungan.

9
Pada umumnya, rasio ROA digunakan untuk menilai seberapa baik
kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari pemanfaatan aset yang
dimilikinya. Secara umum, pengertian ROA merupakan hasil perbandingan antara
laba bersih perusahaan dengan total aset yang dimilikinya.

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang tercantum dalam Surat


Edaran BI No.9/24/DPbS/2007 tentang sistem penilaian tingkat Kesehatan bank,
maka kriteria penilaian ROA dan secara matematis ROA dirumuskan sebagai
berikut :

Laba Sebelum Pajak


ROA= X 100
Rata−rata Total Aset

Bank Indonesia, selanjutnya menjelaskan bahwa dalam rasio ROA


terdapat kriteria penetapan peringkat penyediaan modal minimum dalam penilaian
tingkat kesehatan bank. Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia, maka bank umum syariah harus memiliki ROA minimal 1,5%. Berikut
di bawah ini merupakan tabel kriteria penetapan peringkat ROA.
Tabel 2.1
Kriteria Penetapan Peringkat ROA

Peringkat Kriteria Keterangan


1 ROA > 1,5% Perolehan laba sangat tinggi atau
sangat sehat

2 1,25% < ROA ≤ 1,5% Perolehan laba tinggi atau sehat

3 0,5% < ROA ≤ 1,25% Perolehan laba cukup tinggi atau


cukup sehaat

4 0% < ROA ≤ 0,5% Perolehan laba rendah atau kurang


sehat

10
5 ROA ≤ 0% Perolehan laba rendah atau tidak
sehat
Sumber: SE Bank Indonesia No. 9/24/DPbS Tahun 2007
2.1.3 Good Corporate Governance

Berpedoman pada peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI tahun


2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah, bank wajib melaksanakan Good Corporate Governance
dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Pelaksanaan Corporate Governance pada Bank Umum Syariah sebagai mana
dimaksud dalam peraturan tersebut paling kurang harus di wujudkan dalam:

1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direksi.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan fungsi yang
menjalankan pengendalian internal Bank Umum Syariah.
3. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah.
4. Penerapan fungsi kepatuhan, audit internal, dan audit eksternal.
5. Batas maksimum penyaluran dana.
6. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank Umum Syariah.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa, Good Corporate Governance


di dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah (sharia
compliance). Selain itu dijelaskan pula bahwa Good Corporate Governance
merupakan salah satu upaya untuk melindungi kepentingan stakeholder dan
meningkatkan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku serta nilai-
nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.

Ikatan Bankir Indonesia (2016) menjelaskan Good Corporate


Governance merupakan pedoman mengenai kesepakatan antar stakeholder dalam
mengidentifikasi dan merumuskan keputusan-keputusan strategis secara efektif dan
terkordinasi. Kebutuhan akan Good Corporate Governance dalam organisasi sudah
merupakan kebutuhan mendesak bagi manajemen bank. Kebijakan Good
Corporate Governance harus memiliki perspektif yang luas, komprehensif, dan
terintegrasi sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan.

11
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-117/M-MBU
tahun 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan
Usaha Milik Negara mendefinisikan bahwa Good Corporate Governance adalah
suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap mementingkan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

The Organisation of Economics Co-Operation and Development (2004)


mendefinisikan Good Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang
digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan
dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan
dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetep memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain. Good Corporate
Governance merupakan struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris,
dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan
tersebut dan mengawasi kinerja.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Good


Corporate Governance merupakan seperangkat aturan yang mengatur hubungan
antara stakeholder dengan pihak-pihak manajemen perusahaan demi menciptakan
suatu sistem pengelolaan perusahaan agar menghasilkan nilai tambah yang
diharapkan dan dapat berimbas pada peningkatan kinerja perusahaan.

2.1.3.1 Tujuan Good Corporate Governance

Penerapan sistem Good Corporate Governance dalam perbankan


diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholder). Berikut merupakan tujuan diterapkannya Corporate
Governance menurut Rivai dan Rifki (2013) melalui beberapa tujuan berikut:

12
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang
memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham,
pegawai dalam menghadapi tantangan organisasi ke depan.

2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan


dapat dipertanggungjawabkan.

3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholder.

4. Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan,


dan partisipasi organisasi secara legitimate.

5. Meminimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang


mungkin timbul antara pihak principal dan agent.

6. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih
rendah, meningkatkan kinerja keuangan, dan persepsi yang lebih baik dari para
stakeholder atas kinerja perusahaan dimasa depan.

Dengan demikian melalui beberapa tujuan di atas, penerapan Good


Corporate Governance pada bank syariah diharapkan: RUJUKAN

1. Semakin meningkatkan kepercayaan publik kepada bank Islam atau yang


dikenal dengan bank syariah.

2. Pertumbuhan industri jasa keuangan Islam dan stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan akan senantiasa terpelihara.

3. Keberhasilan industri jasa keuangan Islam dalam menerapkan Corporate


Governance akan menempatkan lembaga keuangan Islam pada level yang
sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya.

Di samping itu, diperlukan pula membangun suatu sistem Good


Corporate Governance secara efektif bagi bank syariah dengan memperhatikan
sejumlah pilar mekanisme Good Corporate Governance, antara lain: RUJUKAN

1. Peran dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah harus dioptimalkan untuk
memberikan keyakinan bahwa seluruh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan tidak melanggar kaidah-kaidah syariah Islam.

13
2. Bank syariah harus memiliki sistem pengawasan internal dan manajemen resiko
yang tangguh. Hal ini penting agar dapat mendeteksi dan menghindari
terjadinya salah kelola dan penipuan maupun kegagalan sistem dan prosedur
pada bank syariah.

3. Dalam konteks syariah Islam, auditor eksternal harus bekerja sama dan
mengkorelasikan perkerjaannya kepada Dewan Pengawas Syariah dan auditor
internal untuk mendapat keyakinan bahwa penyajian laporan keuangan telah
memadai.

4. Transformasi budaya korporasi yang Islami dan peningkatan kualitas sumber


daya manusia harus menjadi komitmen bagi bank syariah.

5. Perangkat hukum dan peraturan Bank Indonesia yang sesuai dengan


karakteristik bank syariah menjadi syarat guna terciptanya Good Corporate
Governance dan sehat bagi perbankan syariah di Indonesia.

2.1.3.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance diperkenalkan The


Organisation of Economics Co-Operation and Development (OECD) pada tahun
2004, telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut disusun secara universal sehingga dapat berlaku bagi
semua negara atau perusahaan, dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau
tata nilai yang berlaku di negara masing-masing. Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dikutip dari Ikatan Bankir Indonesia (2016), antara lain:

1. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban


organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Manajemen bank
harus memiliki kewenangan-kewenangan beserta kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhi kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dewan
direksi bertanggung jawab atas keberhasilan bank dalam mencapai tujuan yang

14
telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas
pengawasan dan wajib memberikan nasihat kepada Direksi atas pengelolaan
bank sehingga tujuan bank dapat tercapai. Pemegang saham yang bertanggung
jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan bank. Hal yang
perlu dilakukan untuk mengimplementasikan prinsip akuntabilitas adalah:

a. Pimpinan dan karyawan telah mengetahui visi, misi, tujuan, dan target-target
operasional bank.
b. Pimpinan dan karyawan telah mengetahui dan memahami peran, tugas, dan
tanggung jawab masing-masing.
c. Uraian tugas disetiap unit usaha atau unit kerja telah ditetapkan dengan benar
dan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan bank.
d. Proses dalam pengambilan keputusan bank telah mengacu dan menaati
sistem dan prosedur yang telah ditentukan.
e. Proses check and balance telah dilakukan secara menyeluruh di setiap unit
kerja.
f. Sistem penilaian kinerja operasional, organisasi, dan kinerja perseorangan
telah ditetapkan, diterapkan, dan dilakukan evaluasi dengan baik.
g. Pertanggungjawaban kinerja manajemen bank dilakukan secara rutin.

h. Hasil pekerjaan telah didokumentasikan, dipelihara, dan dijaga dengan baik.

2. Pertanggungjawaban (Reponsibility)

Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan ketentuan yang


berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Prinsip ini menuntut
manajemen bank dan manajemen senior melakukan kegiatan secara
bertanggung jawab. Manajemen bank harus menghindari segala biaya transaksi
yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain diluar ketentuan
yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang regulasi, kontrak,
maupun pedoman operasional bank. Hal yang perlu dilakukan untuk
mengimplementasikan prinsip pertanggungjawaban adalah:

15
a. Pimpinan dan karyawan telah mengetahui dan memahami seluruh peraturan
yang berlaku.
b. Pimpinan dan karyawan telah menerapkan sistem tata nilai dan budaya
perusahaan yang ditetapkan bank.
c. Proses dalam pengambilan keputusan senantiasa mengacu dan menaati
sistem dan prosedur yang telah ditetapkan.
d. Pimpinan dan karyawan telah bekerja sesuai dengan standar operasional,
prosedur, maupun ketentuan yang berlaku.
e. Unit kerja organisasi bank telah berupaya menghindari pengelolaan bank
yang berpotensi merugikan bank dan stakeholder.
f. Proses pendelegasian kewenangan telah dijalankan dengan cukup baik untuk
menyelenggarakan pekerjaan dengan baik.

g. Pimpinan dan unit kerja telah melakukan pertanggungjawaban hasil kerja


secara teratur.

3. Keterbukaan (Transparency)

Prinsip ini mengacu kepada keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang


material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
Informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang
diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan, dan
pengelolaan bank. Audit yang dilakukan atas informasi harus dilakukan secara
independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain
mengetahui keadaan bank sehingga pemegang saham dapat ditingkatkan.
Manajemen bank perlu memastikan bahwa auditor eksternal, auditor internal,
dan Komite Audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimilik bank,
kemudian manajemen bank menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit
dan kinerja usaha kepada public secara rutin (RUPS, lembaga bursa, public
expose, berita surat kabar. Manajemen bank juga memberikan laporan pelaksaan
Good Corporate Governance kepada pihak pemerintah atau badan pengawas
eksternal (Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kantor Menteri Negara
BUMN, dan lembaga negara yang ditetapkan dalam peraturan/perundangan).

16
Bank perlu juga menyampaikan kepada publik sejauh mana tingkat kepatuhan
yang telah dijalankan, yang meliputi ketaatan pada peraturan dan undang-
undang yang berlaku, arahan pemerintah, peraturan perpajakan, prosedur
standar akuntansi, serta standar operasinal lainnya. Hal yang perlu dilakukan
untuk mengimplementasikan prinsip keterbukaan adalah:

a. Bahwa berbagai stakeholder (manajemen, karyawan, pelanggan) dapat


melihat dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial di
bank.
b. Pemegang saham berhak memeperoleh informasi keuangan bank yang
relevan secara berkala dan teratur.
c. Proses pengumpulan dan pelaporan informasi operasional bank telah
dilakukan oleh unit organisasi dan karyawan secara terbuka dan objektif,
dengan tetap menjaga kerahasiaan nasabah/ pelanggan.
d. Pimpinan, manajer, dan karyawan bank telah melakukan keterbukaan dalam
proses pengambilan keputusan, sistem pengawasan dan standarisasi yang
dilakukan.
e. Informasi tentang prosedur dan kebijakan diunit kerja meupun unit
organisasi telah dipublikasikan secara tertulis dan dapat diakses oleh unit-
unit terkait diluar bank.
f. Auditor eksternal, komite audit, dan auditor internal memiliki akses atas
informasi dengan syarat kerahasiaan tetap dijaga.

g. Menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha ke publik secara


rutin, maupun laporan tata kelola perusahaan pada instansi yang berwenang.

4. Kewajaran (Fairness)
Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Seluruh stakeholder harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan
perlakuan yang adil. Bank dilarang melakukan praktik-praktik tercela yang
dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi
harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang

17
mengandung benturan kepentingan. Hal yang perlu dilakukan untuk
mengimplementasikan prinsip kewajaran adalah:
a. Manajemen bank dan karyawan memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholder secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum.
b. Perlakuan adil kepada seluruh pihak stakeholder (nasabah, pelanggan,
pemilik) dalam memberikan pelayanan dan informasi.
c. Manajemen bank kepala unit kerja serta karyawan yang dapat membedakan
kepentingan bank dengan kepentingan organisasi.

d. Perlakuan, pengembangan kerja kelompok, hubungan kerja, dan pembinaan


pada para karyawan dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajiban
secara adil dan wajar.

5. Kemandirian (Independency)

Prinsip ini mengacu pada pengelolaan bank secara professional tanpa pengaruh/
tekanan dari pihak manapun. Prinsip ini menuntut para pengelola bank agar
dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimiliki, tanpa ada
tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem
operasional bank yang berlaku. Dalam prinsip ini tersirat bahwa pengelolaan
bank harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholder yang
ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan bank. Hal yang perlu
dilakukan untuk mengimplementasikan prinsip kewajaran adalah:

a. Keputusan manajemen bank hendaknya terlepas dari kepentingan berbagai


pihak yang merugikan bank.

b. Proses pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif untuk


kepentingan bank.

Bank wajib melaksanakan prinsip Good Corporate Governance dalam


setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Yang
dimaksud dengan seluruh tingkatan atau jenjang organisasi adalah seluruh
pengurus dan karyawan bank mulai dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi sampai
dengan pegawai tingkat pelaksana.

18
2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Bank Syariah

Pada dasarnya, prinsip-prinsip pokok Good Corporate Governance


dikembangkan pada perbankan syariah relatif hampir sama dengan perbankan
konvensional. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan
konsep diantaranya adalah kultur manajemen, akuntansi, dan pengawasan. Prinsip-
prinsip Good Corporate Governance pada perbankan syariah tertuang dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI tahun 2009 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Prinsip-prinisp Good Corporate Governance pada perbankan syariah yang
dimaksud dalam peraturan tersebut harus berlandaskan pada lima prinsip dasar,
antara lain:

1. Transparansi (Transparency)

Transparansi merupakan keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang


material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntanbilitas merupakan kejelasan fungsi dan pelaksanaan


pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolannya berjalan secara
efektif.

3. Pertanggungjawaban (Responsibility)

Pertanggungjawaban merupakan kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan


perundang-undagan yang berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat.

4. Profesional (Professional)

Profesional merupakan keharusan memiliki kompetensi, mampu bertindak


objektif, dan bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
(independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank
syariah.

19
5. Kewajaran (Fairness)

Kewajaran merupakan keadilan dan kesetaraan dalam memenui hak-hak


stakeholder berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Rivai dan Rifki (2013) menyatakan bahwa dalam ajaran Islam, kelima
prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut sesuai dengan norma dan
nilai Islami dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim. Islam sangat intens
mengajarkan diterapkannya prinsip ‘adl (keadilan), tawazun (keseimbanga),
mas’ullyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah
(pemenuhan kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi,
keterbukaan), hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggung jawab),
ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), ghirah (militansi syariah), idarah
(pengelolaan), khalifah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berpikir
positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan islah (organisasi yang terus belajar
dan selalu melakukan perbaikan).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipastikan bahwa Islam jauh lebih


mendahului kelahiran Corporate Governance menjadi acuan bagi Good Corporate
Governance di dunia. Prinisp-prinsip tersebut diharapkan dapat menjaga
pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan Islam secara profesional dan menjaga
interaksi ekonomi, bisnis, dan sosial yang berjalan sesuai dengan aturan yang
belaku.

2.1.3.4 Mekanisme Good Corporate Governace

Mekanisme Good Corporate Governance dikutip dari Sari (2017)


merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak
pengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol serta pengawasan
terhadap keputusan tersebut. Menurut Boediono (2005), mekanisme Good
Corporate Governance merupakan suatu sistem yang mampu mengendalikan dan

20
mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, sehingga dapat digunakan untuk menekan terjadinya masalah agency.
Maka untuk meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan agent,
diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi konflik kepentingan.

Kusuma (2015) mendefinisikan mekanisme Good Corporate Governance


sebagai suatu pola, hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ
perusahaan guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan dan perundangan serta norma yang
berlaku.

Berkaitan dengan mekanisme Good Corporate Governance, dikutip oleh


Yuliningtyas (2016) bahwa mekanisme Good Corporate Governance dibagi dalam
dua kelompok yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme
internal adalah cara untuk mengendalikan perusahaan menggunakan struktur dan
proses internal seperti komposisi dewan komisaris, komposisi dewan direksi,
komposisi komite-komite. Sedangkan mekanisme eksternal adalah cara
mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal,
seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.

Komposisi dewan merupakan salah satu karakteristik mekanisme internal.


Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat
mempengaruhi pihak manajemen dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang
berkualitas. Dalam penelitian ini, mekanisme internal dalam mewujudkan
Corporate Governance terdiri dari:

1. Dewan Komisaris

Dewan komisaris menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI


tahun 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran
dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Pembentukan dewan komisaris

21
merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk memonitor kinerja
manajer. Tugas dan tanggung jawab dewan komisaris yaitu:

a. Dewan komisaris wajib melakukan pengawasan atas terselenggaranya


pelaksanaan Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha
Bank Umum Syariah pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi

b. Dewan komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan


tugas dan tanggung jawab dewan direksi, serta memberikan nasihat
kepada dewan direksi

c. Dewan komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan


operasional bank umum syariah, kecuali pengambilan keputusan untuk
pembiayaan kepada dewan direksi sepanjang kewenangan dewan
komisaris tersebut ditetapkan dalam anggaran dasar bank umum syariah
atau rapat umum pemegang saham

d. Dewan komisaris wajib memastikan bahwa dewan direksi telah


menindaklanjuti temuan audit dan atau rekomendasi dari hasil
pengawasan Bank Indonesia, auditor internal, dewan pengawas syariah,
dan atau auditor eksternal

e. Dewan komisaris wajib membentuk paling kurang komite pemantau


resiko, komite remunerasi dan nomisasi, dan komite audit dalam rangka
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

Menurut Peraturan Bank Indonesia Indonesia Nomor 8/4/PBI tahun 2006


tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance, jumlah anggota dewan
komisaris pada perusahaan perbankan paling kurang 3 (tiga) orang. Dengan
kriteria minimal 1 (satu) orang dewan komisaris berdomisili di Indonesia.

2. Dewan Direksi

Dewan direksi menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI tahun


2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, adalah organ perseroan yang berwenang dan

22
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar. Tugas dan tanggung jawab dewan direksi yaitu:

a. Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan bank


umum syariah berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah

b. Direksi wajib mengelola bank umum syariah sesuai dengan kewenangan


dan tanggung jawabanya sebagimana diatur dalam anggaran dasar bank
umum syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

c. Direksi wajib melaksanakan Good Corporate Governance

d. Dalam setiap kegiatan usaha bank umum syariah pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi

e. Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit dan atau rekomendasi dari


hasil pengawasan Bank Indonesia, auditor internal, dewan pengawas
syariah dan atau auditor eksternal

f. Direksi wajib memiliki fungsi paling kurang sebagai audit internal,


manajemen resiko dan komite manajemen resiko dan kepatuhan dalam
rangka melaksanakan Good Corporate Governance

g. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada


pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham

h. Direksi wajib menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan
tepat waktu kepada dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah

Menurut Peraturan Bank Indonesia Indonesia Nomor 8/4/PBI tahun 2006


tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance, jumlah anggota dewan
direksi paling kurang 3 (tiga) orang. Dengan kriteria seluruh anggota dewan
direksi berdomisili di Indonesia.

23
3. Komite Audit

Komite audit menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI tahun


2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris dalam rangka membantu dan melaksanakan fungsi beserta tugasnya.
Tugas dan tanggung jawab komite audit yaitu:

a. Komite audit melakukan evaluasi atas pelaksanaan audit internal termasuk


kecukupan proses pelaporan keuangan

b. Komite audit melakukan koordinasi dengan Kantor Akuntan Publik dalam


rangka efektivitas pelaksanaan audit eksternal

c. Komite audit memberikan rekomendasi mengenai penunjukkan Akuntan


Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada Dewan Komisaris

Dikutip dari Ikatan Bankir Indonesia (2016), jumlah anggota komite audit
pada perbankan minimal terdiri atas 1 (satu) orang dewan komisaris
independen sebagai ketua yang merangkap anggota, 1 (satu) orang pihak
independen yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, dan 1 (satu) orang
pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.

4. Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah menurut peraturan Bank Indonesia Nomor


11/33/PBI tahun 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, adalah dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada dewan direksi serta mengawasi kegiatan
bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Tugas dan tanggung jawab dewan
pengawas syariah yaitu:

a. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman


operasional dan produk yang dikeluarkan bank

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan


fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia

24
c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia untuk produk baru bank yang belum memiliki fatwa

d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah


terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja
bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI tahun 2009


tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah, rapat Dewan Pengawas Syariah wajib dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam satu bulan.

2.1.4 Bank Syariah

Bank syariah di Indonesia lahir sejak tahun 1992. Bank syariah pertama di
Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia. Pada tahun 1992 sampai dengan tahun
1998, perkembangan Bank Muamalat Indonesia, masih tergolong stagnan. Namun
sejak adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan 1998,
maka para bankir melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia tidak terlalu
merasakan dampak krisis moneter. Para bankir berpikir bahwa Bank Muamalat
Indonesia merupakan satu-satunya bank syariah di Indonesia yang tahan terhadap
krisis moneter. Pada tahun 1999, berdirilah Bank Syariah Mandiri konversi dari
Bank Susila Bakti yang merupakan bank konvensional yang dibeli oleh Bank
Dagang Negara, kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, di mana
merupakan bank syariah kedua di Indonesia.

Pendirian Bank Syariah Mandiri menjadi pertaruhan bagi bankir syariah.


Bila Bank Syariah Mandiri berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat
berkembang. Sebaliknya, bila Bank Syariah Mandiri gagal, maka besar
kemungkinan bank syariah di Indonesia akan gagal. Hal ini disebabkan karena
Bank Syariah Mandiri didirikan oleh Bank BUMN milik pemerintah. Ternyata

25
Bank Syariah Mandiri dengan cepat mengalami perkembangan. Pendirian Bank
Syariah Mandiri diikuti oleh pendirian beberapa bank syariah atau unit usaha
syariah.

Bank syariah dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah, didefinsikan sebagai bank yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Yang dimaksud dengan prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa
dibidang syariah.

Bank syariah menurut Ascarya (2006) adalah bank yang melaksanakan


kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah. Dalam menjalankan usahanya bank syariah menggunakan pola bagi hasil
yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk
pendanaan, pembiayaan maupun dalam produk lainnya. Produk-produk bank
syariah mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan produk bank konvensional
karena adanya pelarangan riba. Oleh karena itu, produk-produk pendanaan dan
pembiayaan pada bank syariah harus menghindari unsur-unsur yang dilarang
tersebut.

Dalam hal ini Ismail (2011) menjelaskan bahwa bank syariah merupakan
bank yang secara operasional berbeda dengan bank konvensional. Salah satu ciri
khas bank syariah yaitu tidak menerima atau membebani bunga kepada nasabah,
akan tetapi menerima atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain sesuai
dengan akad-akad yang diperjanjikan. Perjanjian (akad) yang terdapat di
perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur
dalam syariah Islam. Konsep dasar bank syariah didasarkan pada Al-Qur’an dan
hadis. Semua produk yang ditawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-
Qur’an dan hadis Rasulullah SAW.

26
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bank syariah
merupakan lembaga yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah sesuai hukum Islam yang berperan sebagai penghimpun dana maupun
sebagai penyalur pembiayaan kegiatan usaha.

2.1.4.1 Fungsi Bank Syariah

Secara garis besar, bank syariah memiliki tiga fungsi utama yang
dijelaskan oleh Ismail (2011), yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk titipan dan investasi, menyalurkan dana kepada masyarakat yang
membutuhkan dana dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa
perbankan syariah.

1. Penghimpun Dana Masyarakat

Fungsi bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyarakat
yang kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk titipan dan dalam bentuk investasi. Dimana dana titipan dan dana
investasi milik pihak pertama (nasabah) kemudian dimanfaatkan oleh pihak
kedua (bank) untuk tujuan tertentu yang diperbolehkan dalam syariah Islam.
Dengan menyimpan uangnya di bank, nasabah akan mendapat keuntungan
berupa return yang merupakan imbalan dengan bentuk bonus dalam hal titipan
dana dan bagi hasil dalam hal investasi dana.

2. Penyaluran Dana Kepada Masyarakat

Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat
yang membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank
syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
Dana nasabah investor harus segera disalurkan bank dalam bentuk pembiayaan
kepada masyarakat yang membutuhkan agar memperoleh return atau
pendapatan. Pembiayaan bank syariah dibagi menjadi beberapa jenis, antara
lain:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah

27
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah
c. Transaksi jual beli dalam bentuk murabahah dan istishna
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh

Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah,
karena pembiayaan merupakan salah satu sumber dana terbesar untuk
meningkatkan kinerja keuangan bank syariah. Oleh karena itu, bank hanya akan
menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini mampu
mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya.

3. Pelayanan Jasa Bank

Fungsi bank syariah yang ketiga yaitu pelayanan jasa bank. Pelayanan jasa bank
syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
menjalankan aktivitasnya. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat
diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer),
pemindahbukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso,
garansi bank, dan pelayanan jasa lainnya.

2.2 Kajian Penelitian Terkait

Dibawah ini merupakan hasil penelitian terdahulu terkait pengaruh Good


Corporate Governance terhadap kinerja keuangan pada Bank Umum Syariah.
Hasil penelitian terdahulu ini akan digunakan sebagai bahan referensi dalam
penelitian yang diantaranya sebagai berikut:

1. Sulistyowati (2017) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui


pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan pada
perusahaan perbankan di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian
adalah dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen, komite audit,
dan kinerja keuangan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear
berganda. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa dewan direksi, dan
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Sedangkan
komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja

28
keuangan. Kesenjangan pada penilitian ini adalah kinerja keuangan
diproksikan dengan (Cash Flow Return on Asset) CFROA.

2. Iin Emy Pratiwi (2017) melakukan penelitian yang bertujuan untuk


mengetahui pengaruh independensi dewan pengawas syariah dalam
mewujudkan Good Corporate Governance untuk meningkatkan kinerja
keuangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Variabel yang diguanakn dalam
penelitian adalah dewan pengawas syariah dan kinerja keuangan. Alat analisis
yang digunakan adalah path analysis. Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa dewan pengawas syariah berpengaruh negatif terhadap
kinerja keuangan BMT. Kesenjangan pada penelitian ini adalah kinerja
keuangan diproksikan dengan permodalan, kualitas aktiva produktif,
likuiditas, efisiensi usaha, rentabilitas, serta kemandirian dan keberlanjutan.
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian merupakan BMT.

3. Devita Yuliningtyas (2016) melakukan penelitian yang bertujuan untuk


mengetahui pengaruh corporate social responsibility dan good corporate
governance terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur di
Indoensia. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah Corporate Social
Reponsibility, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Intitusional,
Kepemilikan Manajerial, Ukuran Komite Audit, Frekuensi Rapat Dewan
Komisaris dan Kinerja Keuangan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi
linear berganda. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa corporate
social reponsibility, dewan komisaris independen, kepemilikan intitusional,
kepemilikan manajerial, dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap kinerja
keuangan. Sedangkan frekuensi rapat dewan komisaris tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan. Kesenjangan pada penilitian ini adalah kinerja
keuangan diproksikan dengan Return on Equity (ROE) dan menggunakan
perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian.

4. Denny Andriana (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk


mengerahui pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan pada
perusahaan pertambangan dan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

29
Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah modal
intelektualm physical capital, human capital, structural capital dan kinerja
keuangan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear
berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa physical capital
dan structural capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Sedangkan
modal intelektual dan human capital tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan. Kesenjangan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan
diproksikan dengan Return On Equity (ROE) dan menggunakan perusahan
pertambangan dan manufaktur sebagai sampel penelitian.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Kerangka Penelitian

2.3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

2.3.1.1 Pengaruh Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Keuangan

Dewan komisaris didefinisikan oleh Sulistyowati (2017) sebagai organ


perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan
pengawasan dan memastikan bahwa perusahaan telah melakukan Corporate
Governance sesuai dengan aturan yang berlaku. Fungsi pengawasan dewan
komisaris adalah dengan mengawasi kebijakan dewan direksi dalam menjalankan
perusahannya serta memberi nasihat kepada dewan direksi.
Dewan komisaris diukur dengan menggunakan jumlah anggota dewan
komisaris. Dengan banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam perusahaan,
maka pengawasan terhadap dewan direksi menjadi lebih baik sehingga akan
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Penelitian yang berkaitan
telah dibuktikan oleh Sulistyowati (2017) yang menyatakan bahwa dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

30
2.3.1.2 Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Kinerja Keuangan

Dewan direksi dikutip dari Eksandy (2018) merupakan organ perusahaan


yang bertugas dan bertanggung jawab penuh atas urusan dan kepentingan
perusahaan. Dewan direksi dituntut untuk dapat mengelola sumber daya secara
lebih baik agar dapat membawa keuntungan bagi perusahaan.
Dewan direksi diukur dengan menggunakan jumlah anggota dewan
direksi. Dengan banyaknya jumlah anggota dewan direksi dalam perusahaan, maka
akan memberikan pengawasan yang baik terhadap perusahaan dan terciptanya
Corporate Governance yang diharapkan sehingga akan berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja perusahaan. Penelitian yang berkaitan telah dibuktikan oleh
Ekasandy (2018) yang menyatakan bahwa dewan direksi berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan.

2.3.1.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan

Komite audit didefinisikan oleh Yuliningtyas (2016) merupakan komite


yang dibentuk dewan komisaris untuk melaksanakan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit dianggap sebagai penghubung
antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam
menangani masalah pengendalian.
Komite audit diukur dengan dengan menggunakan jumlah anggota komite
audit. Komite audit diharapkan dapat meningkatkan pengawasan atas aktivitas
manajemen untuk mendorong terciptanya prinisp Corporate Governance yang
pada prosesnya dapat menghambat praktek kecurangan dan manipulasi dalam
perusahaan, sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan.
Penelitian yang berkaitan telah dibuktikan oleh Yuliningtyas (2016) yang
menyatakan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

31
2.3.1.4 Pengaruh Dewan Pengawas Syariah Terhadap Kinerja Keuangan

Dewan pengawas syariah dikutip oleh Prastiwi (2017) merupakan dewan


yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank
syariah yang dalam menjalankan fungsinya bertindak secara independen. Dewan
pengawas syariah merupakan salah satu bagian penting dari lembaga keuangan
syariah.

Dewan pengawas syariah diukur menggunakan jumlah frekuensi rapat


dalam satu tahun. Semakin besar frekuensi rapat dewan pengawas syariah, maka
tidak menutup kemungkinan koordinasi dewan pengawas syariah akan semakin
baik dan pengawasan akan semakin efektif sesuai prinsip syariah serta dewan
pengawas syariah akan sering memberikan kontribusi atau masukan-masukan
kepada pihak manajemen, sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja perusahaan. Penelitian yang berkaitan telah dibuktikan oleh Prastiwi (2017)
yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
kinerja keuangan.

2.3.2 Kerangka Penelitian

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu terdapat beberapa


variabel yang dianggap memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pada bank
umum syariah yaitu Good Corporate Governance yang diproksikan berdasarkan
komposisi Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas
Syariah. Adapun kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

32
Dewan Komisaris
H1

Dewan Direksi
H2

Komite Audit
H3
Kinerja
Keuangan
Dewan Pengawas Syariah
H4

Gambar 2.1
Kerangka Penelitian

H5

Keterangan :
: Pengaruh untuk masing-masing variabel independen (Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah)
secara parsial terhadap variabel dependen (Kinerja Keuangan)
: Pengaruh untuk masing-masing variabel independen (Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah)
secara simultan terhadap variabel dependen (Kinerja Keuangan)

33
2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan


hipotesis sebagai berikut:

H1 : Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah Periode 2014-2019

H2 : Dewan Direksi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah Periode 2014-2019

H3 : Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah Periode 2014-2019

H4 : Dewan Pengawas Syariah berpengaruh signifikan terhadap Kinerja


Keuangan Bank Umum Syariah Periode 2014-2019

H5 : Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah,


berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah
Periode 2014-2019

34
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang dijadikan objek penelitian adalah Good


Corporate Governance, Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah yang telah
beroperasi di Indonesia selama periode 2014-2019. Unit analisis yang digunakan
dalam penelitian ini berupa laporan Good Corporate Governance pada Bank
Umum Syariah periode 2014-2019 dan laporan keuangan tahunan (audited) Bank
Umum Syariah periode 2014-2019.

3.2 Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dijelaskan oleh Sugiyono (2012) sebagai wilayah generalisasi


yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Umum
Syariah. Adapun Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia dan terdaftar
pada Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Daftar Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah
PT. Bank Aceh Syariah
PT. Bank Muamalat Syariah
PT. Bank Victoria Syariah
PT. Bank BRI Syariah
Bank Umum Syariah
PT. Bank Jabar Banten Syariah
PT. Bank BNI Syariah
PT. Bank Syariah Mandiri

35
PT. Bank Mega Syariah
PT. Bank Panin Syariah
PT. Bank Syariah Bukopin
PT. Bank BCA Syariah
PT. Bank Maybank Syariah Indonesia
PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, data diolah.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel didefinisikan oleh Sugiyono (2012) adalah sebagian dari jumlah


dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, yang dipercaya dapat mewakili
karakteristik populasi secara menyeluruh Dalam penelitian ini, metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun tujuan
purposive sampling menurut Putra (2017) yaitu untuk mendapatkan sampel yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat oleh peneliti terhadap populasi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia dan terdaftar pada Otoritas
Jasa Keuangan selama periode 2014-2019
2. Bank Umum Syariah mempublikasikan laporan Good Corporate Governance
dan laporan keuangan tahunan (audited) secara konsisten melalui website resmi
masing-masing Bank Umum Syariah selama periode 2014 -2019

Tabel 3.2
Prosedur Penentuan Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah
1 Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia dan terdaftar pada 13
Otoritas Jasa Keuangan
2 Bank Umum Syariah yang tidak mempublikasikan laporan Good (2)

36
Corporate Governance dan laporan keuangan tahunan (audited)
secara konsisten melalui website resmi masing-masing bank umum
syariah selama periode 2014 -2019
3 Bank Umum Syariah yang mempublikasikan laporan Good Corporate 11
Governance dan laporan keuangan tahunan (audited) secara konsisten
melalui website resmi masing-masing bank umum syariah selama
periode 2014 -2019
Jumlah Bank Umum Syariah 11
Jumlah Tahun Pengamatan 6
Total Sampel 66
Sumber: Data diolah.

Berdasarkan tabel diatas terlihat proses pemilihan sampel berdasarkan


kriteria yang telah ditentukan. Proses pengambilan sampel tersebut menghasilkan 4
Bank Umum Syariah yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini
yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.3
Sampel Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah

PT. Bank Aceh Syariah

PT. Bank Muamalat Syariah

PT. Bank Victoria Syariah

PT. Bank BRI Syariah

PT.Bank Jabar Banten Syariah

PT.Bank BNI Syariah

PT.Bank Syariah Mandiri

PT.Bank Mega Syariah

PT.Bank Panin Syariah

PT.Bank BCA Syariah

37
PT.Bank Maybank Syariah

Sumber: Data diolah.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa laporan Corporate Governance Bank Umum Syariah periode 2014-2019
dan laporan keuangan tahunan (audited) Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
Sedangkan sumber data laporan Corporate Governance dan laporan keuangan
tahunan (audited) diperoleh melalui website resmi masing-masing Bank Umum
Syariah yang dijadikan sampel penelitian, yaitu www.bankaceh.co.id,
www.bankmuamalat.co.id , www.bankvictoriasyariah.co.id, www.brisyariah.co.id,
www.bjbsyariah.co.id, www.bnisyariah.co.id, www.mandirisyariah.co.id,
www.megasyariah.co.id, www.paninbanksyariah.co.id, www.mandirisyariah.co.id,
dan www.maybank.co.id.

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Terdapat dua metode yang digunakan penulis dalam prosedur


pengumpulan data untuk penelitian ini, yaitu:

1. Studi Pustaka

Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini merupakan
data-data yang didapat dari berbagai sumber baik dari buku, jurnal ilmiah,
artikel, dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan Corporate
Governance, dan Kinerja Keuangan. Data yang diperoleh kemudian disusun
dan diolah sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian.

2. Dokumentasi

Dalam hal dokumentasi penulis melakukan pengumpulan dan pencarian


data berupa laporan Governance Governance Bank Umum Syariah periode 2014-

38
2019 dan laporan keuangan tahunan (audited) Bank Umum Syariah periode 2014-
2019 yang diperoleh melalui website resmi masing-masing bank umum syariah,
yaitu www.bankaceh.co.id, www.bankmuamalat.co.id,
www.bankvictoriasyariah.co.id, www.brisyariah.co.id, www.bjbsyariah.co.id,
www.bnisyariah.co.id, www.mandirisyariah.co.id, www.megasyariah.co.id,
www.paninbanksyariah.co.id, www.mandirisyariah.co.id, dan
www.maybank.co.id.

3.5 Identifikasi Variabel

Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan menganalisis pengaruh Good


Corporate Governance terhadap kinerja keuangan bank umum syariah. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengujian atas hipotesis menurut metode penelitian dan
analisis yang dirancang sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Tipe variabel
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, variabel independen dan variabel
dependen.

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen disebut juga sebagai variabel terikat di mana variabel


tersebut dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen
(variabel bebas). Setelah ditentukan hipotesis pada bahasan yang telah dibahas di
bab sebelumnya, variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan menurut Hery (2016) digunakan untuk melihat prospek


pertumbuhan dan perkembangan keuangan perusahaan dari mengandalkan
sumber daya yang dimiliknya. Kinerja keuangan dinilai dengan menggunakan

39
analisis rasio keuangan. Rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai
pengukuran kinerja keuangan menurut lampiran Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/24/DPNP tahun 2011 tadalah Capital Return On Asset (ROA) yang
merupakan bagian dari rasio Profitabilitas. ROA merupakan rasio yang
digunakan untuk menggambarkan kemampuan atau produktivitas bank dalam
mengelola dana yang di investasikan seluruh aktivanya untuk menghasilkan
keuntungan.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen disebut juga sebagai variabel bebas di mana variabel


tersebut memengaruhi variabel dependen (variabel terikat). Setelah ditentukan
hipotesis pada bahasan yang telah dibahas di bab sebelumnya, variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Corporate Governance bank umum
syariah.

1. Good Corporate Governance

Good Corporate Governance menurut The Organisation of Economics


Co-Operation and Development (2004) merupakan proses dan struktur yang
digunakan untuk mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam
rangka meningkatkan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dengan tetep memperhatikan kepentingan
stakeholder yang lain. Menurut Boediono (2005) terdapat mekanisme Good
Corporate Governance dimana merupakan suatu sistem yang mampu
mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya.

Dalam penelitian ini, pihak-pihak yang terlibat dalam mewujudkan


mekanisme Good Corporate Governance terdiri dari:

a. Dewan Komisaris

Dewan komisaris dalam Sulistyowati (2017) merupakan seseorang yang


bertugas untuk melakukan fungsi monitoring dan implementasi kebijakan
direksi. Dewan komisaris diharapkan dapat mengawasi kinerja dewan

40
direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan para
pemegang saham. Hal ini diharapkan untuk meminimalisir permasalahan
agensi yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham.

b. Dewan Direksi

Dewan direksi dalam Triastuty (2017) merupakan seseorang yang


bertugas untuk menentukan kebijakan yang akan diambil atau menentukan
strategi perusahaan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Dewan
direksi bertanggung jawab melakukan pengawasan pengelolaan di dalam
perusahaan dan melaporkan segala sesuatu yang terkait dengan
perusahaan kepada dewan komisaris.

c. Komite Audit

Komite audit dalam Yuliningtyas (2016) merupakan komite yang


dibentuk dewan komisaris yang dimaksudkan agar mampu menghambat
praktek kecurangan dan manipulasi dalam perusahaan. Keberadaan
komite audit yakni sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah
pengendalian.

d. Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah dalam Surat Edaran Nomor 12/13/DPbS yang


dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
merupakan seseorang yang bertugas dalam melakukan pengawasan
terhadap proses pengembangan produk baru dan melakukan pengawasan
terhadap kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

3.6 Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2012) adalah


suatu atribut, sifat, nilai, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

41
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian merupakan
rincian mengenai variabel yang terdapat dalam suatu penelitian

penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami


bagaimana variabel independen dan dependen dalam penelitian ini
dioperasionalkan. Secara lebih rinci, definisi operasional variabel penelitian adalah
sebagai berikut:

Tabel 3.4
Operasional Variabel Penelitian
Indikator Pengukuran
Variabel Definisi Variabel Skala
Variabel
Variabel Rasio yang digunakan
Dependen: untuk mengukur sejauh
mana kemampuan
Kinerja Laba Sebelum pajak
perusahaan menghasilkan x 100 % Rasio
Keuangan Rata−rata Total Aset
laba bersih pada aset-aset
(ROA)
yang dimiliki dan
digunakan

Variabel Organ perusahaan yang


Independen: bertugas dan
betanggungjawab untuk
Dewan
melakukan pengawasan
Komisaris
dan memberikan nasihat Jumlah anggota
Nominal
kepada dewan direksi Dewan Komisaris
untuk memastikan
perusahaan melaksanakan
tata kelola perusahan
sesuai aturan

Indikator Pengukuran
Variabel Definisi Variabel Skala
Variabel

Dewan Organ perusahaan yang Jumlah anggota Nominal


Direksi berwenenang dan
Dewan Direksi
bertanggung jawab penuh
atas pengurusan

42
perusahaan

Organ perusahaan yang


dibentuk dewan komisaris
Komite
untuk melaksanakan tugas Jumlah anggota Komite Audit Nominal
Audit
pengawasan pengelolaan
perusahaan.

Organ perusahaan yang


bertugas memberikan
Dewan nasihat dan saran kepada Jumlah rapat anggota Dewan
Pengawas dewan direksi serta Pengawas Syariah selama satu Nominal
Syariah mengawasi kegiatan bank tahun
agar sesuai dengan prinsip
syariah

3.7 Hipotesis

Hipotesis menurut Soepeno (2002) merupakan jawaban sementara yang


dibangun berdasarkan pada kajian konsep teori-teori, hasil temuan penelitian
terdahulu, dan atau pengamatan peneliti pada fenomena lapang yang hendak
diteliti. Ada dua macam hipotesis yang dibuat dalam suatu percobaan penelitian
yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Arikunto (2010) menjelaskan bahwa
hipotesis nol (H0) menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau
tidak adanya pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen.
Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan adanya perbedaan antara dua variabel atau
adanya hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Berdasarkan
hal tersebut, maka hipotesis dapat disusun sebagai berikut:

1. Dewan Komisaris

H01 : Dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank


umum syariah periode 2014-2019

43
Ha1: Dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank
umum syariah periode 2014-2019

2. Dewan Direksi
H02 : Dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank
umum syariah periode 2014-2019

Ha2 : Dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank


umum syariah periode 2014-2019

3. Komite Audit
H03 : Komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank
umum syariah periode 2014-2019

Ha3 : Komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank umum


syariah periode 2014-2019

4. Dewan Pengawas Syariah


H04 : Dewan pengawas syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan bank umum syariah periode 2014-2019

Ha4 : Dewan pengawas syariah berpengaruh terhaap kinerja keuangan


bank umum syariah periode 2014-2019

3.8 Teknik Analisis

Teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linier berganda untuk mengetahui bagaimana pengaruh Dewan Komisaris,
Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja
keuangan yang diproksikan dengan ROA pada Bank Umum Syariah. Mengetahui
pengaruh tersebut, peneliti menggunakan metode statistik dengan dibantu oleh
aplikasi statistik yang tersedia, yaitu SPSS (Statistical and Service Solution) for
windows versi 22. Adapun teknik analisis sebagai berikut:

3.8.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menurut Ghozali (2012) adalah untuk menggabungkan


dan menerbitkan penjelasan-penjelasan sederhana mengenai variabel-variabel

44
penelitian. Sedangkan menurut Sujarweni (2016) statistik deskriptif bertujuan
untuk mengetahui karakteristik-karakteristik data seperti nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel
yang akan diteliti.

3.8.2 Uji Asumsi Klasik

Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi syarat yaitu terbebas dari penyimpangan asumsi klasik.
Dalam hal ini, Sujarweni (2016) menjelaskan alat analisis yang dapat digunakan
untuk menghindari penyimpangan tersebut adalah dengan melakukan uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.

3.8.2.1 Uji Normalitas

Model regresi yang baik adalah memiliki data yang terdistribusi secara
normal atau mendekati normal. Menurut Sujarweni (2016), uji normalitas
digunakan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan
dalam penelitian. Dalam penelitian ini guna mendeteksi apakah data terdistribusi
secara normal atau tidak adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
(K-S). Uji normalitas memiliki kriteria pengambilan keputusan apabila nilai uji K-
S tidak signifikan < 0.05 maka data terdistribusi tidak normal. Sebaliknya, apabila
nilai uji K-S signifikan > 0.05 maka data terdistribusi normal.

3.8.2.2 Uji Mutikolinearitas

Model regresi yang baik adalah memiliki data yang tidak mengandung
multikolinearitas. Uji multikolineartias menurut Ghozali (2012) bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
independen. Namun apabila terindikasi adanya korelasi, maka variabel tersebut
tidak orthogonal (nilai kolerasi antar variabel independennya sama dengan nol).

45
Dalam penelitian ini, guna mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah
dengan berpatokan pada nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika
nilai tolerance >0,10 dan VIF <10, maka menunjukan tidak adanya
multikolinearitas. Sebaliknya jika tolerance <0,10 dan VIF >10 dapat diartikan
terjadinya multikolinearitas.

3.8.2.3 Uji Autokorelasi

Model regresi yang baik adalah memiliki data yang bebas dari
autokorelasi. Uji autokorelasi menurut Sujarweni (2016) bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel penganggu pada periode tertentu
dengan periode sebelumnya. Autokorelasi sering terjadi pada data time series,
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Dalam penelitian ini guna mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah
dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW-Test). Menurut Ghozali (2006)
terdapat kriteria dalam menentukan autokorelasi sebagai berikut:

1. Apabila nilai DW berada di atas +2, maka terjadi autokorelasi negatif

2. Apabila nilai DW berada di antara -2 sampai dengan +2, maka tidak terjadi
autokorelasi

3. Apabila nilai DW berada di bawah -2, maka terjadi autokorelasi positif

3.8.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah memiliki data yang tidak mengandung
heteroskedastisitas. Menurut Sujarweni (2016), uji heteroskedastisitas digunakan
untuk menguji perbedaan varian residual suatu periode pengamatan ke periode
pengamatan yang lain. Ghozali (2012) menjelaskan, jika varian dari satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedositas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas. Jika varian berbeda disebut heteroskedastisitas. Dalam
penelitian ini guna mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan

46
melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot antara SRESID dan ZPRED,
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y
prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di standardize. Berikut adalah beberapa
kriteria dalam menentukan pola gambar scatterplot menurut Ghozali (2012):

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas pada model yang digunakan.
2. Jika titik-titik yang terbentuk menyebar secara acak baik di atas atau di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokesdastisitas pada model
yang digunakan.

3.8.3 Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis regresi linear berganda menurut Sujarweni (2016) merupakan
suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara beberapa
variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, regresi
linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan yang
diproksikan dengan ROA. Adapun persamaan regresi linear berganda adalah
sebagai berikut:

ROA= α + β1 DK+ β2 DD + β3 KA + β4 DPS+ e

Keterangan:

Y = Return On Asset
DK = Dewan Komisaris

47
DD = Dewan Direksi
KA = Komite Audit
DPS = Dewan Pengawas Syariah
α = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi untuk variabel independen
e = eror term

3.8.4 Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi menurut Sulistyowati (2017), digunakan untuk


mengukur seberapa jauh kemampuan model penelitian dalam menerangkan
variabel dependen. Semakin besar R2 suatu variabel independen, maka
menunjukkan semakin dominan pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Selanjutnya, Siska (2017) menjelaskan bahwa nilai R 2 berada diantara
nol dan satu. Jika nilai kecil atau mendekati nol maka kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Sedangkan jika nilai besar atau mendekati satu maka variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel
dependen.

3.8.5 Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui signifikansi dari masing-


masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui hasil
hipotesis yang telah dirumuskan dengan menggunakan metode sebagai berikut:

3.8.5.1 Uji T (Uji Parsial)

Uji T menurut Sari (2017) digunakan untuk mengetahui signifikansi


pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial (individu) terhadap

48
variabel dependen. Dalam penelitian ini uji T digunakan untuk mengetahui
pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas
Syariah terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA secara parsial.
Adapun dibawah ini merupakan beberapa kriteria pengambilan keputusan uji T
menurut Ghozali (2012):

Jika t hitung > t table atau jika probabilitas < 0.05 maka menerima H a dan
menolak H0 pada tingkat signifikan 5%.

Jika t hitung < t table atau jika probabilitas > 0.05 maka menerima H 0 dan
menolak Ha pada tingkat signifikan 5%.

Uji F (Uji Simultan)

Uji F menurut Sari (2017) digunakan untuk mengetahui ketepatan model


regresi, bagaimanakah signifikansi pengaruh variabel independen secara simultan
(serentak) terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini uji F digunakan untuk
mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan
Pengawas Syariah terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA
secara simultan. Adapun dibawah ini merupakan beberapa kriteria pengambilan
keputusan uji F menurut Santoso (2010):

Dengan kriteria pengujian :

a. Jika F hitung > F tabel, atau jika probabilitas < 0.05, maka menerima H0
dan menolak Ha yang artinya menunjukkan bahwa variabel independen
secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat
signifikansi 5%.
b. Jika F hitung < F tabel, atau jika probabilitas > 0.05, maka menerima H a
dan H0 ditolak yang artinya menunjukkan bahwa variabel independen
secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat
signifikansi 5%.

49
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

50
4.1 Hasil Pengumpulan Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan


perbankan syariah yang termasuk dalam Bank Umum Syariah. Berdasarkan
statistik perbankan syariah yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan per
Desember 2019 terdapat 13 Bank Umum Syariah. Sampel yang memenuhi kriteria
adalah sebanyak 11 Bank Umum Syariah, dimana periode pengamatan yang
dilakukan selama 6 tahun yaitu dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2019.
Pemilihan periode pengamatan yang dimulai dari tahun 2014 didasari oleh
penerapan Good Corporate Governance pada perbankan syariah yang baru
dihimbau oleh Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/33/PBI tahun 2009 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sementara itu, standar
pelaksanaan Good Corporate Governance pada Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbS
tanggal 20 April 2010, sehingga pelaporan Good Corporate Governance pada
Bank Umum Syariah mulai intensif dipublikasikan pada tahun 2010.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan metode


purposive sampling. Adapun tujuan purposive sampling untuk menentukan sampel
sesuai dengan kriteria yang ditentukan, sehingga sampel dalam penelitian ini
merupakan Bank Umum Syariah yang memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
Bank Umum Syariah yang akan digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.1
Sampel Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah
PT.Bank Aceh Syariah
PT. Bank Muamalat Indonesia

51
PT. Bank Victoria Syariah
PT. Bank BRI Syariah
PT. Bank Jabar Banten Syariah
PT. Bank BNI Syariah
PT. Bank Mandiri Syariah
PT. Bank Mega Syariah
PT. Bank Panin Syariah
PT. Bank Mandiri Syariah
PT. Bank Maybank Syariah
Sumber: Data diolah.

4.1.2 Data Penelitian

Fokus penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh


Good Corporate Governance diproksikan dengan dewan komisaris, dewan direksi,
komite audit, dewan pengawas syariah terhadap kinerja keuangan yang
diproksikan dengan Return On Assets (ROA).

Sementara itu, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari
Good Corporate Governance Bank Umum Syariah periode 2014-2019 dan
Laporan Keuangan Tahunan (audited) Bank Umum Syariah periode 2014-2019
yang bersumber dari website resmi masing-masing Bank Umum Syariah yaitu
www.bankaceh.co.id, www.bankmuamalat.co.id, www.bankvictoriasyariah.co.id,
www.brisyariah.co.id, www.bjbsyariah.co.id, www.bnisyariah.co.id,
www.mandirisyariah.co.id, www.megasyariah.co.id, www.paninbanksyariah.co.id,
www.mandirisyariah.co.id, dan www.maybank.co.id

Data penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai
berikut:

Tabel 4.2

Data Penelitian

Bank Tata Kelola Perusahaan


No Umum Tahun ROA
DK DD KA DPS
Syariah
Bank 2014 4 5 3 11 3,22%
1
Aceh 2015 3 5 4 7 2,83%

52
2016 3 5 3 7 2,48%
2017 3 5 3 10 2,51%
Syariah 2018 3 4 3 20 2,38%
2019 3 4 3 36 2,33%
2014 6 5 3 12 0,17%
2015 6 5 4 12 0,20%
Bank 6 8 4 12 0,22%
2016
2 Muamalat
2017 4 7 3 12 0,11%
Syariah
2018 5 6 3 12 0,08%
2019 5 6 3 12 0,05%
2014 4 4 3 30 -1,87% *
2015 3 4 3 12 -2,36% *
Bank 3 4 3 13 -2,19% *
2016
3 Victoria
2017 3 4 3 23 0,36%
Syariah
2018 3 4 4 16 0,32%
2019 3 4 3 15 0,05%
2014 5 4 4 12 0,08%
2015 5 5 5 14 0,77%
Bank BRI 2016 5 5 5 12 0,95%
4
Syariah 2017 4 5 6 12 0,51%
2018 4 4 6 12 0,43%
2019 4 5 5 16 0,31%

Bank Tata Kelola Perusahaan


No Umum Tahun ROA
DK DD KA DPS
Syariah
2014 4 4 5 8 0,46%
Bank 2015 4 4 5 12 0,25%
Jabar *2016 4 4 4 18 -8,09% *
5
Banten *2017 4 5 4 12 -5,69% *
Syariah 2018 4 4 5 17 0,54%
2019 3 3 5 22 0,60%
2014 3 4 4 12 1,27%
Bank BNI 2015 4 4 5 15 1,43%
6
Syariah 2016 4 4 6 13 1,44%
2017 4 4 4 19 1,31%

53
2018 4 5 3 26 1,42%
2019 5 4 6 22 1,82%
2014 5 5 5 14 0,17%
2015 5 5 7 15 0,56%
Bank 5 6 7 12 0,59%
2016
7 Syariah
2017 4 7 7 9 0,59%
Mandiri
2018 3 7 5 8 0,88%
2019 3 6 8 12 1,69%
2014 3 4 3 12 0,29%
2015 3 3 3 13 0,30%
Bank 3 3 3 12 2,63%
2016
8 Mega
2017 3 3 3 13 1,56%
Syariah
2018 3 3 3 12 0,93%
2019 3 4 3 10 0,89%
2014 3 4 3 16 1,99%
2015 3 4 3 16 1,14%
Bank 4 3 22 0,37%
2016 4
9 Panin
2017 4 3 3 27 -10,77% *
Syariah
2018 3 4 3 9 0,26%
2019 3 4 3 12 0,25%
2014 3 3 3 17 0,8%
2015 3 3 3 15 1,0%
Bank BCA 2016 3 3 3 14 1,1%
10
Syariah 2017 3 4 3 14 1,2%
2018 3 4 3 14 1,2%
2019 4 4 4 12 1,2%

Bank Tata Kelola Perusahaan


No Umum Tahun ROA
DK DD KA DPS
Syariah
2014 6 9 4 37 0,68%
2015 6 8 4 29 1,01%
Bank 8 4 12 1,60%
2016 6
11 Maybank
2017 6 7 4 23 1,48%
Syariah
2018 6 8 3 23 1,74%
2019 6 8 3 21 1,45%
*. Data yang diolah pada SPSS 22 hanya data ROA yang Positif

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif

54
Statistik deskriptif menurut Sujarweni (2016) bertujuan untuk mengetahui
karakteristik-karakteristik data seperti nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-
rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yang akan diteliti.
Pada penelitian ini statistik deskriptif akan menggambarkan deskripsi dari masing-
masing variabel independen dan dependen.

Tabel di bawah ini, menggambarkan statistik deskriptif seluruh variabel


dalam penelitian ini yang meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan
standar deviasi. Nilai minimum menggambarkan nilai terendah yang diperoleh dari
hasil pengolahan dan analisis data dan nilai maksimum menggambarkan nilai
tertinggi dari hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan terhadap
sampel. Mean menggambarkan nilai rata-rata dari masing-masing variabel.
Sedangkan standar deviasi merupakan ukuran penyebaran data. Berikut di bawah
ini merupakan output dari hasil uji statistik deskriptif.

Tabel 4.3
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DK 60 3 6 4.00 1.105
DD 60 3 9 4.83 1.520
KA 60 3 8 4.02 1.295
DPS 60 7 37 15.15 6.147
ROA 60 0.05% 3.22% 1.0075% 0.79240%
Valid N (listwise) 60

Sumber: Output SPSS 22.

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui banyaknya data yang digunakan dalam
penelitian sebanyak 66 untuk bank umum syariah dengan 6 tahun periode

55
pengamatan, yaitu dari tahun 2014 sampai tahun 2019 dengan jumlah bank umum
syariah sebanyak 11.

1. Dewan Komisaris

Dewan komisaris diukur dengan menggunakan jumlah anggota dewan


komisaris. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, diketahui bahwa nilai minimum
yang menggambarkan jumlah anggota dewan komisaris terendah sebanyak 3
orang yang dimiliki oleh Bank Aceh Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank
Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega
Syariah, Bank Panin Syariah dan Bank BCA Syariah. Sedangkan nilai
maksimum yang menggambarkan jumlah anggota dewan komisaris tertinggi
sebanyak 6 orang dimiliki oleh Bank Muamalat Syariah dan Bank Maybank
Syariah. Nilai mean dewan komisaris adalah 4.00 dengan standar deviasi
sebesar 1.105. Nilai standar deviasi dewan komisaris lebih kecil dari nilai mean
yang menunjukkan bahwa rendahnya variasi antara nilai maksimum dan
minimum selama periode pengamatan atau dengan kata lain tidak ada
kesenjangan yang cukup besar dari dewan komisaris dengan jumlah terendah
maupun jumlah tertinggi. Dewan komisaris dapat diuraikan sebagai berikut.

Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan, perlu diterapkannya


Good Corporate Governance. Dalam pelaksanaan Good Corporate
Governance, terdapat mekanisme Corporate Governance di mana merupakan
suatu cara untuk mengendalikan suatu perusahan baik secara interal maupun
eksternal. Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu mekanisme
internal. Keberadaan dewan komisaris memegang peranan penting dalam
mengawasi perusahaan secara umum dan memberikan masukkan kepada dewan
direksi dalam melaksanakan tujuan perusahaan. Dewan komisaris bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan Corporate
Governance dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bank Indonesia
memberikan ketentuan bahwa dalam pelaksanaan Good Corporate Governance,
anggota dewan komisaris adalah minimal terdiri dari 3 orang anggota.

56
Bank Aceh Syariah pada tahun 2014 memiliki 4 anggota dewan
komisaris, sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2019 mengalami
perubahan komposisi anggota dengan hanya memiliki 3 anggota dewan
komisaris.

Bank Muamalat Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2016 konsisten
mempunyai 6 anggota dewan komisaris. Sedangkan pada tahun 2017 anggota
dewan komisaris mengalami perubahan dengan mengurangi jumlah dewan
komisaris menjadi 4 anggota. Kemudian di tahun 2018 sampai dengan 2019
Bank Muamalat Syariah kembali mengalami perubahan anggota dewan
komisaris menjadi 5 anggota dewan komisaris.

Bank Victoria Syariah pada tahun 2014 mempunyai 4 anggota dewan


komisaris. Kemudian pada tahun 2015 sampai dengan 2019 mengalami
perubahan secara konsisten dengan mempunyai 3 orang anggota dewan
komisaris selama 5 tahun berturut-turut

Bank BRI Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2016 mempunyai 5
anggota dewan komisaris. Kemudian pada tahun 2017 sampai dengan 2019
mengalami perubahan secara konsisten dengan mempunyai 4 anggota dewan
komisaris selama 3 tahun berturut-turut.

Bank Jabar Banten Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2018 secara
konsisten mempunyai 4 anggota dewan komisaris selama 5 tahun berturut-turut.
Kemudian pada tahun 2019 dewan komisaris mengalami perubahan dengan
mengurangi jumlah anggota menjadi 3 anggota dewan komisaris.

Bank BNI Syariah pada tahun 2014 mempunyai 3 anggota dewan


komisaris. Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2018 mengalami
perubahan secara konsisten dengan mempunyai 4 anggota dewan komisaris
selama 4 tahun berturut-turut. Kemudian pada tahun 2019 kembali mengalami
perubahan dewan komisaris menjadi 5 anggota dewan komisaris.

Bank Syariah Mandiri pada tahun 2014 sampai dengan 2016 mempunyai
5 anggota dewan komisaris selama 3 tahun berturut-turut. Sedangkan pada

57
tahun 2017 mengalami perubahan dengan mengurangi jumlah dewan komisaris
menjadi 4 anggota dewan komisaris. Kemudian pada tahun 2018 sampai dengan
2019 kembali mengalami perubahan dengan mengurangi jumlah dewan
komisaris menjadi 3 anggota dewan komisaris.

Bank Mega Syariah pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2019 secara
konsisten tidak mengalami perubahan selama6 tahun berturut-turut dengan
mempunyai 3 anggota dewan komisaris.

Bank Panin Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2015 mempunyai 3
anggota dewan komisaris. Sedangkan pada tahun 2016 sampai dengan 2017
mengalami perubahan dengan menambahkan jumlah dewan komisaris menjadi
4 anggota dewan komisaris. Kemudian pada tahun 2018 sampai dengan 2019
mengalami perubahan kembali dengan mengurangi jumlah dewan komisaris
menjadi 3 anggota dewan komisaris.

Bank BCA Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2018 secara konsisten
selama 5 tahun berturut-turut mempunyai 3 anggota dewan komisaris.
Sedangkan pada tahun 2019 mengalami perubahan dengan menambahkan
jumlah dewan komisaris mejadi 4 anggota dewan komisaris.

Bank Maybank Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 secara
konsisten tidak mengalami perubahan selama 6 tahun berturut-turut dengan
mempunyai 6 anggota dewan komisaris.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Aceh


Syariah, Bank Muamalat Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah,
Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank
Mega Syariah, Bank Panin Syariah, Bank BCA Syariah, dan Bank Maybank
Syariah yang termasuk dalam Bank Umum Syariah di Indonesia telah mematuhi
kriteria dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Hal ini dapat
ditunjukkan dari anggota dewan komisaris yang dimiliki oleh masing-masing
bank tersebut yang telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia, di mana
jumlah anggota dewan komisaris minimal terdiri dari 3 orang anggota.

58
2. Dewan Direksi

Dewan direksi diukur dengan menggunakan jumlah anggota dewan


direksi. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, diketahui bahwa nilai minimum
yang menggambarkan jumlah anggota dewan direksi terendah sebanyak 3 orang
yang dimiliki oleh Bank Jabar Banten Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Panin
Syariah dan Bank BCA Syariah. Sedangkan nilai maksimum yang
menggambarkan jumlah anggota dewan direksi tertinggi sebanyak 9 orang
dimiliki oleh Bank Maybank Syariah. Nilai mean dewan direksi adalah 4.83
dengan standar deviasi sebesar 1.520. Nilai standar deviasi dewan direksi lebih
kecil dari nilai mean yang menunjukkan bahwa rendahnya variasi antara nilai
maksimum dan minimum selama periode pengamatan atau dengan kata lain
tidak ada kesenjangan yang cukup besar dari dewan direksi dengan jumlah
terendah maupun jumlah tertinggi. Dewan direksi dapat diuraikan sebagai
berikut.

Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan, perlu diterapkannya


Good Corporate Governance. Komposisi dewan direksi merupakan salah satu
mekanisme Corporate Governance secara internal. Dewan direksi bertugas dan
bertanggung jawab penuh atas urusan dan kepentingan perusahaan sesuai
dengan maksud dan tujuan perusahaan. Dewan direksi bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengelolaan Bank Umum Syariah berdasarkan prinsip kehati-hatian
dan prinsip syariah. Bank Indonesia memberikan ketentuan bahwa dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance, anggota dewan direksi adalah
minimal terdiri dari 3 orang anggota.

Bank Aceh Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2017 secara konsisten
mempunyai 5 anggota dewan direksi selama 4 tahun berturut- turut. Sedangkan
pada tahun 2018 sampai dengan 2019 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 4 anggota dewan direksi.

59
Bank Muamalat Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2015
mempunyai 5 anggota dewan direksi. Sedangkan pada tahun 2016 mengalami
perubahan dengan bertambahnya jumlah dewan direksi menjadi 8 anggota
dewan direksi. Kemudian pada tahun 2017 kembali mengalami perubahan
dengan berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 7 anggota dewan direksi.
Dan pada tahun 2018 sampai dengan 2019 kembali mengalami perubahan
dengan berkurangnya jumlah anggota dewan direksi menjadi 6 anggota dewan
direksi.

Bank Victoria Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 secara
konsisten tidak mengalami perubahan selama 6 tahun berturut-turut dengan
mempunyai 4 anggota dewan direksi.

Bank BRI Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 4 dewan direksi.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2017 mengalami perubahan dengan
bertambahnya anggota dewan direksi menjadi 5 anggota dewan direksi.
Kemudian pada tahun 2018 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah
dewan direksi menjadi 4 anggota dewan direksi. Dan pada tahun 2019 kembali
mengalami perubahan dengan bertambahnya anggota menjadi 5 anggota dewan
direksi.

Bank Jabar Banten Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2017 secara
konsisten beranggotakan 4 dewan direksi. Sedangkan pada tahun 2017
mengalami perubahan dengan bertambahnya dewan direksi menjadi 5 anggota
dewan direksi. Kemudian pada tahun 2018 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 4 anggota dewan direksi. Dan pada
tahun 2019 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah dewan direksi
menjadi 3 anggota dewan direksi.

Bank BNI Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2017 secara konsisten
beranggotakan 4 dewan direksi selama 4 tahun berturut-turut. Kemudian pada
tahun 2018 mengalami perubahan dengan bertambahnya dewan direksi menjadi
5 anggota dewan direksi. Dan pada tahun 2019 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 6 anggota dewan direksi.

60
Bank Syariah Mandiri pada tahun 2014 sampai dengan 2015
beranggotakan 5 dewan direksi. Sedangkan pada tahun 2016 mengalami
perubahan dengan bertambahnya jumlah dewan direksi menjadi 6 anggota
dewan direksi. Kemudian pada tahun 2017 sampai dengan 2018 mengalami
perubahan dengan bertambahnya anggota dewan direksi menjadi 7 anggota
dewan direksi. Dan pada tahun 2019 kembali mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 6 anggota dewan direksi.

Bank Mega Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 4 dewan direksi.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2018 mengalami perubahan secara
konsisten berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 3 anggota dewan direksi.
Dan pada tahun 2019 kembali mengalami perubahan dengan bertambahnya
jumlah dewan direksi menjadi 4 anggota dewan direksi.

Bank Panin Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2016 beranggotakan
4 dewan direksi. Sedangkan pada tahun 2017 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 3 anggota dewan direksi.
Kemudian pada tahun 2018 sampai dengan 2019 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah dewan direksi menjadi 4 anggota dewan direksi.

Bank BCA Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2016 beranggotakan
3 dewan direksi. Sedangkan pada tahun 2017 sampai dengan 2019 mengalami
perubahan 2019 mengalami perubahan dengan bertambahnya jumlah dewan
direksi menjadi 4 anggota dewan direksi.

Bank Maybank Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 9 dewan direksi.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2016 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah dewan direksi menjadi 8 anggota dewan direksi.
Kemudian pada tahun 2017 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah
dewan direksi menjadi 7 anggota dewan direksi. Dan pada tahun 2018 sampai
dengan 2019 kembali mengalami perubahan dengan bertambahnya dewan
direksi menjadi 8 dewan direksi.

61
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Aceh
Syariah, Bank Muamalat Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah,
Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank
Mega Syariah, Bank Panin Syariah, Bank BCA Syariah, dan Bank Maybank
Syariah yang termasuk dalam Bank Umum Syariah di Indonesia telah mematuhi
kriteria dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Hal ini dapat
ditunjukkan dari anggota dewan direksi yang dimiliki oleh masing-masing bank
tersebut yang telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia, dimana jumlah
anggota dewan direksi minimal terdiri dari 3 orang anggota.

3. Komite Audit

Komite audit diukur dengan menggunakan jumlah anggota komite audit.


Berdasarkan hasil statistik deskriptif, diketahui bahwa nilai minimum yang
menggambarkan jumlah anggota komite audit terendah sebesar 3 orang yang
dimiliki oleh Bank Aceh Syariah, Bank Muamalat Syariah, Bank Victoria
Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Panin Syariah, Bank
BCA Syariah dan Bank Maybank Syariah. Sedangkan nilai maksimum yang
menggambarkan proporsi anggota komite audit tertinggi sebesar 8 orang
dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri. Nilai mean komite audit adalah 4.02
dengan standar deviasi sebesar 1.295. Nilai standar deviasi komite audit lebih
kecil dari nilai mean yang menunjukkan bahwa rendahnya variasi antara nilai
maksimum dan minimum selama periode pengamatan atau dengan kata lain
tidak ada kesenjangan yang cukup besar dari komite audit dengan jumlah
terendah maupun jumlah tertinggi. Dewan komite audit dapat diuraikan sebagai
berikut.

Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan, perlu diterapkannya


Good Corporate Governance. Komposisi komite audit merupakan salah satu
mekanisme Corporate Governance secara internal. Komite audit dibentuk oleh
dewan komisaris dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya. Keberadaan komite audit bertugas membantu dewan
komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen dalam

62
meningkatkan kualitas laporan keuangan. Bank Indonesia memberikan
ketentuan bahwa dalam pelaksanaancGood Corporate Governance, anggota
komite audit adalah minimal terdiri dari 3 orang anggota.

Bank Aceh Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 3 komite audit.


Sedangkan pada tahun 2015 mengalami perubahan dengan bertambahnya
jumlah komite audit menjadi 4 anggota komite audit. Kemudian pada tahun
2016 sampai dengan 2019 secara konsisten mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah komite audit mejadi 3 anggota komite audit.

Bank Muamalat Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 3 komite audit.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2016 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah komite audit mejadi 4 anggota komite audit. Dan pada
tahun 2017 sampai dengan 2019 kembali mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah komite audit menjadi 3 anggota komite audit.

Bank Victoria Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2017 secara
konsisten beranggotakan 3 komite audit. Sedangkan pada tahun 2018
mengalami perubahan dengan bertambahnya jumlah komite audit menjadi 4
anggota komite audit. Kemudian pada tahun 2019 kembali mengalami
perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit menjadi 3 anggota komite
audit.

Bank BRI Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 4 komite audit.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2016 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah komite audit menjadi 5 anggota komite audit. Kemudian
pada tahun 2017 sampai dengan 2018 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah komite audit menjadi 6 anggota komite audit. Dan pada
tahun 2019 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit
menjadi 5 anggota komite audit.

Bank Jabar Banten Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2015
beranggotakan 5 komite audit. Sedangkan pada tahun 2016 sampai dengan 2017
mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit menjadi 4

63
anggota komite audit. Kemudian pada tahun 2018 sampai dengan 2019
mengalami perubahan dengan bertambahnya komite audit menjadi 5 anggota
komite audit.

Bank BNI Syariah pada tahun 2014 beranggotakan 4 komite audit.


Sedangkan pada tahun 2015 mengalami perubahan dengan bertambahnya
jumlah komite audit menjadi 5 anggota komite audit. Kemudian pada tahun
2016 mengalami perubahan dengan bertambahnya jumlah komite audit menjadi
6 anggota komite audit. Pada tahun 2017 mengalami perubahan dengan
berkurangnya jumlah komite audit menjadi 4 anggota komite audit. Pada tahun
2018 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit menjadi
3 anggota komite audit. Dan pada tahun 2019 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah komite audit menjadi 6 anggota komite audit.

Bank Syariah Mandiri pada tahun 2014 beranggotakan 5 komite audit.


Sedangkan pada tahun 2015 sampai dengan 2017 mengalami perubahan dengan
bertambahnya jumlah komite audit menjadi 7 komite audit. Kemudian pada
tahun 2018 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit
menjadi 5 anggota komite audit. Dan pada tahun 2019 kembali mengalami
perubahan bertambahnya jumlah komite audit menjadi 8 anggota komite audit.

Bank Mega Syariah pada tahun 2014 sampai 2019 secara konsisten tidak
mengalami perubahan selama 6 tahun berturut-turut dengan mempunyai 3
anggota komite audit.

Bank Panin Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 secara
konsisten tidak mengalami perubahan selama 6 tahun berturut-turut dengan
mempunyai 3 anggota komite audit.

Bank BCA Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2018 secara konsisten
beranggotakan 3 komite audit. Sedangkan pada tahun 2019 mengalami
perubahan dengan bertambahnya jumlah komite audit menjadi 4 anggota komite
audit.

64
Bank Maybank Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2017 secara
konsisten beranggotakan 4 komite audit. Sedangkan pada tahun 2018 sampai
dengan 2019 mengalami perubahan dengan berkurangnya jumlah komite audit
menjadi 3 anggota komite audit.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Aceh


Syariah, Bank Muamalat Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah,
Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank
Mega Syariah, Bank Panin Syariah, Bank BCA Syariah, dan Bank Maybank
Syariah yang termasuk dalam Bank Umum Syariah di Indonesia telah mematuhi
kriteria dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Hal ini dapat
ditunjukkan dari anggota komite audit yang dimiliki oleh masing-masing bank
tersebut yang telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia, di mana jumlah
anggota komite audit minimal terdiri dari 3 orang anggota.

4. Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah diukur dengan menggunakan frekuensi rapat


dewan pengawas syariah. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, diketahui bahwa
nilai minimum yang menggambarkan jumlah frekuensi rapat dewan pengawas
syariah terendah sebesar 7 kali yang dimiliki oleh Bank Aceh Syariah.
Sedangkan nilai maksimum yang menggambarkan jumlah frekuensi rapat
dewan pengawas syariah tertinggi sebesar 37 kali yang dimiliki oleh Bank
Maybank Syariah. Nilai mean dewan pengawas syariah adalah 15.15 dengan
standar deviasi sebesar 6.147. Nilai standar deviasi dewan pengawas Syariah
lebih kecil dari nilai mean yang menunjukkan bahwa rendahnya variasi antara
nilai maksimum dan minimum selama periode pengamatan atau dengan kata
lain tidak ada kesenjangan yang cukup besar dari dewan direksi dengan jumlah
terendah maupun jumlah tertinggi. Dewan pengawas syariah dapat diuraikan
sebagai berikut.

Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan, perlu diterapkannya


Good Corporate Governance. Dewan pengawas syariah merupakan salah satu
mekanisme Corporate Governance secara internal. Dewan pengawas syariah

65
bertugas dan bertanggung jawab dalam memberi saran kepada dewan direksi
serta mengawasi kegiatan bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dewan pengawas syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya
diwajibkan menghadiri rapat dewan pengawas syariah minimal satu kali dalam
satu bulan. Rapat yang dilakukan dewan pengawas syariah diharapkan dapat
membantu tugas dewan pengawas syariah terhadap seluruh kegiatan bank
umum syariah dalam rangka melaksanakan prinsip syariah. Bank Indonesia
memberikan ketentuan bahwa dalam pelaksanaan Good Corporate Governance,
rapat dewan pengawas syariah wajib diselengarakan minimal 1 kali dalam 1
bulan.

Bank Aceh Syariah dalam rangka melaksanakan fungsi dan tanggung


jawab dewan pengawas syariah, mengadakan rapat dengan frekuensi yang
berbeda-beda dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2014, Bank Aceh Syariah
melaksanakan rapat dewan pengawas syariah sebanyak 7 kali selama setahun.
Tahun 2015 dan 2016 Bank Aceh Syariah melaksanakan rapat dewan pengawas
syariah 7 kali dalam setahun. Pada tahun 2017 rapat dewan pengawas syariah
diadakan 10 kali dalam setahun. Sedangkan pada tahun 2018 rapat dewan
pengawas syariah diadakan 20 kali dalam setahun. Dan pada tahun 2019,
merupakan tahun dimana Bank Aceh Syariah mengadakan rapat dengan
frekuensi terbanyak yaitu 36 kali dalam setahun.

Bank Muamalat Syariah selama tahun 2014 sampai dengan 2019 selalu
konsisten dengan frekuensi rapat dewan pengawas syariah yang dilaksanakan
selama satu tahun. Dapat dilihat bahwa Bank Muamalat Syariah mengadakan
rapat dalam rangka melaksanakan fungsi dan tanggung jawab dewan pengawas
syariah selama 12 kali dalam satu tahun.

Bank Victoria Syariah dalam rangka melaksanakan fungsi dan tanggung


jawab dewan pengawas syariah mengadakan rapat frekuensi yang berbeda-beda
dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2014, Bank Victoria Syariah melaksanakan
rapat dewan pengawas syariah 30 kali selama setahun. Tahun 2015 Bank
Victoria Syariah melaksanakan rapat dewan pengawas syariah 12 kali setahun.

66
Pada tahun 2016, bank Victoria Syariah melaksanakan rapat dewan pengawas
13 kali dalam setahun, sedangkan pada tahun 2017 Bank Victoria Syariah
melaksanakan rapat dewan pengawas syariah 23 kali dalam setahun. Kemudian
pada tahun 2018 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat 16 kali dalam
setahun. Dan pada tahun 2019 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat
sebanyak 15 kali dalam setahun.

Bank BRI Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab dewan
pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014, dewan
pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 12 kali dalam setahun.
Kemudian pada tahun 2016 sampai dengan 2018 dewan pengawas syariah
melaksanakan rapat sebanyak 12 kali dalam setahun. Dan pada tahun 2019
dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 16 kali dalam setahun.

Bank Jabar Banten Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung


jawab dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun
2014 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 8 kali dalam
setahun. Sedangkan pada tahun 2015 dewan pengawas syariah melaksanakan
rapat sebanyak 12 kali dalam setahun. Kemudian pada tahun 2016 dewan
pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 18 kali dalam setahun. Pada
tahun 2017 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 12 kali
dalam setahun. Tahun 2017 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat
sebanyak 12 kali dalam setahun. Tahun 2018 dewan pengawas syariah
melaksanakan rapat sebanyak 17 kali setahun. Dan pada tahun 2019 Bank Jabar
Banten melakukan rapat dewan pengawas syaroah terbanyal yaitu 22 kali dalam
setahun.

Bank BNI Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab


dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014
dewan pengawas syariah melaksanakan rapat 12 kali dalam setahun. Pada tahun
2015 Bank BNI Syariah menambah frekuensi rapat menjadi 15 kali dalam
setahun. Sedangkan pada tahun 2016 dewan pengawas syariah mengurangi
frekuensi rapat menjadi 13 kali dalam setahun. Kemudian pada tahun 2017

67
dewan pengawas syariah menambah frekuensi rapat menjadi 19 kali dalam
setahun. Tahun 2018 dewan pengawas syariah kembali menambah frekuensi
rapat menjadi 26 kali dalam setahun. Dan pada tahun 2019 dewan pengawas
syariah mengurangi frekuensi rapat menjadi 22 kali dalam setahun.

Bank Mandiri Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab


dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014
dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 14 kali dalam setahun.
Pada tahun 2015 dewan pengawas syariah menambah frekuensi rapat menjadi
15 kali dalam setahun. Sedangkan pada tahun 2016 dewan pengawas syariah
mengurangi frekuensi rapat menjadi 12 kali dalam setahun. Kemudian pada
tahun 2017 dewan pengawas syariah kembali mengurangi frekuensi rapat
menjadi 9 kali dalam setahun. Pada tahun 2018 dewan pengawas syariah
kembali mengurangi frekuensi rapat menjadi 8 kali dalam setahun. Dan pada
tahun 2019 dewan pengawas syariah menambah frekuensi rapat menjadi 12 kali
dalam setahun.

Bank Panin Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab


dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014
dan 2015 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 16 kali dalam
setahun. Pada tahun 2016 dewan pengawas syariah menambah frekuensi rapat
sebanyak 22 kali dalam setahun. Kemudian pada tahun 2017 dewan pengawas
syariah kembali menambah frekuensi rapat menjadi 27 kali dalam setahun.
Sedangkan pada tahun 2018 dewan pengawas syariah mengurangi frekuensi
rapat menjadi 9 kali dalam setahun. Dan pada tahun 2019 dewan pengawas
syariah kembali menambah frekuensi rapat menjadi 12 kali dalam setahun.

Bank BCA Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab


dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014
dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 17 kali dalam setahun.
Sedangkan pada tahun 2015 dewan pengawas syariah mengurangi frekuensi
rapat menjadi 15 kali dalam setahun. Kemudian pada tahun 2016 sampai dengan
2018 dewan pengawas syariah melaksanakan rapat sebanyak 14 kali dalam

68
setahun. Dan pada tahun 2019 dewan pengawas syariah mengurangi frekuensi
rapat menjadi 12 kali dalam setahun.

Bank Maybank Syariah dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab


dewan pengawas syariah mengadakan rapat setiap tahunnya. Pada tahun 2014
dewan pengawas syariah sebanyak 37 kali dalam setahun. Sedangkan pada
tahun 2015 dewan pengawas syariah mengurangi frekuensi rapat menjadi 29
kali dalam setahun. Pada tahun 2016 dewan pengawas syariah kembali
mengurangi frekuensi rapat sebanyak 12 kali dalam setahun. Kemudian pada
tahun 2017 dan 2018 dewan pengawas syariah menambah frekuensi rapat
menjadi 23 kali dalam setahun. Dan pada tahun 2019 dewan pengwas syariah
mengurangi frekuensi rapat menjadi 21 kali dalam setahun.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Muamalat


Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah, Bank
Mega Syariah, Bank BCA Syariah dan Bank Maybank Syariah yang termasuk
dalam Bank Umum Syariah di Indonesia telah mematuhi kriteria dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance. Hal ini ditunjukkan dari jumlah
frekuensi rapat yang dimiliki oleh masing-masing bank tersebut yang telah
memenuhi ketentuan Bank Indonesia, di mana jumlah frekuensi rapat wajib
dilaksanakan minimal satu kali dalam kurun waktu satu bulan.

5. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan dikur dengan menggunakan rasio Return On Asset


(ROA). Berdasarkan hasil statistik deskriptif, diketahui bahwa nilai minimum
yang menggambarkan ROA terendah sebesar 0,8% yang dimiliki oleh Bank
BCA Syariah. Sedangkan nilai maksimum yang menggambarkan ROA tertinggi
sebesar 3.22% yang dimiliki oleh Bank Aceh Syariah. Nilai mean kinerja
keuangan adalah 1.0075 dengan standar deviasi sebesar 0.79240. Nilai standar
deviasi kinerja keuangan lebih kecil dari nilai mean yang menunjukkan bahwa
rendahnya variasi antara nilai maksimum dan minimum selama periode
pengamatan atau dengan kata lain tidak ada kesenjangan yang cukup besar dari

69
kinerja keuangan dengan jumlah terendah maupun jumlah tertinggi. Kinerja
keuangan dapat diuraikan sebagai berikut.
Kinerja keuangan perbankan syariah merupakan elemen yang penting
untuk mengukur keberhasilan Good Corporate Governance dalam mengetahui
gambaran kondisi keuangan terutama kondisi kesehatan bank umum syariah pada
suatu periode tertentu. Untuk mengukur kinerja keuangan digunakan dengan teknik
analisis rasio. Salah satu rasio keuangan yang digunakan sebagai pengukuran
kinerja keuangan menurut Bank Indonesia adalah ROA (Return On Asset) yang
merupakan bagian dari rasio Profitabilitas. ROA merupakan rasio Profitabilitas
yang berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aktiva yang digunakan. Bank Indonesia menetapkan standar untuk ROA
minimum yang harus dimiliki bank sebesar 1,5%.
Bank Aceh syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 berhasil
memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh Bank
Indonesia. Kinerja keuangan Bank Aceh Syariah yang diproksikan dengan ROA
pada tahun 2014 sebesar 3,22%, yang kemudian ROA turun pada tahun 2015
dan 2016 yang masing-masing menjadi sebesarn 2,83% dan 2,48%. Namun
Bank Aceh Syariah berhasil menaikan ROA di tahun 2017 ke angka 2,51.
Kemudian nilai ROA kembali turun pada tahun 2018 dan 2019 menjadi 2,38%
dan 2,33%.
Bank Muamalat Syariah pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2019
belum berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan
oleh Bank Indonesia. Kinerja keuangan Bank Muamalat Syariah yang
diproksikan dengan ROA pada tahun 2014 sebesar 0,17%, yang kemudian ROA
naik pada tahun 2015 dan 2016 yang masing-masing menjadi 0,20% dan 0,22%.
Namun nilai ROA berangsur-angsur turun pada tahun 2017, 2018 dan 2019
yaitu masing-masing menjadi 0,11%, 0,08% dan 0,05%.
Bank Victoria Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 belum
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia. Kinerja keuangan Bank Victoria Syariah yang diproksikan
dengan ROA pada tahun 2014 sebesar -1,87%, yang kemudian ROA turun pada

70
tahun 2015 dan 2016 yang masing-masing menjadi -2,36% dan -2,19%.
Sedangkan ROA naik pada tahun 2017 sebesar 0,36%. Dan pada tahun 2018
dan 2019 nilai ROA kembali turun menjadi 0,32% dan 0,05%
Bank BRI Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 belum
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia. Kinerja keuangan Bank BRI Syariah yang diproksikan dengan
ROA pada tahun 2014 sebesar 0,08%, yang kemudian ROA naik pada tahun
2015 dan 2016 yang masing-masing menjadi 0,77% dan 0,95%. Sedangkan
nilai ROA berangsur-angsur turun pada tahun 2017, 2018 dan 2019 yaitu
masing-masing menjadi 0,51%, 0,43% dan 0,31%.
Bank BNI Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2018 belum
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia,tetapi pada tahun 2019 Bank BNI Syariah berhasil memiliki
ROA diatas kriteria minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Kinerja
keuangan Bank BNI Syariah yang diproksikan dengan ROA pada tahun 2014
sebesar 1,27%, yang kemudian ROA naik pada tahun 2015 dan 2016 yang
masing-masing menjadi 1,43% dan 1,44%. Sedangkan pada tahun 2017 ROA
turun menjadi 1,31%. Dan pada tahun 2018 dan 2019 ROA kembali naik yaitu
masing-masing mejadi 1,42% dan 1,82%.
Bank Syariah Mandiri pada tahun 2014 sampai dengan 2018 belum
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia,tetapi pada tahun 2019 Bank Syariah mandiri berhasil memiliki
ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia.
Kinerja keuangan Bank Syariah mandiri yang diproksikan dengan ROA pada
tahun 2014 sebesar 0,17%. Kemudian pada tahun 2015 dan 2016 ROA naik
yang masing-masing menjadi 0,56% dan 0,59%. Sedangkan pada tahun 2017
nilai ROA sama dengan tahun sebelumnya yang sebesar 0,59%. Dan pada tahun
2018 dan 2019 ROA kembali naik yaitu masing-masing menjadi 0,88% dan
1,69%.
Bank Mega Syariah pada tahun 2014 sampai 2019 hanya 2 tahun yang
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh

71
Bank Indonesia yaitu pada tahun 2016 dan tahun 2017. Kinerja Bank Mega
Syariah yang diproksikan dengan ROA pada tahun 2014 sebesar 0,29% yang
kemudian ROA naik pada tahun 2015 dan 2016 yang masing-masing menjadi
sebesar 0,30% dan 2,63%. Sedangkan nilai ROA berangsur-angsur turun pada
tahun 2017, 2018 dan 2019 yaitu masing-masing menjadi 1,56%, 0,93% dan
0,89%.
Bank Panin Syariah pada tahun 2014sampai dengan 2019 hanya 1
tahun yang berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah
ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu pada tahun 2014. Kinerja keuangan Bank
Panin Syariah yang diproksikan dengan ROA pada tahun 2014 sebesar 1,99%,
yang kemudian ROA berangsur-angsur turun pada tahun 2015, 2016 dan 2017
yang masing-masing menjadi 1,14%, 0,37% dan -10,77%. Sedangkan pada
tahun 2018 nilai ROA naik menjadi sebesar 0,26%. Dan pada tahun 2019 ROA
kembali turun menjadi sebesar 0,25%
Bank BCA Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 belum
berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah ditentukan oleh
bank Indonesia. Kinerja keuangan Bank BCA Syariah yang diproksikan dengan
ROA pada tahun 2014 sebesar 0,8%, yang kemudian nilai ROA berangsur-
angsur naik pada tahun 2015, 2016 dan 2017 yang masing-masing menjadi
1,0%, 1,1% dan 1,2%. Dan pada tahun 2018 dan 2019 nilai ROA sama dengan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,2%.
Bank Maybank Syariah pada tahun 2014 sampai dengan 2019 hanya 2
tahun yang berhasil memiliki ROA diatas kriteria minimum yang telah
ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu pada tahun 2016 dan tahun 2018. Kinerja
keuangan Bank Maybank Syariah yang diproksikan dengan ROA pada tahun
2014 sebesar 0,68% yang kemudian nilai ROA naik pada tahun 2015 dan 2016
yang masing-masing menjadi 1,01% dan 1,60%. Sedangkan nilai ROA turun
pada tahun 2017 menjadi sebesar 1,48%. Namun nilai ROA naik pada tahun
2018 menjadi 1,74%. Dan nilai ROA kembali turun pada tahun 2019 menjadi
sebesar 1,45%.

72
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Aceh
Syariah yang termasuk dalam Bank Umum Syariah di Indonesia telah mencapai
kinerja keuangan yang baik dan termasuk dalam kategori sangat sehat. Hal ini
dapat ditunjukkan dari nilai rasio ROA yang dimiliki oleh masing-masing bank
tersebut, dimana nilai ROA telah melebihi standar minimum yang ditentukan
oleh Bank Indonesia yakni sebesar 1,5%

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear


berganda. Regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi syarat yaitu terbebas dari penyimpangan asumsi klasik.
Alat analisis yang dapat digunakan adalah dengan melakukan uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.

4.2.2.1 Hasil Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan


variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak dalam model regresi.
Dalam penelitian ini guna mendeteksi apakah data terdistribusi secara normal atau
tidak, maka dilakukan dengan cara melakukan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji
K-S memiliki kriteria pengambilan keputusan apabila nilai uji K-S tidak signifikan
< 0.05 maka data terdistribusi tidak normal. Sebaliknya, apabila nilai uji K-S
signifikan > 0.05 maka data terdistribusi normal. Berikut pada tabel di bawah ini
merupakan output dari hasil uji normalitas

Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas

73
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ROA
N 60
Normal Parametersa,b Mean 1.0075%
Std. Deviation 0.79240%
Most Extreme Differences Absolute .130
Positive .130
Negative -.113
Test Statistic .130
Asymp. Sig. (2-tailed) .014c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Sumber: Output SPSS 22.

Hasil uji normalitas pada tabel di atas menunjukkan data penelitian ini
terdistribusi normal yang ditunjukkan oleh nilai asymp sig. (2-tailed) sebesar 0,14
yang lebih besar dari nilai signifikansi (α = 5% atau 0,05). Hasil pengujian ini
mengindikasikan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini
terdistribusi normal. Dikarenakan data penelitian terdistribusikan normal, maka
data dapat digunakan dalam pengujian dengan model regresi berganda.

4.2.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolineartias bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya


kolerasi dalam variabel independen dalam model regresi. Dalam penelitian ini
guna mendeteksi apakah ada atau tidaknya multikolinearitas, maka dilakukan
dengan cara melihat nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika
nilai tolerance >0,10 dan VIF <10, maka menunjukan tidak adanya
multikolinearitas. Sebaliknya jika tolerance <0,10 dan VIF >10 dapat diartikan
terjadinya multikolinearitas. Berikut pada tabel di bawah ini merupakan output dari
hasil uji multikolinearitas.

Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa
Standardized
Model Unstandardized Coefficients Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

74
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005
DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092
DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007
KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094
DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115
a. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 22.

Hasil uji multikolinearitas pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai


tolerance untuk seluruh variabel independen dalam tiap-tiap model regresi lebih
besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk seluruh variabel independen dalam tiap-tiap
model regresi lebih kecil dari 10. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa
model-model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat adanya
multikolinearitas.

4.2.2.3 Hasil Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara


variabel penganggu pada periode tertentu dengan periode sebelumnya. Dalam
penelitian ini guna mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW-Test). Uji DW-Test memiliki kriteria
pengambilan keputusan apabila nilai DW berada di antara -2 sampai dengan +2,
maka tidak terjadi autokorelasi. Berikut pada tabel di bawah ini merupakan output
dari hasil uji autokorelasi.

Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .323a .104 .039 0.77679% .732
a. Predictors: (Constant), DPS, KA, DD, DK
b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 22.

75
Hasil uji autokorelasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-
Watson sebesar 0.732 yang berarti nilai tersebut berada diantara angka -2 sampai
dengan +2. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa model-model regresi yang
digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat adanya autokorelasi.

4.2.2.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model


regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Dalam penelitian ini guna mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot. Jika
titik-titik yang terbentuk menyebar secara acak baik di atas atau di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokesdastisitas pada model yang digunakan.
Berikut pada tabel di bawah ini merupakan output dari hasil uji heteroskedastisitas.

Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Output SPSS 22.

76
Hasil uji heteroskedastisitas pada tabel di atas menunjukkan bahwa
sebaran data tidak membentuk garis tertentu atau tidak terdapat pola yang jelas
serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil
pengujian ini mengindikasikan bahwa model-model regresi yang digunakan dalam
penelitian ini tidak terdapat adanya heteroskedastisitas.

4.2.3 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh


suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Metode ini digunakan
untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dewan
pengawas syariah sebagai variabel independen terhadap kinerja keuangan sebagai
variabel dependen. Berikut pada tabel di bawah ini merupakan output dari hasil
analisis regresi linear berganda.

Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005
DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092
DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007
KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094
DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115
a. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 22.

Dari output data hasil output regresi tersebut diatas maka diperoleh
persamaan model regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = 1.487 -0.291 X1 + 0.175 X2- 0.49 X3 + 0.017X4 + e

77
Hasil persamaan regresi linear berganda menunjukkan arah pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yang ditunjukkan
oleh masing-masing koefisien variabel independennya. Koefisien regresi variabel
independen yang bertanda positif berarti mempunyai pengaruh yang searah
terhadap kinerja keuangan, sedangkan koefisien yang bertanda negatif mempunyai
pengaruh yang berlawanan terhadap kinerja keuangan bank umum syariah. Dari
persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Nilai konstanta adalah 1.487. Hal ini menunjukkan bahwa apabila nilai variabel
independen, yaitu dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dewan
pengawas syariah dianggap konstan atau nol, maka besar nilai variabel
dependen yaitu kinerja keuangan sebesar 1.487.
b. Nilai koefisien regresi dewan komisaris sebesar -0.291. Nilai koefisien regresi
tersebut menunjukkan arah negatif antara dewan komisaris dengan kinerja
keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah dewan
komisaris maka semakin rendah kinerja keuangan bank umum syariah. Hal ini
dapat diartikan, jika terjadi kenaikkan 1 jumlah dewan komisaris maka akan
menurunkan kinerja keuangan sebesar 0.291.
c. Nilai koefisien regresi dewan direksi sebesar 0.129. Nilai koefisien regresi
tersebut menunjukkan arah positif antara dewan direksi dengan kinerja
keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah dewan direksi
maka semakin tinggi pula kinerja keuangan bank umum syariah. Hal ini dapat
diartikan, jika terjadi kenaikkan 1 jumlah dewan direksi maka akan
meningkatkan kinerja keuangan sebesar 0.129.
d. Nilai koefisien regresi komite audit sebesar -0.049. Nilai koefisien regresi
tersebut menunjukkan arah negatif antara komite audit dengan kinerja
keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah komite audit
maka semakin rendah pula kinerja keuangan bank umum syariah. Hal ini dapat
diartikan jika terjadi kenaikan 1 jumlah komite audit, maka akan menurunkan
kinerja keuangan sebesar 0.049.

78
e. Nilai koefisien regresi dewan pengawas syariah sebesar 0.017. Nilai koefisien
regresi tersebut menunjukkan arah positif antara dewan pengawas syariah
dengan kinerja keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah
dewan pengawas syariah maka semakin tinggi kinerja keuangan bank umum
syariah. Hal ini dapat diartikan jika terjadi kenaikkan 1 jumlah dewan
pengawas syariah maka akan meningkatkan kinerja keuangan sebesar 0.017.

4.2.4 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya


proporsi atau sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara keseluruhan. Nilai R2 berada diantara nol dan satu. Jika nilai kecil
atau mendekati nol maka kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Sedangkan jika nilai besar atau mendekati
satu maka variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Berikut pada tabel di bawah ini
merupakan output dari hasil analisis koefisien determinasi

Tabel 4.8
Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .323a .104 .039 0.77679% .732
a. Predictors: (Constant), DPS, KA, DD, DK
b. Dependent Variable: ROA

Sumber: Output SPSS 22.

Hasil analisis koefisien determinasi menunjukkan bahwa besarnya


presentase sumbangan pengaruh variabel dewan komisaris, dewan direksi, komite
audit, dewan pengawas syariah terhadap kinerja keuangan pada bank umum
syariah, dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square (R2) menunjukkan nilai sebesar
0,039 atau 39% dan sisanya 61% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor-faktor
lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

79
4.2.5 Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui signifikansi dari masing-


masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui hasil
hipotesis yang telah dirumuskan dengan menggunakan metode sebagai berikut:

4.2.5.1 Hasil Uji t (Uji Parsial)

Uji t digunakan untuk menetapkan pengaruh masing-masing variabel


independen secara parsial (individu) terhadap variabel dependen. Dalam penelitian
ini uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan yang
diproksikan dengan ROA secara parsial.

Kriteria pengambilan putusan:

1. Jika probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak yang artinya variable independent
tersebut berpengaruh signifikan terhadap variable dependen.
2. Jika probabilitas > 0.05 maka H0 diterima yang artinya variable independent
tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variable dependen.

Tabel 4.9
Hasil Uji t
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF


1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005

DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092

DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007

KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094

DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115

a. Dependent Variable: ROA

80
Sumber: Output SPSS 22.

Berikut hasil pengujian signifikansi uji t yang diperoleh dari masing-masing


persamaan regresi.

Hipotesis 1 : Terdapat pengaruh signifikan Dewan Komisaris terhadap


Kinerja Keuangan

H01 : Dewan Komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan


Bank Umum Syariah 2014-2019.

Ha1 : Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah 2014-2019.

Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai


probabilitas untuk dewan komisaris sebesar 0.032 dimana lebih kecil dari alpha
0.05, maka H01 ditolak dan Ha1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Bank
Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

Hipotesis 2 : Terdapat pengaruh signifikan Dewan Direksi Terhadap Kinerja


keuangan

H02 : Dewan Direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah 2014-2019.

Ha2 : Dewan Direksi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah 2014-2019.

Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai


probabilitas untuk Dewan Direksi sebesar 0.175 dimana lebih besar dari alpha
0.05, maka H02 diterima dan Ha2 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Dewan
Direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Bank Umum
Syariah pada tahun 2014-2019.

81
Hipotesis 3 : Terdapat pengaruh signifikan Komite Audit Terhadap Kinerja
keuangan

H03 : Komite Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah 2014-2019.

Ha3 : Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Bank


Umum Syariah 2014-2019.

Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai


probabilitas untuk Komite Audit sebesar 0.553 dimana lebih besar dari alpha 0.05,
maka H03 diterima dan Ha3 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Komite
Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Bank Umum
Syariah pada tahun 2014-2019.

Hipotesis 4 : Terdapat pengaruh signifikan Dewan Pengawas Syariah


Terhadap Kinerja keuangan

H04 : Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja


Keuangan Bank Umum Syariah 2014-2019.

Ha4 : Dewan Pengawas Syariah berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan


Bank Umum Syariah 2014-2019.

Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai


probabilitas untuk Dewan Pengawas Syariah sebesar 0.339 dimana lebih besar
dari alpha 0.05, maka H04 diterima dan Ha4 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

4.2.5.2 Hasil Uji F (Uji Simultan)

82
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen
secara simultan (serentak) terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini uji F
digunakan untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite
Audit, Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan yang diproksikan
dengan ROA secara simultan. Hasil perhitungan uji F dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.10

Hasil Uji F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.859 4 .965 1.599 .188b
Residual 33.187 55 .603
Total 37.046 59

Sumber: Output SPSS 22.

Pada tabel 4.10, diketahui bahwa hasil uji F di peroleh nilai probabilitas F
hitung atau signifikansi sebesar 0.188 > 0.05 maka H05 diterima dan Ha5 ditolak,
maka variable independen Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan
Dewan Pengawas Syariah secara Bersama-sama atau simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap Variabel dependen Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah
pada tahun 2014-2019.

4.2.5.3 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang terdiri dari uji t (uji parsial) dan uji F
(simultan), berikut dapat dilihat ringkasan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan
oleh penulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.11

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

Variabel Kinerja Keuangan


Uji t Uji F Hasil Uji Kesimpulan
Bebas
Sig. Sig. Sig. Sig.
Hipotesis
DK 0,032 < 0,05 - - - H0 ditolak Berpengaruh

83
DD 0,175 > 0,05 - - - Tidak
H0 diterima Berpengaruh
KA 0,553 > 0,05 - - - Tidak
H0 diterima Berpengaruh
DPS 0.339 > 0,05 - - - Tidak
H0 diterima Berpengaruh
Simultan - - - 0.188 > 0,05 Tidak
H0 diterima Berpengaruh
Sumber: Data diolah.

4.2.6 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dewan komisaris, dewan


direksi, komite audit, dewan pengawas syariah baik secara parsial maupun
simultan terhadap kinerja keuangan pada Bank Umum Syariah periode 2014-2019.
Berdasarkan hasil analisis, maka pembahasan mengenai penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Kinerja Keuangan pada Bank


Umum Syariah (Periode 2014-2019)

Hasil hipotesis pertama yang menyatakan bahwa dewan komisaris berpengaruh


terhadap kinerja keuangan bank umum syariah periode 2014-2019. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk dewan komisaris sebesar
0.032 dimana lebih kecil dari alpha 0.05, maka H01 ditolak dan Ha1 diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa Dewan Komisaris berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019. Tanda
positif pada koefisien regresi menunjukkan bahwa apabila dewan komisaris
meningkat maka kinerja keuangan bank umum syariah akan meningkat.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap


kinerja keuangan. Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai

84
pengawas perusahaan secara umum dan memberikan masukkan kepada dewan
direksi jika belum mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan
baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota dewan komisaris yang besar tentu
mampu memberikan dampak yang baik bagi kinerja perusahaan. Jumlah
anggota dewan komisaris yang semakin besar dianggap dapat meningkatkan
kinerja perusahaan dan berimbas pula pada meningkatnya kinerja keuangan
bank umum syariah.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Sukandar (2014) yang
menyatakan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan . Namun hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh
Sulistyowati (2017) yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris berpengaruh
terhadap kinerja keuangan.

2. Pengaruh Dewan Direksi terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum


Syariah (Periode 2014-2019)

Hasil hipotesis kedua yang menyatakan bahwa dewan direksi tidak


berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank umum syariah periode 2014-
2019. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk Dewan
Direksi sebesar 0.175 dimana lebih besar dari alpha 0.05, maka H 02 diterima
dan Ha2 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Dewan Direksi tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Bank Umum Syariah pada
tahun 2014-2019. Tanda positif pada koefisien regresi menunjukkan bahwa
apabila dewan direksi meningkat maka kinerja keuangan bank umum syariah
akan meningkat.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa dewan direksi tidak berpengaruh terhadap


kinerja keuangan. Dewan direksi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menentukan arah kebijakan atas segala urusan dan kepentingan suatu
perusahaan. Namun jumlah anggota dewan direksi yang semakin besar
memberikan dampak pada meningkatnya kinerja keuangan perusahaan, hal ini

85
dikarenakan dengan semakin banyaknya jumlah anggota dewan direksi akan
menciptakan komunikasi yang lebih terarah sehingga pengambilan keputusan
dan tindakan yang diambil lebih cepat dan tepat sehingga akan berimbas pada
meningkatnya kinerja keuangan. Hal ini akan berbeda jika dewan direksi lebih
sedikit kemungkinan berbagai perbedaan kebijakan antara dewan direksi
lainnya sehingga urusan pengelolaan perusahaan tidak terlaksana secara efektif
dan efisien. 3

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Eksandy (2018),
Sulistyowati (2017) dan Sukandar (2014) yang menyatakan bahwa dewan
direksi berpengaruh terhadap kinerja keuangan.Namun hasil penelitian ini
sejalan dengan yang di lakukan oleh Triastuty (2017) yang menyatakan bahwa
Dewan Direksi tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

3. Pengaruh Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum


Syariah (Periode 2014-2019)

Hasil hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan bank umum syariah periode 2014-2019. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk Komite Audit sebesar
0.553 dimana lebih besar dari alpha 0.05, maka H 03 diterima dan Ha3 ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa Komite Audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019. Tanda
positif pada koefisien regresi menunjukkan bahwa apabila komite audit
meningkat maka kinerja keuangan bank umum syariah akan meningkat.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap


kinerja keuangan. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk
mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan. Keberadaan komite audit cukup membantu
meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota

86
komite audit yang semakin besar membuat tugas dan tanggung jawab komite
audit dilaksanakan secara optimal.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Yuliningtyas (2016)
yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
Namun hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Eksandy (2018)
dan Sulistyowati (2017) yang menyatakan bahwa Komite Audit tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

4. Pengaruh Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan pada


Bank Umum Syariah (Periode 2014-2019)

Hasil hipotesis keempat yang menyatakan bahwa dewan pengawas syariah


tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank umum syariah periode
2014-2019. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk Dewan
Pengawas Syariah sebesar 0.339 dimana lebih besar dari alpha 0.05, maka H 04
diterima dan Ha4 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Dewan Pengawas
Syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Bank Umum
Syariah pada tahun 2014-2019. Tanda positif pada koefisien regresi
menunjukkan bahwa apabila dewan pengawas syariah meningkat maka kinerja
keuangan bank umum syariah akan meningkat.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa dewan pengawas syariah tidak


berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Dewan pengawas syariah bertugas dan
bertanggung jawab dalam memberi saran kepada dewan direksi serta
mengawasi kegiatan bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. Rapat
dewan pengawas syariah merupakan media komunikasi antar anggota dewan
pengawas syariah dalam hal pengambilan kebijakan dalam melaksanakan
prinsip syariah. Semakin besar frekuensi rapat dewan pengawas syariah, maka
tidak menutup kemungkinan koordinasi antar dewan pengawas syariah semakin
baik. Namun kenyataannya, frekuensi rapat dewan pengawas syariah tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor

87
rangkap jabatan dewan pengawas syariah pada bank lain yang menyebabkan
kurangnya frekuensi kehadiran dewan pengawas syariah yang berakibat pada
kurang optimalnya pelaksanaan tugas dewan pengawas syariah dan berimbas
pada menurunnya kinerja keuangan bank umum syariah.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Prastiwi (2017)
yang menyatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah berpengaruh terhadap
kinerja keuangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh
Eksandy (2018) yang menyatakan bahwa dewan pengawas syariah tidak
bepengaruh terhadap kinerja keuangan.

5. Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan


Pengawas Syariah terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum Syariah
(Periode 2014-2019).

Hasil kelima yang menyatakan bahwa dewan komisaris, dewan direksi, komite
audit, dewan pengawas syariah secara simultan tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank umum syariah periode 2014-2019. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa hasil uji F di peroleh nilai probabilitas F hitung atau
signifikansi sebesar 0.188 > 0.05 maka H 05 diterima dan Ha5 ditolak, maka
variable independen Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan
Dewan Pengawas Syariah secara Bersama-sama atau simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Variabel dependen Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah pada tahun 2014-2019. Tanda positif pada koefisien regresi
menunjukkan bahwa apabila dewan komisaris, dewan direksi, komite audit,
dan dewan pengawas syariah meningkat maka kinerja keuangan bank umum
syariah akan meningkat.

Dewan komisaris merupakan salah satu organ perusahaan yang termasuk dalam
mekanisme internal Good Corporate Governance. Dewan komisaris
bertanggung jawab dalam hal pengawasan terkait kegiatan operasional
perusahaan dan bertugas memberikan saran kepada dewan direksi dalam rangka

88
mencapai tujuan perusahaan. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris
yang dimiliki bank umum syariah, maka kinerja keuangan akan semakin
meningkat.

Dewan direksi merupakan merupakan salah satu organ perusahaan yang


termasuk dalam mekanisme internal Good Corporate Governance. Dewan
direksi bertanggung jawab atas urusan dan kepentingan perusahaan. Semakin
besar jumlah anggota dewan direksi yang dimiliki bank umum syariah, maka
kinerja keuangan akan semakin meningkat.

Komite audit merupakan salah satu organ perusahaan yang termasuk dalam
mekanisme internal Good Corporate Governance. Komite audit dibentuk oleh
dewan komisaris untuk membantu fungsi pengawasan perusahaan. Komite audit
keberadaannya diharapkan dapat menjadi penghubung antara dewan komisaris
dan pemegang saham dalam menangani masalah pengendalian. Semakin besar
jumlah anggota komite audit yang dimiliki bank umum syariah, maka kinerja
keuangan akan semakin meningkat.

Dewan pengawas syariah merupakan salah satu organ perusahaan yang


termasuk dalam mekanisme internal Good Corporate Governance bagi bank
yang menjalankan operasinya berdasarkan prinsip syariah. Dewan pengawas
syariah bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kegiatan operasional bank
agar sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan hukum Islam. Semakin besar
jumlah frekuensi rapat dewan pengawas syariah yang dilakukan pada bank
umum syariah, maka kinerja keuangan akan semakin meningkat.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Sari (2017) yang
menyatakan bahwa Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan
Dewan Pengawas Syariah secara simultan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian saat ini
dihasilkan data yang menunjukkan bahwa Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Komite Audit, dan Dewan Pengawas Syariah secara simultan tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan yang dibuktikan dari data bahwa dewan komisaris,
dewan direksi, komite audit, dewan pengawas syariah secara simultan tidak

89
berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank umum syariah periode 2014-2019.
Hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa nilai hasil uji F dengan nilai sebesar F
hitung sebesar 1.599 > F tabel 2.750 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.188 <
0.05.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini


mengenai Pengaruh Good Corporate Governance diproksikan dengan Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah Terhadap
Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah (Periode 2014-2019) dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

90
1. Bahwa nilai probabilitas untuk dewan komisaris sebesar 0.032 dimana lebih
kecil dari alpha 0.05, maka H01 ditolak dan Ha1 diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

2. Bahwa nilai probabilitas untuk Dewan Direksi sebesar 0.175 dimana lebih
besar dari alpha 0.05, maka H02 diterima dan Ha2 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa Dewan Direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

3. Bahwa nilai probabilitas untuk Komite Audit sebesar 0.553 dimana lebih besar
dari alpha 0.05, maka H03 diterima dan Ha3 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa Komite Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan
Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

4. Bahwa nilai probabilitas untuk Dewan Pengawas Syariah sebesar 0.339 dimana
lebih besar dari alpha 0.05, maka H04 diterima dan Ha4 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa Dewan Pengawas Syariah tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja keuangan Bank Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

5. F hitung atau signifikansi sebesar 0.188 > 0.05 maka H 05 diterima dan Ha5
ditolak, maka variable independen Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite
Audit, dan Dewan Pengawas Syariah secara Bersama-sama atau simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Variabel dependen Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah pada tahun 2014-2019.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa saran yang dapat


disampaikan sebagai berikut:

91
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan sampel dengan jenis
bank yang berbeda seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) maupun
Unit Usaha Syariah.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah indikator Good Corporate
Governance selain Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Dewan
Pengawas Syariah seperti Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerisasi
dan Nominasi serta menambahkan variabel dari mekanisme eksternal Corporate
Governance.
3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengukur indikator kinerja keuangan
selain dengan menggunakan ROA.

DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, Nur’aini Dwi. 2016. ‘’Kualitas Penerapan Good Corporate Governance


Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Serta Pengaruhnya Pada Kinerja
Keuangan’’, Jurnal Ekonomi Islam. Vol.7. No.2: 77-106.

--------------------. 2011. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor


13/24/DPNP/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

92
Bank Indonesia. 2009. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
Gunawan, Robertus M Bambang. 2016. GRC (Good Governance, Risk
Management, and Compliance). Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Sulistyowati. 2017. ‘’Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja


Keuanan Pada Perusahaan Perbankan’’. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi.
Vol.6. No.1:121-137, ISSN: 2460-0585.

Sari, Arum Puspita. 2017. ‘’Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate


Governance Terhadap Kinerja Perusahaan’’. Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi. Vol.6. No.7, ISSN:2460-0585

Hery. 2016. Analisis Laporan Keuangan: Integrated and Comprehensive Edition.


Jakarta: PT. Grasindo.

Ikatan Bankir Indonesia. 2016. Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rivai, Verthizal., dan Ismal, Rifki. Islamic Risk Management For Islamic Bank.
2013. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Boediono, Gideon SN. 2005. ‘’Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme


Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan
Analisis Jalur’’. Simposium Nasional AkuntansiVIII.

--------------------------. 2008. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah.

Kusuma, Mayang Eriza., dan Supatmi. 2015. ‘’Hubungan Mekanisme Corporate


Governance dan Kinerja Keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah’’.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 28. No.3: 103-118, ISSN: 1979-6471.

Yuliningtyas, Devita. 2016. ‘’Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Good


Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan’’. Jurnal Ilmu dan Riset
Manajemen. Vol.5. No.10:1-21, ISSN: 2461-0593.

93
Badan Usaha Milik Negara. 2002. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor Kep-117/M-MBU tahun 2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara.

Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa
Negara. Jakarta:Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI.

Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Prastiwi, Iin Emy. 2017. “Pengaruh Independensi Dewan Pengawas Syariah Dalam
Mewujudkan Good Corporate Governance Untuk Meningkatkan Kinerja
BMT’’. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Vol. 3. No.1:77-86, ISSN: 2477-6157.

Andriana. 2014. ‘’Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan


Perusahaan’’. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan. Vol. 2. No.1:251-260.

Eksandy, Arry. 2018. ‘’Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja


Keuangan Pada Perbankan Syariah Indonesia’’. Jurnal Akuntansi. Vol.5.
No.1:1-9, ISSN: 2339-2436.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV.Alfabeta.

Triastuty, Siska. 2017. ‘’Pengaruh Modal Intelektual dan Mekanisme Corporate


Governance Terhadap Kinerja Keuangan’’. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi.
Vol. 6. No. 2:703-721, ISSN: 2460.0585.

Soepeno, Bambang. 2002. Statistik Terapan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.
Yogyakarta: Universitas Diponegoro.

Sujarweni, V Wiratna. 2016. Kupas Tuntas Penelitian Akuntansi Dengan SPSS.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

94
Santoso, Singgih. 2010. Statistik Nonparametrik. Jakarta: PT. Elex Media
Computindo.

Nasution, M. and D. Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap


Manajemen Laba Di Industri Perbankan.” Simposium Nasution X, IAI,
Makasar.

Amir Machmud dan Rukmana (2010) Bank Syariah, Teori, kebijakan, Dan Studi
Empiris di Indonesia, Jakarta: Erlangga

Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang


Perbankan.

--------------------------. 2008. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah.

www.bankaceh.co.id

www.bankmuamalat.co.id

www.bankvictoriasyariah.co.id

www.brisyariah.co.id

www.bjbsyariah.co.id

www.bnisyariah.co.id

www.mandirisyariah.co.id

www.megasyariah.co.id

www.paninbanksyariah.co.id

www.mandirisyariah.co.id

www.maybank.co.id.

 Lampiran 1: Data Good Corporate Governance Bank Umum Syariah

95
Bank Tata Kelola Perusahaan
No Umum Tahun ROA
Syariah DK DD KA DPS

2014 4 5 3 11 3,22%
2015 3 5 4 7 2,83%
Bank Aceh 2016 3 5 3 7 2,48%
1
Syariah 2017 3 5 3 10 2,51%
2018 3 4 3 20 2,38%
2019 3 4 3 36 2,33%
2014 6 5 3 12 0,17%
2015 6 5 4 12 0,20%
Bank 6 8 4 12 0,22%
2016
2 Muamalat
2017 4 7 3 12 0,11%
Syariah
2018 5 6 3 12 0,08%
2019 5 6 3 12 0,05%
2014 4 4 3 30 -1,87% *
2015 3 4 3 12 -2,36% *
Bank 3 4 3 13 -2,19% *
2016
3 Victoria
2017 3 4 3 23 0,36%
Syariah
2018 3 4 4 16 0,32%
2019 3 4 3 15 0,05%
2014 5 4 4 12 0,08%
2015 5 5 5 14 0,77%
Bank BRI 2016 5 5 5 12 0,95%
4
Syariah 2017 4 5 6 12 0,51%
2018 4 4 6 12 0,43%
2019 4 5 5 16 0,31%

Bank Tata Kelola Perusahaan


No Umum Tahun ROA
DK DD KA DPS
Syariah

96
2014 4 4 5 8 0,46%
2015 4 4 5 12 0,25%
Bank Jabar 4 4 18 -8,09% *
*2016 4
5 Banten
*2017 4 5 4 12 -5,69% *
Syariah
2018 4 4 5 17 0,54%
2019 3 3 5 22 0,60%
2014 3 4 4 12 1,27%
2015 4 4 5 15 1,43%
Bank BNI 2016 4 4 6 13 1,44%
6
Syariah 2017 4 4 4 19 1,31%
2018 4 5 3 26 1,42%
2019 5 4 6 22 1,82%
2014 5 5 5 14 0,17%
2015 5 5 7 15 0,56%
Bank Syariah 2016 5 6 7 12 0,59%
7
Mandiri 2017 4 7 7 9 0,59%
2018 3 7 5 8 0,88%
2019 3 6 8 12 1,69%
2014 3 4 3 12 0,29%
2015 3 3 3 13 0,30%
Bank Mega 2016 3 3 3 12 2,63%
8
Syariah 2017 3 3 3 13 1,56%
2018 3 3 3 12 0,93%
2019 3 4 3 10 0,89%
2014 3 4 3 16 1,99%
2015 3 4 3 16 1,14%
Bank Panin 2016 4 4 3 22 0,37%
9
Syariah 2017 4 3 3 27 -10,77% *
2018 3 4 3 9 0,26%
2019 3 4 3 12 0,25%
2014 3 3 3 17 0,8%
2015 3 3 3 15 1,0%
Bank BCA 2016 3 3 3 14 1,1%
10
Syariah 2017 3 4 3 14 1,2%
2018 3 4 3 14 1,2%
2019 4 4 4 12 1,2%

Tata Kelola Perusahaan


Bank Umum ROA
No Tahun
Syariah DK DD KA DPS

11 Bank 2014 6 9 4 37 0,68%

97
2015 6 8 4 29 1,01%
2016 6 8 4 12 1,60%
Maybank
2017 6 7 4 23 1,48%
Syariah
2018 6 8 3 23 1,74%
2019 6 8 3 21 1,45%

 Lampiran 2: Output Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DK 60 3 6 4.00 1.105

DD 60 3 9 4.83 1.520
KA 60 3 8 4.02 1.295
DPS 60 7 37 15.15 6.147
ROA 60 0.05% 3.22% 1.0075% 0.79240%
Valid N (listwise) 60

 Lampiran 3: Ouput Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


ROA
N 60
Normal Parametersa,b Mean 1.0075%
Std. Deviation 0.79240%
Most Extreme Differences Absolute .130
Positive .130
Negative -.113
Test Statistic .130
Asymp. Sig. (2-tailed) .014c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

 Lampiran 4: Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

98
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005
DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092
DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007
KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094
DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115
a. Dependent Variable: ROA

 Lampiran 5: Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .323a .104 .039 0.77679% .732
a. Predictors: (Constant), DPS, KA, DD, DK
b. Dependent Variable: ROA

 Lampiran 6: Hasil Uji Heteroskedastisitas

 Lampiran 7: Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda

99
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005
DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092
DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007
KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094
DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115
a. Dependent Variable: ROA

 Lampiran 8: Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
1 .323a .104 .039 0.77679% .732
a. Predictors: (Constant), DPS, KA, DD, DK
b. Dependent Variable: ROA

 Lampiran 9: Hasil Uji t (Parsial)

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF


1 (Constant) 1.487 .503 2.953 .005

DK -.291 .132 -.405 -2.195 .032 .478 2.092

DD .129 .094 .248 1.373 .175 .498 2.007

KA -.049 .082 -.080 -.598 .553 .914 1.094

DPS .017 .017 .130 .965 .339 .897 1.115

a. Dependent Variable: ROA

 Lampiran 10: Hasil Uji F (Simultan)

100
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.859 4 .965 1.599 .188b
Residual 33.187 55 .603
Total 37.046 59

101

Anda mungkin juga menyukai