Anda di halaman 1dari 5

Nama : Meilani Puji Astini

NIM : 1501505

Kelas : 3B

Mata Kuliah : Kajian Puisi Indonesia

Dosen Pengampu : Drs. Ma’mur Saadie, M. Pd.

Pulau Kita

Aku tidak kemana-mana

masih di kota yang sesak ini.

Tetapi di pulau kita aku ingin

berada. Di sana kita berdua pernah bahagia

di bawah senja. Mengapa?

Kita tidak kesana lagi dan mengulang itu.

Kisah disulap jadi senandung untuk berulang kali kunyanyikan.

Perahu kenangan terkatung-katung di lautan kata

dan setiap hari aku merindukan pulau itu.

(z.h)
Pemilihan diksi dalam puisi ini menggunakan kata ‘aku’. Terdapat pada bait ke-1
baris ke-1 ‘Aku tidak kemana-mana’, bait ke-1 baris ke-3 ‘Tetapi di pulau kita aku
ingin’, bait ke-2 baris ke-7 ‘Kisah disulap jadi senandung untuk berulang kali
kunyanyikan.’, dan bait ke-2 baris ke-9 ‘dan setiap hari aku merindukan pulau
itu.’. Kata ‘aku’ dalam puisi ini mengandung perasaan dalam kepribadian penyair
terhadap isi puisi tersebut. Seolah mengajak pembaca agar terjun ke dalam
pengalaman penyair. Kata ‘ku’ berperan sebagai seseorang yang menderita akan
kerinduan yang dialaminya, kerinduan pada sebuah tempat yang kini menjadi
kenangan dalam hidupnya. Selain kata ‘aku’, terdapat juga kata ‘kita’ pada bait
ke-1 bait ke-4 ‘berada. Di sana kita berdua pernah bahagia’ dan pada bait ke-1
baris ke-6 ‘Kita tidak kesana lagi dan mengulang itu.’. ‘kita’ dalam puisi ini
mengandung arti bahwa penyair dengan seseorang yang mungkin kekasihnya
yang telah melukis sebuah kenangan ditempat yang penyair sebut dengan “Pulau
Kita”.

Puisi ini menggunakan kata denotatif dan kata konotatif. Kata denotatif terdapat
pada bait ke-1. Pilihan kata yang digunakan adalah kata sederhana yang mudah
untuk dipahami. Sedangkan kata konotatif terdapat pada bait ke-2. Yang
menyatakan makna yang sangat dalam, sehingga harus penuh jiwa memaknainya.
‘kisah disulap jadi senandung’ maksudnya adalah sebuah kisah yang telah berlalu
dan sangat indah, kini menjadi sebuah kenangan saja yang dikenang sebagai
sebuah lagu yang indah untuk disenandungkan oleh pemilik kisah tersebut.
‘perahu kenangan terkatung-katung di lautan kata’ mengandung makna bahwa
perahu yang mungkin mereka gunakan waktu dulu, kini terapung tak tentu arah
dan hanya berlayar dalam sebuah kata-kata sehingga menjadi sebuah kisah yang
hanya bisa dikenang saja.

Imaji yang terdapat dalam puisi ini, yaitu imaji penglihatan. Terdapat pada bait
ke-1 baris ke-4 “berada. Di sana kita berdua pernah bahagia”, bait ke-1 baris ke-6
‘Kita tidak kesana lagi dan mengulang itu.’. Dalam baris ke-4 dan baris ke-6
menyatakan indra penglihatan, dijelaskan dengan kata “di sana” yang memiliki
arti menunjukkan sesuatu yang sedang di pandang oleh penyair untuk ditunjukkan
kepada seseorang yang sedang bersamanya. Sesuatu yang dimaksud adalah suatu
tempat yang penyair sebut dengan “Pulau Kita”

Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi ini yaitu secara keseluruhan adalah gaya
retoris, karena tidak mengandung kiasan. Meskipun tidak mengandung kiasan,
gaya bahasa yang digunakan membuat puisi tersebut menarik perhatian
pembacanya. Misalnya terdapat dalam larik ‘Kita tidak kesana lagi dan
mengulang itu.” Makna yang terkandung sudah jelas dan tidak memiliki kiasan,
tetapi memiliki ketertarikan sendiri dari larik tersebut.

Selain gaya retoris, terdapat juga majas alegori pada bait ke-2 baris ke-8, yaitu
pada frasa ‘lautan kata’ yang terdapat pada larik ‘Perahu kenangan terkatung-
katung di lautan kata’. ‘lautan kata‘ yang dimaksud penyair adalah lautan yang
saat ini hanya tinggal cerita saja dalam benak penyair.

Dalam puisi ini tidak memiliki rima yang teratur seperti a-a-a-a ataupun a-b-a-b,
karena bisa dikatakan bahwa puisi ini tergolong ke dalam puisi modern yang tidak
terikat akan rima yang berlaku. Bunyi yang terdapat dalam puisi ini yaitu bunyi
asonansi (a, i, u, e, o) dan bunyi aliterasi (konsonan) yang berkombinasi dengan
bunyi sangau (m, n, ng, ny). Hampir dari seluruh baris memiliki kombinasi antara
bunyi asonansi, bunyi aliterasi, dan bunyi sangau. Akan tetapi, dapat disimpulkan
bahwa yang mendominan yaitu bunyi asonansi.

Tipografi dalam puisi ini, yaitu rata kiri dengan baris ke-1, ke-3, ke-6, ke-7, dan
ke-8 diawali dengan huruf kapital, sedangkan baris ke-2, ke-4, ke-5, dan ke-9
diawali dengan huruf kecil, karena lanjutan dari larik sebelumnya. Pada baris ke-
2, ke-5, ke-6, ke-7, dan ke-9 terdapat intonasi akhir. Hal tersebut menandakan
bahwa itu merupakan sebuah kalimat.

Makna yang terkandung dalam puisi ini yaitu penyair yang merindukan suatu
tempat yang sering penyair kunjungi bersama kekasihnya yang kini tinggal
kenangan saja. Di tempat tersebut, mereka selalu bersama-sama menghabiskan
waktu berdua dan hanya mengenal kebahagian, tetapi sekarang semua itu hanya
menjadi sebuah senandung yang selalu dinyanyian oleh penyair dan membias
menjadi sebuah kenangan yang sangat dirindukan dan penyair ingin sekali bisa
kembali pada masa-masanya dulu.

Tema yang terkandung dalam puisi ini yaitu kerinduan. Kerinduan akan sebuah
momen yang telah berlalu bersama kekasihnya dan kini tinggal menjadi kenangan.
Sehingga penyair sangat merindukan hal-hal bersama kekasihnya tersebut.

Perasaan yang terkandung dalam puisi ini yaitu kesedihan. Terdapat pada bait ke-
1 baris ke-6 ‘kita tidak ke sana lagi dan mengulang itu’. Pada larik tersebut
mengandung perasaan sedih, yaitu kesedihan akan suatu kejadian yang tidak bisa
diulang bersama-sama dengan sang kekasih.

Nada yang terdapat dalam puisi ini, yaitu rendah. Terdapat dalam bait kesatu baris
ke-1 ‘Aku tidak kemana-mana’ dan baris ke-2 ‘masih di kota yang sesak ini.’.
dalam kedua larik tersebut menunjukkan bahwa penyair masih tinggal di tempat
yang dulu menjadi tempat yang indah bagi dirinya dan kekasihnya. Seolah penyair
masih mengharapkan kehadiran kekasihnya di pulau tersebut. Dalam larik tersebut
juga mengambarkan sebuah kesedihan yang diucapkan dengan nada rendah.

Itikad yang penyair sampaikan kepada pembaca, yaitu jika kita yakin akan suatu
hal, maka kita harus sabar menanti dan setia menunggu terhadap sesuatu yang kita
yakini akan kembali pada kita. Meskipun kita belum tau apakah ahl tersebut akan
kembali lagi pada kita atau tidak.

Hubungan antarunsur yang terdapat dalam puisi ini yaitu antara gaya bahasa
dengan perasaan. Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi ini, yaitu dominan gaya
retoris. Gaya retoris memiliki makna yang sesungguhnya dan hubungannya
dengan perasaan adalah, agar perasaan penyair dengan gaya bahasa gaya retoris
yang digunakan secara langsung dapat menggambarkan perasaan penyair secara
sesungguhnya yaitu kesedihan. Agar tidak memiliki makna ganda, maka gaya
retoris pada puisi ini digambarkan secara jelas.
Selain gaya bahasa dengan perasaan, hubungan antarunsur pada puisi ini juga
terdapat pada bunyi dengan nada. Secara sekilas antara bunyi dan nada ini hampir
sama saja, tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Pada

Anda mungkin juga menyukai